Anda di halaman 1dari 17

Geo-Sciences

STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH KEBUMEN BERDASARKAN


ANALISIS POLA ANOMALI GAYA BERAT DAN GEOMAGNET

Subagio
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122

SARI

Pola anomali gaya berat daerah penelitian terbagi dua kelompok, kelompok anomali tinggi dan kelompok anomali rendah.
Kelompok anomali tinggi mendominasi di bagian barat dan bagian timur daerah penelitian, berpola melingkar positif,
bernilai 90 mgal hingga 145 mgal. Kedua kelompok anomali tinggi ini dipisahkan oleh kelompok anomali rendah di
bagian tengah, yang mempunyai pola melingkar negatif, dan bernilai 52 mgal hingga 89 mgal. Pola anomali tinggi
disebabkan oleh keberadaan batuan intrusi andesit di daerah Tinggian Karangbolong dan Tinggian Kulon Progo, serta
keberadaan batuan Pratersier Luk Ulo di daerah Karangsambung. Tinggian anomali yang disebabkan oleh Komplek Luk
Ulo bernilai relatif rendah (114 mgal), dibandingkan nilai anomali yang disebabkan oleh batuan intrusi andesit (145
mgal). Pola anomali negatif ditafsirkan sebagai cekungan sedimen. Sesar yang memisahkan Tinggian Karangbolong dan
bagian cekungan adalah Sesar Karangbolong, sedangkan yang memisahkan Tinggian Kulon Progo dengan bagian
cekungan adalah Sesar Purworejo.
Kata kunci : anomali gaya berat, pola melingkar positif, pola melingkar negatif, batuan intrusi andesit, cekungan sedimen, batuan pra-Tertier
Luk Ulo, Sesar Karangbolong, Sesar Purworejo, Tinggian Karangbolong, Tinggian Kulon Progo
J

ABSTRACT

The Gravity anomaly pattern of research area is devided into two groups involving high and low anomalies. The high
G

anomaly dominating at western and eastern area have positive circular pattern, and the value ranges from 90 mgal to
145 mgal. The east and west high anomalies are separated by low anomaly, having negative circular pattern, varies from
52 mgal to 89 mgal, and the low anomaly is located in the central area. The high anomaly patterns might be caused by
andesite intrusive rocks in Karangbolong and Kulon Progo High areas, and Pratertier rock in Karangsambung area.
S

Gravity value of Luk Ulo Complex (114 mgal) is lower than the value of intrusive rocks (145 mgal), meanwhile the
negative anomaly indicates sedimentary basin. Karangbolong and Kulonprogo high and the basin are seperated by
faults, such as Karangbolong and Purworejo Faults respectively.
Keywords : gravity anomaly, positive circular pattern, negative circular pattern, andesite intrusive rock, sedimentary basin, Luk Ulo Pratertier
M

rocks, Karangbolong Fault, Purworejo Fault, Karangbolong High, Kulon Progo High.

PENDAHULUAN memberikan dasar bagi para ahli geologi Indonesia


Latar Belakang Penelitian dalam melakukan penelitian kebumian di wilayah
ini. Hasil penelitian gaya berat terdahulu, telah
Pulau Jawa merupakan bagian sistem busur Sunda membuka gagasan tektonik Jawa dan Kepulauan
yang terbentuk sebagai hasil interaksi Lempeng Indonesia pada umumnya, sehingga teori sistem
Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara dan
busur kepulauan banyak digagas para ahli (Untung,
Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan. Kegiatan
1982). Untung dan Wiriosudarmo (1975) telah
vulkanik, gempa yang intensif, dan rejim panas bumi
yang terbentuk sepanjang busur, membuktikan membahas data gaya berat Jawa secara kualitatif,
bahwa zona ini secara tektonik sangat aktif (Widarto, sehingga menghasilkan gambaran struktur yang
1998), dan keaktifan zona ini ditunjang pula oleh penting bagi suatu penelitian yang sifatnya regional
data yang menyatakan bahwa Lempeng Samudera (Gambar 5).
Hindia menunjam dengan kecepatan antara 6.0 -7.5 Untuk keperluan penelitian ini digunakan data gaya
cm/tahun (Hamilton, 1979). berat hasil penelitian terdahulu, seperti Peta Anomali
Sejak akhir abad yang lalu, geologi Pulau Jawa Bouguer Lembar Kebumen (Dibyantoro dan Sutisna,
banyak dipelajari para ahli geologi asing yang telah 1977) dan Survei Gaya Berat dan Geomagnetik

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 391


Geo-Sciences
Daerah Pantai Selatan Kebumen, Jawa Tengah (Hamilton, 1979), serta memiliki singkapan batuan
(Syarif dan Subagio, 2004). Dengan menggabung- Pratersier di Karangsambung, maka sangat menarik
kan kedua kelompok data gaya berat ini, dihasilkan untuk diteliti lebih lanjut. Khususnya untuk dapat
sebaran data gaya berat semi rinci, sehingga dapat mengungkapkan struktur geologi yang komplek
menyajikan pola anomali Bouguer secara semi rinci (sebagian besar hanya tersingkap di bagian utaranya
pula (Gambar 6). saja) sehingga informasi geologi di seluruh wilayah
dapat diungkapkan secara lebih jelas.
Hasil penelitian geologi Jawa menunjukkan bahwa di
daerah Cihara dan Ciletuh (kedua-duanya terletak di Keterbatasan ilmu geologi dalam mengungkapkan
Jawa barat), serta Karangsambung dan Bayat (di data geologi di bawah permukaan tidak menjadi
Jawa Tengah) ditemukan singkapan batuan kendala bagi ilmuwan dalam melakukan penelitian di
Pratersier. Hasil penelitian tersebut merupakan suatu atas, karena ilmu geofisika dapat membantu untuk
penemuan penting bagi pembelajaran sejarah memperoleh informasi geologi tersebut. Survei
Pratersier dan Tersier Awal Pulau Jawa. Daerah geofisika pada dasarnya bertujuan melakukan
Kebumen (Karangsambung) di Jawa Tengah penelitian sifat fisika batuan penyusun kerak bumi.
merupakan salah satu daerah tempat ditemukannya Dalam hal ini, akan dilakukan penelitian gaya berat
singkapan batuan berumur Pratersier tersebut. guna mencari anomali yang disebabkan oleh
Daerah ini yang secara keseluruhan terletak di bagian perubahan rapat massa batuan bawah permukaan.
selatan Jawa Tengah, merupakan daerah yang Sebaran rapat massa batuan ini merupakan cerminan
sangat dikenal oleh kalangan ahli kebumian seluruh dari struktur geologi bawah permukaan. Berhubung
dunia, karena keunikan kondisi geologinya. metode gaya berat tersebut mempunyai sifat
Khususnya di daerah Karangsambung (19 km dari ambiguitas yang tinggi pada proses penafsiran pola
J

