259 387 1 PB
259 387 1 PB
Subagio
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122
SARI
Pola anomali gaya berat daerah penelitian terbagi dua kelompok, kelompok anomali tinggi dan kelompok anomali rendah.
Kelompok anomali tinggi mendominasi di bagian barat dan bagian timur daerah penelitian, berpola melingkar positif,
bernilai 90 mgal hingga 145 mgal. Kedua kelompok anomali tinggi ini dipisahkan oleh kelompok anomali rendah di
bagian tengah, yang mempunyai pola melingkar negatif, dan bernilai 52 mgal hingga 89 mgal. Pola anomali tinggi
disebabkan oleh keberadaan batuan intrusi andesit di daerah Tinggian Karangbolong dan Tinggian Kulon Progo, serta
keberadaan batuan Pratersier Luk Ulo di daerah Karangsambung. Tinggian anomali yang disebabkan oleh Komplek Luk
Ulo bernilai relatif rendah (114 mgal), dibandingkan nilai anomali yang disebabkan oleh batuan intrusi andesit (145
mgal). Pola anomali negatif ditafsirkan sebagai cekungan sedimen. Sesar yang memisahkan Tinggian Karangbolong dan
bagian cekungan adalah Sesar Karangbolong, sedangkan yang memisahkan Tinggian Kulon Progo dengan bagian
cekungan adalah Sesar Purworejo.
Kata kunci : anomali gaya berat, pola melingkar positif, pola melingkar negatif, batuan intrusi andesit, cekungan sedimen, batuan pra-Tertier
Luk Ulo, Sesar Karangbolong, Sesar Purworejo, Tinggian Karangbolong, Tinggian Kulon Progo
J
ABSTRACT
The Gravity anomaly pattern of research area is devided into two groups involving high and low anomalies. The high
G
anomaly dominating at western and eastern area have positive circular pattern, and the value ranges from 90 mgal to
145 mgal. The east and west high anomalies are separated by low anomaly, having negative circular pattern, varies from
52 mgal to 89 mgal, and the low anomaly is located in the central area. The high anomaly patterns might be caused by
andesite intrusive rocks in Karangbolong and Kulon Progo High areas, and Pratertier rock in Karangsambung area.
S
Gravity value of Luk Ulo Complex (114 mgal) is lower than the value of intrusive rocks (145 mgal), meanwhile the
negative anomaly indicates sedimentary basin. Karangbolong and Kulonprogo high and the basin are seperated by
faults, such as Karangbolong and Purworejo Faults respectively.
Keywords : gravity anomaly, positive circular pattern, negative circular pattern, andesite intrusive rock, sedimentary basin, Luk Ulo Pratertier
M
rocks, Karangbolong Fault, Purworejo Fault, Karangbolong High, Kulon Progo High.
Kebumen), tersingkap kelompok batuan Pratersier anomalinya, maka digunakan juga data geologi
(Komplek Luk Ulo) yang tersusun oleh berbagai permukaan, data rapat massa batuan, dan data
ragam batuan beku, batuan sedimen, dan batuan geomagnetik sebagai data pengikat.
G
tersingkap di bagian utara daerah penelitian, adalah daerah Sub Cekungan Kebumen, yang
sedangkan di bagian selatan, dan di sepanjang
merupakan bagian dari Cekungan Jawa Tengah
sungai besar yang tersingkap adalah endapan
Selatan yang lebih luas. Pada zaman Neogen,
permukaan yang disusun oleh aluvium dan endapan
M
pantai (Asikin, 1992). Di daerah tinggian Cekungan Jawa Tengah Selatan berkembang menjadi
Karangbolong dan Kulon Progo (juga terletak di Sub Cekungan Banyumas, Sub Cekungan Kebumen,
bagian selatan) tersingkap beberapa struktur geologi dan Sub Cekungan Yogyakarta, masing-masing
berupa sesar, dan tubuh batuan intrusi andesit terpisahkan oleh Sesar Karangbolong dan Sesar
(Asikin, 1992; Rahardjo, 1995). Purworejo (Gambar 7) (Suyanto dan Roskamil,
1977).
