Endra Wicaksono, Vincentius Fitra Yogi Permana, Pinkan Anca Putri, Anastasya
Marsella Putri
Dosen Pembimbing: Dominikus David Biondi Situmorang
Program Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan dan Bahasa
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
E-mail: endra.wicaksono007@gmail.com; fitrayogipermana@gmail.com;
putripingkan1@gmail.com; tasyapoetiray89@gmail.com; david.biondi@atmajaya.ac.id
Abstrak
Penelitian ini menggambarkan mengenai dalam memahami gangguan kecemasan pada
diri remaja. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan pengumpulan data
melalui angket yang diisi oleh 22 orang remaja. Dari hasil analisis angket dapat
diketahui bahwa remaja mengalami kecemasan karena faktor tertentu. Kecemasan
pada remaja dapat dikenali melalui gejala yang timbul seperti psikosomatis. Kemudian,
dalam memahami kecemasan di dalam diri remaja, dapat dilihat melalui tingkatan
kecemasan. Remaja sering mengalami kecemasan pada tingkat ringan dan tingkat
sedang.
Kata kunci: remaja, kecemasan, psikosomatis, gangguan
Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa transisi yaitu masa di mana terjadi banyak
perubahan di dalam diri remaja baik secara aspek fisik, emosional, dan kognitif. Masa
remaja sering juga disebut masa topan dan badai karena banyak gejolak yang akan
dialami remaja ketika menghadapi perubahan yang ada di dalam kehidupannya.
Perubahan yang dialami remaja dapat menimbulkan kecemasan di dalam diri remaja
yang untuk pertama kalinya mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan.
Kecemasan bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan respon yang timbul pada setiap
individu ketika menghadapi situasi menekan. Kecemasan dapat muncul sebagai akibat
akumulasi dari frustasi, konflik, dan stres. Menurut beberapa penelitian yang telah
dilakukan menyatakan bahwa kecemasan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
1
pada pria (Situmorang, 2018; Situmorang, Mulawarman, & Wibowo, 2018). Jumlah
penderita gangguan kecemasan di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan
menunjukan sekitar 14 juta orang di Indonesia yang berusia di atas 15 tahun mengalami
gejala kecemasan. Angka ini setara dengan 6 % jumlah penduduk Indonesia. Gangguan
kecemasan dapat menyebabkan gangguan kondisi psikis yang menimbulkan masalah
produktivitas. Individu yang mengalami kecemasan memiliki kecenderungan memiliki
kondisi emosi yang negatif seperti: kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan.
Kecemasan tidak selalu berdampak merugikan, karena pada dasarnya rasa cemas yang
muncul dalam intensitas tidak berlebihan dapat berfungsi sebagai mekanisme kontrol
terhadap diri untuk tetap mawas terhadap setiap peristiwa yang terjadi. Tetapi, apabila
kecemasan yang dirasakan muncul secara berlebihan, akan menjadi sebuah gangguan
dan hal itu dapat berdampak merugikan. Individu yang mengalami gangguan kecemasan
akan susah berkonsentrasi dan bersosialisasi sehingga akan menjadi kendala dalam
menjalankan fungsi sosial, pekerjaan, dan peranannya, sehingga langkah pencegahan
dan penanggulangan harus segera dilakukan. Kecemasan dalam arti ringan dapat
meningkatkan produktivitas seseorang, namun jika terjadi secara terus menerus dapat
mengganggu mekanisme kerja, baik fisik maupun psikis. Menurut Hurlock (1975),
kecemasan digambarkan sebagai suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa
yang tidak jelas, tidak pasti terhadap peristiwa yang akan datang. Kecemasan muncul
ketika menghadapi atau berpikir terhadap suatu peristiwa yang akan datang dimana
masih merupakan bayangan yang belum pasti.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yaitu menggunakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dengan melihat fenomena kecemasan di dalam
diri kalangan remaja melalui penyebaran angket melalui google form. Variabel dalam
penelitian ini adalah gambaran kecemasan di dalam diri remaja. Kemudian, subjek dari
penelitian ini adalah remaja pada usia remaja tengah dengan kategori kurang dari dua
puluh lima tahun (<25 th) dan lebih dari dua puluh enam tahun (>26 th). Angket terdiri
dari sepuluh pernyataan mengenai kecemasan yang dialami remaja dalam kehidupan
sehari-hari.
2
Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang didapat dari angket tentang memahami gangguan kecemasan di
dalam diri remaja dapat diketahui bahwa:
1 <25 20 90.9%
2 >26 2 9.1%
Berdasarkan tabel 1., menunjukkan bahwa responden yang mengisi instrumen
berjumlah 20 orang yang berumur <25 tahun dan ada 2 orang yang berumur >26 tahun.