Kebumen), tersingkap kelompok batuan Pratersier anomalinya, maka digunakan juga data geologi
(Komplek Luk Ulo) yang tersusun oleh berbagai permukaan, data rapat massa batuan, dan data
ragam batuan beku, batuan sedimen, dan batuan geomagnetik sebagai data pengikat.
G

metamorf yang terbentuk di zona tunjaman (Asikin,


1992). Rumusan Masalah
Struktur geologi wilayah Kebumen sebagian besar Secara umum, daerah Kebumen dan sekitarnya
S

tersingkap di bagian utara daerah penelitian, adalah daerah Sub Cekungan Kebumen, yang
sedangkan di bagian selatan, dan di sepanjang
merupakan bagian dari Cekungan Jawa Tengah
sungai besar yang tersingkap adalah endapan
Selatan yang lebih luas. Pada zaman Neogen,
permukaan yang disusun oleh aluvium dan endapan
M

pantai (Asikin, 1992). Di daerah tinggian Cekungan Jawa Tengah Selatan berkembang menjadi
Karangbolong dan Kulon Progo (juga terletak di Sub Cekungan Banyumas, Sub Cekungan Kebumen,
bagian selatan) tersingkap beberapa struktur geologi dan Sub Cekungan Yogyakarta, masing-masing
berupa sesar, dan tubuh batuan intrusi andesit terpisahkan oleh Sesar Karangbolong dan Sesar
(Asikin, 1992; Rahardjo, 1995). Purworejo (Gambar 7) (Suyanto dan Roskamil,
1977).
Pada dasarnya wilayah Kebumen ini merupakan
sebuah graben yang dibatasi oleh tinggian Data geologi permukaan daerah Kebumen (Gambar
Karangbolong di sebelah barat dan tinggian Kulon 4) tidak dapat memperlihatkan keberadaan Sesar
Progo di sebelah timur. Cekungan ini terbentuk akibat Karangbolong dan Sesar Purworejo seperti yang telah
adanya sesar normal yang berkembang pada saat diutarakan di atas, karena wilayah selatan daerah
Oligosen Akhir, sebagai akibat adanya tumbukan penelitian (tempat kedua sesar tersebut berada),
antara Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan ditutupi oleh aluvium dan endapan permukaan
dengan Lempeng Hindia yang bergerak ke utara (Asikin drr., 1992). Akan tetapi pola anomali gaya
(Suyanto dan Roskamil drr., 1977). berat daerah penelitian menunjukkan nilai gradien
yang relatif besar di bagian barat dan timur daerah
Mengingat daerah Kebumen dan sekitarnya terletak
penelitian (Gambar 6). Gejala ini merupakan refleksi
di wilayah selatan Pulau Jawa, yang merupakan
dari kontras rapat massa batuan yang cukup tinggi,
daerah tepian benua, serta merupakan jalur busur
yang diakibatkan oleh keberadaan sesar normal yang
vulkanik aktif sebagai akibat konvergensi antar
berkembang di daerah tersebut. Data anomali
lempeng samudera dengan lempeng benua

392 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
magnetik (Gambar 10) juga menunjukkan adanya Secara administrasi, daerah penelitian termasuk ke
kelurusan struktur di daerah tersebut, sehingga dalam Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen,
memperkuat dugaan keberadaan kedua sesar Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, dan
tersebut. Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Disamping kelurusan sesar, fenomena lain yang
dapat diidentifikasi dari pola anomali gaya berat dan METODOLOGI
geomagnetik adalah keberadaan batuan intrusi di
Seperti telah diutarakan di atas bahwa metode
daerah tinggian Karangbolong dan Kulon Progo.
geofisika yang akan digunakan untuk memecahkan
Fenomena geologi ini secara jelas dapat pula dilihat
permasalahan penelitian adalah metode gaya berat.
pada peta geologi Lembar Banyumas dan
Metode penelitian geofisika ini mampu melakukan
Yogyakarta. Kedua fenomena geologi di atas
penafsiran tentang struktur geologi bawah
(kelurusan sesar dan batuan intrusi) merupakan
permukaan berdasarkan kontras rapat massa antara
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
batuan satu dengan batuan lainnya (ke arah lateral).
ini.
Namun demikian, kelemahan dari metode ini adalah
mempunyai sifat ambiguitas (ambiguous) yang
Kerangka Pemikiran cukup tinggi, sehingga dapat menghasilkan
Metode gaya berat merupakan salah satu metode penafsiran yang bersifat subjektif. Untuk mengatasi
penelitian geofisika yang mampu membedakan rapat hal ini, maka sebagai data pengontrol digunakan data
massa suatu material/batuan terhadap rapat massa anomali magnetik, data geologi permukaan, data
material/batuan di sekitarnya. Variasi rapat massa rapat massa batuan, serta data hasil penelitian
J

tersebut dapat memberikan gambaran tentang geologi terdahulu.


struktur geologi bawah permukaan di daerah Untuk lebih jelasnya, alur metodologi penelitian
penelitian. Adanya variasi rapat massa batuan dapat diilustrasikan secara ringkas dalam Gambar 2.
G

tersebut ditandai dengan kerapatan garis kontur Sebagai data utama adalah data anomali Bouguer,
anomali gaya berat dalam ukuran tertentu, sehingga sedangkan sebagai data tambahan adalah data
dapat ditafsirkan sebagai gambaran struktur geologi geologi permukaan, data anomali geomagnet, data
yang tertentu pula. rapat massa batuan, serta data hasil penelitian
S

Dalam penafsiran pola anomali gaya berat ini, geologi terdahulu. Untuk dapat mengetahui pola
diperlukan data penunjang berupa data geologi (peta anomali sisa, perlu dilakukan proses pemisahan
geologi, tataan stratigrafi, struktur geologi) dan data anomali melalui penapisan surface fitting, sehingga
geofisika lainnya, hasil penelitian terdahulu. Dalam anomali sisa dan anomali regional dapat dipisahkan
M

hal ini digunakan data anomali magnetik dan data dari anomali Bouguer. Proses penafsiran kualitatif
rapat massa batuan, sehingga dapat dipakai sebagai akan dilakukan terhadap pola anomali Bouguer, pola
data pengikat dalam melakukan penafsiran pola anomali sisa gaya berat, dan pola anomali
anomali gaya berat. geomagnet. Dari hasil penafsiran ini akan dapat
ditentukan pola-pola kelurusan struktur, baik struktur
geologi dangkal (diperoleh dari penafsiran pola
Maksud dan Tujuan Penelitian
anomali sisa dan geomagnet) maupun struktur
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui pola geologi dalam (diperoleh dari penafsiran anomali
sebaran anomali gaya berat (anomali Bouguer) dan Bouguer). Penafsiran kuantitatif akan dilakukan
anomali magnetik daerah penelitian, sedangkan terhadap pola anomali Bouguer, dengan data ikat
tujuannya adalah untuk mengetahui pola struktur berupa data geologi permukaan, data rapat massa
geologi bawah permukaan daerah penelitian. batuan, hasil penelitian geologi terdahulu, serta hasil
penafsiran kualitatif terhadap pola anomali gaya
berat dan pola anomali geomagnet. Dengan
Lokasi Penelitian
banyaknya data ikat terhadap penafsiran kuantitatif
Lokasi penelitian terletak di daerah pantai selatan anomali Bouguer, diharapkan dapat dihasilkan
Jawa Tengah, yaitu di daerah Kebumen dan penafsiran struktur geologi bawah permukaan yang
sekitarnya, berada dalam selang koordinat akurat.
(Gambar 1) 109° 25’ - 110°10’ BT dan 07°30’ -
08°00’ LS.

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 393


Geo-Sciences
0 I
1080 30I T 1090 00I T 1090 30I T 0
110 00 T
I
110 30 T 1110 00I T 1110 30I T
60 00I S

0 25 50 75 100km

Laut Jawa 0 I
6 30 S

Cirebon

Tegal
Pekalongan
Kuningan
0 I
SEMARANG 7 00 S
PROV. JABAR
PROVINSI JAWA TENGAH
Majenang G.Sundoro
G.Slamet
Ciamis Banjarnegara
G.Merbabu
Surakarta 0
7 30 S
I

G.Merapi
Kebumen
Cilacap
Purworejo Yogyakarta

PROV. JATIM
80 00I S
Keterangan :
Batas Provinsi
U
Jalan Raya
Kota
Lokasi Penelitian
Samudera Hindia
80 30I S

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.