Pada dasarnya wilayah Kebumen ini merupakan
sebuah graben yang dibatasi oleh tinggian Data geologi permukaan daerah Kebumen (Gambar
Karangbolong di sebelah barat dan tinggian Kulon 4) tidak dapat memperlihatkan keberadaan Sesar
Progo di sebelah timur. Cekungan ini terbentuk akibat Karangbolong dan Sesar Purworejo seperti yang telah
adanya sesar normal yang berkembang pada saat diutarakan di atas, karena wilayah selatan daerah
Oligosen Akhir, sebagai akibat adanya tumbukan penelitian (tempat kedua sesar tersebut berada),
antara Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan ditutupi oleh aluvium dan endapan permukaan
dengan Lempeng Hindia yang bergerak ke utara (Asikin drr., 1992). Akan tetapi pola anomali gaya
(Suyanto dan Roskamil drr., 1977). berat daerah penelitian menunjukkan nilai gradien
yang relatif besar di bagian barat dan timur daerah
Mengingat daerah Kebumen dan sekitarnya terletak
penelitian (Gambar 6). Gejala ini merupakan refleksi
di wilayah selatan Pulau Jawa, yang merupakan
dari kontras rapat massa batuan yang cukup tinggi,
daerah tepian benua, serta merupakan jalur busur
yang diakibatkan oleh keberadaan sesar normal yang
vulkanik aktif sebagai akibat konvergensi antar
berkembang di daerah tersebut. Data anomali
lempeng samudera dengan lempeng benua
tersebut ditandai dengan kerapatan garis kontur Sebagai data utama adalah data anomali Bouguer,
anomali gaya berat dalam ukuran tertentu, sehingga sedangkan sebagai data tambahan adalah data
dapat ditafsirkan sebagai gambaran struktur geologi geologi permukaan, data anomali geomagnet, data
yang tertentu pula. rapat massa batuan, serta data hasil penelitian
S
Dalam penafsiran pola anomali gaya berat ini, geologi terdahulu. Untuk dapat mengetahui pola
diperlukan data penunjang berupa data geologi (peta anomali sisa, perlu dilakukan proses pemisahan
geologi, tataan stratigrafi, struktur geologi) dan data anomali melalui penapisan surface fitting, sehingga
geofisika lainnya, hasil penelitian terdahulu. Dalam anomali sisa dan anomali regional dapat dipisahkan
M
hal ini digunakan data anomali magnetik dan data dari anomali Bouguer. Proses penafsiran kualitatif
rapat massa batuan, sehingga dapat dipakai sebagai akan dilakukan terhadap pola anomali Bouguer, pola
data pengikat dalam melakukan penafsiran pola anomali sisa gaya berat, dan pola anomali
anomali gaya berat. geomagnet. Dari hasil penafsiran ini akan dapat
ditentukan pola-pola kelurusan struktur, baik struktur
geologi dangkal (diperoleh dari penafsiran pola
Maksud dan Tujuan Penelitian
anomali sisa dan geomagnet) maupun struktur
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui pola geologi dalam (diperoleh dari penafsiran anomali
sebaran anomali gaya berat (anomali Bouguer) dan Bouguer). Penafsiran kuantitatif akan dilakukan
anomali magnetik daerah penelitian, sedangkan terhadap pola anomali Bouguer, dengan data ikat
tujuannya adalah untuk mengetahui pola struktur berupa data geologi permukaan, data rapat massa
geologi bawah permukaan daerah penelitian. batuan, hasil penelitian geologi terdahulu, serta hasil
penafsiran kualitatif terhadap pola anomali gaya
berat dan pola anomali geomagnet. Dengan
Lokasi Penelitian
banyaknya data ikat terhadap penafsiran kuantitatif
Lokasi penelitian terletak di daerah pantai selatan anomali Bouguer, diharapkan dapat dihasilkan
Jawa Tengah, yaitu di daerah Kebumen dan penafsiran struktur geologi bawah permukaan yang
sekitarnya, berada dalam selang koordinat akurat.
(Gambar 1) 109° 25’ - 110°10’ BT dan 07°30’ -
08°00’ LS.
