Anda di halaman 1dari 11

Crude Furnace

Crude Oil Distillation (CDU). Dimana terjadi pemisahan


komponen kompleks minyak mentah (crude oil)
berdasarkan perbedaan nilai titik didihnya menghasilkan
gas, light & middle distillates, gas oil, dan residu. Pada
kilang pengolahan, crude oil yang sudah dihilangkan
kandungan garamnya dipanaskan dalam fired heater pada
rentang temperature 650⁰ ₋ 700⁰F. Dalam
pergerakannya, uap minyak mentah akan menjadi dingin.
Fraksi yang mengandung senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terkondensasi di
bagian bawah menara distilasi seperti aspal residu.

Hydrocracker Furnace

Umpan dialirkan ke reaktor first-stage dimana katalis akan mengonversi sulfur dan nitrogen
menjadi senyawa tidak berbahaya yakni hidrogen sulfida dan ammonia. Setelah melewati
reaktor stage pertama feed akan didinginkan dan dicairkan dengan dilewatkan di separator
hidrokarbon sedangkan hidrogennya dikembalikan lagi ke umpan. Cairan akan dimasukkan
ke fractionator. Tergantung jenis produk yang diinginkan, fractionator akan dioperasikan
untuk memisahkan sebagian fraksi yang dihasilkan pada reactor stage pertama. Lalu, pada
kolom bahwah fractionator, hidrogen dialirkan kembali ke stage kedua. Proses pada stage
kedua membutuhkan kondisi temperature dan tekanan yang lebih tinggi. Sama seperti stage
pertama, pada stage kedua produk yang dihasilkan dipisahkan dari hidrogen dan dimasukkan
kembali ke fractionator.

Bagian-bagian dari Fired Heater

1. Burner
Burner pada fired heater silinder berpipa vertikal terletak di lantai dan arah api ke atas

2. Radiant Section
a. Radiant Section Silinder
Radiant Section pada fired heater silinder berpipa vertikal, pipa dapat dipasang
dengan melingkari sekeliling dinding refraktori nya atau dipasang dengan pola silang
atau oktagonal jika ingin kedua sisi pipa terkena nyala api radiasi (secara langsung).
b. Vertical Tube Box Radiant Section

Radiant Section pada fired heater tipe box berpipa vertikal, pipa dapat dipasang
dengan melingkari sekeliling dinding refraktori nya (single sided firing) atau dipasang
pada pusat box untuk menerima panas radiasi pada kedua sisi pipa (double sided
firing) atau bisa ditelakkan dikedua posisi (mixed firing).

c. Desain Tube Coil


Radiant Section memiliki tube coil vertikal pada desain hoop atau hairpin. Pipa-
pipa nya biasa dipasang dengan header pada atas. Desain yang paling umum
adalah dimana burner terletak dibawah box dan arah api vertikal. Desain ini
biasanya digunakan untuk pressure drop rendah karena jarak antar tube
memungkinkan untuk didesain dengan passes yang banyak.
Gambar 7. Coil Radiant Section

3. Bridgewall

Bridgewall merupakan titik monitoring dimana suhu flue gas yang keluar dari radiation
section

4. Convection Section
5. Flue Stack
6. Damper
7. Air Preheat System
8. Tubes, Pipe, & Fittings
9. Insulasi & Heat Loss

Exchange Factor (F)

Karena flue gas pada firebox merupakan radiator yang buruk, persamaan yang digunakan
harus dikoreksi menggunakan exchange factor yang bergantung pada emissivitas gas dan
rasio area refraktori, heater yang memiliki rasio area refraktori lebih besar maka akan
menyerap panas lebih besar. Karena tubes bukan absorber yang baik, maka kurva nya
bergantung pada penyerapan permukaan tube sebesar 0.9 (nilai tippikal untuk permukaan
metal yang dioksidasi). Overall radiant exchange factor, F, bisa dilihat dari kurva dibawah ini
Emisivitas Flue Gas

Karbon dioksida dan air adalah senyawa yang mempengaruhi emisi radian. Emisivitas Gas
bisa dilihat pada kurva Lobo and Evans pada AICHE, 32nd Annual Meeting, November
1939.

Dimana,
Mean Beam Length (MBL) :

Untuk mencari nilai mean beam length, penempatan tubes harus diperhitungkan. Jika firebox
berbentuk persegi panjang dengan tubes di tengah, beam length didasarkan oleh setengah
box.