J

POLA ANOMALI
G

BOUGUER

PENAPISAN
S

POLA ANOMALI POLA ANOMALI POLA ANOMALI


REGIONAL SISA gaya berat GEOMAGNET
M

PENAFSIRAN
KUALITATIF

POLA KELURUSAN
STRUKTUR GEOLOGI

PENAFSIRAN MODEL PENAFSIRAN


KUANTITATIF ANOMALI BOUGUER

DATA GEOLOGI
PERMUKAAN

DATA RAPAT PENELITIAN


MASSA BATUAN GEOLOGI
TERDAHULU

Keterangan :

Suatu proses

Hasil suatu proses

Gambar 2. Bagan alir proses penafsiran pola anomali gaya berat.

394 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
GEOLOGI REGIONAL relief yang halus. Sebagian lembahnya sempit dan
dalam, berbentuk V, mempunyai lereng yang
Fisiografi
terjal, disertai jeram.
Secara fisiografi, bagian utara daerah penelitian
– Satuan perbukitan takteratur menempati bagian
termasuk ke dalam Lajur Pegunungan Serayu
utara daerah penelitian, mempunyai ciri
Selatan, sedangkan bagian selatannya termasuk ke
berbentuk bentang alam yang beraneka ragam,
dalam Lajur Lekukan Tengah. Daerah ini merupakan
seperti bukit yang terpisah-pisah oleh lembah
pemisah Lajur Pegunungan Selatan di Jawa Barat
yang sempit dan dalam. Bukit tersebut berbentuk
dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
bongkah batuan yang besar dan keras, serta
dikontrol oleh sesar. Lembahnya dibentuk oleh
Geomorfologi batuan yang lebih lunak.
Morfologi yang berkembang di daerah penelitian – Satuan dataran rendah, menempati bagian
terbagi ke dalam 4 (empat) satuan morfologi (Asikin, selatan daerah penelitian, dan dikenal sebagai
1992), yaitu (Gambar 3) : Dataran Kedu Selatan atau Dataran Bagelen.
– Lereng kerucut gunungapi mempunyai ketinggian Sungai yang terdapat dalam satuan ini pada
antara 600 m hingga 1040 m diatas muka laut, umumnya dangkal dan agak lebar, dibeberapa
menempati bagian timur laut daerah penelitian, tempat berkembang kelokan sungai dan gosong
dan merupakan bagian lereng selatan kerucut pasir.
Gunungapi Sumbing. Karena sifat batuannya
yang keras dan tahan terhadap pengikisan, maka Stratigrafi
J

kenampakan reliefnya kasar, dengan kemiringan


Menurut Asikin drr. (1992) batuan tertua di daerah
lereng sekitar 30° - 75°. Di daerah ini berkembang
ini berumur Pratersier dan Tersier awal yang
pola aliran dendrit, dengan lereng terjal,
G

tercampur aduk secara tektonik dalam masadasar


berbentuk V, serta lembahnya sempit
batulempung kelabu yang terabak (sheared),
– Satuan pebukitan bergelombang mempunyai ditafsirkan sebagai suatu bancuh (melange), dan
ketinggian antara 50 m hingga 650 m diatas disebut sebagai Komplek Luk Ulo. Satuan ini tertutup
oleh sedimen parit (pond deposits) yang termasuk
S

muka laut, tersebar luas di daerah penelitian.


Perbedaan kekerasan dan ketahanan batuan Formasi Karangsambung, berumur Eosen Tengah
mengakibatkan terbentuknya topografi dengan sampai Oligosen. Di atasnya menindih selaras
Formasi Totogan yang berumur Oligosen
M

sampai Miosen Awal. Kemudian selama


0 I
109 30 110 00 T
7 30 S
Miosen Awal diendapkan Formasi Waturanda
0 I

0 I

sebagai endapan turbidit jenis proksimal, dan


beranggotakan Tuf. Selaras di atasnya terdapat
Formasi Penosogan yang berumur Miosen
Tengah. Di atasnya, menindih selaras Formasi
Halang yang terbentuk oleh serangkaian
Kebumen
sedimen turbidit yang berumur akhir Miosen
Tengah sampai Pliosen Awal, mempunyai
anggota breksi. Formasi Peniron yang berumur
Pliosen, dan beranggotakan sedimen turbidit,
merupakan formasi yang paling muda di
daerah ini.
U Endapan gunungapi muda dijumpai di sudut
Samudera Hindia timur laut lembar, berumur Kuarter, dan
0 2 4 6 8 10km

70 55I S kedudukannya tak selaras di atas semua


Lereng Kerucut gunungapi Perbukitan tak teratur
batuan yang lebih tua. Sedimen paling muda
Perbukitan menggelombang Dataran rendah
ialah aluvium dan endapan pantai, yang
menindih tak selaras semua satuan yang lebih
Gambar 3. Fisiografi daerah penelitian.

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 395


Geo-Sciences
tua. Batuan beku terobosan yang dijumpai di daerah menerus ke arah Banyumas. Antiklin besar lainnya
ini adalah diabas yang berupa retas lempeng, adalah Antiklin Eragumiwang, yang juga
berumur akhir Miosen Tengah (Asikin, drr., 1992). taksetangkup, dengan sumbu berarah barat daya-
Disamping itu, di daerah Kulon Progo juga tersingkap timur laut, hampir sejajar dengan sinklin Gunung
batuan intrusi andesit dan dasit yang diperkirakan Pencil, dan terpotong oleh sesar di bagian barat dan
berumur Miosen Awal (Rahardjo, drr., 1995), timurnya. Beberapa antiklin dan sinklin yang lebih
sedangkan di daerah Karangbolong tersingkap kecil terdapat di bagian utaranya.
batuan intrusi andesit yang berumur Miosen Awal
Sesar yang dijumpai berupa sesar naik, sesar geser-
(Asikin, 1992).
jurus, dan sesar turun. Sesar Karanggayam
Berdasarkan kesamaan rapat massa batuannya merupakan sesar naik yang besar di daerah ini, yang
(Telford drr., 1988, dan Parasnis, 1986), setiap membentang dari Karanggayam sampai daerah
satuan batuan dalam satu formasi tertentu dapat Wadasmalang di sebelah timur Karangsambung.
dikelompokkan ke dalam satu satuan batuan Sesar naik yang lebih kecil dijumpai di Jatibungkus,
tertentu. Hal ini penting dilakukan, mengingat di daerah K. Bedegolan, dan di daerah K.Kejaban.
metode gaya berat hanya dapat mendelineasi batuan Sesar geser-jurus yang dijumpai berarah hampir
berdasarkan perbedaan rapat massa batuan saja. utara-selatan, dan beberapa diantaranya berarah
Oleh sebab itu, untuk keperluan penelitian ini baratlaut-tenggara, atau timur laut-barat daya.
dilakukan pengelompokkan jenis batuan atas dasar Jenisnya ialah sesar geser menganan dan mengiri,
kesamaan rapat massa batuan. Untuk daerah pada umumnya memotong lipatan, dan diduga
Kebumen, batuan dapat dikelompokkan menjadi : terjadi segera setelah pelipatan. Contoh sesar geser
mengiri adalah Sesar Kedungramat dan Sesar
J

