Anda di halaman 1dari 101

HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN

DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH


DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

SKRIPSI

Disusun oleh:
ANIN INDRIANI
122151007

PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA
2019
HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN
DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH
DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Program Studi S1 Gizi

Disusun oleh:
ANIN INDRIANI
122151007
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini berjudul “Hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan


status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur tahun 2019”, telah mendapat persetujuan.

Pembimbing Materi

(Sugeng Wiyono, S.KM., M.Kes)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Gizi
Fakultas Kesehatan Universitas MH.Thamrin

(Ir. Amiroh, M.P.)

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini berjudul “Hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan


status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur tahun 2019”, telah mendapat persetujuan.

Pembimbing Teknik Penulisan Ilmiah (TPI)

(Ir. Amiroh, M.P.)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Gizi
Fakultas Kesehatan Universitas MH.Thamrin

(Ir. Amiroh, M.P.)


LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan


status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur tahun 2019”, telah diujikan dan disahkan:

Penguji I Penguji II

(Taufik Maryusman, S.Gz., M.Gizi., M.Pd) (Annisa Nursita Angesti, S.Gz, MKM)

Penguji III / Moderator

(Sugeng Wiyono, S.KM., M.Kes)


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : ANIN INDRIANI
NIM 122151007
Program Studi : S1 GIZI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul adalah HUBUNGAN


FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI
(BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR TAHUN 2019 hasil karya saya sendiri dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Jakarta, September 2019

(ANIN INDRIANI)
HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN DENGAN
STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH DI RA TARBIYAH
ISLAMIYYAH JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

Anin Indriani1, Sugeng Wiyono, S.KM., M.Kes2


Program Studi S1 Gizi, Fakultas Kesehatan, Universitas Mohammad Husni
Thamrin
(Email : aninindrya@gmail.com)

ABSTRAK

Latar belakang: Anak usia prasekolah merupakan usia anak sedang mengalami
proses pertumbuhan yang relatif pesat dan membutuhkan asupan gizi yang relatif
besar. Kesulitan makan merupakan salah satu risiko anak dapat mengalami kurang
gizi, karena kesulitan makan cenderung memiliki asupan energi, protein,
karbohidrat, vitamin dan mineral lebih rendah. Tujuan: Mengetahui hubungan
faktor penyebab kesulitan makan dengan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur tahun 2019. Metode:
Penelitian ini menggunakan Cross Sectional dan bersifat deskriptif analitik
dengan sampel penelitian sebanyak 58 orang menggunakan teknik Purposive
Sampling. Data yang diperoleh dianalisis secara univariat dan bivariat
menggunakan uji Chi Square dengan nilai signifikansi 5% (0,05). Hasil: Hasil
dari penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara nafsu
makan berkurang (p value = 0,000), gangguan proses makan di mulut (p value =
0,006) dengan status gizi (BB/TB), nafsu makan berkurang (p value = 0,000) dan
gangguan psikologis (p value = 0,025) dengan kesulitan makan, kesulitan makan
(p value = 0,000) dengan status gizi (BB/TB). Kesimpulan: Variabel yang
berhubungan dengan status gizi (BB/TB) yaitu nafsu makan berkurang dan
gangguan proses makan di mulut dan yang berhubungan dengan kesulitan makan
yaitu nafsu makan berkurang dan gangguan psikologis menunjukkan persentase
yang beragam sehingga diharapkan dari hasil tersebut dapat memotivasi orang tua
agar dapat meningkatkan nafsu makan anak dengan memberikan makanan yang
bervariasi dengan cara dibentuk gambar menarik atau memberikan makanan porsi
kecil tetapi sering.

Kata Kunci : Kesulitan Makan, Status Gizi (BB/TB)


Daftar Pustaka : 60 (2006 – 2018)
1
Mahasiswa Jurusan S1 Gizi Universitas MH Thamrin
2
Dosen Pembimbing I Politeknik Kesehatan Jakarta II
THE RELATIONSHIP OF FACTORS CAUSING EAT DIFFICULTY WITH
NUTRITIONAL STATUS (W / H) IN PRESCHOOL CHILDREN IN RA
TARBIYAH ISLAMIYYAH EAST JAKARTA
IN 2019

Anin Indriani1, Sugeng Wiyono, S.KM., M.Kes2


S1 Nutrition Study Program, Faculty of Health, Mohammad Husni Thamrin
University
(Email: aninindrya@gmail.com)

ABSTRACT

Background: Preschool children are children who are experiencing a relatively


rapid growth process and require a relatively large nutritional intake. Picky eater
is one of the risks that children can experience malnutrition, because picky eater
tend to have a lower intake of energy, protein, carbohydrates, vitamins and
minerals. Purpose: To determine the relationship of factors causing picky eater
with nutritional status (W / H) in preschool children in RA Tarbiyah Islamiyyah,
East Jakarta in 2019. Method: This results uses cross sectional and analytic
descriptive with the research sample was 58 respondents and using purposive
sampling technique. The data obtained were analyzed univariately and bivariately
using the Chi Square test with a significance value of 5% (0.05). Results: The
results of this study indicate a significant relationship between descreased
appetite (p value = 0,000), disruption of the eating process in the mouth (p
value
= 0.006) with nutritional status (W / H), decreased appetite (p value = 0,000) and
psychological disorders (p value = 0.025) with difficulty in eating, difficulty in
eating (p value = 0,000) with nutritional status (W/H). Conclusion: Variables
related to nutritional status (W / H) are decreased appetite and eating disorders
in the mouth and those related to eating difficulties are reduced appetite and
psychological disorders show varying percentages so that it is expected that these
results can motivate parents to improve the child's appetite by providing varied
food by shapes interesting or giving small but frequent meals.

Keywords : Eating Difficulties, Nutrition Status (W /H )


Refrences : 60 (2006 - 2018)
1
S1 Nutrition Student of MH Thamrin University
2
Counselors I of Health Polytechnic of Jakarta II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Anin Indriani
NIM 122151007
Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Juli 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : WNI
Alamat : Perum. Griya Alam Sentosa Blok T 12 a No. 25
RT 015/010, Desa Pasir Angin, Kec. Cileungsi,
Kab. Bogor
No. Hp 082124966918
Email : aninindrya@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN 06 Cileungsi Tahun 2003-2009
2. SMP Amal Mulia 02 Cileungsi Tahun 2009-2012
3. SMK Kesehatan Bina Husada Mandiri Tahun 2012-2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan status gizi
(BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur
tahun 2019”. Skripsi ini dapat diselesaikan dan disusun untuk diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi.
Dalam menyusun skripsi ini penulis menyadari tanpa bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, proposal skripsi ini tidak dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Amiroh, M.P selaku Ketua Prodi S1 Gizi Fakultas Kesehatan Universitas
MH. Thamrin
2. Sugeng Wiyono, S.KM., M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan
banyak saran dan masukan dalam pembuatan skripsi ini.
3. Ir. Amiroh, M.P yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk
teknik penulisan dalam pembuatan skripsi ini.
4. Orang tua yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang, doa serta
dukungan moril maupun materi dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepala Sekolah RA Tarbiyah Islamiyyah yang telah menginzinkan dan
membantu penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka menyusun
skripsi.
6. Nova Nursovia Lukman dan Syifa Nur Fauziyah sebagai teman seperjuangan
yang telah membantu dalam pengambilan data dan proses penyelesaian skripsi.
7. Wildan Alfinita Kirana, S.Kep sebagai teman dekat yang sudah memabantu
dalam proses penyelesaian skripsi.
8. Teman-teman S1 Gizi yang selalu memberikan semangat satu sama lain.
9. Semua pihak terkait yang tidak dapat peneliti sampaikan satu persatu yang
telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis sampai
terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar menjadi
masukan bagi peneliti dalam penulisan selanjutnya. Semoga dapat memberi
manfaat kepada dunia ilmu pengetahuan, masyarakat dan peneliti lain.

Jakarta, September 2019


Penulis

Anin Indriani
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………..........……….….... i
LEMBAR PERSETUJUAN………...……………………………………………..... ii
LEMBAR PENGESAHAN……...………………………………………………...... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………………………...... v
ABSTRAK .................................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. viii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ix
DAFTAR ISI........................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anak Usia Prasekolah................................................................................... 6
2.1.1. Pengertian Anak Usia Prasekolah....................................................... 6
2.1.2 . Pertumbuhan Anak Prasekolah........................................................... 7
2.1.3 . Perkembangan Perilaku Anak Prasekolah.......................................... 8
2.2. Kesulitan Makan......................................................................................... 9
2.2.1. Pengertian Kesulitan Makan.............................................................. 9
2.2.2. Faktor Penyebab Kesulitan Makan.................................................... 10
2.2.3. Gejala Kesulitan Makan..................................................................... 14
2.2.4. Dampak Kesulitan Makan................................................................. 15
2.2.5. Cara Mengatasi Kesulitan Makan..................................................... 16
2.3. Status Gizi pada Anak Prasekolah.............................................................. 17
2.3.1. Pengertian Status Gizi........................................................................ 17
2.3.2. Gizi Anak Prasekolah........................................................................ 17
2.3.3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)................................... 19
2.4. Hubungan Kesulitan Makan dengan Status Gizi ........................................ 20

BAB III KERANGKA PENELITIAN


3.1. Kerangka Teori .......................................................................................... 22
3.2. Kerangka Konsep ……………………………………......……………...... 23
3.3. Definisi Operasional …………………………………...………………..... 24
3.4. Hipotesis ……………………………...………………..………………..... 26

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1. Desain Penelitian …………………………………………………………. 27
4.2. Populasi dan Sampel...........................................................................................27
4.3. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................29
4.4. Etika Penelitian...................................................................................................29
4.5. Alat Pengumpulan Data......................................................................................29
4.6. Prosedur Pengumpulan Data...............................................................................30
4.7. Teknik Analisis Data..........................................................................................31
4.8. Analisis Data.......................................................................................................32

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1. Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................................... 34
5.2. Analisis Univariat ....................................................................................... 34
5.3. Analisis Bivariat ......................................................................................... 36

BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Hambatan dan Kelemahan Penelitian ......................................................... 43
6.2. Analisis Hasil Penelitian ............................................................................. 44

BAB VII PENUTUP


7.1. Kesimpulan ................................................................................................. 58
7.2. Saran ........................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN 66
DAFTAR TABEL
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Tabel 2.1. BB/TB ..................................................................................................... 20
Tabel 3.1. Definisi Operasional.....................................................................................24
Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab Kesulitan Makan Pada Anak 34
Tabel 5.1. Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019 ......
Distribusi Frekuensi Kesulitan Makan dan Status Gizi (BB/TB) Pada
Tabel 5.2. Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 35
2019 ..............................................................................................
Distribusi Nafsu Makan Berkurang dengan Status Gizi (BB/TB) Pada
Tabel 5.3. Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 36
2019 ..............................................................................................
Distribusi Gangguan Proses Makan di Mulut dengan Status Gizi
Tabel 5.4. (BB/TB) Pada Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta 37
Timur Tahun 2019 ...........................................................................
Distribusi Gangguan Psikologis dengan Status Gizi (BB/TB) Pada
Tabel 5.5. Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 38
2019 ...............................................................................................
Distribusi Nafsu Makan Berkurang dengan Kesulitan Makan Pada
Tabel 5.6. Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 39
2019 ..............................................................................................
Distribusi Gangguan Proses Makan di Mulut dengan Kesulitan Makan
Tabel 5.7. Pada Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur 40
Tahun 2019 ....................................................................................
Distribusi Gangguan Psikologis dengan Kesulitan Makan Pada Anak
Tabel 5.8. Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019 ...... 41
Distribusi Kesulitan Makan dengan Status Gizi (BB/TB) Pada Anak 42
Tabel 5.9. Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019 ......
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Kerangka Teori ........................................................................... 22
Gambar 3.2. Kerangka Konsep ........................................................................ 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Persetujuan Setelah Pembahasan 66
Lampiran 2 Pernyataan Persetujuan Ikut Penelitian 67
Lampiran 3 Kuesioner A. Karakteristik Responden 68
Lampiran 4 Kuesioner B. Nafsu Makan Berkurang 69
Lampiran 5 Kuesioner C. Gangguan Proses Makan di Mulut 70
Lampiran 6 Kuesioner D. Gangguan Psikologis 71
Lampiran 7 Kuesioner E. Sulit Makan pada Anak 72
Lampiran 8 Output SPSS 73
Lampiran 9 Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian 81
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak usia prasekolah merupakan usia anak sedang mengalami proses
pertumbuhan yang relatif pesat dan membutuhkan asupan gizi yang relatif besar.
Untuk itu, pada usia ini zat gizi memiliki peranan penting bagi tumbuh kembang
anak, karena zat gizi didapatkan dari makanan yang mereka makan (Fitriani et. al,
2009). Usia prasekolah merupakan fase yang membutuhkan status gizi baik untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, kecerdasan, dan
emosional. Namun, kejadian kurang gizi, pendek dan kurus masih menjadi
masalah pada anak yang nantinya dapat mempengaruhi tumbuh kembang.
Kesulitan makan merupakan salah satu risiko anak dapat mengalami kurang gizi,
karena kesulitan makan cenderung memiliki asupan energi, protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral lebih rendah dibandingkan anak yang tidak mengalami
kesulitan makan (Hardiyanti, 2018).
Pada UU No.36/2009 mengenai Kesehatan, pasal 131 ayat 2, disebutkan
bahwa upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun (Heryani, 2014). Prevalensi masalah kesulitan makan menurut klinik
perkembangan anak dari Affiliated program for children development di
University George Town mengatakan 6 jenis kesulitan makan pada anak yaitu
hanya mau makan makanan cair atau lumat: 27,3%, kesulitan menghisap,
mengunyah atau menelan: 23,4%, tidak menyukai variasi banyak makanan:
11,1%, keterlambatan makan sendiri: 8,0%, mealing time tantrum: 6,1%
(Judarwanto, 2010).
Menurut WHO (2006), didapatkan hasil prevalensi gizi kurang yang
disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya akibat pemenuhan zat gizi yang
tidak adekuat adalah 19,2 % dan gizi buruk 8,3 %. Cara pemberian makan pada
anak yang mengalami masalah makan adalah suasana makan sambil bermain
(87%), waktu makan tidak teratur (63,6%), frekuensi makan buruk (78,1%) dan
jenis makanan sesuai dengan usia (100%) (Sumarni, 2015). Sedangkan di

1
Indonesia tahun 2012 terdapat sekitar 53% anak di bawah usia 5 tahun menderita
gizi buruk disebabkan oleh kurangnya makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi
sehari-hari (Kemenkes, 2012). Penelitian di Indonesia yang dilakukan di Jakarta
terhadap anak prasekolah, didapatkan hasil prevalensi kesulitan makan sebesar
33,6%, 44,5% diantaranya menderita malnutrisi ringan sampai sedang dan 79,2%
dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan lebih dari 3 bulan
(Judarwanto, 2010). Kesulitan makan jika didiamkan dapat menyebabkan
inadekuasi intake yang dapat berujung pada terjadinya gangguan pertumbuhan
anak.
Penelitian Saraswati (2012) menemukan bahwa anak yang mengalami
kesulitan makan lebih berisiko memiliki berat badan rendah, terutama pada anak
usia balita, perilaku sulit makan yang tidak diatasi sedini mungkin bisa
menyebabkan anak terbiasa pilih–pilih makanan dan bisa menyebabkan anak
kekurangan asupan zat gizi sehingga dapat mempengaruhi status gizinya juga
dapat menggambarkan suatu pola pembatasan makanan yang mungkin dapat
berlanjut dan berperan dalam gangguan perilaku makanan saat dewasa (Rahayu,
2016). Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2018)
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesulitan makan
dengan status gizi. Ini dikarenakan status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh
perilaku kesulitan makan saja namun status kesehatan dan keadaan infeksi juga
dapat mempengaruhi status gizi. Pada penelitian anak yang mengalami kesulitan
makan lebih banyak memiliki status gizi yang normal dibandingkan dengan yang
status gizinya buruk, kurang dan gemuk.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah (2013) dijelaskan
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan sulit makan pada anak usia
prasekolah meliputi nafsu makan yang berkurang dan gangguan proses makan di
mulut. Hasil penelitian yang diperoleh nafsu makan berkurang 72,7% dan
gangguan proses makan 87,5%. Sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh
Telaumbanua (2013) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sulit makan pada
usia prasekolah diantaranya sulit makan sebesar 70,5%, jenis makanan yang buruk
sebesar 54,5%, tampilan makanan yang tidak menarik sebesar 59,1% dan
pengaturan jadwal pemberian makan tidak teratur sebesar 61,4%.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta
Timur Tahun 2018 didapatkan jumlah murid berjumlah 74 anak yang berusia 4-6
tahun, diantaranya 38 murid laki-laki dan 36 murid perempuan. Pada saat peneliti
melakukan wawancara dengan 10 orang ibu yang sedang menunggu anaknya
diberikan pertanyaan seputar sulit makan, 9 dari 10 orang ibu tersebut mengatakan
anak mereka susah makan, dimana anak mereka lebih menyukai makanan yang
mereka sukai saja, ketika makan harus dipaksa, memilih makanan yang sama
setiap hari, dan suka meminta jajan sehingga tidak mau makan lagi.
Berdasarkan fenomena yang terjadi saat ini, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan faktor penyebab kesulitan makan
dengan status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah
Jakarta Timur tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah


Anak usia prasekolah merupakan usia anak sedang mengalami proses
pertumbuhan yang relatif pesat dan membutuhkan asupan gizi yang relatif besar.
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan pola makan dimana anak pada
umumnya mengalami kesulitan untuk makan. Penelitian di Indonesia yang
dilakukan di Jakarta terhadap anak prasekolah, didapatkan hasil prevalensi
kesulitan makan sebesar 33,6%, 44,5% diantaranya menderita malnutrisi ringan
sampai sedang dan 79,2% dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan
lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dikemukakan pertanyaan
penelitian yaitu “Apakah hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan
status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur tahun 2019?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan status gizi
(BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur tahun
2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah :
a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi nafsu makan berkurang, gangguan proses
makan di mulut dan gangguan psikologis di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur Tahun 2019.
b. Mengidentifikasi distribusi frekuensi kesulitan makan pada anak prasekolah di
RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
c. Mengidentifikasi distribusi frekuensi status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah
di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
d. Menganalisis hubungan antara faktor penyebab kesulitan makan (nafsu makan
berkurang, gangguan proses makan di mulut, gangguan psikologis) dengan
status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur Tahun 2019.
e. Menganalisis hubungan antara faktor (nafsu makan berkurang, gangguan
proses makan di mulut, gangguan psikologis) dengan kesulitan makan pada
anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
f. Menganalisis hubungan antara kesulitan makan dengan status gizi (BB/TB)
pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Responden
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
kepada responden tentang hubungan faktor penyebab kesulitan makan (nafsu
makan berkurang, gangguan proses makan di mulut, gangguan psikologis) dengan
status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah.

1.4.2 Bagi Program Studi S1 Gizi


Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat
sehingga bisa menjadi bahan masukan untuk perkembangan pendidikan ilmu gizi
yang berhubungan dengan hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan
status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah.

1.4.3 Bagi Mahasiswa Gizi


Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
mahasiswa gizi mengenai hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan
status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah.

1.4.4 Bagi Peneliti


Memberi pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian serta
mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapat di bangku kuliah ke
dalam bentuk penelitian ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Prasekolah


2.1.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah
Rentangan untuk anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003
ayat 1 adalah 0-6 tahun dimana ruang lingkup pendidikan anak usia dini salah
satunya adalah usia prasekolah atau kindergarten children (3-6 tahun). Yang
dimaksud anak prasekolah dalah mereka yang berusia 3-6 tahun menurut Biechler
dan Snowman (1993). Dari teori Piaget yang membicarakan perkembangan
kognitif, perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada dalam tahap pra
operasional (Khasanah, 2014). Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3
sampai 5 tahun. Pada masa ini, terjadi pertumbuhan dan perkembangan biologis,
psikososisal, kognitif dan spiritual yang begitu signifikan. Pertumbuhan dan
perkembangan anak usia prasekolah dipengaruhi oleh zat gizi, aktivitas, masalah
tidur, kesehatan gigi, pencegahan cedera, serta cara orang tua dalam merawat anak
(Rahman, 2016).
Masa prasekolah merupakan bagian dari masa kanak-kanak. Masa kanak-
kanak meliputi masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak akhir. Masa
prasekolah adalah masa peralihan antara masa bayi dan masa anak sekolah. Anak
pada usia ini dalam menjalani tumbuh kembangnya membutuhkan zat gizi
esensial mencakup protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air yang
harus dikonsumsi secara seimbang (Rusilanti et. al, 2015). Masa pra sekolah ( usia
3 -5 tahun ) merupakan fase ketika anak mulai terlepas dari orang tuanya, dan
mulai berinteraksi dengan lingkungannya (Juliana, 2010). Pada anak prasekolah
ditemukan masalah kesulitan makan sebesar lebih dari 20 %. Hal ini disebabkan
karena anak sudah dapat memilih-milih makanan yang disukainya dan hanya mau
makan makanan tertentu saja (Fitriani, 2009).
2.1.2 Pertumbuhan Anak Prasekolah
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui
tumbuh kematangan dan belajar (Rusilanti et. al, 2015). Pada usia prasekolah,
anak memiliki perkembangan psikis menjadi balita yang lebih mandiri, autonomi,
dapat berinteraksi dengan lingkungannya serta dapat lebih mengekspresikan
emosinya. Luapan emosi yang biasa terjadi pada anak berusia 3-5 tahun berupa
temperatantrum, yaitu mudah marah, menangis, atau menjerit saat anak tidak
merasa nyaman. Anak usia tersebut juga cenderung senang bereksplorasi dengan
hal-hal baru (Rahman, 2016).
Sifat perkembangan yang khas terbentuk ini turut mempengaruhi pola
makan anak. Hal tersebut menyebabkan anak terkadang bersikap terlalu pemilih,
misalnya cenderung menyukai makanan ringan sehingga menjadi kenyang dan
menolak makan saat jam makan utama. Anak juga sering rewel dan memilih
bermain saat orang tua menyuapi makanan. Gangguan pola makan yang terjadi
jika tidak segera diatasi dapat berkembang menjadi kesulitan makan (Rahman,
2016). Anak usia ini memerlukan kalori sebesar 50 kkal per kg berat badan. Anak-
anak disetiap tahapan usia membutuhkan penanganan berbeda seiring dengan
pertumbuhannya. Hal ini disebabkan oleh pada setiap tahapan pertumbuhan,
karakter anak berbeda-beda sehingga penyesuaian kebutuhan anak setiap tahapan
usia sangat penting guna menghadirkan pertumbuhan optimal (Rusilanti et. al,
2015). Ciri-ciri anak pada usia ini (Rusilanti et. al, 2015) adalah sebagai berikut :
1. Pada usia ini anak bersifat konsumen aktif, yaitu mereka telah dapat memilih
makanan yang disukai.
2. Kepada mereka telah dapat diberikan pendidikan gizi baik dirumah maupun
sekolah.
3. Kebiasaan yang baik sudah harus ditanamkan.
2.1.3 Perkembangan Perilaku Anak Prasekolah
Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif,
mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan ketidakmampuan penyesuaian
diri. Faktor-faktor yang berkaitan dengan timbulnya permasalahan perkembangan
menurut Nurleni (2017), sebagai berikut :
1) Faktor Biologis
Faktor biologis ini tidak terlepas dari keterkaitannya dengan pertumbuhan
fisik yang selanjutnya berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak. Gen
tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur
perilaku, dengan kata lain, anak memiliki perkembangan pada perilaku tertentu
sangat tergantung dengan faktor kesiapan atau kemasakan organ-organ biologis
dan pertumbuhan fisiknya; umur. Kesiapan atau kemasakan biologis juga sangat
dipengaruhi kondisi bayi saat berada dalam kandungan. Kandungan gizi dan
keadaan bayi saat berada dalam penentuan proses biologis pada anak. Kondisi
fisik dan psikis ibu pada saat mengandung merupakan faktor yang sangat penting.
Setelah lahir untuk menuju kesiapan dan kematangan organ biologis yang
menunjang pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis ini ada tiga
kebutuhan yang harus terpenuhi, yaitu: pertama, asuh yang melingkupi
pemenuhan kebutuhan primer seperti gizi, kesehatan ASI, imunisasi. Kedua, asih
yaitu pemberian kebutuhan emosi dan kasih sayang yang tulus dari orangtua dan
lingkungan sekitarnya. Ketiga, adalah asah yaitu stimulasi mental dan pemberian
kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
2) Lingkungan Keluarga
Keadaan keluarga tertentu yang bisa menyebabkan masalah emosional pada anak-
anak :
a) Orangtua. Beberapa hal yang termasuk di dalam faktor ini adalah;
pendidikan yang rendah, usia yang masih muda, ketidaksensitifan terhadap
perkembangan anak, kurang terlibat secara afeksi terhadap lingkungan
sosial dan pendidikan anak, harapan yang tidak realistis, gaya pengasuhan
yang terlalu keras dan mengontrol, serta orangtua yang mengalami
gangguan jiwa.
b) Komposisi dan keadaan keluarga. Orangtua tunggal, perkawinan yang
penuh dengan tekanan dan kekerasan, jumlah anak, sedangkan keadaan
keluarga mengarah pada kondisi sosial dan ekonomi yang rendah.
3) Lingkungan Sosial
Satu dimensi dalam lingkungan sosial yang nampak berpengaruh dalam
membentuk pola-pola perilaku anak-anak adalah fenomena modelling, dengan
meniru perilaku orang lain.
Indikator permasalahan perilaku anak prasekolah menurut Nurleni (2017) adalah :
a) Ketidakmampuan menyesuaikan diri; mengganggu diri sendiri dan
lingkungan
b) Intensitas atau bobot perilaku yang dilihat dari akibat atau dampak
perilaku yang dilakukan anak
c) Frekuensi yang sering dan relatif stabil

2.2 Kesulitan Makan


2.2.1 Pengertian Kesulitan Makan
Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang
melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga, khususnya
ibu. Jika dilihat dari segi gizi anak, makan merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai
keperluan metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
hidup, mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Di
samping itu, makan merupakan pendidikan agar anak terbiasa kebiasaan makan
yang baik dan benar dan juga untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan bagi
anak maupun bagi pemberinya terutama ibu (Nurjannah, 2012).
Pengertian kesulitan makan menurut Judarwanto (2010) adalah jika anak
tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi
makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis
(alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan,
mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa
paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu. Fenomena sulit makan
pada anak sering menjadi masalah bagi orang tua atau pengasuh anak. Faktor
kesulitan makan pada anak inilah yang sering dialami oleh sekitar 25% pada usia
anak. Sebuah tinjauan pustaka menunjukkan bahwa 50% dari anak berusia 18-23
bulan diidentifikasi sebagai kesulitan makan (Mascola et. al, 2010).
Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan anak untuk mengkonsumsi
sejumlah makanan yang diperlukannya secara alamiah dan wajar yaitu dengan
menggunakan mulutnya secara sukarela. Masalah kesulitan makan sering dihadapi
baik oleh para orang tua, dokter maupun tenaga kesehatan lain. Keluhan yang
sering muncul adalah anak tidak mau makan, menolak makan, proses makan yang
terlalu lama, hanya mau minum saja, kalau diberi makan muntah, mengeluh sakit
perut, bahkan ada yang disuruh makan marah-marah bahkan mengamuk. Keluhan-
keluhan yang sering muncul pada anak menunjukan tanda-tanda gangguan
kesulitan makan.Sekitar 25%-40% anak dilaporkan mengalami kesulitan makan
(Nurleni, 2017). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Anggraini di
Posyandu Kelurahan Ngadirejo Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Kecamatan
Kepanjenkidul Kota Blitar didapatkan hasil dari 25 responden yang diteliti,
terdapat 18 anak (72%) mengalami kesulitan makan dan 7 anak (28%) tidak
mengalami kesulitan makan.

2.2.2 Faktor Penyebab Kesulitan Makan


Judarwanto (2010) menguraikan ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
kesulitan makan pada anak, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan
proses makan di mulut dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat
berdiri sendiri tetapi seringkali timbul bersamaan. Penyebab sulit makan secara
umum sangat luas dan bervariasi. Bila dikelompokkan dalam penggolongan utama
penyebab paling sering adalah hilangnya nafsu makan, diikuti gangguan proses
makan. Sedangkan faktor psikologis yang dulu dianggap sebagai penyebab utama
mungkin saat ini mulai ditinggalkan atau sangat jarang.
Penyebab sulit makan sangat banyak dan bervariasi. Semua gangguan
fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik, maupun psikis
dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak. Penelitian yang
tealh dilakukan di Picky Eaters Clinic Jakarta (Klinik Khusus Kesulitan Makan
Anak) penyebab yang paling dominan adalah gangguan fungsi saluran cerna pada
anak. Gangguan fungsi saluran cerna tersebut seringkali berlangsung lama dan
akan membaik seiring dengan membaiknya ketidak matangan saluran cerna pada
anak atau sekitar usia 5-7 tahun. Meskipun pada beberapa kasus berkepanjangan
hingga sampai usia dewasa. Sehingga seringkali gangguan sulit makan akan
berlangsung jangka panjang hilang timbul, tetapi pada usia tertentu akan
membaik.
a. Nafsu Makan Berkurang atau Hilang
Pengaruh hilang atau berkurangnya nafsu makan tampaknya merupakan
penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan ini
bisa dimulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada
nafsu makan). Tampilan gangguan nafsu makan yang ringan berupa minum susu
botol sering sisa, waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit menjadi 10
menit), makan hanya sedikit atau mengeluarkan, menyembur-nyemburkan
makanan atau menahan makanan dimulut terlalu lama. Sedangkan gangguan yang
lebih berat tampak anak menutup rapat mulutnya, menepis suapan orang tua atau
tidak mau makan dan minum sama sekali (Judarwanto, 2010).
Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin
meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan lingkungan,
mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi baik yang akut
maupun yang menahun, infestasi cacing dan sebagainya (Sunarjo, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah didapatkan hasil bahwa
anak yang mengalami nafsu makan kurang mayoritas berasal dari anak yang sulit
makan (72,7%) sebaliknya anak yang tidak mengalami nafsu makan kurang
berasal dari anak yang tidak mengalami sulit makan (100%). Hasil uji statistik
memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara nafsu makan berkurang
dengan terjadinya sulit makan pada anak (Nurjannah, 2013).
b. Gangguan Proses Makan Di Mulut
Ganguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan
mengunyah makanan. Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah
keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum
bisa makan nasi saat usia 1 tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau
sayur berserat seperti kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat
tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan
bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk
makan bahan makanan yang keras seperti kerupuk atau biskuit tidak terganggu
karena hanya memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik
mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah
secara tidak sengaja (Judarwanto, 2010).
Beberapa unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernan makanan
dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem
syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Makan dari itu bila terdapat kelainan
atau penyakit pada unsur organik tersebut pada umumnya akan disertai dengan
gangguan atau kesulitan makan (Sunarjo, 2009). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Nurjannah didapatkan hasil bahwa anak yang mengalami
gangguan proses makan mayoritas berasal dari anak yang sulit makan (87,5%)
dan sebaliknya anak yang tidak mengalami gangguan proses makan mayoritas
berasal dari anak yang tidak sulit makan (94,1%). Hasil uji statistik
memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara gangguan proses makan
dengan terjadinya sulit makan pada anak (Nurjannah, 2013).
c. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan
makan pada anak. Gangguan psikologis bisa dianggap sebagai penyebab bila
kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang
dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan
makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan
pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama
dengan psikiater atau psikolog (Judarwanto, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Aizah (2012) mengenai faktor penyebab
kesulitan makan pada anak usia sekolah menyatakan bahwa yang termasuk
kedalam gangguan psikologis dapat terjadi oleh karena: aturan makan yang ketat
atau berlebihan terhadap anak, ibu suka memaksa kehendak terhadap anak,
hubungan anggota keluarga tidak harmonis dan anak mengalami alergi pada
makanan. Sedangkan Sunarjo (2009) menguraikan faktor gangguan atau kelainan
psikologis, yaitu :
a. Dasar teori motivasi dengan lingkaran motivasinya
b. Hal ini sering tidak disadari oleh para ibu atau pengasuh anak yang
memberikan makanan tidak pada saat yang tepat, apalagi dengan tindakan
pemaksaan, ditambah dengan kualitas makanan yang tidak enak misalnya
terlalu asin atau pedas dan dengan cata menyuapi yang terlalu keras,
memaksa anak untuk membuka mulut dengan sendok. Hal ini semua
menyebabkan kegiatan makan merupakan kegiatan yang tidak
menyenangkan.
c. Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang
kebetulan tidak disukai.
d. Anak dalam kondisi tertentu misalnya anak dalam keadaan demam mual
atau muntah dan dalam keadaan ini anak dipaksa untuk makan.
e. Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi
antara orang tua dan anak yang menciptakan suasana emosi yang tidak baik.
Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak makan sebagai sikap protes
terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara menyuapi yang terlalu keras,
pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karaki didapatkan hasil bahwa
ada hubungan pola asuh ibu dengan perilaku sulit makan pada anak prasekolah.
Faktor psikologis sebenarnya masih ada hubungannya dengan pola asuh karena
psikologis anak sangat ditentukan dari cara pengasuhan, lingkungan dan juga
hubungan didalam keluarga, semakin baik hubungan dalam keluarga maka
semakin kecil kemungkinan untuk anak mengalami anoreksia psikogenik atau
kesulitan makan karena gangguan psikologis (Karaki, 2016).