0 25 50 75 100km
Laut Jawa 0 I
6 30 S
Cirebon
Tegal
Pekalongan
Kuningan
0 I
SEMARANG 7 00 S
PROV. JABAR
PROVINSI JAWA TENGAH
Majenang G.Sundoro
G.Slamet
Ciamis Banjarnegara
G.Merbabu
Surakarta 0
7 30 S
I
G.Merapi
Kebumen
Cilacap
Purworejo Yogyakarta
PROV. JATIM
80 00I S
Keterangan :
Batas Provinsi
U
Jalan Raya
Kota
Lokasi Penelitian
Samudera Hindia
80 30I S
POLA ANOMALI
G
BOUGUER
PENAPISAN
S
PENAFSIRAN
KUALITATIF
POLA KELURUSAN
STRUKTUR GEOLOGI
DATA GEOLOGI
PERMUKAAN
Keterangan :
Suatu proses
0 I
– batuan gunungapi Kuarter (r = 2.30 gr/cm3) utara-timur laut -selatan-barat daya, contoh : Sesar
Kalianget yang melalui Kali Bedegolan, dan sesar
– batuan gunungapi Tersier (r = 2.45 gr/cm3)
yang melalui Kedungbiru.
– batuan intrusi Tersier diabas (r = 2.50 gr/cm3)
S
KARANGSAMBUNG
G. Baritan
573
35I
Gombong
U
D
it
Karanganyar U
U lo
D
K. Kem
Luk
Trasan
K.
Karanggayam
KEBUMEN 40I
TINGGIAN
KARANGBOLONG to
w on
go
J
Bo
Kutoarjo K.
45I
D DU
U
G
D
U
D
U TINGGIAN
D
U KULON PROGO
D G. Kukusan D
U U 50I
423
S
U DU D Wates
SAMUDERA HINDIA D
UD
U
0 5 10km
080 00I S
Bat. Sedimen Kuarter Bat. Vulkanik Kuarter Bat. Intrusi andesit Bat. Gamping terumbu Komplek Luk Ulo : Grauwake, sekis, filit Basal dan rijang
Bat. Sedimen Tersier Bat. Vulkanik Tersier Bat. Intrusi diabas Grabro
U
D Sesar Sesar naik Sesar geser jurus Antiklin Sinklin Laut
Geo-Sciences
Gambar 4. Peta geologi daerah Kebumen dan sekitarnya (disederhanakan dari Asikin drr., 1992; Rahardjo drr., 1995).
397
Geo-Sciences
0
105 1060 1070 1080 1090 1100 111
0
112
0
1130 1140 115
0 0
116 0 I
5 30
Jakarta 60
0 20 40 60 80 100km
Bandung U Semarang
D 0
7
U
D Surabaya
Yogyakarta
Daerah punggungan anomali 0
8
Daerah anomali rendah D D
U U
Gunung berapi
Sesar perkiraan
Arah gerak lempeng
Struktur lipatan 90
U Sesar normal
D
Gambar 5. Struktur-struktur besar Jawa dan Madura, berdasarkan pola anomali Bouguer (Untung & Wiriosudarmo, 1975).
METODE GAYA BERAT DAN GEOMAGNET yang sudah direduksi ke bidang acuan pengukuran
(geoid). Reduksi gaya berat ukuran dilakukan dengan
Metode Gaya Berat
memberikan beberapa koreksi berupa koreksi pasang
J
Metode gaya berat merupakan salah satu dari surut, koreksi apungan alat, koreksi Bouguer, koreksi
metode geofisika yang berdasarkan kepada teori udara bebas, dan koreksi medan. Secara matematis,
potensial. Metode ini mempunyai kemampuan untuk Anomali Bouguer (=AB) dapat dihitung menurut
membedakan variasi rapat massa suatu formula :
G
struktur geologi bawah permukaan yang menjadi normal, KG adalah koreksi gabungan antara koreksi
objek penelitian ini. Bouguer dengan koreksi udara bebas, KM adalah
koreksi medan, dan h adalah ketinggian titik ukur di
Informasi gaya berat (gravity) banyak digunakan atas muka laut rata-rata.