Mean Beam Length dapat dilihat:

 Temperatur Efektif Untuk Gas Pada Firebox, Tg

Untuk radiant section yang dianggap “menyebar sempurna”, temperatur ini (Tg) diasumsikan
sama dengan temperature yang meninggalkan radiant section. Untuk heater jenis firebox
bersuhu tinggi dan dilengkapi wall firing, Tg yang menentukan besarnya transfer radiant
dimana suhunya ialah 200 hingga 300⁰F lebih tinggi dari suhu keluar.

 Temperatur Dinding Tube Rata-Rata, Tw

Temperatur dinding tube tergantung pada suhu fluida proses dan koefisien transfer di dalamn
tube, ketahanan termal dinding tube, fluks, dan faktor pengotor (fouling).

 Perpindahan Panas Konvektif Pada Radiant Section

Walaupun kebanyakan perpindahan panas terjadi pada radiant section, perpindahan


panas konvektif tidak dapat diabaikan
 Film Heat Transfer Coefficient, Hc

Nilai Hc ini tidak bisa dihitung secara tepat dan biasanya diseleksi dengan pengalaman atau
rule of thumb. Susunan tubes maupun desain firebox menentukan harga nilai Hc. Untuk tube
horizontal heater tipe kabin, dimana biasanya merupakan ukuran kecil memiliki koefisien
1,5, dimana heater tipe box dengan tube cell ganda memiliki koefisien 2,8. Heater vertikal
dengan L/D kurang dari 2 memiliki nilai hc = 2, dimana L/D lebih besar dari 2 memiliki nilai
koefisien 3.

 Total Penyerapan Radiant Heat Pada Radiant Section

Neraca PanasPada Radiant Section

Untuk mengetahui neraca panas, diperlukan firing rate yang sesuai untuk mempertahankan
temperatur yang diinginkan. Adapun persamaan untuk neraca panas nya sebagai berikut :
Dari parameter ini dengan menggunakan persamaan reaksi pembakaran standar, kita dapat
menentukan komposisi dari flue gas. Nilai pemabakaran yang digunakan pada desain fired
heater adalah LHV, lower heating values.

Contoh Soal

Untuk perhitungan alpha a :

(Center to Center)/(Diameter Tube) = 8/4.5 = 1.7778

Lalu dilihat pada grafik didapatkan a = 0.915

Namun karena perhitungan dilakukan dengan menggunakan komputer nilai alpha untuk total
radiasa ke baris tunggal tubes bisa dituliskan sebagai berikut :

JavaScript bisa lebih memudahkan perhitungan :


Untuk menghitung Exchange Factor, F, kita membutuhkan emisivitas flue gas dimana
didapatkan interpolasi dari kurva yang ditampilkan sebelumnya. Tekanan parsial gas bisa
diasumsikan dengan menjumlahkan tekanan parsial dari CO 2 + H2O. Dimana nilai CO2 =
0.085586 and the H2O = 0.172186, dan jika dijumlahkan didapatkan 0.2578. Nilai beam
length didapatkan dari tabel diatas. Dimana:
W: H: L = 8:10.3:26 = 1:1.3:3.3,

Beam Length = 2/3(8* 10.333*26) 1/3 = 8.6012


dan,
PL = 0.2578 * 8.6012 = 2.2174

Bisa juga digunakan JavaScript untuk mendapatkan nilai Mean Bean Length

Perbedaan nilai hitungan manual dan Javascript disebabkan karena kurva yang digunakan
tidak memberikan nilai yang sama jika digunakan rumus. Pada kurva emisivitas perlu
diketahui nilai Tg maka dari itu kita berikan asumsi awal 1500⁰F. Dengan menggunakan
JavaScript, didapatkan :
Nilai ini masih jauh dari nilai transfer panas 9.500.000 Btu/jam yang dibutuhkan.
Pengalaman akan membuat kita menyadari bahwa kita masih membutuhkan lebih luas
permukaan untuk mencapai suhu keluar rendah, yaitu temperature bridgewall 1500⁰F. Ini
adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan parameter baru, laju fluks. Laju fluks adalah
pengukuran seberapa mudahnya panas didorong masuk ke dalam tube. Ini adalah kriteria
yang digunakan oleh pengguna peralatan untuk memberi tahu batasan kepada perancang
desain yang diinginkan.

Neraca panas keseluruhan:

Contohnya, combustion air adalah 60⁰F, maka qair diabaikan. Bahan bakar nya berupa gas,
maka tidak ada atomisasi jadi qother juga dapat diabaikan. Sehingga persamaan dapat
disederhanakan menjadi :

Anda mungkin juga menyukai