Ada beberapa pendapat mengenai penyebab kesulitan makan anak, menurut


Palmer dan Horn yang dikemukakan Rusilanti et. al (2015) antara lain sebagai
berikut :
1. Kelainan Neuro-Motorik
Kelainan neuro-motorik berupa retardasi mental, kelainan otot, inkoordinasi
alat-alat tubuh, kelainan esophagus (saluran menelan) dan lainnya.
2. Kelainan Kongenital
Kelainan ini mencakup kelainan yang berhubungan dengan alat pencernaan,
seperti lidah, saluran pencernaan, menyebabkan anak mengalami kesulitan
untuk makan atau menimbulkan muntah-muntah.
3. Kelainan Gigi-geligi
Kerusakan pada gigi atau ketidaksempurnaan gigi, yaitu tanggal, akan
menyulitkan anak mengunyah atau mengigit makanan dan anak merasa sakit
pada giginya sehingga segan untuk makan.
4. Penyakit Infeksi Akut dan Menahun
Pada infeksi akut saluran napas bagian atas, sering menimbulkan kurang
nafsu makan (anoreksi) dan sulit menelan. Infeksi ini mempersulit anak
untuk menerima makanan.
5. Defisiensi Nutrien/Gizi
Defisiensi golongan yang pokok, seperti kalori dan protein menimbulkan
gejala anoreksia karena produksi enzim pencernaan dan asam lambung yang
kurang dan anak dalam keadaan apatis.
6. Kelainan Psikologik
Kelainan ini disebebkan oleh kekeliruan pengelolaan orang tua dalam hal
mengatur makan anaknya.

2.2.3 Gejala Kesulitan Makan


Jika bayi atau anak menunjukkan gangguan yang berhubungan dengan
makan atau pemberian makan akan segera mengundang kekhawatiran ibu.
Keluhan yang biasa disampaikan tentang gejala kesulitan makan menurut Sunarjo
(2009), antara lain :
1. Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan
2. Makan tidak mau ditelan
3. Makan terlalu sedikit atau tidak nafsu makan
4. Penolakan atau melawan pada waktu makan
5. Kebiasaan makan makanan yang aneh (pika)
6. Hanya mau makan jenis tertentu saja
7. Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan
8. Keterlambatan dalam tingkat keterampilan makan dan keluhan lain
Jenis kesulitan makan pada anak sangat beragam yaitu anak tidak menyukai
makanan yang bervariasi dan anak memilih-milih makanan (Putri, 2015). Menurut
Judarwanto (2010) gejala kesulitan makan pada anak adalah :
1. Memuntahkan atau menyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut
anak
2. Makan berlama-lama dan memainkan makanan
3. Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup
mulut rapat
4. Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orang tua
5. Tidak menyukai banyak variasi makanan atau suka pilih-pilih makanan
6. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil

2.2.4 Dampak Kesulitan Makan


Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut
biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Pada kesulitan makan yang berat dan berlangsung lama akan
berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul
tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak
menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi
vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemia defisiensi besi.
Bila kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein (KEP)
(Nurleni, 2017).
2.2.5 Cara Mengatasi Kesulitan Makan
Menurut Winarsho (2009), mengatasi anak sulit makan bukanlah persoalan
mudah, ada beberapa cara mengatasi kesulitan makan antara lain :
1. Perhatikan variasi menu makanan dan bentuknya, buarlah semenarik
mungkin agar anak tidak merasa bosan. Bila anak enggan mengkonsumsi
nasi, bisa diganti dengan roti, makaroni, atau pasta.
2. Sajikan camilan padat kalori semisal buat potong, jus buah, kacang hijau
dengan susu, atau yoghurt menjelang jam makan sehingga anak tidak
merasa lapar.
3. Hindari makanan manis, seperti permen, minuman ringan, coklat dan snack
mengandung MSG mendekati jam makan.
4. Jangan memberikan susu terlalu banyak. Berikan susu dua kali saja dalam
sehari. Dua gelas susu dapat mencukupi kebutuhan kalsium dan fosfor
dalam sehari.
5. Orang tua memberi contoh pola makan sehat pada anak. Anak akan meniru
apa yang dilakukan oleh keluarganya. Ajak anak makan panganan sehat.
6. Perhatikan kondisi anak, jika ia sakit atau sedih, umumnya menjadi sulit
makan, karena itu siasati dengan memberikan makanan ringan padat kalori.
Dalam mengatasi masalah sulit makan pada anak (Rusilanti et. al, 2015) solusi
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Orang tua harus memberi contoh dengan mengajak makan bersama
keluarga. Memperkenalkan makanan secara bertahap, terus mencoba
makanan yang baru dan tetao tenang bila anak menolak makan. Tawarkan
makanan di lain waktu. Membentuk kebiasaan makan sejak dini yang
terbaik adalah dengan memberi contoh dan pujian yang wajar. Bentuk
suasana yang nyaman ketika makan.
- Orang tua tidak harus berpatokan makan tiga kali sehari untuk menyiasati
anak mau makan karena lambung anak masih kecil sehingga tidak bisa
menerima makanan dalam porsi besar. Lebih baik makan sedikit tapi sering
yang harus diperhatikan orang tua adalah asupan gizinya.
- Perhatikan ukuran makanan disesuaikan dengan gigi geligi anak yang masih
tumbuh (potongan kecil atau finger food), porsi kecil, tetapi sering.
- Pemilihan bahan makanan : pilihlah sayuran yang muda, buah yang matang,
masak daging dan ayam hingga empuk.
- Snack atau makanan camilan : pilihlah yang bergizi : susu, potongan buah,
puding susu, sereal, yoghurt, roti panggang. Pemberian snack tidak dekat
dengan waktu pemberian makanan utama karena akan mengurangi nafsu
makan.
- Agar anak tidak lekas bosan, susunlah menu 10 hari yang bervariasi bisa
dengan cara melihat kumpulan resep atau majalah/tabloid.
- Cukup aktivitas fisik : bermain bersama teman, berlari, main sepeda roda
tiga. Aktivitas fisik cukup meningkatkan nafsu makan anak.

2.3 Status Gizi pada Anak Prasekolah


2.3.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujutan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Contoh gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan
pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa, 2016). Status gizi anak usia
prasekolah merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Tumbuh kembang anak prasekolah perlu diperhatikan karena fakta kurang gizi
yang terhadi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak bisa diperbaiki)
(Supariasa, 2016).

2.3.2 Gizi Anak Prasekolah


Tinggi rendahnya status gizi, khususnya gizi anak usia prasekolah (0-60
bulan) erat hubungannya dengan permasalahan gizi secara umum. Salah satu
penyebab dari kekurangan gizi anak usia prasekolah adalah pola makan yang
salah. Ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan dalam memilih bahan
makanan dan cara pemberian makanan kepada anak usia prasekolah. Dampak
yang lebih serius dari kekurangan gizi adalah timbulnya kecacatan, tingginya
angka kesakitan dan terjadinya percepatan kematian. Angka kematian anak usia
prasekolah yang disebabkan oleh kekurangan gizi sedang dan ringan justru jauh
lebih besar yaitu 46% secara total lebih separuh kematian anak-anak usia
prasekolah disebabkan oleh faktor kekurangan gizi (Nurleni, 2017).
Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari
berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi dengan
baik dan cukup, ternyata ada beberapa masalah yang berkaitan dengan konsumsi
zat gizi untuk anak prasekolah. Contoh masalah gizi masyarakat mencakup
berbagai defisiensi zat gizi atau zat makanan. Seorang anak juga dapat mengalami
defisiensi zat gizi tersebut yang berakibat pada berbagai aspek fisik maupun
mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara cepat, jangka pendek, dan jangka
panjang serta dapat dicegah oleh masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi
dampak defisiensi zat gizi, antara lain melalui pengaturan makan yang benar
(Rusilanti et. al, 2015).
Empat hal yang menjadi penyebab masalah gizi pada anak yang mungkin sering
timbul pada anak usia 4-6 tahun, diantaranya sebagai berikut.
a. Penolakan terhadap makanan, anak sulit makan, hanya sedikit makanan
yang dimakan atau memilih-milih makanan.
b. Kebiasaan terlalu sering makan camilan di antara waktu makan utama dapat
mengurangi nafsu makan pada waktu makan.
c. Konsumsi jus buah atau minuman ringan terlalu tinggi.
d. Konsumsi camilan/kudapan-kue, biskuit, keripik, kudapan manis dan
permen terlalu sering (Rusilanti et. al, 2015).
Pada anak usia prasekolah, anak beralih dari pola makan yang
mengandalkan susu untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan nutrisi dimana
50% kandungan energinya berasal dari lemak; menuju pola makan yang sesuai
dengan pedoman pola makan sehat mencakup semua makanan. Yang menjadi
dasar dari pola makan yang baru adalah makanan yang dimakan oleh keluarga
(Nurleni, 2017). Pada kelompok usia ini, prinsip nutrisi yang perlu diberikan
adalah :
a. Harus mencapai angka refrensi gizi sesuai dengan usia anak.
b. Tidak dianjurkan diet rendah lemak.
c. Memperhatikan densitas nutrisi agar tidak terjadi defisiensi nutrisi tertentu,
misalnya: kalsium, zat besi, zink, vitamin A, C, dalam jumlah yang
berlebihan
d. Hindari gula dari sumber selain susu atau makan berlemak dalam jumlah
yang berlebihan (Nurleni, 2017).

2.3.3 Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)


Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah
memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang).
Indeks BB/TB adalah indeks yang independen terhadap umur (Supariasa, 2016).
Berat dan tinggi badan anak perlu diperhatikan dalam hal ini sehingga dapat
dinilai status gizi anak serta tumbuh kembang yang sesuai dengan kurva
pertumbuhan mereka. Perlu dijelaskan kepada orangtua secara baik karena
terkadang mereka panik melihat anak mereka yang kecil meskipun asupan
makanannya baik. Pada usia 2 sampai 5 tahun, berdasarkan kurva tumbuh
kembang "National Center for Health Statistics", anak akan mengalami
perlambatan dalam perkembangannya. Dengan demikian kalori yang dibutuhkan
tidak sebanyak pada saat mereka bayi. Bila status gizinya baik, maka dijelaskan
kepada orangtua bahwa anak hanya perlu dikembangkan makanan kesukaannya
tanpa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Apabila di temukan gizi kurang
dan kelainan organik maka sebaiknya dirujuk ke tenaga ahli dalam disiplin ilmu
tertentu seperti gastroenterologis, pskiater, psikologi dan sebagainya (Sudjatmoko,
2011).
Status gizi menurut Kementerian Kesehatan RI dalam profil kesehatan
Indonesia tahun 2013 yang didapat dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi
buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Pada tahun yang sama terdapat 37,2%
balita dengan tinggi badan dibawah normal yang terdiri dari 18,0% balita sangat
pendek dan 19,2% balita pendek. Indikator antropometri lain untuk menilai status
gizi balita yaitu berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), pada tahun 2013
terdapat 12,1% balita wasting (kurus) yang terdiri dari 6,8% balita kurus dan 5,3%
sangat kurus. Secara nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1%,
yang artinya masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
yang serius (Karaki, 2016).
Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, telah ditentukan
ambang batas dari berbagai indeks untuk menentukan status gizi (Kemenkes RI,
2011). Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks BB/TB
dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks
BB/TB
Indeks Kategori Status Ambang Batas (Z-Score)
Gizi
Berat badan Sangat Kurus <-3 SD
menurut Panjang Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Badan (BB/PB) atau Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Berat Badan Gemuk >2 SD
menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
Sumber : Kemenkes RI, 2011

2.4 Hubungan Kesulitan Makan dengan Status Gizi


Anak dengan kesulitan makan cenderung memiliki status gizi kurang. Anak
dengan kesulitan makan lebih berisiko memiliki berat badan kurang, kenaikan
berat badan inadekuat dan kekurangan zat gizi. Kesulitan makan memiliki nilai Z-
score berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) lebih rendah dibandingkan anak yang
tidak sulit makan. Asupan makanan inadekuat baik zat gizi makro dan mikro
memiliki peran penting dalam perlambatan pertumbuhan tinggi badan anak
(Hardiyanti, 2018).
Kesulitan makan sebagai salah satu perilaku makan yang mempengaruhi
status gizi. Permasalahan gizi tidak hanya status gizi kurang tetapi anak pendek
dan kurus juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Menurut beberapa
penelitian jika sulit makan pada anak tidak segera ditangani akan memberikan
efek, seperti inadekuat zat gizi tertentu yang akan berakibat pada status gizi
(Hardiyanti, 2018). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sumarni
didapatkan hasil 44 anak yang mempunyai gizi baik sebagian besar tidak
mengalami masalah makan yaitu sebanyak 32 orang (84,2%), sedangkan anak
yang tidak mengalami masalah makan yaitu 12 orang (46,2%). Hasil uji statistik
menunjukkan adanya hubungan antara masalah makan dengan status gizi pada
anak (Sumarni, 2015).
BAB III
KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori


Menurut Hariani (2015) dan Rahman (2016) kesulitan makan ada kaitannya
dengan peran orang tua dalam mengasuh anak serta psikologis anak.
Menurut Nurjannah (2013) kesulitan makan berkaitan dengan adanya
gangguan proses makan di mulut dan nafsu makan anak menurun. Menurut
Sumarni (2015) kesulitan makan dapat berdampak pada status gizi anak jika
berlangsung dalam waktu yang lama. Menurut Nengsi (2017) adanya
banyak faktor yang menyebabkan anak sulit untuk makan salah satunya
penyakit infeksi yang dapat menyerang saluran pencernaan sehingga anak
sulit untuk makan. Dari beberapa pendapat tersebut, penulis menyusun
kerangka teori sebagai berikut :

Pola Asuh Status Gizi Penyakit Infeksi

Kesulitan Makan

Gangguan Proses Nafsu Makan Gangguan


Makan di Mulut Berkurang Psikologis

Sumber : Modifikasi Hariani (2015), Nengsi (2017), Nurjannah (2013), Rahman


(2016), dan Sumarni (2015).

Gambar 3.1 Kerangka Teori


3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka serta berdasarkan teori
modifikasi Hariani (2015), Nengsi (2017), Nurjannah (2013), Rahman (2016), dan
Sumarni (2015). Maka variabel yang akan di teliti terkait hubungan faktor
penyebab kesulitan makan pada anak prasekolah adalah variabel terikat
(dependen) yaitu status gizi (BB/TB). Sedangkan variabel bebas (independen)
yang ingin diketahui meliputi nafsu makan berkurang, gangguan proses makan di
mulut, gangguan psikologis. Terdapat variabel antara yaitu kesulitan makan
sebagai variabel penghubung.

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor penyebab
kesulitan makan :

Nafsu Makan Berkurang1.Gangguan Proses Makan di Mulut Gangguan


Psikologis Status Gizi
2. (BB/TB)

3.