– batuan sedimen Kuarter (rapat massa : r = 1,68


Rebung, sedangkan yang termasuk sesar geser
gr/cm3)
menganan adalah Sesar Kedunglesung. Sesar turun
– batuan sedimen Tersier (r = 2.10 gr/cm3) yang dijumpai hampir berarah utara-selatan, atau
G

– batuan gunungapi Kuarter (r = 2.30 gr/cm3) utara-timur laut -selatan-barat daya, contoh : Sesar
Kalianget yang melalui Kali Bedegolan, dan sesar
– batuan gunungapi Tersier (r = 2.45 gr/cm3)
yang melalui Kedungbiru.
– batuan intrusi Tersier diabas (r = 2.50 gr/cm3)
S

Perkembangan tektonik dan cekungan pengendapan


– batuan intrusi Tersier andesit (r = 2.80 gr/cm3)
diduga berhubungan erat dengan pertumbukan
– batuan intrusi Tersier dasit (r = 2.58 gr/cm3) antara Lempeng Benua Asia Tenggara dengan
– Komplek Luk Ulo (r = 2.85 gr/cm3) Lempeng Hindia-Australia, sejak Kapur Akhir, atau
M

Tersier Awal. Pada Kapur Awal, atau mungkin sampai


Struktur Geologi dan Tektonik Kapur Tengah, sebelum terjadi tumbukan, di dasar
samudera telah terendapkan kelompok batuan ofiolit
Data geologi permukaan daerah penelitian dapat
(basal, gabro, batuan ultramafik) dan sedimen
menjelaskan struktur geologi yang tersingkap di
lapangan dan tektonik secara regional (Asikin drr., pelagos (batugamping merah, dan rijang radiolaria).
1992, dan Rahardjo drr., 1995). Struktur geologi Pada tektonik Kapur Akhir, terjadi tumbukan antara
berupa lipatan, sesar, dan kekar, dijumpai pada Lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke arah
batuan yang berumur Kapur hingga Pliosen. Pada utara, dengan Lempeng Benua Asia Tenggara,
umumnya, lipatan di daerah ini berarah hampir disusul oleh penekukan dan penyesaran ke bawah
barat-timur. Di bagian tengah, sumbu lipatan dari lempeng samudera, sehingga terbentuk palung.
membelok menjadi arah barat daya-timur laut. Di Batuan kerak samudera terseret ke dalam palung,
bagian timur dan selatan, struktur lipatan pada yang di dalamnya juga terendapkan sedimen flysch
umumnya berupa monoklin, dengan kemiringan yang bahannya bersumber dari daratan di utara.
lapisan ke arah selatan. Sumbu-sumbu antiklin dan Percampuran batuan secara tektonik berlangsung
sinklin hampir sejajar, dan terpotong oleh sesar. sampai Paleosen dan menghasilkan Komplek Luk
Antiklin besar adalah Antiklin Karangsambung yang
Ulo (Asikin, 1975). Proses tektonik berlangsung
merupakan antiklin tak setangkup, dengan sumbu
terus, hingga terbentuk geologi sekarang (Asikin, drr.,
berarah hampir barat-timur, menunjam ke timur,
sumbunya melalui daerah Baniara, Prapatan, dan 1992).

396 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


1090 25I S 30I 35I 40I 45I 50I 55I 1100 00I T 05I 10I 0 I
07 30 S

KARANGSAMBUNG
G. Baritan
573

35I
Gombong
U
D

it
Karanganyar U

U lo
D

K. Kem
Luk
Trasan

K.
Karanggayam
KEBUMEN 40I

TINGGIAN
KARANGBOLONG to
w on
go
J
Bo
Kutoarjo K.

45I
D DU
U
G
D
U
D
U TINGGIAN
D
U KULON PROGO
D G. Kukusan D
U U 50I
423
S
U DU D Wates
SAMUDERA HINDIA D
UD
U

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


M
55I

0 5 10km
080 00I S

Bat. Sedimen Kuarter Bat. Vulkanik Kuarter Bat. Intrusi andesit Bat. Gamping terumbu Komplek Luk Ulo : Grauwake, sekis, filit Basal dan rijang

Bat. Sedimen Tersier Bat. Vulkanik Tersier Bat. Intrusi diabas Grabro

U
D Sesar Sesar naik Sesar geser jurus Antiklin Sinklin Laut
Geo-Sciences

Gambar 4. Peta geologi daerah Kebumen dan sekitarnya (disederhanakan dari Asikin drr., 1992; Rahardjo drr., 1995).

397
Geo-Sciences
0
105 1060 1070 1080 1090 1100 111
0
112
0
1130 1140 115
0 0
116 0 I
5 30

Jakarta 60
0 20 40 60 80 100km

Bandung U Semarang
D 0
7
U
D Surabaya

Yogyakarta
Daerah punggungan anomali 0
8
Daerah anomali rendah D D
U U
Gunung berapi
Sesar perkiraan
Arah gerak lempeng
Struktur lipatan 90
U Sesar normal
D

Gambar 5. Struktur-struktur besar Jawa dan Madura, berdasarkan pola anomali Bouguer (Untung & Wiriosudarmo, 1975).

METODE GAYA BERAT DAN GEOMAGNET yang sudah direduksi ke bidang acuan pengukuran
(geoid). Reduksi gaya berat ukuran dilakukan dengan
Metode Gaya Berat
memberikan beberapa koreksi berupa koreksi pasang
J

Metode gaya berat merupakan salah satu dari surut, koreksi apungan alat, koreksi Bouguer, koreksi
metode geofisika yang berdasarkan kepada teori udara bebas, dan koreksi medan. Secara matematis,
potensial. Metode ini mempunyai kemampuan untuk Anomali Bouguer (=AB) dapat dihitung menurut
membedakan variasi rapat massa suatu formula :
G

material/batuan dengan rapat massa


AB = g0 - gn + KG + KM = g0 - gn + 0,1967 h + KM
material/batuan di sekitarnya (ke arah lateral).
Dengan demikian, penggunaan metode penelitian ini
diharapkan mampu untuk melakukan penafsiran g0 adalah gaya berat ukuran, gn adalah gaya berat
S

struktur geologi bawah permukaan yang menjadi normal, KG adalah koreksi gabungan antara koreksi
objek penelitian ini. Bouguer dengan koreksi udara bebas, KM adalah
koreksi medan, dan h adalah ketinggian titik ukur di
Informasi gaya berat (gravity) banyak digunakan atas muka laut rata-rata.
M

dalam bidang geofisika untuk memprediksi struktur


geologi dan densitas batuan penyusun kerak bumi.
Dalam aplikasi praktisnya, informasi spasial gaya Metode Geomagnetik
berat biasanya disajikan dalam bentuk data anomali Metode geomagnetik didasarkan pada pengukuran
gaya berat, yaitu perbedaan nilai gaya berat variasi kecil intensitas medan magnetik di
pengamatan yang telah direduksi ke bidang acuan, permukaan bumi, yang disebabkan oleh adanya
dengan nilai gaya berat teoritik. Tergantung variasi distribusi batuan termagnetisasi di bawah
bagaimana cara pereduksiannya, dikenal beberapa
permukaan bumi. Variasi medan magnetik tersebut
jenis anomali gaya berat, antara lain anomali
dapat pula disebabkan oleh adanya perubahan
Bouguer yang dapat digunakan dalam interpretasi
struktur geologi bawah permukaan. struktur geologi di bawah permukaan bumi, sehingga
pola anomali yang terbentuk dapat digunakan untuk
Sistem nilai gaya berat di Indonesia beracuan kepada penafsiran struktur geologi tersebut. Variasi
IGSN 1971 (International Gravity Standardization intensitas medan magnetik yang terukur (medan
Network 1971), dengan titik-titik referensinya anomali) kemudian ditafsirkan dalam bentuk sebaran
tersebar secara merata di seluruh wilayah Kepulauan
bahan magnetik di bawah permukaan, sehingga
Indonesia (Adkins, 1978). Anomali gaya berat pada
dijadikan dasar dalam penafsiran kondisi geologi
dasarnya merupakan besarnya simpangan nilai gaya
berat tereduksi dengan nilai gaya berat teoritis. Nilai daerah penelitian.
gaya berat tereduksi adalah nilai gaya berat ukuran

