Anda di halaman 1dari 2

Hanzhalah adalah putra Abu Amir bin Sify, pemuka kaum Aus.

Abu Amir seorang bangsawan dan


hartawan, disegani dan dihormati oleh kaumnya, apa yang ia katakan akan selalu di amini oleh
kaumnya.

Suatu ukiran sejarah yang menarik ketika membahas Hanzhalah. Betapa tidak, kejadian menimpanya
seperti tak pernah terbayang sebelumnya. Ia adalah putra dari seorang bangsawan yang mempunyai
kedudukan istimewa dalam lingkungan kaumnya, kaum Aus.

Dalam usia yang begitu muda, ia begitu meyakini apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad dan
dakwahnya. Dia rela menderita bersama sang Nabi, dengan cara meninggalakan segala kemewahan
hidup yang mengitarinya. Bahkan sang ayahanda tercinta, Abu Amir, dan ibundanya ia tinggalakan
setelah berbait kepada Nabi Muhammad. Bahkan kemudian ia dengan rela hati hendak membunuh
sang ayah sendiri yang masih kafir.

Sehari sebelum perang Uhud pecah, yakni pada malam Jum’at, Hanzhalah bin Amir, dinikahkan
dengan Jamilah puteri Abdullah bin Ubay sebagai istrinya. Baru sehari ia menginjakkan kakiknya
ditaman surga dunia, serta baru beberapa saat dia meraskan kenikmatan bergaul dengan istrinya
yang cantik jelita, keesokan harinya ia harus berpisah dengan teman hidupnya yang baru menikah
dengan dirinya. Sebab bedung perang telah berbunyi.

Dengan hati hati dan wajah yang tetap tenang, Hanzhalah pamit dan mengucapkan selamat tinggal
kepada sang istri. Sang istri merasa bangga melihat sang suami menggunakan pakaian perang karena
terlihat gagah dan menawan. Setelah selang beberapa menit, sepasang mata kekasih yang
berhadapan itupun hilang bersamaan dengan berangkatnya sang suami dari halaman rumahnya.

Dimedan perang, Hanzhalah terlihat gagah dan berani. Sewaktu melihat Abu Sufyan, ia terus
menerkam pundaknya sehingga Abu Sufyan tersungkur ke bumi. Pada saat itu Abu Sufyan berteriak:
“Wahai saudaraku-saudaraku kaum Qurais, lihatlah aku ini Abu Sufyan bin Harb sedang dalam
bahaya”.

Mendengar teriakan Abu Sufyan, maka kaum Qurais segera menyerbu dan memukul Hanzhalah
secara bertubi-tubi. Tak sempat membalas karena telah dikeliling oleh kaum Qurais yang
memukulinya, lembing musuh telah menembus badannya yang mengantarkan dia ke akhir hayat. Ia
meninggalkan sang istri yang baru sehari bergaul bersamanya.

Hanzhalah telah tiada, ia tidak lagi menjadi penghuni dunia yang fana. Mayatnya berupa tubuh kasah
boleh berada dibumi dan buat sesuka hati musuhnya, dicencang atau tidak, sudah tidak masalah.
Dirinya telah berada di taman-taman sorga.
Beriringan dengan kejadian tersebut, Rasulullah kemudian bersabda kepada para sahabat-
sahabatnya: “Aku melihat Malaikat sedang memandikan jasad Hanzhalah bin Abu Amir antara langit
dan bui dengan air kasturi dalam bejana perak”.

Mendengar sabda Nabi Muhammad tersebut, para sahabat segera bergegas menuju ketempat
mayat Handhalah, dan terlihat ada air menetes di kepala Hanzhalah. Segera mereka melaporkan
kepada Nabi Muhammad apa yang telah mereka saksikan.

Waktu itu, Nabi Muhammad mengirim utusan kepada istrinya untuk menanyakan sesuatu.
Kemudian istrinya menceritakan kepada utusan tersebut bahwa Hanzhalah kemedan perang dalam
keadaan junub karena waktu itu terburu-buru dan tidak sempat mandi. Alangkah berbahagianya
sahabat Nabi sekaligus pahlawan Hanzhalah, jasadnya telah dimandikan Malaikat.

Anda mungkin juga menyukai