Kesulitan Makan

Gambar 3.2 Kerangka Konsep


3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Status Gizi Indeks BB/TB Timbangan Anthropometr 0 = Sangat Kurus Ordinal
(BB/TB) merupakan injak dan i child (<-3 SD)
indikator yang baik Microtoise 1 = Kurus (-3 SD
untuk menilai status Sampai dengan <-
gizi saat ini 2 SD)
(sekarang). 2 = Normal (-2 SD
(Supariasa, 2016) Sampai dengan 2
SD)
3 = Gemuk (>2 SD)
(Kemenkes RI, 2011)
Hasil ukur penelitian
kategorik :
0 = Kurus (Sangat
Kurus (<-3 SD)
& Kurus (-3 SD
Sampai dengan
<-2 SD))
1 = Normal
( Normal (-2 SD
Sampai dengan 2
SD) & Gemuk
(>2 SD))
Kesulitan Anak tidak mau Kuesioner 0 = Anak sulit Ordinal
makan atau menolak untuk makan, jika nilai
anak makan, atau Pengisian jawaban
mengalami kuesioner responden ≥
kesulitan 50%
mengkonsumsi 1 = Anak tidak
makanan atau sulit makan, jika
minuman dengan nilai jawaban
jenis dan jumlah responden <50%
sesuai usia secara (Judarwanto, 2010)
fisiologis (alamiah
dan wajar).
(Judarwanto, 2010).
Nafsu Kondisi dimana 0 = Nafsu makan Ordinal
Makan anak hanya berkurang , jika
Berkurang memakan makanan Kuesioner Pengisian nilai jawaban
sedikit atau kuesioner responden ≥
mengeluarkan, 50%
menyemburkan 1 = Nafsu makan
makanan atau normal, jika nilai
menahan makanan jawaban
di mulut terlalu responden < 50%
lama. (Judarwanto, 2010)
(Judarwanto, 2010)

Variabel Definisi Operasional


Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Skala
Gangguan Adanya gangguan Kuesioner 0 = Gangguan Ordinal
Proses makan berupa proses makan di
Makan di gangguan Pengisian mulut, jika nilai
Mulut mengunyah kuesioner jawaban
makanan yang responden ≥ 50%
disebabkan oleh 1 = Proses makan
tumbuh gigi baru, di mulut normal,
sariawan dan jika nilai jawaban
gangguan lainnya. responden <50%
(Judarwanto,2010) (Judarwanto, 2010)
Gangguan Keadaan yang 0 = Gangguan Ordinal
Psikologis mengakibatkan psikologis, jika
anak tidak mau Kuesioner Pengisian nilai jawaban
makan karena stres kuesioner responden ≥ 50%
yang diakibatkan 1 = Psikologis
dari aturan makan normal, jika nilai
yang ketat atau jawaban
salah dari orang tua. responden < 50%
(Judarwanto,2010) (Judarwanto, 2010)
3.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara nafsu makan dengan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun 2019.
2. Ada hubungan antara gangguan proses makan di mulut dengan status gizi
(BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur
Tahun 2019.
3. Ada hubungan antara gangguan psikologis dengan status gizi (BB/TB)
pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun
2019.
4. Ada hubungan antara nafsu makan berkurang dengan kesulitan makan
pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun
2019.
5. Ada hubungan antara gangguan proses makan di mulut dengan kesulitan
makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur
Tahun 2019.
6. Ada hubungan antara gangguan psikologis dengan kesulitan makan pada
anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun 2019.
7. Ada hubungan antara kesulitan makan dengan status gizi (BB/TB) pada
anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun 2019.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Desain penelitian menurut Dharma (2011) adalah model atau metode yang
digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah
terhadap jalannya penelitian. Dalam penelitian ini jenis penelitiannya adalah
kuantitaif dengan desain analitik melalui pendekatan studi Cross Sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2018). Jenis penelitian
potong lintang atau cross sectional, merupakan penelitian deskriptif di mana
subjek penelitian diamati/diukur/diminta jawabannya satu kali saja (Wibowo,
2014).
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui faktor penyebab kesulitan
makan apa saja yang berhubungan dengan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah dan pengukuran dari variabel independen dan dependen dengan cara
diberikan beberapa pertanyaan melalui kuesioner kepada ibu dari anak prasekolah
serta pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk anak prasekolah. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode non-eksperimen, yaitu dalam
pembuktiannya menggunakan statistik yang disajikan berbentuk tabel, bagan, dan
grafik (Arikunto, 2006).

4.2. Populasi Dan Sampel


4.2.1 Populasi
Menurut Dimyati, 2013 menjelaskan bahwa populasi elemen penelitian
yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoretis menjadi target
penelitian. Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti disebut populasi
penelitian (Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu
atau Bapak yang mempunyai anak berusia 4-6 tahun di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur berjumlah 58 orang.

4.2.2 Sampel
Objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel
penelitian (Notoatmodjo, 2018). Sampel penelitan adalah bagian populasi yang
diambil untuk diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sibagariang, 2010).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua ibu atau bapak
yang mempunyai anak berusia 4-6 tahun di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur berjumlah 58 orang dengan teknik pengambilan sampel yaitu total
sampling/total populasi.
Menurut Notoatmodjo (2018), agar karakterisitik sampel tidak menyimpang
dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan
kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi. Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-
ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai
sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain :
1. Bapak atau Ibu yang memiliki anak berusia 4-6 tahun di RA Tarbiyah
Islamiyyah
2. Anak dalam keadaan sehat dalam kurun waktu 2 minggu sebelum hari
pengambilan data.
3. Bapak atau Ibu bersedia untuk diwawancara.
4. Bapak atau Ibu bersedia untuk menjadi responden yang menandatangani
lembar pernyataan persetujuan ikut penelitian.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak


dapat diambil sebagai sampel. Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu
anak pindah/putus sekolah atau mengundurkan diri saat penelitian berlangsung.
Sampel dipilih menggunakan metode purposive sampling. Pengambilan sampel
secara purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2018).
4.3. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur tahun 2019.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019.

4.4. Etika Penelitian


Dalam penelitian ini, menggunakan etika menurut Loiselle et. al (2004)
menghormati harkat dan martabat manusia atau peneliti mempertimbangkan hak-
hak subjek untuk mendapatkan informasi yang terbuka. Tindakan yang terkait
dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan subjek (Informed Consent). Kemudian
menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian karena penelitian akan
memberikan akibat terbukanya informasi individu, sehingga peneliti
memperhatikan hak-hak dasar individu lalu keadilan dan inkulisivitas peneliti
mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subjek untuk mendapatkan
perlakuan yang sama baik sebelum maupun sesudah berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti juga memperhitungkan manfaat dan kerugian yang
ditimbulkan peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian
guna mendapatkan hasil yang bermanfaat peneliti meminimalisasi dampak yang
merugikan bagi subjek.

4.5. Alat Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang
disusun berdasarkan literatur dan kerangka konsep peneliti. Kuesioner dalam
penelitian ini terdiri dari beberapa pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden. Alat kuesioner terbagi menjadi 5 bagian yaitu :

a. Kuesioner A (Lampiran 3)
Kuesioner ini terkait dengan identitas responden yang terdiri dari nama ibu, umur
ibu, alamat ibu, pekerjaan ibu, pendidikan terakhir ibu, nama anak, umur anak,
berat badan, tinggi badan dan status gizi anak.
b. Kuesioner B (Lampiran 4)
Kuesioner ini terkait dengan nafsu makan berkurang pada anak, terdapat 10
pertanyaan. Interpretasi penilaian jika jawaban Ya nilainya 1 dan jika Tidak
nilainya 0.

c. Kuesioner C (Lampiran 5)
Kuesioner ini terkait dengan adanya gangguan proses makan di mulut anak,
terdapat 10 pertanyaan. Interpretasi penilaian jika jawaban Ya nilainya 1 dan jika
Tidak nilainya 0.

d. Kuesioner D (Lampiran 6)
Kuesioner ini terkait dengan adanya gangguan psikologis pada anak, terdapat 10
pertanyaan. Interpretasi penilaian jika jawaban Ya nilainya 1 dan jika Tidak
nilainya 0.

e. Kuesioner E (Lampiran 7)
Kuesioner ini terkait dengan sulit makan pada anak, terdapat 10 pertanyaan.
Interpretasi penilaian jika jawaban Ya nilainya 1 dan jika Tidak nilainya 0.

4.6. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat izin untuk
melakukan penelitian di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada responden
dan pengukuran antropometri pada anak RA Tarbiyah Islamiyyah. Adapun
tahapan yang dilakukan oleh peneliti yaitu :
a. Peneliti mengajukan surat permohonan izin ke bagian akademis Prodi S1
Gizi Universitas MH. Thamrin setelah proposal penelitian mendapatkan
persetujuan dan telah disahkan oleh dosen pembimbing.
b. Peneliti menyerahkan surat pengantar dari Prodi ke Ketua Yayasan di RA
Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur bahwa yang bersangkutan akan
melakukan penelitian di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur.
c. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden untuk memberikan
penjelasan mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian.
d. Peneliti mempersilahkan calon responden untuk menandatangani lembar
pernyataan persetujuan ikut penelitian apabila bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini.
e. Peneliti memberikan penjelasan seputar penelitian yang dilakukan dan cara
pengisian kuesioner. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila
ada pertanyaan kuesioner yang belum jelas atau tidak paham.
f. Peneliti mengajukan kuesioner penelitian kepada responden yang dipilih
sebagai sampel penelitian setelah responden mengerti cara pengisian
kuesioner.
g. Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah terisi sesuai jawaban
responden.
h. Peneliti melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan pada anak
responden dan mengkategorikan status gizinya.
i. Peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden atas kerjasamanya sebegai
partisipan penelitian.

4.7.Teknik Analisa Data


Menurut Hastono (2017), agar analisis penelitian menghasilkan informasi
yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus
dilalui, yaitu editing, coding, processing dan cleaning.
a. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner
apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan
konsisten. Peneliti memeriksa kembali lembar kuesioner untuk mengetahui
pertanyaan sudah terjawab semua. Jika ada jawaban yang belum dijawab peneliti
melakukan konfirmasi ulang kepada responden.
b. Coding
Merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan. Peneliti menggunakan angka 0 dan 1 yang artinya 0 untuk ya sulit
makan dan 1 untuk tidak nsulit makan.
c. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang
sudah di-entry dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara
mengentry data dari kuesioner ke paket program komputer. Salah satu paket
program yang sudah umum digunakan untuk entry data adalah paket program
SPSS for Window.
d. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau
tidak. Peneliti akan melakukan pengecekan kembali untuk mengetahui adanya
kesalahan, kekurangan dan lain sebagainya.

4.8. Analisa Data


4.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran variabel dependen dan
independen (Hastono, 2007). Analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari nafsu makan berkurang, gangguan proses makan di mulut,
gangguan psikologis, kesulitan makan dan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah.

4.7.2. Analisis Bivariat


Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu
variabel bebas dan terikat (Hastono, 2007). Pada penelitian ini yaitu
menghubungkan antara variabel bebas yaitu nafsu makan berkurang, gangguan
proses makan di mulut, gangguan psikologis dengan variabel antara yaitu
kesulitan makan, kemudian menghubungkan variabel bebas yaitu nafsu makan
berkurang, gangguan proses makan di mulut, gangguan psikologis pada anak
prasekolah dengan variabel terikat yaitu status gizi (BB/TB) dan menghubungkan
variabel antara yaitu kesulitan makan dengan variabel terikat yaitu status gizi
(BB/TB). Untuk membuktikan hubungan penelitian tersebut dilakukan dengan uji
statistik Chi Square. Menurut Hastono (2017) tujuan dari uji Chi Square untuk
menguji perbedaan persentase antara dua atau lebih kelompok (sampel).
Dilihat dari segi datanya uji Chi Square dapat digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik (Hastono, 2017).
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square, karena
variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) pada penelitian ini
merupakan data kategorik, dengan batas kemaknaan alfa 0,05 dengan uji ini dapat
diketahui kemaknaan hubungan antara variabel independen dan dependen.
1. Bila nilai P value ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti adanya perbedaan yang bermakna
(signifikan).
2. Bila nilai P value > 0,05 Ho gagal ditolak, berarti tidak cukup untuk
mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).
BAB V
HASIL PENELITIAN

5. 1 Gambaran Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah yang berada di Jl.
Inerbang II RT. 002/03 Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta
Timur. Failitas sekolah terdapat 5 kelas yang terdiri dari 2 kelas A dan 3 kelas B,
ruang kelas yang cukup luas, aula untuk kegiatan olahraga dan mengaji, ruang
perpustakaan, ruang bermain outdoor beserta peralatannya , toilet dan jumlah
gurunya 8 orang. Lokasi penelitian jauh dari keramaian jalanan sehingga nyaman
dan tidak bising. Untuk melakukan proses belajar mengajar sekolah menggunakan
strategi, metode, materi dan bahan yang menarik agar mudah diikuti oleh anak-
anak.

5. 2 Analisis Univariat
5.2. 1 Faktor Penyebab Kesulitan Makan

Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab Kesulitan Makan Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Nafsu Makan Nafsu makan berkurang 28 48,3
Berkurang Nafsu makan baik 30 51,7
Total 58 100
Gangguan
Gangguan proses makan di mulut 6 10,3
Proses Makan
Proses makan di mulut normal 52 89,7
di Mulut
Total 58 100
Gangguan Gangguan psikologis 25 43,1
Psikologis Psikologis normal 33 56,9
Total 58 100

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi frekuensi faktor penyebab kesulitan


makan pada anak. Tabel tersebut menjelaskan bahwa responden yang mengalami
nafsu makan berkurang yaitu sebanyak 28 anak (48,3 %), gangguan proses makan
di mulut yaitu sebanyak 6 anak (10,3%) dan gangguan psikologis yaitu sebanyak
25 anak (43,1 %).
5.2. 2 Kesulitan Makan dan Status Gizi

Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Kesulitan Makan dan Status Gizi (BB/TB) Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Anak sulit makan 24 41,4
Kesulitan Makan Anak tidak sulit
34 58,6
makan
Total 58 100
Sangat Kurus 1 1,7
Kurus 10 17,2
Status Gizi Normal 41 70,7
Gemuk 6 10,3
Total 58 100
Kurus 11 19,0
Status Gizi
Normal 47 81,0
(Kategorik)
Total 58 100

Tabel 5.2 menunjukkan distribusi frekuensi kesulitan makan dan status gizi
(BB/TB) pada anak. Tabel tersebut menjelaskan bahwa responden yang
mengalami kesulitan makan yaitu sebanyak 24 anak (41,4 %). Responden yang
memiliki status gizi sangat kurus sebanyak 1 anak (1,7 %) dan kurus sebanyak 10
anak (17,2 %). Demi kepentingan analisa data variabel status gizi dibuat menjadi
dua kategori yaitu kurus untuk anak yang memiliki status gizi sangat kurus dan
kurus lalu normal untuk anak yang memiliki status gizi normal dan gemuk.
Responden yang memiliki status gizi kurus sebanyak 11 anak (19,0 %).
5. 3 Analisis Bivariat
5.3. 1 Hubungan Penyebab Kesulitan Makan (Nafsu Makan Berkurang)
dengan Status Gizi (BB/TB) pada Anak Prasekolah di RA Tarbiyah
Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.3.
Distribusi Nafsu Makan Berkurang dengan Status Gizi (BB/TB) Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Nafsu Makan Status Gizi


Berkurang Kurus Normal Total P Value
n % n % n %
Nafsu makan
berkurang 10 35,7 18 64,3 28 100
0,005
Nafsu makan normal 1 3,3 29 96,7 30 100

Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa anak yang mengalami nafsu makan berkurang
dan memiliki status gizi yang kurus sebanyak 10 anak (35,7 %) sedangkan anak
yang mengalami nafsu makan normal dan memiliki status gizi yang kurus
sebanyak 1 anak (3,3, %). Hasil uji hubungan tersebut tidak memenuhi syarat
untuk uji dengan menggunakan uji Chi Square karena terdapat 1 sel (25 %)
dengan nilai expected (E) kurang dari 5. Oleh karena itu digunakan uji alternatif
yaitu Fisher’s exact test, diperoleh p value 0,005 dimana nilai tersebut ≤ 0,05
artinya ada hubungan yang signifikan antara nafsu makan berkurang dengan status
gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur
Tahun 2019.
5.3. 2 Hubungan Penyebab Kesulitan Makan (Gangguan Proses Makan di
Mulut) dengan Status Gizi (BB/TB) pada Anak Prasekolah di RA
Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.4.
Distribusi Gangguan Proses Makan di Mulut dengan Status Gizi (BB/TB)
Pada Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur
Tahun 2019

Gangguan Proses Status Gizi


Makan di Mulut Kurus Normal Total P Value
n % n % n %
Gangguan proses
makan di mulut 4 66,7 2 33,3 6 100
Proses makan di mulut 0,006
7 13,5 45 86,5 52 100
normal

Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa anak yang mengalami gangguan proses
makan di mulut dan memiliki status gizi yang kurus sebanyak 4 anak (66,7 %)
sedangkan anak yang mengalami proses makan di mulut normal dan memiliki
status gizi yang kurus sebanyak 7 anak (13,5 %). Hasil uji hubungan tersebut
tidak memenuhi syarat untuk uji dengan menggunakan uji Chi Square karena
terdapat 2 sel (50 %) dengan nilai expected (E) kurang dari 5. Oleh karena itu
digunakan uji alternatif yaitu Fisher’s exact test, diperoleh p value 0,006 dimana
nilai tersebut ≤ 0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara gangguan
proses makan di mulut dengan status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA
Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
5.3. 3 Hubungan Penyebab Kesulitan Makan (Gangguan Psikologis) dengan
Status Gizi (BB/TB) pada Anak Prasekolah di RA Tarbiyah
Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.5.
Distribusi Gangguan Psikologis dengan Status Gizi (BB/TB) Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019
Status Gizi
Gangguan Psikologis Kurus Normal Total P Value
n % n % n %
Gangguan psikologis 7 28,0 18 72,0 25 100
Psikologis normal 4 12,1 29 87,9 33 100 0,128

Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa anak yang mengalami gangguan psikologis
dan memiliki status gizi yang kurus sebanyak 7 anak (28,0 %) sedangkan anak
yang mengalami psikologis normal dan memiliki status gizi yang kurus sebanyak
4 anak (12,1 %). Hasil uji hubungan tersebut tidak memenuhi syarat untuk uji
dengan menggunakan uji Chi Square karena terdapat 1 sel (25 %) dengan nilai
expected (E) kurang dari 5. Oleh karena itu digunakan uji alternatif yaitu Fisher’s
exact test, diperoleh p value 0,128 dimana nilai tersebut > 0,05 artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara gangguan psikologis dengan status gizi (BB/TB)
pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
5.3. 4 Hubungan Faktor Penyebab Kesulitan Makan (Nafsu Makan
Berkurang) dengan Kesulitan Makan pada Anak Prasekolah di RA
Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.6.
Distribusi Nafsu Makan Berkurang dengan Kesulitan Makan Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019
Kesulitan Makan
Total
Nafsu Makan Anak sulit Anak tidak P Value
Berkurang makan sulit makan
n % n % n %
Nafsu makan berkurang 21 75,0 7 25,0 28 100
Nafsu makan normal 3 10,0 27 90,0 30 100 0,000

Pada Tabel 5.6 terlihat bahwa anak yang mengalami nafsu makan berkurang
dan sulit makan sebanyak 21 anak (75,0 %) sedangkan anak yang mengalami
nafsu makan normal dan sulit makan sebanyak 3 anak (10,0 %). Hasil Uji Chi
Square didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan nilai p ≤ 0,05 artinya bahwa
ada hubungan yang signifikan antara nafsu makan berkurang dengan kesulitan
makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun
2019.
5.3. 5 Hubungan Faktor Penyebab Kesulitan Makan (Gangguan Proses
Makan di Mulut) dengan Kesulitan Makan pada Anak Prasekolah di
RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.7.
Distribusi Gangguan Proses Makan di Mulut dengan Kesulitan Makan Pada
Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019
Kesulitan Makan
Total
Gangguan Proses Anak sulit Anak tidak P Value
Makan Di Mulut makan sulit makan
n % n % n %
Gangguan proses makan
4 66,7 2 33,3 6 100
di mulut
0,187
Proses makan di mulut 20 38,5 32 61,5 52 100
normal

Pada Tabel 5.7 terlihat bahwa anak yang mengalami gangguan proses
makan di mulut dan sulit makan sebanyak 4 anak (66,7 %) sedangkan anak yang
mengalami proses makan di mulut normal dan sulit makan sebanyak 20 anak
(38,5 %). Hasil uji hubungan tersebut tidak memenuhi syarat untuk uji dengan
menggunakan uji Chi Square karena terdapat 2 sel (50 %) dengan nilai
expected
(E) kurang dari 5. Oleh karena itu digunakan uji alternatif yaitu Fisher’s exact
test, diperoleh p value 0,187 dimana nilai tersebut > 0,05 artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara gangguan proses makan di mulut dengan
kesulitan makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur
Tahun 2019.
5.3. 6 Hubungan Faktor Penyebab Kesulitan Makan (Gangguan Psikologis)
dengan Kesulitan Makan pada Anak Prasekolah di RA Tarbiyah
Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.8.
Distribusi Gangguan Psikologis dengan Kesulitan Makan Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019
Kesulitan Makan
Gangguan Psikologis Anak sulit Anak tidak Total
makan sulit makan P Value
n % n % n %
Gangguan psikologis 15 60,0 10 40,0 25 100
Psikologis normal 9 27,3 24 72,7 33 100 0,025

Pada Tabel 5.8 terlihat bahwa anak yang mengalami gangguan psikologis
dan sulit makan sebanyak 15 anak (60,0) sedangkan anak yang mengalami
psikologis normal dan sulit makan sebanyak 9 anak (27,3 %). Hasil Uji Chi
Square didapatkan nilai p = 0,025 yang menunjukkan nilai p ≤ 0,05 artinya bahwa
ada hubungan yang signifikan antara gangguan psikologis dengan kesulitan
makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyah Jakarta Timur Tahun
2019.
5.3. 7 Hubungan Kesulitan Makan dengan Status Gizi (BB/TB) pada Anak
Prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019

Tabel 5.9.
Distribusi Kesulitan Makan dengan Status Gizi (BB/TB) Pada Anak
Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019
Status Gizi
Kesulitan Makan Kurus Normal Total P Value
n % n % n %
Anak sulit makan 10 41,7 14 58,3 24 100
Anak tidak sulit makan 1 2,9 33 97,1 34 100 0,000

Pada Tabel 5.9 terlihat bahwa anak yang mengalami sulit makan dan
memiliki status gizi kurus sebanyak 10 anak (41,7 %) sedangkan anak yang
mengalami tidak sulit makan dan memiliki status gizi kurus sebanyak 1 anak (2,9
%). Hasil uji hubungan tersebut tidak memenuhi syarat untuk uji dengan
menggunakan uji Chi Square karena terdapat 1 sel (25 %) dengan nilai
expected
(E) kurang dari 5. Oleh karena itu digunakan uji alternatif yaitu Fisher’s exact
test, diperoleh p value 0,000 dimana nilai tersebut ≤ 0,05 artinya ada hubungan
yang signifikan antara kesulitan makan dengan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.
BAB VI
PEMBAHASA
N

6.1 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian yang peneliti alami selama berada di lapangan yaitu
kurang waktu yang diberikan oleh pihak sekolah, karena pengambilan data
berlangsung ketika sekolah mengadakan rapat tahunan kegiatan sekolah untuk
orang tua murid baru. Sehingga peneliti tidak bisa mewawancarai seluruh orang
tua murid. Kemudian pengisian kuesioner saat orang tua murid juga sedang
berdiskusi mengenai tugas yang diberikan oleh pihak sekolah, yang
memungkinkan beberapa orang tua tidak mendengarkan dengan baik penjelasan
dan arahan yang dijelaskan oleh peneliti. Hal ini mengakibatkan pengisian
identitas kuesioner ada yang tidak terisi dan ada beberapa pertanyaan yang tidak
terisi pula, sehingga peneliti harus mendatangi dan menanyakannya lagi agar
seluruh kuesioner dapat terisi lengkap. Lalu terdapat beberapa orang tua yang
tidak ikut rapat sehingga peneliti melakukan cara alternatif dengan memberikan
kuesioner pada pihak sekolah untuk diberikan kepada orang tua murid.
Penelitian ini menggunakan dua kali analisa, analisa dengan variabel
dependen dan analisa dengan variabel antara. Penelitian tersebut masih jarang
dilakukan sehingga masih ada beberapa perbandingan analisa yang belum ada
penelitiannya. Kemudian kuesioner bersifat sensitif artinya ada beberapa
pertanyaan yang dapat menimbulkan kesalah pahaman bagi orang tua sehingga
dikahawatirkan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
6.2 Analisis Hasil Penelitian
6.2. 1 Distribusi Frekuensi Nafsu Makan Berkurang
Hasil penelitian yang dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah menunjukkan
bahwa 48,3 % anak mengalami nafsu makan berkurang. Hal tersebut didukung
oleh penelitian Nurjannah (2013) bahwa sekitar 44,0 % anak yang mengalami
nafsu makan berkurang. Menurut Sunarjo (2009) menyatakan bahwa kesulitan
makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin meningkat
berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan lingkungan, mereka lebih
mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi baik yang akut maupun yang
menahun, infestasi cacing dan sebagainya.

6.2. 2 Distribusi Frekuensi Gangguan Proses Makan di Mulut


Hasil penelitian yang dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah menunjukkan
bahwa 10,3 % anak mengalami gangguan proses makan di mulut. Hal tersebut
didukung oleh penelitian Nurjannah (2013) bahwa sekitar 32,0 % anak yang
mengalami gangguan proses makan di mulut. Menurut Judarwanto (2010)
menyatakan bahwa ganguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa
gangguan mengunyah makanan. Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah
keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum
bisa makan nasi saat usia 1 tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau
sayur berserat seperti kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat
tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan
bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk
makan bahan makanan yang keras seperti kerupuk atau biskuit tidak terganggu
karena hanya memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik
mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah
secara tidak sengaja. Menurut Palmer dan Horn yang dikemukakan Rusilanti et. al
(2015) menyatakan bahwa kerusakan pada gigi atau ketidaksempurnaan gigi,
yaitu tanggal, akan menyulitkan anak mengunyah atau mengigit makanan dan
anak merasa sakit pada giginya sehingga segan untuk makan.
6.2. 3 Distribusi Frekuensi Gangguan Psikologis
Hasil penelitian yang dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah menunjukkan
bahwa 43,1 % anak mengalami gangguan psikologis. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Aizah (2012) bahwa gangguan psikologis meliputi aturan makan yang
ketat (37,5 %), ibu suka memaksakan kehendak (20,8 %) dan hubungan anggota
keluarga yang tidak harmonis (16,6 %). Menurut Judarwanto (2010) menyatakan
bahwa gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan
makan pada anak. Gangguan psikologis bisa dianggap sebagai penyebab bila
kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang
dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan
makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan
pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama
dengan psikiater atau psikolog.

6.2. 4 Distribusi Frekuensi Kesulitan Makan


Hasil penelitian yang dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah menunjukkan
bahwa 41,4 % anak mengalami kesulitan makan. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Nurjannah (2013) bahwa hanya sekitar 32,0 % anak yang mengalami
kesulitan makan. Menurut Nurleni (2017) menyatakan bahwa masalah kesulitan
makan sering dihadapi baik oleh para orang tua, dokter maupun tenaga kesehatan
lain. Keluhan yang sering muncul adalah anak tidak mau makan, menolak makan,
proses makan yang terlalu lama, hanya mau minum saja, kalau diberi makan
muntah, mengeluh sakit perut, bahkan ada yang disuruh makan marah-marah
bahkan mengamuk. Keluhan-keluhan yang sering muncul pada anak menunjukan
tanda-tanda gangguan kesulitan makan.Sekitar 25%-40% anak dilaporkan
mengalami kesulitan makan.
Menurut Rahman (2016) menyatakan bahwa pada usia prasekolah, anak
memiliki perkembangan psikis menjadi balita yang lebih mandiri, autonomi, dapat
berinteraksi dengan lingkungannya serta dapat lebih mengekspresikan emosinya.
Luapan emosi yang biasa terjadi pada anak berusia 3-5 tahun berupa
temperatantrum, yaitu mudah marah, menangis, atau menjerit saat anak tidak
merasa nyaman. Anak usia tersebut juga cenderung senang bereksplorasi dengan
hal-hal baru. Sifat perkembangan yang khas terbentuk ini turut mempengaruhi
pola makan anak. Hal tersebut menyebabkan anak terkadang bersikap terlalu
pemilih, misalnya cenderung menyukai makanan ringan sehingga menjadi
kenyang dan menolak makan saat jam makan utama. Anak juga sering rewel dan
memilih bermain saat orang tua menyuapi makanan. Gangguan pola makan yang
terjadi jika tidak segera diatasi dapat berkembang menjadi kesulitan makan

6.2. 5 Distribusi Frekuensi Status Gizi (BB/TB)


Hasil penelitian yang dilakukan di RA Tarbiyah Islamiyyah menunjukkan
bahwa anak yang memiliki status gizi sangat kurus sebanyak 1 anak (1,7 %) dan
kurus sebanyak 10 anak (17,2 %). Hal tersebut didukung oleh penelitian
Wijayanti (2018) bahwa hanya 38,4 % anak usia prasekolah dengan status gizi
yang kurus, ini menunjukkan anak yang memiliki status gizi kurus lebih sedikit
dibandingkan yang memiliki status gizi normal. Keadaan gizi seseorang dapat
dikatakan baik bila terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan
perkembangan mental intelektual. Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi zat gizi dalam
makanan, program pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan makan,
pemeliharaan kesehatan, daya beli keluarga, lingkungan fisik dan sosial
(Proverawati et. al, 2010).
Pengukuran gizi pada anak prasekolah menggunakan indikator Z-score
dimana peneliti menggunakan berat badan dibandingkan dengan tinggi badan
(BB/TB). Berdasarkan pengukuran sebagian besar anak memiliki status gizi yang
normal sejumlah 70,7%. Pada anak prasekolah anak masih sangat tergantung pada
pengasuhnya, sehingga makanan yang diberikan akan cenderung sama dengan
pengasuh. Apabila menu makanan yang disajikan keluarga memenuhi kebutuhan
nutrisi anak, maka anak juga akan dapat tumbuh dengan normal. Anak lebih
menyukai keteraturan dalam kehidupan sehari-hari dimana anak suka makan
sesuai dengan waktu keluarga (Utama, 2014).
6.2. 6 Hubungan Nafsu Makan Berkurang dengan Status Gizi (BB/TB)
Pada Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur.
Menurut Trisnaputri (2018), perilaku makan anak dapat diklasifikasikan
menjadi dua golongan besar, yakni (1) Penyuka Makanan (Food Approach) yaitu
suatu kondisi dimana anak menyukai makanan atas dasar ketertarikan pada
makanan (enjoyment of food), keinginan untuk selalu makan (food
responsiveness), keinginan untuk selalu minum (desire to drink), dan perasaan
atau emosi (takut, terganggu, marah, atau senang) ketika sedang makan
(emotional overeating). (2) Penghindar Makanan (Food Avoidant) yaitu suatu
kondisi dimana anak kurang tertarik terhadap makanan atas dasar nafsu makan
yang rendah, mudah terasa kenyang (satiety responsiveness), berkurangnya
kecepatan saat makan (slowness in eating), dimana biasanya anak membutuhkan
waktu lebih dari 30 menit untuk menghabiskan makanannya, asupan makanan
yang berkurang berkaitan dengan emosional saat sedih, marah, dan lelah
(emotional endereating), serta menolak jenis makanan baru dan hanya menyukai
jenis makanan tertentu (food fussiness).
Analisis dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Fisher
Exact Test yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara nafsu makan
berkurang dengan status gizi (BB/TB) dengan p value = 0,005 (0,005 ≤ 0,05).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rezki (2009)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan
status gizi anak balita keluarga nelayan di Kelurahan Pontap Kecamatan Wara
Timur Kota Palopo. Dalam hal ini semakin baik pola makannya maka semakin
baik status gizi balita, sebaliknya semakin kurang pola makannya maka semakin
kurang pula status gizi balita. Ketidakseimbangan gizi pada balita menyebabkan
balita jatuh dalam keadaan status gizi kurang. Status gizi kurang sering terjadi
pada usia bawah lima tahun (balita) karena merupakan usia rawan kelainan gizi.
Balita gizi kurang pada awalnya ditandai oleh adanya gejala sulit makan,
iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia, dan berat badannya tidak bertambah
secepat balita lain seusianya. Gejala tersebut sering kali tidak diperhatikan, bila
berjalan lama akan menyebabkan berat badan anak tidak meningkat atau bila
ditimbang hanya meningkat 200 gram setiap bulan. Padahal idealnya balita sehat
peningkatannya diatas 500 gram perbulan (Shanti, 2015).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnaputri
(2018) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
perilaku makan balita dengan status gizi di Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo
dengan p value = 0,670. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini jumlah balita
penghindar makanan yang status gizinya normal dan kurang hampir sebanding
dengan balita penyuka makanan yang status gizinya normal dan kurang. Sehingga
kurang menggambarkan adanya perbedaan antara balita penghindar makanan dan
penyuka makanan dengan status gizi. Nafsu makan berkurang tidak hanya
menjadi faktor utama dari penentuan status gizi seseorang, ini dikarenakan ada
faktor lain yang mempengaruhi status gizi seseorang. Tidak semua yang nafsu
makannya berkurang memiliki status gizi kurang, adapula nafsu makannya baik
tetapi status gizinya kurang.
Status gizi kurang dan status gizi buruk terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial meliputi karbohidrat, lemak,
protein, mineral, dan vitamin. Pemberian gizi yang baik merupakan hal yang
penting, sebab gizi yang tidak seimbang / gizi buruk serta derajat kesehatan yang
rendah akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh cukup memperoleh zat-
zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Trisnaputri, 2018). Anak dengan status gizi
kurang umumnya berasal dari keluarga yang tergolong berpenghasilan kurang hal
ini akan mempengaruhi status gizi anak. Sesuai dengan teori (Jamal, 2008) bahwa
pendapatan yang kurang menyebabkan tidak sanggupnya menyediakan makanan
yang bergizi, hal ini akan mempengaruhi status gizi anak. Menurut Irianto (2007)
hanya 37% orang tua di Indonesia yang mengerti tentang pentingnya gizi bagi
anak, sehingga hanya sedikit para orang tua yang memberikan asupan makanan
bergizi pada anak. Hal ini dikarenakan pada suatu keluarga yang pendidikan dan
tingkat pendapatannya rendah belum dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan
baik, karena tidak jarang keluarga seperti ini hanya satu minggu bahkan satu
bulan sekali mengkonsumsi makanan yang tergolong gizi baik. Hal inilah yang
menyebabkan meskipun perilaku makan anak tergolong baik (penyuka makanan)
namun status gizi yang dimiliki tergolong kedalam status gizi buruk / kurang.