398 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
Metode magnetik memiliki kesamaan dengan H adalah medan anomali magnetik, Hp adalah
metode gaya berat, yaitu kedua-duanya didasarkan intensitas medan magnet teramati, KH adalah
kepada teori potensial. Ditinjau dari besaran fisika koreksi harian, dan IGRF adalah nilai medan magnet
yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang bumi acuan.
mendasar. Dalam metode magnetik, harus
dipertimbangkan variasi arah dan besar vektor PEMBAHASAN
magnetisasi, sedangkan pada metode gaya berat
hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan Penafsiran kualitatif pola anomali Bouguer
gravitasi. Dengan demikian, metode geomagnetik ini Secara umum, anomali Bouguer daerah Kebumen
lebih kompleks permasalahannya dibandingkan dan sekitarnya berpola melingkar positif dan negatif,
metode gaya berat. dengan kisaran nilai dari 60 mgal hingga 145 mgal.
Medan magnetik bumi secara umum dapat Anomali tinggi (100-145mgal) menempati wilayah
dipandang sebagai medan dipol, akibatnya garis barat (di sekitar Tinggian Karangbolong) dan
medan magnet akan mengikuti pola dipol. Medan wilayah timur (daerah Tinggian Kulon Progo),
magnet bumi dibangkitkan oleh batang magnet sedangkan anomali rendah (60-99mgal) menempati
raksasa pada pusat bumi, atau disebabkan oleh bagian tengah hingga timur laut daerah penelitian
magnetisasi bola bumi yang sempurna. Medan (Gambar 6).
magnet berupa garis-garis gaya magnet di Anomali tinggi di wilayah barat berkaitan dengan
permukaan, berawal dari kutub selatan menuju keterdapatan batuan Pratersier yang tersingkap di
kutub utara, berarah vertikal di kutub utara dan Luk Ulo (Asikin, 2003), dan tubuh batuan intrusi
selatan, serta berarah horizontal di sekitar ekuator.
J

andesit di daerah Karangbolong (Asikin, 1992).


Medan magnet yang tercatat di alat ukur merupakan Komplek Luk Ulo merupakan salah satu dari tiga
komponen yang berasal dari medan utama dan singkapan batuan Pratersier di Jawa, lainnya adalah
medan luar. Medan magnet utama berasal dari
G

Ciletuh (Jawa Barat) dan Bayat (Pegunungan Jiwo,


sumber di dalam bumi, yang disebabkan oleh Jawa Tengah). Komplek Luk Ulo diyakini sebagai
sirkulasi arus di luar inti bumi. Medan magnet luar satuan melange, yang merupakan percampuran
berhubungan dengan arus yang mengalir dalam antara batuan metamorfik (sekis, filit), batuan beku
lapisan ionosfer akibat pemanasan sinar matahari. (batuan ofiolit yang tersusun dari lava bantal, gabro,
S

Pada dasarnya besaran intensitas medan magnet peridotit, serpentinit), dan batuan sedimen
bumi Hp yang teramati terdiri atas medan magnet (greywacke). Ofiolit merupakan batuan yang
bumi rata-rata di titik pengamatan (H0), medan mempunyai rapat massa tinggi (2,85-3,12gr/cm3)
M

magnet gangguan dari luar bumi (p), dan medan (Dobrin, 1986), bahkan salah satu mineral yang
anomali (t). Beberapa koreksi yang diberikan terkandung di dalamnya (jadeit, nephrite)
terhadap data magnet adalah koreksi variasi harian, mempunyai rapat massa 3,2-3,4 gr/cm3 (Ansori,
dan koreksi IGRF (International Geomagnetic 2000), sehingga dalam gaya berat batuan ini
Reference Field). Besaran koreksi harian KH mempunyai anomali tinggi. Akan tetapi batuan ofiolit
ditentukan dengan mengurangkan besaran IGRF di sekitar Kampus Karangsambung LIPI ini hanya
terhadap nilai bacaan alat setiap saat (Ii). menimbulkan efek anomali gaya berat sebesar 105
mgal saja, tidak setinggi di sekitar Ciletuh yang
KH = Ii -IGRF mencapai 180-212 mgal (Untung dan
IGRF pada dasarnya merupakan model matematik Wiriosudarmo, 1975). Menurut Kamtono (1995),
dari medan magnetik utama bumi, yang batuan ofiolit yang terdapat di daerah
dikembangkan sejak tahun 1968, dan secara Karangsambung terdapat pada kedalaman kurang
periodik diperbaharui. Nilai koreksi IGRF ini dapat lebih 700 m (di bawah muka laut) dengan sebaran
didekati dengan harga rata-rata intensitas medan yang tidak luas. Data ini memberikan gambaran
magnet bumi di daerah penelitian. bahwa sebaran batuan ofiolit di Karangsambung
tidak seluas dan sebesar sebaran di Ciletuh. Pola
Medan anomali magnetik dihitung berdasarkan anomali tinggi di wilayah timur berkaitan dengan
formula : keberadaan batuan intrusi (batuan andesit) di
H = Hp -KH -IGRF Tinggian Kulon Progo yang diperkirakan berapat
massa relatif tinggi (2,4-2,8gr/cm3) (Telford, 1988).

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 399


Geo-Sciences
Kelompok anomali rendah menempati wilayah (monopole), anomali geomagnet menggambarkan
tengah hingga bagian timur laut daerah penelitian, pola anomali dua kutub (dipole) sehingga diperlukan
diperkirakan daerah ini merupakan Sub Cekungan keahlian khusus dalam melakukan penafsirannya.
Kebumen bagian dari Cekungan Jawa Selatan Data ini sangat penting dalam mengindikasikan
(Suyanto dan Roskamil, 1977) (Gambar 6). matreal magnetik pada batuan, khususnya dalam
hubungannya dengan struktur geologi bawah
Antara anomali rendah dan tinggi ini dipisahkan oleh
permukaan. Atas dasar itu, dapat ditarik beberapa
pola kontur melajur, berarah hampir utara-selatan,
kelurusan struktur sesar menurut pola anomali dua
dengan gradien tinggi sekitar 7,4 mgal/km untuk di
kutub, seperti: Sesar Karangbolong, Sesar
bagian barat, dan gradien anomali sekitar 6,4
Karanggayam, Sesar Kedungramat, Sesar
mgal/km untuk di bagian timur. Perubahan nilai
Kedunglesung, Sesar Kalianget, Sesar Rebung, dan
anomali secara tiba-tiba tersebut disebabkan oleh
Sesar Purworejo (Gambar 10).
adanya kontras rapat massa batuan yang besar di
sekitar pola kontur yang rapat ini. Fenomena ini
kemungkinan merupakan sesar. Di bagian barat Penafsiran kuantitatif pola anomali Bouguer
diduga sebagai Sesar Karangbolong (AB), dan di Penafsiran kuantitatif dilakukan terhadap pola
bagian timur Sesar Purworejo (OP) (Gambar 6). anomali Bouguer sepanjang lintasan penampang
Disamping kedua sesar di atas, terdapat kelurusan berarah barat-timur AB, CDEF, dan sepanjang
lainnya, yaitu CD, EF, GH, IJ, KL, dan MN, yang lintasan penampang berarah utara-selatan GH.
ditafsirkan sebagai kelurusan sesar. Penampang CDEF dan GH ditarik memotong
komplek Luk Ulo dengan tujuan untuk mengetahui
J

geometri komplek tersebut, sedangkan penampang


Penafsiran kualitatif pola anomali sisa gaya berat
AB melalui batuan intrusi andesit di Tinggian
Pola tinggian anomali Bouguer yang terdapat di Karangbolong dan batuan intrusi andesit di Tinggian
G

bagian barat daerah penelitian (Tinggian Kulon Progo. Seluruh penampang pemodelan
Karangbolong) dan di bagian timur (Tinggian Kulon memotong sesar, sehingga dapat ditentukan jenis
Progo) mempunyai kesamaan pola pada tinggian sesar tersebut.
anomali sisa (Gambar 8). Pola tinggian anomali sisa
di bagian barat bertepatan dengan lokasi
S

Penampang pemodelan A’B’


tersingkapnya batuan intrusi andesit di daerah
Tinggian Karangbolong, sedangkan pola tinggian Anomali tinggi yang mencapai nilai maksimal hingga
anomali sisa di bagian timur daerah penelitian 141 mgal di Tinggian Karangbolong merupakan
M

bersesuaian dengan lokasi tersingkapnya batuan refleksi dari batuan intrusi andesit yang diperkirakan
intrusi andesit di sekitar Kulon Progo (Rahardjo, mempunyai rapat massa batuan 2.80 gr/cm3. Dari
1995). Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa puncak anomali ini ke arah timur, nilai anomali
batuan intrusi di kedua tempat tersebut berasal dari merendah secara tajam dengan gradien 7,4
struktur bawah permukaan yang menerus hingga mgal/km. Kondisi ini merefleksikan terjadinya
tersingkap di permukaan. perubahan (kontras) rapat massa batuan yang cukup
tinggi. Fenomena ini diduga sebagai akibat adanya
Disamping fenomena batuan intrusi, kenampakan sesar normal berarah hampir utara-selatan pada
kelurusan sesar pada anomali sisa sama dengan pola posisi km 4,8. Dari Km18 hingga Km 60 nilai
kelurusan pada anomali Bouguer. Misalnya anomali berubah secara perlahan dari 88,8 hingga
kelurusan AB dan kelurusan OP pada pola anomali 108.5 mgal. Kenampakan ini diperkirakan sebagai
Bouguer bersesuaian dengan pola kelurusan pada gambaran homogennya rapat massa batuan. Dari Km
pola anomali sisa. Kedua kelurusan tersebut 60 hingga Km70 terjadi kenaikan nilai anomali
diperkirakan sebagai Sesar Karangbolong dan Sesar secara tiba-tiba, dengan gradien sekitar 6.4
Purworejo. mgal/km. Kenampakan ini menunjukkan terjadinya
perubahan (kontras) rapat massa batuan yang cukup
Penafsiran kualitatif pola anomali geomagnet tinggi, sebagai akibat keberadaan sesar normal
berarah hampir utara-selatan pada posisi Km 64
Berbeda dengan pola anomali gaya berat yang (Gambar 11).
menggambarkan pola anomali tidak ber-kutub

400 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
Ano. Bouguer
1090 25I S 30I 35I 40I 45I 50I 55I 1100 00I T 05I 10I 0 I
(mGal)
07 30 S
0 I
07 30 S

G’ C’ F 150
H
KARANGSAMBUNG
G. Baritan E’ 145
K 573

R 140
I G
B 35 I
35
I

135
C
Gombong D
L 130
E D’
Karanganyar
t i

125
K. Kem

Ulo
J F’
Luk
Trasan
Karanggayam
K.
KEBUMEN
M N 40 I
120
40
I

115
nto 110
wo
go
Kutoarjo K.
Bo O
TINGGIAN 105
Q
KARANGBOLONG

A
I
45
100
I
45

A’
H’ 95
Lintasan 90
TINGGIAN
pemodelan KULON PROGO

B’ 50 50I
I 85
Kelurusan Wates 80
sesar SAMUDERA HINDIA
P 75
Laut 70
I
55
55I

SAMUDERA HINDIA
65
U
60
J

0 5 10km 55
0
109 25
I
30I 35
I
40I I
45 50
I
55
I 0
110 00
I
05
I 0 I
110 10 T
08 0 I
07 30 S00 S
0 I

50
G

Gambar 6. Pola anomali Bouguer dan kelurusan sesar - daerah Kebumen dan sekitarnya.
S

G. SLAMET
Bumiayu G. SUNDORO
M

Banjar Wonosobo
Sub Banjarnagara G. SUMBING
Cek Purwokerto G. MERBABU
ung
an
Ban Magelang
yum G. MERAPI
as
Sub Cekungan Kebumen
Kroya
Kebumen
Cilacap Purworejo
Yogyakarta

Sub Cekungan
Sesar Karangbolong Yogyakarta
Cekungan Bogor Sesar Purworejo
Geantiklin Jawa

Sub Cekungan
SAMUDERA HINDIA
Paparan
U
Tinggian batuan dasar Sinklin Kelurusan struktur 0 20 40km

Gambar 7. Konfigurasi cekungan Miosen Jawa Tengah Selatan (Suyanto dan Roskamil 1977)

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 401


Geo-Sciences
070 30I S
B K
mGal

F 12

I H 11
O
10
5

-4
0
35I 9
0
D N 8

5
E
7
C

0
-5
4 6

0
0 R
-5 I 5
40
L
5
J 4 4
0
3
5 M Q
2
4

0 0 G 5 1
45I
-3

0
A
-1

5 -2
-3

50I -4
U SAMUDERA HINDIA INT -5
P -6
0 5 10km
Kelurusan sesar 40I -7
-8
55I
-9
-10
-11
J

-12
080 00I S
1090 25I T 30I 35I 40I 45I 50I 55I 1100 00I T 1100 05I T
G

Gambar 8. Pola anomali sisa daerah Kebumen dan sekitarnya.


S

70 30I S F H K

G
I 55
70

110
75

5
95

80

M
85

10
90
0

L 150
10

35I D
60
145
B
65
E R 140
C 75
70
J 80 135
85
90 130
59 125
N 120
40I 1 00
M 115
95 10
0 105 110
105
O 100
Q 95
90
45I 90
100
105

A 85
80
75
70
65
105

110
115
120
125
130
135
140
145

60
50I
U SAMUDERA HINDIA
55
50
0 2 4 6 8 10km
P 45

Kelurusan sesar
0 I
7 55 S
0 I 0 I
109 30 1100 00I 110 05

Gambar 9. Pola anomali regional Daerah Kebumen dan sekitarnya.

402 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
70 30I S

G. Baritan
573

35I
Gombong

50

-50 0
t i Karanganyar 0
K. Kem
0

Ulo
-50

0
Luk
Trasan

K.
Karanggayam
50
KEBUMEN

0
40I
50
-50 0
50 to
on
ow

0
og

50
B

10

10
Kutoarjo K.

0
0

0
-5

0
45I -50

-50
-100
150

TINGGIAN
KULON PROGO
I 300
50 250
Wates
SAMUDERA
SAMUDERA HINDIA HINDIA

Kelurusan sesar
55I

U
J

0 5 10km F
80 00I S
0
109 25 I
30I 35I 40I 45I 50I 55I 1100 00I T 05I 1100 10I
G

Gambar 10. Pola anomali geomagnet daerah Kebumen dan sekitarnya.

145

Ano.i Bouguer (mGal)


S

135
125
115
105
M

= hitungan 95
= pengamatan 85
-10 10 30 50 70 90 1.0
A’ Jarak Lintasan (km) B’
-1.0
-3.0
Kedalaman (km)

-5.0
-7.0
-9.0
-11.0
-13.0
-15.0

Batuan sedimen ( r = 2.10 gr/cm3) Kerak bumi ( r = 2,68 gr/cm3)


Batuan intrusi andesit ( r = 2.80 gr/cm3)

Gambar 11. Penampang pemodelan Anomali Bouguer - Lintasan A’ B’.

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 403


Geo-Sciences
Penampang pemodelan C’D’E’F’ berarah hampir utara-selatan (Gambar 6). Tujuannya
Penampang ini dibuat dengan tujuan untuk adalah untuk mengetahui kedudukan Komplek Luk
mengetahui geometri dari Komplek Luk Ulo ke arah Ulo relatif terhadap daerah di sekitarnya. Secara
barat-timur, dan hubungannya dengan kondisi umum pola anomali sepanjang penampang ini
geologi di sekitarnya. Penampang pemodelan adalah berbentuk grafik menurun dari utara ke
sepanjang lintasan ini menggambarkan pola anomali selatan. Tingginya nilai anomali di utara penampang
yang bergelombang secara sinusoida. Tingginya nilai yang mencapai nilai 114 mgal diakibatkan oleh
anomali di bagian barat penampang (114 mgal) keberadaan Komplek Luk Ulo yang menumpang di
diduga sebagai akibat keberadaan Komplek Luk Ulo atas lapisan kerak bumi. Pada Km 12, nilai anomali
(rapat massa 2,85 mgal/cm3) yang menumpang di secara tiba-tiba menurun hingga mencapai nilai 90
atas lapisan kerak bumi (rapat massa 2,68 mgal, gejala ini merefleksikan tingginya kontras rapat
mgal/cm3). Di beberapa tempat, komplek batuan ini massa batuan di daerah tersebut sebagai akibat
terpotong oleh beberapa sesar. Tinggian anomali di
keberadaan Sesar Karanggayam yang berarah barat-
bagian timur penampang yang mencapai nilai hingga
timur (Asikin drr., 1995). Fenomena sesar tersebut
110 mgal diakibatkan oleh terobosan batuan andesit
(rapat massa 2,80 mgal/cm3) di daerah Kulon Progo. ditandai dengan nilai gradien anomali sebesar 4,9
Menurunnya nilai anomali hingga nilai 56-57 mgal di mgal/km. Pola anomali kemudian menaik kembali
bagian tengah penampang diakibatkan oleh secara perlahan hingga mencapai nilai puncak
turunnya blok batuan kerak bumi pada Km 10 - Km sekitar 96 mgal di Km 23, lalu menurun kembali
22 dan Km 31 - Km 55 hingga membentuk graben di hingga 89 mgal (Km 27-30), yang akhirnya menaik
tempat-tempat tersebut. kembali hingga 91 mgal pada Km 32.5. Rendahnya
J

nilai anomali dalam selang Km 12 - 32,5 disebabkan


Penampang pemodelan G’H’ oleh tebalnya lapisan batuan sedimen di daerah ini
(Gambar 13).
G

Penampang pemodelan ini ditarik dari tempat


tersingkapnya Komplek Luk Ulo di daerah
Karangsambung hingga ke pantai selatan Kebumen,
S

ANO. BOUGUER (MGAL)


115
105
95
85
M

75
= hitungan
= pengamatan 65
55
10.0 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0
JARAK LINTASAN (KM)

C’ D’ E’ F’ .0

-2.0
KEDALAMAN (KM)

-4.0

-6.0

-8.0

-10.0

3 3
Batuan sedimen ( r = 2.10 gr/cm ) Kerak bumi ( r = 2,69 gr/cm )
3 3
Batuan intrusi andesit ( r = 2.80 gr/cm ) Komplek Luk Ulo ( r = 2.85 gr/cm )
Diabas ( r = 2.50 gr/cm3)

Gambar 12. Penampang pemodelan Anomali Bouguer - Lintasan C’ D’ E’ F’.

404 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
Ano. Bouguer
(mGal)
116
112
108
104
100
96
= hitungan
= pengamatan 92
88
5.0 .0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0
Jarak Lintasan (km) Kedalaman
(km)
G’ H’
.00

-1.00

-2.00

-3.00

-4.00

-5.00
J

Kompleks Lok Ulo ( r = 2.85 gr/cm3) Kerak bumi ( r = 2,68 gr/cm3)


G

3
Batuan sedimen ( r = 2.10 gr/cm )

Gambar 13. Penampang pemodelan anomali Bouguer - Lintasan G’ H’.


S

DISKUSI delineasi Sub Cekungan Kebumen. Hasil penafsiran


Menurut Suyanto dan Roskamil (1977), sesar Suyanto dan Roskamil (1977) menunjukkan bahwa
M

Karangbolong yang memisahkan Sub Cekungan areal cekungan berbentuk memanjang barat-timur,
Kebumen dengan Tinggian Karangbolong berarah sedangkan hasil penelitian penulis menunjukkan
baratlaut-tenggara, sedangkan Sesar Purworejo yang bahwa cekungan tersebut berbentuk memanjang
memisahkan cekungan tersebut dengan Tinggian dengan sumbu berarah barat daya-timur laut.
Kulon Progo berarah barat daya - timur laut. Hasil Sesar Karangbolong dan Sesar Purworejo yang
penelitian tersebut ternyata mempunyai perbedaan termasuk kedalam struktur bawah permukaan
dengan hasil penelitian penulis yang dilakukan ternyata tidak dapat diidentifikasi pada peta geologi.
berdasarkan analisis kualitatif anomali Bouguer dan Fenomena ini disebabkan kedua sesar tersebut
anomali sisa . Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tertutup oleh aluvial dan endapan pantai, dan di
Sesar Karangbolong dan Sesar Purworejo berarah bagian utaranya sebagian besar ditutupi oleh batuan
timur laut-barat daya. Perbedaan ini kemungkinan sedimen. Di wilayah ini, tersingkap beberapa
besar disebabkan oleh rendahnya kerapatan sebaran patahan, yaitu Sesar Karanggayam, Sesar
data gaya berat yang digunakan Suyanto dan Kedungramat, Sesar Kedunglesung, Sesar Kalianget,
Roskamil (1977) dalam melakukan penafsiran. Sesar Rebung, serta beberapa sesar lainnya yang
Sebaran data gaya berat yang digunakan penulis tidak bernama. Sesar-sesar ini dengan jelas dapat
dalam melakukan analisis arah sesar tersebut sangat diidentifikasi pada anomali Bouguer dan anomali
rapat, sehingga akurasi hasil analisisnya lebih tinggi. sisa. Jadi sesar-sesar tersebut merupakan sesar
Alasan yang sama juga dapat digunakan untuk bawah permukaan yang menerus hingga di
menjawab perbedaan yang ada mengenai batas permukaan.

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 405


Geo-Sciences
Menurut Asikin drr. (1992), Sesar Karanggayam merupakan sesar normal) adalah Sesar
merupakan sesar naik, akan tetapi berdasarkan Karangbolong, dan Sesar Purworejo.
penafsiran kuantitatif, sesar tersebut merupakan n Sesar-sesar yang dinyatakan sebagai sesar geser
sesar normal. Jenis sesar ini dapat diidentifikasi pada pada peta geologi daerah penelitian, ternyata
Km 12,5 penampang GH, grafik anomali mulai km berdasarkan analisis kuantitatif pola anomali
tersebut menukik turun secara tajam, sehingga Bouguer merupakan sesar turun (Sesar
bagian ini dapat ditafsirkan sebagai blok turun. Blok Kedungramat, Sesar Rebung, Sesar
batuan yang turun ini merupakan bagian dari graben Kedunglesung)
(Sub Cekungan) Kebumen yang sebagian besar diisi
oleh lapisan batuan sedimen. n Sub Cekungan Kebumen merupakan suatu
graben, yang memanjang dengan sumbu
Komplek Luk Ulo yang tersingkap di sekitar berarah barat daya - timur laut, dan kedalaman
Karangsambung diperkirakan mengontrol tingginya 1,5km di sebelah selatan (di sekitar garis pantai)
nilai anomali Bouguer. Menurut Kamtono (1995), dan 4 km di sebelah utaranya.
nilai anomali Bouguer yang ditimbulkan oleh n Tubuh batuan intrusi andesit yang tersingkap di
kelompok batuan Pratersier ini adalah sekitar daerah Karangbolong dan Kulon Progo
98mgal. Berdasarkan hasil penafsiran kuantitatif mempunyai kedalaman kurang lebih 17 km.
diperkirakan kelompok batuan Pratersier tersebut
mempunyai kedalaman hingga 700 meter di bawah n Komplek Luk Ulo menimbulkan nilai anomali
permukaan laut, namun nilai gaya berat cukup tinggi (114 mgal) yang relatif lebih rendah
dibandingkan nilai anomali yang diakibatkan
yaitu sebesar 114 mgal, sehingga diduga kedalaman
oleh batuan intrusi andesit (145 mgal). Gejala
maksimal batuan Pratersier ini sekitar 2 km di bawah
J

ini menunjukkan bahwa volume tubuh batuan


permukaan laut. Perbedaan nilai anomali tersebut Pratersier tersebut tidak sebesar volume batuan
kemungkinan diakibatkan oleh perbedaan nilai intrusi (rapat massa kedua batuan tersebut
acuan gaya berat, Kamtono menggunakan acuan di relatif hampir sama).
G

titik pangkal I (Hotel Ambarukmo, Yogyakarta),


sedangkan penulis menggunakan acuan yang sudah
UCAPAN TERIMA KASIH
terikat kepada IGSN'71, yaitu DG.0 (Museum
Geologi, Bandung). Ucapan terima kasih ditunjukan kepada Kepala
S

Pusat Survei Geologi yang telah memberikan


kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan
KESIMPULAN
penelitian gaya berat di daerah Kebumen dan
n Sesar Karanggayam adalah sesar normal yang sekitarnya. Disamping itu, ucapan terima kasih juga
M

merupakan salah satu batas dari graben (Sub ditujukan kepada Koordinator Kelompok Program
Cekungan) Kebumen. Sesar lainnya yang juga P2D yang telah memberikan bantuan berupa
menjadi batas dari graben tersebut (serta penyediaan basis data gaya berat regional daerah
penelitian.
ACUAN
Adkins, J., Sukardi, S., Said, H., and Untung, M., 1978. A Regional Base Station Network for Indonesia,
Publikasi Teknik Seri Geofisika No. 6, Geological Survey of Indonesia.
Ansori, C., Sujatmiko, dan Permana, H., 2000. Giok Jawa dari Kawasan Karangsambung, Kebumen, Jawa
Tengah, dan Pemanfaatannya, Proceedding of Indonesian Association of Geologists, The 29th
Annual Convention, (2) :157-163, Bandung
Asikin, S., 1975. Geologi Struktur Indonesia, Diktat Kuliah KBK Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi
ITB, Bandung.
Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., dan Gafoer, S., 1992. Peta Geologi Lembar Kebumen, Jawa, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Asikin, S., 2003. Geologi dan Evolusi Tektonik daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Acara
Purnabakti, Departemen Teknik Geologi ITB.
Curray, J.R., Shor, Jr., G.G., Raitt, R.W., and Henry, M., 1977. Seismic Refraction and Reflection Studies of
Crustal Structureof The Eastern Sunda and Western Banda Arc, Journal Geophysics, p. 82

406 JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008


Geo-Sciences
Dibyantoro, H., dan Sutisna, S., 1977. Peta Anomali Bouguer Lembar Kebumen, Jawa, Direktorat Geologi,
Bandung
Dobrin, M.B., And Savit, C.H., 1986. Introduction to Geophysical Prospecting, Fourth Edition, McGraw Hill
International Editions, p.498-749
Hamilton, W.B., 1979. Tectonic of the Indonesian Region, U.S. Geological Survey, Washington, p. 345.
Hamilton, W. B., 1979. Map of Sedimentary Basins of The Indonesian Region, U.S. Geological Survey,
Washington
Kamtono, 1995. Penafsiran Penampang Gaya Berat Dua Dimensi dan Implikasinya Terhadap Kedudukan
Blok-blok Melange Luk Ulo, Karangsambung Jawa Tengah, Thesis S-2 Geofisika Terapan, Program
Pasca Sarjana ITB
Rahardjo, W., Rumidi, S., dan Rosidi, H.M.D., 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung
Syarif, N., dan Subagio, 2004. Survei Gaya Berat dan Geomagnetik, Daerah Pantai Selatan Cekungan Kebumen,
Jawa Tengah, Pusat Survei Geologi, tidak diterbitkan.
Suyanto, F.X., Dan Roskamil, 1997. The Geology and Hydrocarbon Aspects of Southern Central Java, Geologi
Indonesia, Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (4) 1: 61-71
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., Keys, D.A., 1976. Applied Geophysics, Cambridge University
Press, Cambridge, p.7-103
Untung, M., Dan Hasegawa, H., 1975. Penyusunan dan Pengolahan Data beserta Penafsiran Peta Gaya Berat
J

Indonesia, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (2) 3 :11-17
Untung, M., dan Wiriosudarmo, G., 1975. Pola Struktur Jawa dan Madura sebagai Hasil Penafsiran
Pendahuluan Data Gaya Berat, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (2) 1:
G

5-24
Untung, M., 1982. Sebuah Rekonstruksi Paleogeografi Pulau Jawa, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, (9) 2 : 15-24
Widarto, D.S., Arsadi, E.M., Mogi, T., dan Nishimura, S., 1998. Citra Tahanan Jenis Kerak Bumi
S

memotong Busur Sunda dan Implikasinya terhadap Vulkanisme dan Tektonik, Penerapan
Metode Geofisika di Indonesia 1977-1997, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Bandung, P. 67-
83.
M

Naskah diterima : 9 Juli 2008


Revisi terakhir : 24 Nopember 2008

JSDG Vol. 18 No. 6 Desember 2008 407

Anda mungkin juga menyukai