M
Pada dasarnya besaran intensitas medan magnet peridotit, serpentinit), dan batuan sedimen
bumi Hp yang teramati terdiri atas medan magnet (greywacke). Ofiolit merupakan batuan yang
bumi rata-rata di titik pengamatan (H0), medan mempunyai rapat massa tinggi (2,85-3,12gr/cm3)
M
magnet gangguan dari luar bumi (p), dan medan (Dobrin, 1986), bahkan salah satu mineral yang
anomali (t). Beberapa koreksi yang diberikan terkandung di dalamnya (jadeit, nephrite)
terhadap data magnet adalah koreksi variasi harian, mempunyai rapat massa 3,2-3,4 gr/cm3 (Ansori,
dan koreksi IGRF (International Geomagnetic 2000), sehingga dalam gaya berat batuan ini
Reference Field). Besaran koreksi harian KH mempunyai anomali tinggi. Akan tetapi batuan ofiolit
ditentukan dengan mengurangkan besaran IGRF di sekitar Kampus Karangsambung LIPI ini hanya
terhadap nilai bacaan alat setiap saat (Ii). menimbulkan efek anomali gaya berat sebesar 105
mgal saja, tidak setinggi di sekitar Ciletuh yang
KH = Ii -IGRF mencapai 180-212 mgal (Untung dan
IGRF pada dasarnya merupakan model matematik Wiriosudarmo, 1975). Menurut Kamtono (1995),
dari medan magnetik utama bumi, yang batuan ofiolit yang terdapat di daerah
dikembangkan sejak tahun 1968, dan secara Karangsambung terdapat pada kedalaman kurang
periodik diperbaharui. Nilai koreksi IGRF ini dapat lebih 700 m (di bawah muka laut) dengan sebaran
didekati dengan harga rata-rata intensitas medan yang tidak luas. Data ini memberikan gambaran
magnet bumi di daerah penelitian. bahwa sebaran batuan ofiolit di Karangsambung
tidak seluas dan sebesar sebaran di Ciletuh. Pola
Medan anomali magnetik dihitung berdasarkan anomali tinggi di wilayah timur berkaitan dengan
formula : keberadaan batuan intrusi (batuan andesit) di
H = Hp -KH -IGRF Tinggian Kulon Progo yang diperkirakan berapat
massa relatif tinggi (2,4-2,8gr/cm3) (Telford, 1988).
bagian barat daerah penelitian (Tinggian Kulon Progo. Seluruh penampang pemodelan
Karangbolong) dan di bagian timur (Tinggian Kulon memotong sesar, sehingga dapat ditentukan jenis
Progo) mempunyai kesamaan pola pada tinggian sesar tersebut.
anomali sisa (Gambar 8). Pola tinggian anomali sisa
di bagian barat bertepatan dengan lokasi
S
bersesuaian dengan lokasi tersingkapnya batuan refleksi dari batuan intrusi andesit yang diperkirakan
intrusi andesit di sekitar Kulon Progo (Rahardjo, mempunyai rapat massa batuan 2.80 gr/cm3. Dari
1995). Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa puncak anomali ini ke arah timur, nilai anomali
batuan intrusi di kedua tempat tersebut berasal dari merendah secara tajam dengan gradien 7,4
struktur bawah permukaan yang menerus hingga mgal/km. Kondisi ini merefleksikan terjadinya
tersingkap di permukaan. perubahan (kontras) rapat massa batuan yang cukup
tinggi. Fenomena ini diduga sebagai akibat adanya
Disamping fenomena batuan intrusi, kenampakan sesar normal berarah hampir utara-selatan pada
kelurusan sesar pada anomali sisa sama dengan pola posisi km 4,8. Dari Km18 hingga Km 60 nilai
kelurusan pada anomali Bouguer. Misalnya anomali berubah secara perlahan dari 88,8 hingga
kelurusan AB dan kelurusan OP pada pola anomali 108.5 mgal. Kenampakan ini diperkirakan sebagai
Bouguer bersesuaian dengan pola kelurusan pada gambaran homogennya rapat massa batuan. Dari Km
pola anomali sisa. Kedua kelurusan tersebut 60 hingga Km70 terjadi kenaikan nilai anomali
diperkirakan sebagai Sesar Karangbolong dan Sesar secara tiba-tiba, dengan gradien sekitar 6.4
Purworejo. mgal/km. Kenampakan ini menunjukkan terjadinya
perubahan (kontras) rapat massa batuan yang cukup
Penafsiran kualitatif pola anomali geomagnet tinggi, sebagai akibat keberadaan sesar normal
berarah hampir utara-selatan pada posisi Km 64
Berbeda dengan pola anomali gaya berat yang (Gambar 11).
menggambarkan pola anomali tidak ber-kutub
G’ C’ F 150
H
KARANGSAMBUNG
G. Baritan E’ 145
K 573
R 140
I G
B 35 I
35
I
135
C
Gombong D
L 130
E D’
Karanganyar
t i
125
K. Kem
Ulo
J F’
Luk
Trasan
Karanggayam
K.
KEBUMEN
M N 40 I
120
40
I
115
nto 110
wo
go
Kutoarjo K.
Bo O
TINGGIAN 105
Q
KARANGBOLONG
A
I
45
100
I
45
A’
H’ 95
Lintasan 90
TINGGIAN
pemodelan KULON PROGO
B’ 50 50I
I 85
Kelurusan Wates 80
sesar SAMUDERA HINDIA
P 75
Laut 70
I
55
55I
SAMUDERA HINDIA
65
U
60
J
0 5 10km 55
0
109 25
I
30I 35
I
40I I
45 50
I
55
I 0
110 00
I
05
I 0 I
110 10 T
08 0 I
07 30 S00 S
0 I
50
G
Gambar 6. Pola anomali Bouguer dan kelurusan sesar - daerah Kebumen dan sekitarnya.
S
G. SLAMET
Bumiayu G. SUNDORO
M
Banjar Wonosobo
Sub Banjarnagara G. SUMBING
Cek Purwokerto G. MERBABU
ung
an
Ban Magelang
yum G. MERAPI
as
Sub Cekungan Kebumen
Kroya
Kebumen
Cilacap Purworejo
Yogyakarta
Sub Cekungan
Sesar Karangbolong Yogyakarta
Cekungan Bogor Sesar Purworejo
Geantiklin Jawa
Sub Cekungan
SAMUDERA HINDIA
Paparan
U
Tinggian batuan dasar Sinklin Kelurusan struktur 0 20 40km
Gambar 7. Konfigurasi cekungan Miosen Jawa Tengah Selatan (Suyanto dan Roskamil 1977)
F 12
I H 11
O
10
5
-4
0
35I 9
0
D N 8
5
E
7
C
0
-5
4 6
0
0 R
-5 I 5
40
L
5
J 4 4
0
3
5 M Q
2
4
0 0 G 5 1
45I
-3
0
A
-1
5 -2
-3
50I -4
U SAMUDERA HINDIA INT -5
P -6
0 5 10km
Kelurusan sesar 40I -7
-8
55I
-9
-10
-11
J
-12
080 00I S
1090 25I T 30I 35I 40I 45I 50I 55I 1100 00I T 1100 05I T
G
70 30I S F H K
G
I 55
70
110
75
5
95
80
M
85
10
90
0
L 150
10
35I D
60
145
B
65
E R 140
C 75
70
J 80 135
85
90 130
59 125
N 120
40I 1 00
M 115
95 10
0 105 110
105
O 100
Q 95
90
45I 90
100
105
A 85
80
75
70
65
105
110
115
120
125
130
135
140
145
60
50I
U SAMUDERA HINDIA
55
50
0 2 4 6 8 10km
P 45
Kelurusan sesar
0 I
7 55 S
0 I 0 I
109 30 1100 00I 110 05
G. Baritan
573
35I
Gombong
50
-50 0
t i Karanganyar 0
K. Kem
0
Ulo
-50
0
Luk
Trasan
K.
Karanggayam
50
KEBUMEN
0
40I
50
-50 0
50 to
on
ow
0
og
50
B
10
10
Kutoarjo K.
0
0
0
-5
0
45I -50
-50
-100
150
TINGGIAN
KULON PROGO
I 300
50 250
Wates
SAMUDERA
SAMUDERA HINDIA HINDIA
Kelurusan sesar
55I
U
J
0 5 10km F
80 00I S
0
109 25 I
30I 35I 40I 45I 50I 55I 1100 00I T 05I 1100 10I
G
145
135
125
115
105
M
= hitungan 95
= pengamatan 85
-10 10 30 50 70 90 1.0
A’ Jarak Lintasan (km) B’
-1.0
-3.0
Kedalaman (km)
-5.0
-7.0
-9.0
-11.0
-13.0
-15.0
75
= hitungan
= pengamatan 65
55
10.0 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0
JARAK LINTASAN (KM)
C’ D’ E’ F’ .0
-2.0
KEDALAMAN (KM)
-4.0
-6.0
-8.0
-10.0
3 3
Batuan sedimen ( r = 2.10 gr/cm ) Kerak bumi ( r = 2,69 gr/cm )
3 3
Batuan intrusi andesit ( r = 2.80 gr/cm ) Komplek Luk Ulo ( r = 2.85 gr/cm )
Diabas ( r = 2.50 gr/cm3)
-1.00
-2.00
-3.00
-4.00
-5.00
J
3
Batuan sedimen ( r = 2.10 gr/cm )
Karangbolong yang memisahkan Sub Cekungan areal cekungan berbentuk memanjang barat-timur,
Kebumen dengan Tinggian Karangbolong berarah sedangkan hasil penelitian penulis menunjukkan
baratlaut-tenggara, sedangkan Sesar Purworejo yang bahwa cekungan tersebut berbentuk memanjang
memisahkan cekungan tersebut dengan Tinggian dengan sumbu berarah barat daya-timur laut.
Kulon Progo berarah barat daya - timur laut. Hasil Sesar Karangbolong dan Sesar Purworejo yang
penelitian tersebut ternyata mempunyai perbedaan termasuk kedalam struktur bawah permukaan
dengan hasil penelitian penulis yang dilakukan ternyata tidak dapat diidentifikasi pada peta geologi.
berdasarkan analisis kualitatif anomali Bouguer dan Fenomena ini disebabkan kedua sesar tersebut
anomali sisa . Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tertutup oleh aluvial dan endapan pantai, dan di
Sesar Karangbolong dan Sesar Purworejo berarah bagian utaranya sebagian besar ditutupi oleh batuan
timur laut-barat daya. Perbedaan ini kemungkinan sedimen. Di wilayah ini, tersingkap beberapa
besar disebabkan oleh rendahnya kerapatan sebaran patahan, yaitu Sesar Karanggayam, Sesar
data gaya berat yang digunakan Suyanto dan Kedungramat, Sesar Kedunglesung, Sesar Kalianget,
Roskamil (1977) dalam melakukan penafsiran. Sesar Rebung, serta beberapa sesar lainnya yang
Sebaran data gaya berat yang digunakan penulis tidak bernama. Sesar-sesar ini dengan jelas dapat
dalam melakukan analisis arah sesar tersebut sangat diidentifikasi pada anomali Bouguer dan anomali
rapat, sehingga akurasi hasil analisisnya lebih tinggi. sisa. Jadi sesar-sesar tersebut merupakan sesar
Alasan yang sama juga dapat digunakan untuk bawah permukaan yang menerus hingga di
menjawab perbedaan yang ada mengenai batas permukaan.
merupakan salah satu batas dari graben (Sub ditujukan kepada Koordinator Kelompok Program
Cekungan) Kebumen. Sesar lainnya yang juga P2D yang telah memberikan bantuan berupa
menjadi batas dari graben tersebut (serta penyediaan basis data gaya berat regional daerah
penelitian.
ACUAN
Adkins, J., Sukardi, S., Said, H., and Untung, M., 1978. A Regional Base Station Network for Indonesia,
Publikasi Teknik Seri Geofisika No. 6, Geological Survey of Indonesia.
Ansori, C., Sujatmiko, dan Permana, H., 2000. Giok Jawa dari Kawasan Karangsambung, Kebumen, Jawa
Tengah, dan Pemanfaatannya, Proceedding of Indonesian Association of Geologists, The 29th
Annual Convention, (2) :157-163, Bandung
Asikin, S., 1975. Geologi Struktur Indonesia, Diktat Kuliah KBK Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi
ITB, Bandung.
Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., dan Gafoer, S., 1992. Peta Geologi Lembar Kebumen, Jawa, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Asikin, S., 2003. Geologi dan Evolusi Tektonik daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Acara
Purnabakti, Departemen Teknik Geologi ITB.
Curray, J.R., Shor, Jr., G.G., Raitt, R.W., and Henry, M., 1977. Seismic Refraction and Reflection Studies of
Crustal Structureof The Eastern Sunda and Western Banda Arc, Journal Geophysics, p. 82
Indonesia, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (2) 3 :11-17
Untung, M., dan Wiriosudarmo, G., 1975. Pola Struktur Jawa dan Madura sebagai Hasil Penafsiran
Pendahuluan Data Gaya Berat, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (2) 1:
G
5-24
Untung, M., 1982. Sebuah Rekonstruksi Paleogeografi Pulau Jawa, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, (9) 2 : 15-24
Widarto, D.S., Arsadi, E.M., Mogi, T., dan Nishimura, S., 1998. Citra Tahanan Jenis Kerak Bumi
S
memotong Busur Sunda dan Implikasinya terhadap Vulkanisme dan Tektonik, Penerapan
Metode Geofisika di Indonesia 1977-1997, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Bandung, P. 67-
83.
M