6.2. 7 Hubungan Gangguan Proses Makan di Mulut dengan Status Gizi


(BB/TB) Pada Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur.
Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan makanan
dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem
syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila terdapat kelainan
atau penyakit pada unsur organik tersebut pada umumnya akan disertai dengan
gangguan atau kesulitan makan (Sunarjo, 2009). Kondisi status kesehatan gigi
yang baik atau karies gigi yang rendah tentunya tidak menyulitkan proses
pengunyahan makanan, karena gigi geligi memegang peranan penting, sehingga
asupan zat-zat gizi berlangsung lebih baik, sesuai dengan kebutuhan tubuh
(Junaidi, 2014). Gigi yang sakit akan mempengaruhi status gizi melalui
mekanisme terganggunya fungsi pengunyahan. Anak yang mengalami karies gigi
fungsi pengunyahannya akan terganggu, sehingga akan berpengaruh terhadap
asupan zat gizi dan status gizinya. Sebagian besar anak sekolah sangat suka
makanan yang manis, lunak, melekat (bersifat kariogenik) dan makanan yang
bentuknya menarik. Terjadi peningkatan konsumsi makanan-makanan kariogenik
yang sebagian besar mengandung gula, sehingga sulit bagi anak untuk
menghindari konsumsi gula yang banyak (Rahmawati, 2015).
Analisis dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Fisher
Exact Test yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan proses
makan di mulut dengan status gizi (BB/TB) dengan p value = 0,006 (0,006 ≤
0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasiwi
(2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara gangguan
pengunyahan dengan status gizi anak. Hal ini dapat terjadi karena tingginya angka
anak dengan karies gigi menggambarkan tingginya status gizi anak yang
mengarah pada status gizi kurang dan buruk. Karies gigi dapat mempengaruhi
nafsu makan dan intake gizi sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi anak. Anak-anak
yang frekuensi makanan jajanan
manisnya tinggi memiliki tingkat keparahan karies gigi yang berat. Semakin
rendah indeks karies gigi pada anak, maka status gizinya akan semakin baik.
Karies gigi menyebabkan terganggunya fungsi pengunyahan (mastikasi) yang
dapat mempengaruhi asupan makan dan status gizi (Rahmawati, 2015).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri et. al
(2017) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara karies gigi dengan
status gizi anak prasekolah. Hal ini terjadi karena pada penelitian sebelumnya
orang tua tetap memantau kebersihan gigi dan mulut anak dengan cara
membiasakan menggosok gigi sehingga gigi dan mulutnya tetap terjaga
kebersihannya. Gigi rusak pada anak prasekolah yang belum parah tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan serta konsumsinya (Putri, 2017). Walaupun
tidak berbahaya, namun tidak tertanganinya gigi berlubang pada anak akan
berlanjut sampai dengan remaja bahkan dewasa. Gigi berlubang akan menyerang
gigi permanen sebelum gigi tersebut berhasil menembus gusi.Dan sampailah pada
karies gigi dengan tingkat keparahan yang tinggi. Saat inilah anak akan mulai
menurunkan konsumsimakan, dikarenakan ketidaknyaman sertarasa sakit saat
mengunyah (Arisman, 2004).

6.2. 8 Hubungan Gangguan Psikologis dengan Status Gizi (BB/TB) Pada


Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur.
Menurut Mandasari (2010), status gizi yang dipengaruhi oleh masukan zat
gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga khususnya ibu berhubungan dengan
tumbuh kembang anak. Karakteristik ibu turut menentukan keadaan gizi anak.
Menurut Putri (2012) perilaku orang tua khususnya ibu dalam konsumsi makanan
sehat memiliki peran penting dalam membentuk perilaku makan sehat pada anak,
ibu memberikan pengaruh lebih kuat, namun pemberian contoh orang tua
terhadap anak akan semakin menurun seiring semakin meningkat usia anak hal ini
dikarenakan semakin meningkat usia anak maka semakin berkembang
kemampuannya untuk memilih makanan yang sehat bagi dirinya. Menurut Aizah,
S. (2009) menyatakan bahwa tekanan yang dilakukan oleh orang tua agar anak
mau makan atau menghabiskan makanannya akan menganggu psikologis anak,
dimana anak akan merasa bahwa aktivitas makan adalah aktivitas yang tidak
menyenangkan, sehingga anak dapat kehilangan nafsu makannya. Aktivitas
makan anak haruslah menyenangkan tanpa tekanan yang diberikan.
Analisis dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Fisher Exact
Test yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara gangguan psikologis
dengan status gizi (BB/TB) dengan p value = 0,128. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Warso (2017) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita di Puskesmas
Jetis II Kabupaten Bantul dengan p value = 0,583. Hal ini terjadi karena pola
pengasuhan ibu dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur ibu, latar
belakang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak dan lain sebagainya
(Suparyanto, 2010). Pada penelitian yang telah dilakukan sebagian besar ibu
bekerja sebagai ibu rumah tangga yang artinya dalam mengurus anak sehari-hari
ibu yang melakukan dan rata-rata umur ibu berada diatas 25 tahun, hal ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Warso (2017). Menurut Haska (2013)
menyatakan bahwa umur orang tua terutama ibu berkaitan dengan pengalaman ibu
dalam mengasuh anak. Seorang ibu yang masih muda kemungkinan kurang
memiliki pengalaman dalam mengasuh anak sehingga dalam merawat anak
didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Sehingga dalam pemberian
makan walau dengan cara yang keras, ibu tetap akan membuat anak agar tetap
makan meskipun anak akan melawan atau sulit untuk diberikan makan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang lakukan oleh Yoga et. al (2010),
yang menyebutkan bahwa balita yang memperoleh pola asuh kurang baik dari ibu
lebih banyak yang mengalami status gizi kurang dibandingkan balita yang
memperoleh pola asuh baik dari keluarganya. Artinya ibu yang lebih perhatian
terhadap pemberian makan balita lebih memungkinkan balita memiliki status gizi
yang baik pula. Menurut Nakita (2010) anak balita sangat membutuhkan perhatian
dan kasih sayang dari seorang ibu, salah satunya adalah pola konsumsi makannya.
6.2. 9 Hubungan Nafsu Makan Berkurang dengan Kesulitan Makan Pada
Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur.
Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang
melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga, khususnya
ibu. Jika dilihat dari segi gizi anak, makan merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai
keperluan metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
hidup, mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Di
samping itu, makan merupakan pendidikan agar anak terbiasa kebiasaan makan
yang baik dan benar dan juga untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan bagi
anak maupun bagi pemberinya terutama ibu (Sunarjo, 2009).
Analisis hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi
Square yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara nafsu
makan berkurang dengan kesulitan makan dengan p value = 0,000 (0,000 ≤ 0,05).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah
(2013) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara nafsu makan
berkurang dengan terjadinya sulit makan pada anak dengan p value = 0,000.
Menurut Nurjannah (2013) kesulitan makan pada anak memang sering terjadi
pada anak balita dan ini merupakan masalah yang sering dialami orang tua atau
pengasuh anak, tetapi hal ini jika dibiarkan dapat menggagu kesehatan anak.
Apabila sulit makan pada anak tidak segera diatasi, maka mengganggu tumbuh
kembang anak. Biasanya orang tua seringkali mengambil jalan pintas untuk
mengatasi asupan gizi yang kurang karena anak sulit makan, dengan memberikan
suplemen vitamin penambah nafsu makan padahal tindakan tersebut tidak selalu
tepat. Dimana orang tua sebaiknya selalu memberikan perhatian khusus tentang
makanan anak. Interakasi tidak ditentukan oleh seberapa lama orang tua
berinteraksi dengan anak tetapi lebih ditentukan dari kualitas interaksi tersebut
yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk
memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa kasih sayang.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Aizah (2009)
bahwa hasil penelitiannya menunjukkan kesulitan makan disebabkan karena anak
senang mengkonsumsi makanan ringan yaitu sebesar 75%. Hal ini didukung
dengan hasil pengamatan peneliti di tempat penelitian bahwa banyak ditemukan
anak usia prasekolah yang senang mengkonsumsi makanan ringan sehingga anak
merasa kenyang ketika waktunya makan.

6.2. 10 Hubungan Gangguan Proses Makan di Mulut dengan Kesulitan


Makan Pada Anak Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur.
Menurut Judarwanto (2010) Penyebab sulit makan secara umum sangat
luas dan bervariasi. Bila dikelompokkan dalam penggolongan utama penyebab
paling sering adalah hilangnya nafsu makan, diikuti gangguan proses makan.
Sedangkan faktor psikologis yang dulu dianggap sebagai penyebab utama,
mungkin saat mulai ditinggalkan atau sangat jarang. Penyebab sulit sangat banyak
dan bervariasi. Semua gangguan fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa
adanya kelainan fisik,maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan
makan pada anak. Jika bayi atau anak menunjukkan gangguan yang berhubungan
dengan makan atau pemberian makan akan segera mengundang kekawatiran ibu.
Keluhan yang biasa disampaikan berbagai macam di antaranya (Sunarjo, 2009).
Analisis dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Fisher
Exact Test yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
gangguan proses makan di mulut dengan kesulitan makan dengan p value = 0,187
(0,187 > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Susilo (2016) yang menyatakan tidak ada hubungan antara gangguan proses
makan dengan picky eater dengan p value = 0,081. Ini terjadi karena proporsi
anak yang tidak terdapat gangguan proses makan di mulut baik yang sulit makan
dan tidak sulit makan lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang terdapat
gangguan proses makan di mulut. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, anak
yang sulit makan lebih banyak terjadi karena mereka hanya ingin memakan
makanan yang sama setiap hari. Sehingga meskipun anak mengalami sulit makan
tetapi bukan disebabkan oleh gangguan proses makan di mulut. Penelitian di
Amerika menemukan empat pola makan pada anak yaitu (1) menolak makan; (2)
meminta jenis makanan tertentu ; (3) makan hanya sedikit ; (4) picky. Terdapat
enam situasi makan yang merupakan bagian dari dinamika tumbuh kembang anak
yang normal yaitu (1) food jag (makan hanya satu jenis makanan) ; (2) food
strikers (menolak apa yang disajikan dan minta makanan yang lain) ; (3) tv habbit
(akan makan bila menonton televisi) ; (4) the complainers (selalu mengeluh apa
yang disajikan) ; (5) white food diet (hanya makan yang berwarna putih seperti
roti, kentang, makaroni atau nasi saja) ; dan (6) takut mencoba makanan baru
(Sudjatmoko, 2011).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Nurjannah (2013) yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara gangguan proses makan di mulut dengan terjadinya sulit makan pada anak
dengan p value = 0,000. Menurut Nurjannah (2013) terjadinya gangguan proses
makan di mulut dikarenakan terjadinya keterlambatan anak dalam memproses
makanan yang bertekstur keras atau berserat. Banyak fenomena yang terjadi di
lapangan terhadap pemberian makanan yang tidak disesuaikan dengan umur balita
yang mengakibatkan kembung, gangguan fungsi saluran cerna dan radang
tenggorokan, ini yang mengakibatkan anak akan lebih sulit menelan makanan
yang bertekstur keras dan berserat. Kebanyakan balita hanya mau memakan
makanan yang bertekstur lembut sehingga membuatnya mudah untuk ditelan
Markowitz & Mc Cormick (2013) menyatakan bahwa seorang anak yang
memiliki perilaku sulit makan akan lebih selektif terhadap beberapa makanan
terkait tekstur, bau dan penampakannya.

6.2. 11 Hubungan Gangguan Psikologis dengan Kesulitan Makan Pada Anak


Prasekolah Di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur.
Judarwanto (2010) menjelaskan gangguan psikologis dahulu dianggap
sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak. Gangguan psikologis bisa
dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan
masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka
gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang
sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh
orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog.
Berdasarkan hasil penelitian Aizah (2009) mengenai faktor penyebab
kesulitan makan pada anak usia sekolah menyatakan bahwa yang termasuk
kedalam gangguan psikologis dapat terjadi oleh karena: aturan makan yang ketat
atau berlebihan terhadap anak, ibu suka memaksa kehendak terhadap anak,
hubungan anggota keluarga tidak harmonis dan anak mengalami alergi pada
makanan.
Analisis hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Chi
Square yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gangguan
psikologis dengan kesulitan makan dengan p value = 0,025 (0,025 ≤ 0,05). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Loka (2018) yang
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makan dengan
perilaku sulit makan dengan p value = 0,000. Hal ini dikarenakan anak
mempunyai perilaku sulit makan karena anak yang sering dipaksa untuk
menghabiskan makananya, dapat dilihat pada kuesioner perilaku sulit makan
tentang ibu memaksa anaknya untuk menghabiskan makanan yang seharusnya
orang tua tidak perlu memaksa anaknya karena hal tersebut akan membuat anak
merasa tidak nyaman dan berdampak pada pengalaman yang tidak menyenangkan
saat makan.
Menurut Aizah, S. (2009) menyatakan bahwa tekanan yang dilakukan
oleh orang tua agar anak mau makan atau menghabiskan makanannya akan
menganggu psikologis anak, dimana anak akan merasa bahwa aktivitas makan
adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, sehingga anak dapat kehilangan nafsu
makannya. Aktivitas makan anak haruslah menyenangkan tanpa tekanan yang
diberikan. Gangguan psikologis berhubungan dengan kesulitan makan pada anak,
dimana sikap orang tua dalam hubungannya dengan anak sangat menentukan
untuk terjadinya gangguan psikologis, misalnya bila hubungan antara orang tua
tidak harmonis, hubungan antar anggota keluarga lainnya tidak baik atau suasana
keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan atau emosi yang tinggi akan
mengakibatkan anak mengalami ketakutan, stres, kecemasan, tidak bahagia, atau
sedih. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa
membuat anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk
aktifitas makannya (Nurafriani, 2013).
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Nurjannah (2013)
yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan
psikologis dengan terjadinya sulit makan pada anak dengan p value = 0,311. Hal
ini terjadinya karena menurut Nurjannah (2013) gangguan pskologis bisa
dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan
masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka
gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang
sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh
orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog. orang tua sebaiknya selalu
memberikan perhatian khusus tentang makanan anak untuk memenuhi kebutuhan
tersebut yang dilandasi oleh rasa kasih sayang.