1 Laki-laki 5 27.3%
2 perempuan 17 72.7%
Berdasarkan tabel 2., menunjukkan bahwa responden ada yang berjenis kelamin
perempuan berjumlah 17 orang dan laki-laki berjumlah 5 orang.
Tabel 3.
1 Selalu 2 9.1%
2 Sering 0 0
3 Kadang-kadang 15 68,2
3
Tabel 4.
No. Apa anda pernah mencoba untuk tidak merasa cemas? Frekuensi Persentase
1. Selalu 7 31,8
2. Sering 8 36,4
3. Kadang-kadang 7 31,8
4. Tidak pernah 0 0
Berdasarkan tabel 4., menunjukkan bahwa responden yang sering mencoba untuk tidak
cemas hingga 36.4%.
Tabel 5.
No. Apakah anda merasa gugup saat didepan kelas? Frekuensi Persentase
1 Selalu 3 13,6
2 Sering 4 18,2
3 Kadang-kadang 11 50%
Tabel 6.
1 Selalu 4 18,2
2 Sering 4 18,2
3 Kadang-kadang 11 50%
Tabel 7.
4
No Apakah kondisi fisik anda, merupakan salah satu faktor Frekuensi Persentase
. kecemasan ?
1 Selalu 1 4.5%
2 Sering 5 22.7%
3 Kadang-kadang 11 50%
Tabel 8.
1 Selalu 1 4,5
2 Sering 5 22,7
3 Kadang-kadang 13 59,1
Tabel 9.
1 Selalu 0 0
2 Sering 5 22,7
3 Kadang-kadang 15 68,2
5
Berdasarkan tabel 9., menunjukkan bahwa responden kadang-kadang mengalami
kecemasan sebanyak 68.2%.
Tabel 10.
1 Selalu 12 54,5%
2 Sering 2 9.1%
3 Kadang-kadang 1 4.5%
Tabel 11.
1 Selalu 7 31.8%
2 Sering 7 31.8%
3 Kadang-kadang 7 31.8%
Tabel 12
1 Selalu 10 45.5%
2 Sering 8 36.4%
6
3 Kadang-kadang 4 18.2%
4 Tidak pernah 0 0
Berdasarkan tabel 12., menunjukkan bahwa responden menyadari bahwa ia merasa
cemas sebanyak 45.5%.
Adapun hasil analisis data dari keseluruhan tabel dapat digambarkan bahwa
kecemasan cenderung sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada pria. Terdapat
beberapa faktor yang dapat membuat responden remaja mengalami kecemasan yaitu
seperti keramaian, kondisi fisik, dan hubungan dengan teman sebaya yang ditandai
dengan adanya gejala psikosomatis.
7
a. Orangtua, dapat membangun hubungan yang positif dengan remaja agar
mengurangi timbulnya kecemasan dalam diri remaja. Hubungan positif yang
dapat dibangun antara orangtua dan anak seperti: komunikasi terbuka, sikap
responsif dan hangat, serta pola asuh demokratis yang sesuai dengan kebutuhan
remaja.
b. Sekolah, dapat memaksimal fungsi Bimbingan dan Konseling di sekolah. Guru
BK dapat melakukan layanan konseling bagi remaja yang mengalami kecemasan
melalui proses konseling yang dilakukan secara individual maupun kolompok.
c. Masyarakat, menciptakan support system yang baik bagi perkembangan remaja
agar terhindar dari kecemasan. Diharapkan lingkungan mampu membangun
kondisi seperti: menjunjung nilai-nilai positif, membentuk perilaku yang sesuai
dengan norma, dan membentuk budaya yang beradab.
Daftar Pustaka
Hurlock, E. B. (1975). Instructor's manual to accompany developmental psychology
(Forth Edition). McGraw-Hill.
8
Darmayanti, K. K. H., Kurniawati, F., & Situmorang, D. D. B. (2019). Bullying di
sekolah: Pengertian, dampak, pembagian dan cara
menanggulanginya. PEDAGOGIA, 17(1), 55-66.
https://doi.org/10.17509/pdgia.v17i1.13980
9
Situmorang, D. D. B. (2018f). Keefektifan konseling kelompok cognitive behavior
therapy (CBT) dengan teknik passive dan active music therapy terhadap academic
anxiety dan self-efficacy. (Unpublished master’s thesis). Program Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
10
Situmorang, D. D. B., Wibowo, M. E., & Mulawarman, M. (2018a). Konseling
kelompok active music therapy berbasis cognitive behavior therapy (CBT) untuk
meningkatkan self-efficacy mahasiswa millennials. Psikohumaniora: Jurnal
Penelitian Psikologi, 3(1), 17-36. https://dx.doi.org/10.21580/pjpp.v3i1.2508
11