6.2. 12 Hubungan Kesulitan Makan dengan Status Gizi (BB/TB) pada Anak
Prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur.
Kesulitan makan merupakan salah satu dari permasalahan gangguan
makan. Ciri khas dari anak yang sulit makan adalah minimnya ketertarikan
terhadap menu makanan yang umum ataupun untuk mencoba makanan yang baru,
dikarenakan hanya tertarik terhadap menu makanan tertentu yang paling disukai
(Taylor et al, 2015) dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma et al
(2016) menyatakan bahwa balita yang berperilaku sulit makan memiliki status
gizi kurus lebih besar apabila dibandingkan dengan balita yang tidak berperilaku
sulit makan.
Analisis dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Fisher Exact
Test yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kesulitan
makan dengan status gizi (BB/TB) dengan p value = 0,000 (0,000 ≤ 0,05). Hasil
penelitian ini sejalan dengan Wijayanti (2018) yang menyebutkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara perilaku sulit makan dengan status gizi pada
anak prasekolah dengan p value = 0,002. Hal ini terjadi karena perilaku pemilihan
makan merupakan fase yang sering terjadi pada balita yang tidak selalu
menimbulkan masalah kesehatan atau sosial, namun perilaku pemilihan makan
yang terjadi secara ekstrem dapat berakibat buruk terhadap pertumbuhan,
timbulnya penyakit kronik, dan kematian. Perilaku pemilihan makan juga
menyebabkan anak kekurangan zat gizi mikro dan makro yang pada akhirnya
dapat mengganggu pertumbuhan fisik yang ditandai dengan kesulitan
meningkatnya berat badan, gangguan pertumbuhan kogn itif dan gizi buruk.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh penelitian Suryadi
(2018) yang menyatakan bahwa tida ada hubungan yang signifikan antara sulit
makan dengan status gizi. Hal ini dikarenakan status gizi tidak hanya dipengaruhi
oleh perilaku sulit makan saja namun status kesehatan dan keadaan infeksi juga
dapat mempengaruhi status gizi. Meskipun perilaku sulit makan berhubungan
langsung dengan asupan makan, namun anak yang tidak mendapatkan cukup
makanan dapat menyebabkan daya tahan tubuh melemah sehingga mudah
terserang infeksi begitu pula dengan anak yang mendapatkan cukup makanan
masih sering terkena diare sehingga menyebabkan status kesehatanya terganggu
dan dapat mempengaruhi status gizinya (Suryadi, 2018).
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Hardianti, Dieny, &
Wijayanti (2018) yang menyatakan bahwa kesulitan makan tidak berhubungan
dengan status gizi, hal ini terkait karena status gizi secara antropometri lebih
dipengaruhi asupan zat gizi makro (Arisman, 2008). Perilaku sulit makan sendiri
lebih cenderung menolak makanan pada suatu waktu namun akan memakan
makanan yang ditolaknya pada hari lain, sehingga perilaku tersebut dapat
menyeimbangkan kebutuhan zat gizi meskipun tidak dikonsumsi setiap hari dan
hal ini tetap memerlukan peranan orangtua (Suryadi, 2018). Hal tersebut di
dukung oleh penelitian Kusuma et. al (2016) walaupun anak yang sulit makan
memiliki status gizi baik tetapi konsumsi buah dan sayur yang kurang dapat
menyebabkan kekurangan gizi mikro pada anak.
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan faktor penyebab kesulitan
makan dengan status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Responden yang mengalami nafsu makan berkurang (48,3 %), mengalami
gangguan proses makan di mulut sebanyak (10,3 %), mengalami gangguan
psikologis (43,1 %), mengalami kesulitan makan (41,4 %), dan memiliki
status gizi kurus (19,0 %).
2. Ada hubungan yang signifikan antara nafsu makan berkurang dengan status
gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur
tahun 2019 menggunakan uji Fisher exact test dengan p value = 0,005.
3. Ada hubungan yang signifikan antara gangguan proses makan di mulut
dengan status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur tahun 2019 menggunakan uji Fisher exact test dengan p
value
= 0,006.
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan psikologis dengan
status gizi (BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur tahun 2019 menggunakan uji Fisher exact test dengan p value = 0,128.
5. Ada hubungan yang signifikan antara nafsu makan berkurang dengan
kesulitan makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta
Timur tahun 2019 dengan p value = 0,000.
6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan proses makan di mulut
dengan kesulitan makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur tahun 2019 menggunakan uji Fisher exact test dengan p
value
= 0,187.
7. Ada hubungan yang signifikan antara gangguan psikologis dengan kesulitan
makan pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur tahun
2019 dengan p value = 0,025.
8. Ada hubungan yang signifikan antara kesulitan makan dengan status gizi
(BB/TB) pada anak prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur
tahun 2019 menggunakan uji Fisher exact test dengan p value = 0,000.

7.2 Saran
7.2.1 Bagi Orang Tua Siswa
Memotivasi anak untuk nafsu makan dengan cara memberikan makanan
yang bervariasi seperti dengan makanan yang dibentuk gambar agar menarik atau
dengan memberikan makanan porsi kecil tetapi sering. Memodifikasi bentuk
makanan yang mudah dikunyah oleh anak. Orang tua lebih memperhatikan anak
ketika makan, menemaninya ketika makan dan tidak memarahi ketika anak susah
untuk makan.

7.2.2 Bagi RA Tarbiyah Islamiyyah


Memberikan edukasi kepada orang tua tentang makanan yang sehat dan
bergizi dengan cara mengadakan cooking class/fun cooking yang diikuti orang tua
dan anaknya. Membuat peraturan membawa bekal untuk anak dan mengajarkan
kepada anak-anak untuk makan bersama-sama temannya agar menyenangkan.
Mengadakan penyuluhan untuk orang tua tentang makanan dengan prinsip gizi
seimbang untuk anak.

7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan desain penelitian lain yang
dapat menggambarkan hubungan antara faktor penyebab kesulitan makan dengan
status gizi anak prasekolah. Mengubah cara pengambilan data dengan
mewawancarai secara langsung orang tua murid dan diisikan oleh peneliti karena
ada beberapa pertanyaan yang bersifat sensitif.
DAFTAR PUSTAKA

Aizah, Siti. (2009). Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Makan pada Anak


Prasekolah di Dusun Pagut Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota
Kediri. Jurnal Keperawatan Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, PT Gramedia Utama.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Arisman. (2008). Buku Ajar Ilmu Gizi : Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes RI. (2012). Kebutuhan Gizi Galita. Dirjen PPM & PLP.

Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta:


Trans Info Media.

Fitriani, F., Fatmalina F., & Rina M. (2009). Gambaran penyebab kesulitan
makan pada anak prasekolah usia 3-5 tahun di perumahan top amin
mulya jakabarang Palembang tahun 2009. Retrieved from
http://eprints.unsri.ac.id/58/3/Abstrak2.pdf.

Hardianti, R., Dieny, FF., Wijayanti, HS., (2018). Picky Eating Dengan Status
Gizi, Jurnal Gizi Indonesia.

Hardiyanti, R., Fillah F.D., & Hartanti S.W. (2018). Picky Eating dan Status Gizi
pada Anak Prasekolah. The Indonesian Journal of Nutrition, 6 (2).
Retrived from
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/view/18730.

Hariani, Mangsur M.N., & Nurhidayah. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan


dengan Kesulitan Makan pada Anak Usia 3-5 Tahun di TK Gowata Desa
Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis
Vol. 5 No. 6. Retrived from
ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/download/172/67/.

Hastono, Sutanto P. (2017). Analisa Data Pada Bidang Kesehatan. Depok: Raja
Grafindo Persada.

Hellyta, H. (2013). Pengaruh Gizi Ibu, Pola Asuh, dan Status Gizi Balita di Desa
Bojong Jengkul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Fakultas
Ekologi Manusia IPB Bogor.

Heryani, Reni. (2014). Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia Khusus Kesehatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Hidayat, A.A.A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
medika.

Judarwanto, W. (2010). Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. Jakarta: Puspa


Swara.

Juliana. (2010). Hubungan Sulit Makan Dengan Tingkat Pertumbuhan Pada Anak
Usia Prasekolah Di T.K Pertiwi Vi Pondok Labu Di Jakarta Selatan.
Retrived from
http://library.upnvj.ac.id/index.php?p=show_detail&id=5603.

Junaidi. (2014). Hubungan Keparahan Karies Gigi dengan Asupan Zat Gizi dan
Status Gizi Anak SD Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.
Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Karaki, K.B., Rina K., & Michael K. (2016). Hubungan Pola Asuh Ibu dengan
Perilaku Sulit Makan pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) di Taman
Kanak-kanak Desa Palelon Kec. Modoinding Minahasa Selatan. Jurnal
Keperawatan Volume 4 No. 1 Februari 2016. Retrived from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/10797.

Khasanah, N.A. (2014). Hubungan Sikap Ibu Tentang Kesulitan Makan dengan
Status Gizi Anak Usia Pra Sekolah (3-6 tahun) di Desa Wonosari Ngoro
Mojokerto. Jurnal Hospital Majapahit Vol. 6 No 1 Februari 2014.
Retrived from
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/view/4
2.

Kusuma, H., S., Bintanah, S., & Handarsari, E., (2016). Status Gizi Balita
Berbasis Status Pemilih Makan di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Semarang. The Third Research Collaquium

Kyle, Terri., & Carman, Susan. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Mandasari, N.F. (2010). Hubungan Karakteristik Ibu Dengn Status Gizi Balita di
Posyandu Kuncup Mekar Dusun Karanganyar Desa Banyubiru
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Skripsi.

Markowit G & Mc Cormick V. (2013). Beyond Picky Eating: Identifying When to


Get Concerned. Pediatric Nursing.

Mascola, A.J., Bryson S.W., & Agras W.S. (2010). Picky eating during
childhood: a longitudinal study study to age 11 years. Eating Behaviours,
Vol. 11, Issue 4.
Muharyani, W.P. (2012). Hubungan Praktik Pemberian Makan dalam Keluarga
dengan kejadian sulit makan pada populasi Balita Di Kelurahan Kuto
Batu Kota Palembang. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan program
Magister Keperawatan. Universitas Indonesia.

Nakita. (2010). Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta : PT Gramedia.

Nengsi, S. & Risma. (2017). Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi Kabupaten Poliwali
Mandar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 3 No. 1, Mei 2017.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan: Teori & Aplikasi. Jakarta:


Rineka Cipta.

Nurafriani. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesulitan Makan


Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di TK Perwanida Batu-Batu Kabupaten
Soppeng. STIKES Nani Hasanuddin Makassar. Retrived from :
http://library.stikesnh.ac.id/.

Nurjannah. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya picky


eater (sulit makan) pada anak balita di TK Negeri Pembina Kecamatan
Simpang Tiga Kabupaten Pidie tahun 2013. Retrived from
http://simtakp.uui.ac.id/dockti/NURJANNAH-nurjannah.pdf.

Nurleni. (2017). Pengaruh Edukasi Mengatasi Kesulitan Makan Pada Anak Usia
Prasekolah Terhadap Pengetahuan Ibu Dan Perubahan Perilaku Anak.
Retrived from http://repository.ump.ac.id/4255/.

Proverawati, Asfuah S. (2010). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika

Putri, M.I. (2015). Hubungan Kesulitan Makan dengan Tingkat Pertumbuhan


Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) Di TK-PAUD Desa Binangun
Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap. Retrived from
http://repository.ump.ac.id/3009/.

Putri, R.M., Neni M. & Wahidyanti R. (2017). Kaitan Karies Gigi dengan Status
Gizi Anak Pra Sekolah. Jurnal Keperawatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi. Malang. Vol. 5, No.1.

Rahayu, S. (2016). Gambaran Perilaku Picky Eater, Pola Makan dan Status Gizi
Anak Autis di SLB Negeri Semarang. Retrived from
http://eprints.ums.ac.id/43909/20/9%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.

Rahman, A.N.F. (2016). Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Sulit Makan
Pada Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Al-Ikhwah
Pontianak. Retrived from
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/21326.

Rahmawati, N. (2015). Karies Gigi dan Status Gizi Anak. Bagian Gizi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember.

Rezki Aprianti A. (2009). Hubungan Antara Pola Makan dengan Status Gizi
Anak Balita Keluarga Nelayan di Kelurahan Pontap Kecamatan Wara
Timur Kota Palopo. Makassar: UIN, 2009.

Rusilanti, Mutiara D., & Yeni Y. (2015). Gizi dan Kesehatan Anak Prasekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sasiwi, R. (2004). Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi
Anak di Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro. FKM-UNDIP.
Semarang.

Shanti, R., Nuzul Q. & Hanik E.N. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan
Kemampuan Mengatasi Kesulitan Makan Balita Usia 3-5 tahun dengan
Status Gizi Kurang. Jurnal Keperawatan Universitas Airlangga.

Sibagariang, E., Julianie., Rismalinda., & Nurzannah. (2010). Metodologi


Penelitian Untuk Mahasiswa Diploma Kesehatan. Jakarta: Trans Info
Media.

Sudjatmoko. (2011). Masalah Makan pada Anak. Journal of medicine Vol. 10 No.
1 Februari 2011 : hlm. 35 – 41.

Sumarni. (2015). Hubungan Picky Eater dengan Status Gizi pada Anak Usia
Toddler. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Bol. VIII, No. 2. September 2015.
Retrived from http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKep/article/view/8413.

Sunarjo. (2009). Kesulitan Makan Pada Anak, Jurnal Kesahatan Anak. Jakarta:
FKUI.

Supariasa. (2016). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Suparyanto. (2010). Konsep Pola Asuh Anak. Retrived from : http://dr-


suparyanto.blogspot.com/2010/0 7/konsep-pola-asuh-anak.html.

Suryadi, M.O.D. (2018). Hubungan Perilaku Picky Eater dengan Status Gizi
pada Balita di Desa Joho Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Susilo, D.H. (2016). Hubungan Gangguan Proses Makan dengan Picky Eater
pada Anak Balita. Jurnal Kebidanan Vol. III No. 2, Agustus 2016 : 85-
93.
Taylor, C., M., Wernimont, S., M., Northstone, K., & Emmet, P.,M. (2015).
Picky/Fussy Eating in Children. Review of Definitions, Assessment,
Prevalence and Dietary Intakes, Appetite, vol 95, page. 349-359

Telaumbanua, LK. (2013). Faktor-Faktor Yang Mmpengaruhi Sulit Makan Pada


Usia Prasekolah Di TK Islam Nurul Hikmah Bantar Gebang Bekasi.
Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia. Retrived
From https://ayurvedamedistra.files.wordpress.com/2015/08/faktor-
faktor-yang-mempengaruhi-sulit-makan-pada-usia-prasekolah.pdf.

Trisnaputri, C.S.R. (2018). Perbedaan Perilaku Makan Pada Anak Balita Status
Gizi Normal dan Kurang di Kelurahan Joho Kecamatan Mojolaban
Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Retrived from file:///D:/SKRIPSI/JURNAL/nafsu-makan-
dengan-Status-Gizi-anak.pdf

Utama, H. (2014). Penuntun Diet anak. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia : Jakarta

Warso, T.M & Menik S.D. (2017). Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi
pada Balita (0-59) di Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul. Jurnal
Kebidanan Universitas As’Aisyiyah. Yogyakarta.

Wibowo, A. (2014). Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta:


Rajagrafindo Persada.

Wijayanti, Fiki & Rosalina. (2018). Hubungan Perilaku Picky Eater dengan
Status Gizi pada Anak Pra Sekolah TK Islam Nurul Izzah Kecamatan
Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat Vol. 7 No. 2 Oktober, 2018. Retrived from :
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id.

Winarsho, E. (2009). Agar si kecil mau makan. Yogyakarta: In Azna Books.

Wirandoko, H,. I. (2007). Determinan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun Di
Puskesmas Tlogosari Wetan , Kecamatan Pedurungan, Semarang.
Thesis. Universitas Diponegoro

Yoga, T.W., Fairus, M., & Rahmayati. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Desa Way Gelang
Kecamatan Kota Agung Barat. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, Vol.
8 No. 1 Edisi Juni 2015, ISSN: 19779-469X.
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Persetujuan Setelah Penelitian

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Judul peneltian : Hubungan faktor penyebab kesulitan makan dengan status


gizi (BB/TB) pada anak prasekolsh di RA Tarbiyah Islamiyyah
Jakarta Timur Tahun 2019.
Saya Anin Indriani mahasiswa Universitas MH. Thamrin Jakarta dengan
NIM 122151007, bermaksud melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan kesulitan makan dengan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur tahun 2019. Kegiatan yang
akan dilakukan yaitu orang tua yang menjadi responden diminta untuk mengisi
form kuesioner yang berisi identitas responden, pertanyaan seputar nafsu makan
berkurang, gangguan proses makan di mulut, gangguan psikologis dan kesulitan
makan pada anak. Kemudian dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan
anak untuk mengetahui status gizinya. Peneliti membutuhkan waktu sekitar 3 jam
dari mulai pengisian kuesioner sampai pengukuran. Manfaat penelitian ini untuk
memperoleh informasi mengenai status gizi anak dan akan mendapatkan
konsultasi tentang status gizi anak.
Data yang diambil akan dipublikasikan secara terbatas dan identitas yang
dianggap penting akan dirahasiakan. Penelitian ini tidak menimbulkan bahaya
potensial untuk responden, karena penelitian ini tidak dilakukan intervensi apapun
melainkan hanya pengisian kuesioner dan pengukuran berat badan dan tinggi
badan. Keikutsertaan sebagai responden dalam hal ini bersifat sukarela dan berhak
untuk mengundurkan diri kapanpun tanpa menimbulkan konsekuensi yang
merugikan. Responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini akan
mendapatkan souvenir berupa kotak makan.
Bila terdapat hal-hal yang membutuhkan penjelasan, anda dapat
menghubungi peneliti :
No Hp : 082124966918
Alamat: Jl. Dukuh 1 RT 07/01 No. 10, Kramat Jati, Jakarta Timur.

66
Lampiran 2 : Pernyataan Persetujuan Ikut Penelitian

PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN


Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Nomor HP :
Telah membaca persetujuan dan penjelasan tentang penelitian yang akan
dilakukan oleh Anin Indriani mahasiswa Universitas MH. Thamrin Jakarta dengan
judul hubungan kesulitan makan dengan status gizi (BB/TB) pada anak
prasekolah di RA Tarbiyah Islamiyyah Jakarta Timur Tahun 2019.

Saya telah mengerti dan memahami manfaat dari penelitian yang akan dilakukan.
Dan responden penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh
karena itu saya (bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subjek
penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.
*) Coret salah satu

Jakarta,.........................2019
Peneliti, Responden,

(Anin Indriani) (..............................)


Saksi,

(.............................)
Lampiran 3 : Kuesioner A. Karakteristik Responden
No. Responden

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN


DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH
DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019
A. Karakteristik Responden
Petunjuk pengisian :
1. Isilah identitas anda secara lengkap dengan menuliskan pada tempat
yang tersedia.
2. Untuk identitas yang diberi tanda ** tidak perlu diisi.
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Bapak/Ibu
Umur Bapak/Ibu Alamat Bapak/Ibu

No. Handphone
Pekerjaan Pendidikan terakhir

SD
SMP
SMA
PT

IDENTITAS ANAK
Nama Anak Umur Anak Berat Badan** Tinggi Badan** Status Gizi**
Lampiran 4 : Kuesioner B. Nafsu Makan Berkurang
No. Responden

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN


DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH
DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

B. Kuesioner Nafsu Makan Berkurang


Petunjuk Pengisian :
1. Isilah jawaban dengan memberi tanda check list pada setiap item
pertanyaan yang paling tepat menurut anda.
2. Isilah pertanyaan berikut sesuai dengan kebiasaan anak dalam 2
minggu terakhir.
NAFSU MAKAN NO.BERKURANG Ya
Apakah anak sering tidak memakan makanan yang anda sajikan ?
Apakah anak 1. anda memuntahkan makanan jika anak tidak menyukai makanan tersebut?
Apakah anak anda menahan makanan yang dimakannya sampai beberapa jam ?
2. menghabiskan makanan yang dimakan jika tidak menyukai makanan ters
Apakah anak tidak
Apakah jika memakan makanan selalu ada sisa ? Apakah ketika anak sakit, anak tidak mau m
3. menepis makanan yang anda berikan
Apakah anak anda
jika tidak sesuai dengan kesukaannya ?
4.

5.
6.

7.

8. Apakah anakandalebihmemilihjajan/ngemil
dibandingkan dengan makan ?
Apakah anak lebih memilih bermain dibandingkan dengan makan ?
9.
Apakah anak makan kurang dari 3 kali sehari ?
10.Apakah anak menangis ketika ditawari makanan yang ibu masak ?
11.
Lampiran 5 : Kuesioner C. Gangguan Proses Makan di Mulut
No. Responden

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN


DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH
DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

C. Kuesioner Gangguan Proses Makan di Mulut


Petunjuk Pengisian :
1. Isilah jawaban dengan memberi tanda check list pada setiap item
pertanyaan yang paling tepat menurut anda.
2. Isilah pertanyaan berikut sesuai dengan kebiasaan anak dalam 2
minggu terakhir.
GANGGUAN PROSESNO. MAKAN DI MULUT Ya
Apakah anak anda
1. saat ini mengalami gangguan pada saat mengunyah ?
Apakah anak anda tidak dapat makan makanan yang terlalu keras ?
Apakah anak anda tidak dapat makan makanan seperti daging dan sayur yang berserat ?
Apakah anak anda2. sering sariawan sehingga anak anda sulit untuk makan ?
Apakah anak tidak mau makan apabila bukan makanan yang lembek/lunak ?
Apakah anak anda3. malas mengunyah makanan dalam mulut ?
4.
Apakah gigi anak ada yang tanggal (ompong) sehingga sulit mengunyah makanan ?
Apakahanakmengalamiinfeksipadakerongkongan (amandel) sehingga malas untuk menelan
5.
Apakah anak mengalami gusi bengkak sehingga malas untuk makan ?
6.

7.

8.

9.
Lampiran 6 : Kuesioner D. Gangguan Psikologis
No. Responden

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN


DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH
DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

D. Kuesioner Gangguan Psikologis


Petunjuk Pengisian :
1. Isilah jawaban dengan memberi tanda check list pada setiap item
pertanyaan yang paling tepat menurut anda.
2. Isilah pertanyaan berikut sesuai dengan kebiasaan bapak/ibu dan anak
dalam 2 minggu terakhir.

GANGGUAN NO.PSIKOLOGIS Ya Tidak


Apakah Ibu atau
1. Bapak tidak pernah makan bersama anak ?
Apakah Ibu atau
2. Bapak tidak pernah membujuk anak apabila tidak mau makan ?
Apakah Ibu atau Bapak tidak pernah menciptakan suasana yang baik pada anak saat mau makan ?
Apakah Ibu atau Bapak tidak memperhatikan waktu makan anak secara teratur ?
Apakah Ibu atau
3. Bapak suka memarahi anak jika tidak mau makan ?
4.
Apakah ada perlakuan khusus pada anak yang tidak mau makan ?
Apakah Ibu atau Bapak suka mengancam anak untuk harus menghabiskan makanannya ?
5. Bapak tidak memberi perhatian terhadap reaksi anak setiap makan ?
Apakah Ibu atau
6.

7.

8.
Lampiran 7 : Kuesioner E. Sulit Makan pada Anak
No. Responden

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR PENYEBAB KESULITAN MAKAN


DENGAN STATUS GIZI (BB/TB) PADA ANAK PRASEKOLAH
DI RA TARBIYAH ISLAMIYYAH
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2019

E. Kuesioner Sulit Makan Pada Anak


Petunjuk Pengisian :
1. Berilah tanda checklist (√) pada setiap item pertanyaan yang
jawabannya paling tepat menurut anda.
2. Isilah pertanyaan berikut sesuai dengan kebiasaan anak dalam 2
minggu terakhir.
Pertanyaan No Ya Tida
Anak selalu menolak
1. makanan yang diberikan Anak hanya mau memakan makanan yang dis
Ketika makan, anak
2. harus dipaksa membuka mulutnya
Anak makan dengan tidak bersemangat
Anak menghabiskan makanan dalam waktu yang sangat lama (±1 jam/porsi makan)
3. menelan makanan
Anak kesulitan dalam
Anak cepat bosan terhadap makananyang disajikan
Anak hanya mau memakan lauknya saja
Anak sering tidak4.menghabiskan makanannya Anak lebih banyak jajan dibandingkan makan
5.

6.
7.

8.
9.
10.
Lampiran 8 : Output
SPSS
Output SPSS

Hasil Analisis Univariat


Nafsu Makan Berkurang
Frequency 28 Percent 48,3 Valid Percent 48
Valid 30 51,7 51,7
Ya
58 100,0 100,0
Tidak Total

Gangguan Proses Makan di


Mulut
Frequency 6 Percent 10,3 Valid Percent 10
Valid 52 89,7 89,7
Ya
58 100,0 100,0
Tidak Total

Gang
guan
Psikol
ogis
Frequency 25 Percent 43,1 Valid Percent 43
Valid 33 56,9 56,9
Ya Tidak
58 100,0 100,0
Total

Kesuli
tan
Maka
n
Frequency 24 Percent 41,4 Valid Percent 41
Valid 34 58,6 58,6
Ya Tidak
58 100,0 100,0
Total

Kurus

Valid Sangat

73
Status Percent
Gizi
(BB/T Valid
B)
Percen
Freq
t Cumulative
u
Percen
e
t1
n
1,7
c
1,7
y
1,7

Kurus
17,2 17,2 19,
70,7 70,7
10
89,
10,3 10,3
Normal
100, 100, 100
41 0 0
Gemuk

6
Total

58

74
Hasil Analisis Bivariat

Nafsu Makan Berkurang*Status Gizi (BB/TB)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Nafsu Makan Berkurang
58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
* Status Gizi Kategorik

Nafsu Makan Berkurang * Status Gizi Kategorik Crosstabulation


Status Gizi Kategorik
KurusNormalTotal 101828
Nafsu Makan Berkurang YA Count 35,7%64,3%100,0%
% within Nafsu Makan Berkurang 12930
3,3%96,7%100,0%
TIDAK Count 114758
% within Nafsu Makan Berkurang 19,0%81,0%100,0%
Count
Total % within Nafsu Makan Berkurang

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,881a 1 ,002
Continuity Correctionb 7,886 1 ,005
Likelihood Ratio 11,077 1 ,001
Fisher's Exact Test ,002 ,002
Linear-by-Linear
9,711 1 ,002
Association
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,31.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk
Estimate
95% Confidence Interval
Lower Upper
Value
Odds Ratio for Nafsu Makan Norma 58
16,111
Berkurang (YA / TIDAK) l
For cohort Status Gizi Kategorik = N of
10,714
Kurus Valid
For cohort Status Gizi Kategorik = Cases
,665
1,899
136,6
76
1,464
78,38
,501
6

,883
Gangguan Proses Makan di Mulut*Status Gizi (BB/TB)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Gangguan Proses Makan
di Mulut * Status Gizi 58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Kategorik

Gangguan Proses Makan di Mulut * Status Gizi Kategorik Crosstabulation


Status Gizi Kategorik
Kurus Normal Total
Gangguan Proses Makan di Mulut
Count
YA 4 2 6
% within Gangguan Proses Makan di Mulut
66,7% 33,3% 100,0%
7 45 52
TIDAK Count 13,5% 86,5% 100,0%
% within Gangguan Proses Makan di Mulut Count 11 47 58
% within Gangguan Proses Makan di Mulut 19,0% 81,0% 100,0%
Total

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,908a 1 ,002
Continuity Correctionb 6,749 1 ,009
Likelihood Ratio 7,619 1 ,006
Fisher's Exact Test ,009 ,009
Linear-by-Linear
9,737 1 ,002
Association
N of Valid Cases 58
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,14.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confide
Value Lower
Odds Ratio for Gangguan Proses Makan di Mulut (YA / TIDAK) 12,857 1,972
For cohort Status Gizi Kategorik = Kurus For cohort Status Gizi Kategorik = Normal N of Valid Cases2,030
4,952
,385 ,124
58

77
Gangguan Psikologis*Status Gizi (BB/TB)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Gangguan Psikologis *
58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Status Gizi Kategorik

Gangguan Psikologis * Status Gizi Kategorik Crosstabulation


Status Gizi Kategorik
Kurus Normal Total
Gangguan PsikologisYA Count 7 18 25
% within Gangguan Psikologis 28,0% 72,0% 100,0%
4 29 33
TIDAK Count 12,1% 87,9% 100,0%
% within Gangguan Psikologis 11 47 58
Count 19,0% 81,0% 100,0%
Total % within Gangguan Psikologis

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2,334a 1 ,127
b
Continuity Correction 1,415 1 ,234
Likelihood Ratio 2,320 1 ,128
Fisher's Exact Test ,179 ,118
Linear-by-Linear
2,293 1 ,130
Association
N of Valid Cases 58
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,74.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confide
Value Lower
Odds Ratio for Gangguan Psikologis (YA / TIDAK) 2,819 ,722
of Valid Cases,759
For cohort Status Gizi Kategorik = Kurus For cohort Status Gizi Kategorik = Normal N2,310
,819 ,622
58
Nafsu Makan Berkurang*Kesulitan Makan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Nafsu Makan
58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Berkurang
* Kesulitan Makan

Nafsu Makan Berkurang * Kesulitan Makan Crosstabulation


Kesulitan Makan
YA TIDAKTotal 21728
Nafsu Makan Berkurang YA Count 75,0%25,0%100,0%
% within Nafsu Makan Berkurang 32730
10,0%90,0%100,0%
TIDAK Count 243458
% within Nafsu Makan Berkurang 41,4%58,6%100,0%
Count
Total % within Nafsu Makan Berkurang

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 25,226a 1 ,000
Continuity Correctionb 22,617 1 ,000
Likelihood Ratio 27,677 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
24,791 1 ,000
Association
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,59.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Inte

Value Lower Upper 1


27,000
Odds Ratio for Nafsu Makan Berkurang (YA / TIDAK) For cohort Kesulitan Makan = YA 6,222
For cohort Kesulitan Makan = TIDAK N of Valid Cases 7,500 2,510
,278 ,145
58
Gangguan Makan di Mulut*Kesulitan Makan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Gangguan Proses Makan
di Mulut * Kesulitan 58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Makan

Gangguan Proses Makan di Mulut * Kesulitan Makan Crosstabulation


Kesulitan Makan
YA TIDAK Total
Gangguan Proses Makan di Mulut
Count
YA 4 2 6
% within Gangguan Proses Makan di Mulut
66,7% 33,3% 100,0%
20 32 52
TIDAK Count 38,5% 61,5% 100,0%
% within Gangguan Proses Makan di Mulut Count 24 34 58
% within Gangguan Proses Makan di Mulut 41,4% 58,6% 100,0%
Total

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,764a 1 ,184
Continuity Correctionb ,793 1 ,373
Likelihood Ratio 1,741 1 ,187
Fisher's Exact Test ,220 ,186
Linear-by-Linear
1,734 1 ,188
Association
N of Valid Cases 58
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,48.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Gangguan Proses Makan di Mulut (YA / TIDAK) 3,200 ,536 19,108
For cohort Kesulitan Makan = YA 1,733 ,894 3,361
For cohort Kesulitan Makan = TIDAK N of Valid Cases ,542 ,171 1,714
58
Gangguan Psikologis*Kesulitan Makan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Gangguan Psikologis *
58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Kesulitan Makan

Gangguan Psikologis * Kesulitan Makan Crosstabulation


Kesulitan Makan
YA TIDAKTotal 151025
Gangguan PsikologisYA Count 60,0%40,0%100,0%
% within Gangguan Psikologis 92433
27,3%72,7%100,0%
TIDAK Count 243458
% within Gangguan Psikologis 41,4%58,6%100,0%
Count
Total % within Gangguan Psikologis

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,281a 1 ,012
b
Continuity Correction 5,004 1 ,025
Likelihood Ratio 6,349 1 ,012
Fisher's Exact Test ,016 ,012
Linear-by-Linear
6,172 1 ,013
Association
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,34.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interv
Value Lower Uppe
4,000
Odds Ratio for Gangguan Psikologis (YA / TIDAK) For cohort Kesulitan Makan = YA 1,321 12,11
For cohort Kesulitan Makan = TIDAK N of Valid Cases 2,200 1,157 4,18
,550 ,326 ,92
58
Kesulitan Makan*Status Gizi (BB/TB)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kesulitan Makan * Status
58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Gizi Kategorik

Kesulitan Makan * Status Gizi Kategorik Crosstabulation


Status Gizi Kategorik
Kurus Normal Total
Kesulitan Makan YA Count 10 14 24
% within Kesulitan Makan 41,7% 58,3% 100,0%
TIDAK Count 1 33 34
% within Kesulitan Makan 2,9% 97,1% 100,0%
TotalCount 11 47 58
% within Kesulitan Makan 19,0% 81,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 13,728a 1 ,000
Continuity Correctionb 11,324 1 ,001
Likelihood Ratio 14,720 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
13,492 1 ,000
Association
N of Valid Cases 58
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,55.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence In
Value 23,571 Lower Uppe
14,167
Odds Ratio for Kesulitan Makan (YA / TIDAK) For cohort Status Gizi Kategorik = Kurus 2,750
For cohort Status Gizi Kategorik = Normal N of Valid Cases ,601 1,940
58 ,426
Lampiran 9 : Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian

SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai