Anda di halaman 1dari 33

BAB VII

PUSAT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD)

Tujuan Instruksional Umum

Setelah akhir kuliah diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang Pusat Listrik
Tenaga leieiD )PLTD(.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah akhir kuliah diharapkan mahasiswa dapat:


1. menniDeelej proses pembangkitan tenaga listrik pada PLTD,
2. menjelaskan operasi dan pemeliharan PLTD,
3. menjelaskan Kinerja Pengusahaan PLTD,
4. menjelaskan Data Pengusahaan PLTD,
5. menjelaskan Indikator Kinerja PLTD,
6. menjelaskan Keandalan PLTD.

7.1 Prinsip Kerja


PLTD mempunyai ukuran mulai dari 40 kW sampai puluhan MW. Untuk
menyalakan listrik di daerah baru umumnya digunakan PLTD oleh PLN. Di lain pihak,
jika perkembangan pemakaian tenaga listrik telah melebihi 100MW, penyediaan tenaga
listrik yang menggunakan PLTD tidak ekonomis lagi sehingga harus dibangun Pusat
Listrik lain, seperti PLTU atau PLTA. Untuk melayani beban PLTD dengan kapasitas di
atas 100 MW akan tidak ekonomis karena unitnya menjadi banyak, mengingat Unit
PLTD yang terbesar di pasaran sekitar 12,5 MW.
Gambar 7.1 menggambarkan prinsip kerja mesin diesel 4-langkah, sedangkan
gambar 7.2 menggambarkan prinsip kerja mesin diesel 2-langkah. Secara teoritis, mesin
diesel 2-langkah dengan dimensi dan jumlah putaran per detik yang sama dibandingkan
dengan mesin diesel 4-langkah, dapat menghasilkan daya 2 kali lebih besar. Hal ini
disebabkan karena pada mesin diesel 2-langkah terdapat 1 kali langkah tenaga untuk
setiap 2 langkah atau setiap 1 putaran, Sedangkan pada mesin diesel 4-langkah, langkah
tenaga terjadi 1 kali setiap 4 langkah atau setiap 2 putaran. Namun dalam praktek, angka
2 kali lebih besar untuk daya yang didapat pada mesin diesel 2 langkah tidak tercapai

VII - 1
(hanya sekitar 1,8 kali). Hal ini disebabkan karena proses pembilasan ruang bakar
silinder mesin diesel 2-langkah tidak sebersih diesel 4-langkah sehingga proses
pembakarannya tidak sesempurna seperti pada mesin diesel 4-langkah. Karena proses
pembakaran ini, maka efisiensi mesin diesel 2-langkah tidak bisa sebaik efisiensi mesin
diesel 4-langkah. Pemakaian bahan bakarnya lebih boros.

KM: Katup Masuk; KB: Katup Buang; P: Pengabut Bahan Bakar; K: Karter (berisi minyak pelumas dan udara)
Gambar 7.1 Prinsip kerja Mesin Diesel 4 Langkah

LM: Lubang Masuk; LB: Lubang Buang; P: Pengabut Bahan Bakar; K: Karter (berisi minyak pelumas dan udara)

Gambar 7.2 Prinsip kerja Mesin Diesel 2 Langkah

Mesin Diesel 2-langkah lebih cocok digunakan pada keperluan yang memerlukan
penghematan ruangan, seperti pada lokomotif kereta api atau pada kapal laut.

Prinsip Kerja Mesin Diesel 4 Langkah :


1. Langkah 1 (Langkah Isap)

VII - 2
a. KM dibuka dan KB ditutup.
b. Torak bergerak ke bawah, lalu udara bersih masuk ke silinder melalui KM.
2. Langkah 2 (Langkah Kompresi)
a. KM dan KB ditutup.
b. Torak bergerak ke atas, lalu udara bersih dalam silinder dimampatkan.
c. Pada akhir langkah kompresi, bahan bakar disemprotkan dan meledak.
3. Langkah 3 (Langkah Tenaga):
a. KM dan KB ditutup.
b. Torak bergerak ke bawah dengan dorongan gas yang diledakkan.
4. Langkah 4 (Langkah Buang):
a. KM ditutup dan KB dibuka.
b. Torak bergerak ke atas, lalu gas hasil pembakaran dibuang melalui KB.
Mesin ini disebut sebagai Mesin Diesel 4-langkah karena dalam setiap 4 langkah terjadi
satu kali langkah bertenaga dengan dorongan gas hasil pembakaran/ledakan.

Prinsip Kerja Mesin Diesel 2 Langkah :


1. Langkah 1A:
Pada permulaan gerakan, torak bergerak ke atas sedangkan LM dan LB dalam
keadaan terbuka. Udara bertekanan dari karter masuk ke silinder meniup gas sisa
pembakaran/ledakan melalui LB. (Langkah ini disebut juga langkah pembilasan).
2. Langkah 1B:
Torak bergerak ke atas, LM dan LB dalam keadaan tertutup oleh dinding torak,
udara bersih dalam silinder dimampatkan. Pada akhir langkah ini, bahan bakar
disemprotkan dan meledak.
3. Langkah 2A:
Torak bergerak ke bawah dengan dorongan gas yang diledakkan.
4. Langkah 2B:
Pada akhir gerakan, torak bergerak ke bawah dimana LB sudah terbuka sehingga
gas hasil pembakaran/ledakan mulai keluar dan karena efek pemompaan ke ruang
karter yang berkurang volumenya akibat gerak torak yang ke arah bawah ini.
Mesin ini disebut sebagai mesin diesel 2-langkah karena dalam setiap langkahnya
terjadi satu kali langkah bertenaga dengan dorongan gas hasil ledakan/pembakaran.

VII - 3
7.2 Pengaruh Jumlah Putaran
Untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, umumnya digunakan mesin diesel 4-
langkah karena masalah ruangan tidak menjadi soal dan yang lebih penting ialah
pemakaian bahan bakarnya lebih hemat. Karena frekuensi yang harus dihasilkan
generator harus konstan 50 Hertz atau 60 Hertz, maka putaran mesin diesel harus
konstan. Di pasaran, terdapat unit pembangkit diesel dengan putaran (untuk frekuensi
50 Hertz) dari 300 putaran per menit sampai dengan 1.500 putaran per menit (ppm).
Untuk daya yang sama, makin tinggi nilai ppm nya, makin kecil dimensi unit
pembangkitnya dan harganya per kW terpasang juga lebih murah. Tetapi karena
banyaknya bagian yang bergerak pada mesin Diesel, makin tinggi nilai ppm mesin
Diesel, makin sering mesin Diesel tersebut mengalami gangguan. Oleh karena itu, untuk
unit pembangkit diesel yang harus beroperasi kontinu lebih baik digunakan pembangkit
yang mempunyai nilai ppm rendah. Sedangkan untuk unit pembangkit cadangan, dapat
digunakan unit dengan nilai ppm yang tinggi.
Dengan memperhatikan buku petunjuk pabrik, mesin-mesin diesel yang
mempunyai nilai ppm rendah, sampai dengan 500 ppm, dapat menggunakan bahan
bakar minyak (BBM) dengan kualitas No. 2 dan No. 3 yang harganya relative lebih
murah daripada bahan BBM kualitas No. 1 BBM untuk mesin diesel yang tersedia di
Indonesia disediakan oleh PERTAMINA, yaitu :
Kualitas No. 1 : High Speed Diesel Oil, biasa disingkat HSD
Kualitas No. 2 : Intermediate Diesel Oil, biasa disingkat IDO
Kualitas No. 3 : Marine Fuel Oil, biasa disingkat MFO
Mesin Diesel dengan nilai ppm di atas 500 ppm, harus menggunakan HSD.
Mesin Diesel dengan nilai ppm rendah, sampai dengan 500 ppm, memakai MFO
dimana harus dipanaskan terlebih dahulu agar tercapai viskositas yang cukup rendah.
Apabila menggunakan IDO, maka tidak diperlukan pemanas terlebih dahulu.
Gas dapat juga digunakan sebagai bahan bakar mesin Diesel, tetapi mesin Diesel
seperti ini harus didesain khusus. Ada juga mesin Diesel yang didesain untuk dapat
menggunakan bahan bakar minyak maupun gas. Umumya apabila digunakan gas

VII - 4
(BBG), maka daya keluar dari mesin Diesel lebih rendah dibanding dengan apabila
menggunakan BBM (kira-kira 80%).
Daya keluaran dari poros mesin diesel 4-langkah dinyatakan oleh persamaan
(7.1):
n
P = S.A.I.BMEP x x k. [Daya Kuda] (7.1)
2 atau 1
keterangan :
P = Daya yang keluar dari poros mesin Diesel [Daya Kuda]
S = Jumlah silinder
A = Luas permukaan torak [cm2]
I = Langkah torak [meter]
BMEP = Brake Mean Effective Pressure = Tekanan rata-rata [kg/cm2]
n = Jumlah putaran poros per detik [ppd]
2 = Pembagi n untuk mesin Diesel 4-langkah
1 = Pembagi n untuk mesin Diesel 2-langkah
k = Konstanta satuan = 1/75, mengingat bahwa 1
Daya Kuda = 75 kgm/detik
Dengan memperhitungkan efisien generator yang diputar oleh mesin diesel dan
mengingat bahwa 1 Daya Kuda = 736 Watt, maka apabila daya keluar mesin Diesel
diketahui, selanjutnya dapat dihitung daya keluar dari generator yang diputar mesin
Diesel.
Dalam pembangkitan tenaga listrik yang menggunakan mesin Diesel, putaran
mesin Diesel harus konstan agar frekuensi yang didapat dari generator selalu konstan 50
Hz atau 60 Hz sehingga untuk pengaturan daya keluar dari generator (dengan mengacu
kepada persamaan (7.1)), yang dapat diatur hanya nilai BMEP. Pengaturan nilai BMEP
ini dilakukan dengan mengatur pemberian bahan bakar yang harus diikuti oleh
pengaturan pemberian udara. Hal ini disebabkan bahan bakar memerlukan udara untuk
pembakaran.
Terlalu banyak udara atau terlalu sedikit udara untuk pembakaran menyebabkan
pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin Diesel menjadi tidak efisien.

VII - 5
Gambar 7.3a PLTD Sungai Raya Pontianak Gambar 7.3b Kurva efisiensi unit
(Kalimantan Barat) 4x8 MW di mana pondasi Pembangkit Diesel.
mesin berada di atas permukaan tanah dan
jumlah silinder 16 dalam susunan V

Masalahnya, dalam mesin Diesel yang putarannya konstan, perubahan pemberian


bahan bakar tidak dapat diikuti oleh perubahan pemberian udara pembakaran secara
seimbang sehingga nilai efisiensi maupun nilai BMEP tidak konstan sebagai fungsi
beban (lihat gambar 7.3b). Oleh karena itu, unit pembangkit Diesel sebaiknya
dioperasikan dengan beban konstan yang menghasilkan efisiensi maksimum, yaitu pada
kira-kira beban 80%.
Dalam perkembangan mesin Diesel, pembuat (pabrik) berusaha membuat mesin
Diesel dengan daya sebesar mungkin tetapi mesinnya sekecil mungkin sehingga dicapai
ongkos pembuatan yang serendah mungkin, agar dapat bersaing dalam pasar. Untuk
melaksanakan hal ini, para pembuat mesin diesel berusaha menaikkan nilai BMEP dan
nilai n dari persamaan (3.1). Usaha lainnya adalah menambah jumlah silinder S. Dalam
praktik, mesin Diesel paling banyak mempunyai 16 silinder.

7.3 Operasi dan Pemeliharaan


Umumnya semua unit pembangkit Diesel dapat distart tanpa memerlukan sumber
tenaga listrik dari luar (dapat melakukan black start). Menstart mesin Diesel dengan
daya dibawah 50 kW dapat dilakukan dengan tangan melalui engkol. Untuk daya di atas
50 kW sampai kira-kira 100 kW, umumnya distart dengan menggunakan baterai aki.
Sedangkan untuk mesin diesel dengan daya di atas 100 kW, umumnya digunakan udara
tekan.

VII - 6
Dari segi pemeliharaan dan perbaikan, unit pembangkit Diesel tergolong unit
yang banyak menimbulkan masalah, khususnya yang menyangkut mesin Dieselnya. Hal
ini disebabkan karena banyaknya bagian-bagian yang bergerak dan bergesek satu sama
lain sehingga menjadi aus dan memerlukan penggantian secara periodik. Untuk itu,
diperlukan manajemen pemeliharaan beserta penyediaan suku cadang yang teratur.
Pendinginan mesin Diesel meliputi pendinginan silinder dan pendinginan minyak
pelumas. Keduanya menggunakan penukar panas (heat exchanger) yang menggunakan
air atau udara (radiator). Minyak pelumas untuk mesin Diesel mempunyai syarat lain
dibandingkan yang untuk turbin. Hal ini disebabkan pada mesin Diesel, minyak
pelumas selain melumasi bantalan, juga melumasi cincin toorak (piston ring) dan
membersihkan dinding silinder terhadap sisa permbakaran. Jadi, harus mempunyai sifat
detergen.
Bagian-bagian mesin Diesel yang sering memerlukan penggantian adalah
bantalan, cincin torak, katup (setelah mengalami pemeliharaan berkali-kali), elemen
saringan minyak pelumas, perapat (seal) dan pengabut.
Dari segi lingkungan, unit pembangkit Diesel perlu mendapat perhatian mengenai
kebisingan, gas buang (kandungan CO2), dan masalah minyak pelumas bekas yang
sebaiknya dibakar. Jangan dibuang karena dapat mengotori lingkungan.
Ditinjau dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar, unit pembangkit Diesel dapat
mencapai 40%.

7.4 Perkembangan Unit PLTD


Pada saat ini unit PLTD dengan kapasitas terbesar milik PLN adalah 12,5 MW.
Kapasitas mesin Diesel sulit dinaikkan karena alasan mekanis, karena banyaknya bagian
yang bergerak (moving parts) pada mesin Diesel.
Seperti telah disinggung pada bagian akhir Subbab 7.3 pengembangan kapasitas
mesin Diesel antara lain dilakukan dengan menaikkan nilai brake mean effective
pressure (BMEP). Nilai BMEP merupakan besarnya tekanan rata-rata dari campuran
bahan bakar dan udara yang diledakkan dalam ruang silinder pada akhir langkah
kompresi, yang selanjutnya mendorong torak ke bawah. Dengan menaikkan nilai BMEP
ini maka, mengacu pada persamaan (7.1), daya yang dihasilkan mesin Diesel. P akan
naik walaupun jumlah putaran perdetik n serta dimensi mesin Diesel tidak diubah.

VII - 7
Usaha menaikkan nilai BMEP ini dilakukan dengan jalan menambah bahan bakar dan
menambah jumlah (berat) udara pembakaran yang akan diledakkan dalam silinder.
Penambahan bahan bakar diatur oleh pompa pluyer yang menginjeksikan bahan bakar
ke dalam silinder melalui pengabut, lihat Gambar 7.3c Gerak ini diatur oleh fuel rack
yang digerakkan oleh governor.
Agar pembakaran berlangsung dengan baik, penambahan bahan bakar perlu
diikuti dengan penambahan udara pembakaran. Penambahan udara pembakaran
dilakukan oleh kompresor yang digerakkan oleh turbin gas, sedangkan turbin gas
penggerak kompresor ini digerakkan oleh gas buang dari mesin diesel. Pasangan
kompresor dan turbin gas ini disebut turbochanger. Udara bersih yang telah melalui
turbochanger kemudian dialirkan melalui pendingin udara yang disebut intercooler dan
selanjutnya menuju silinder untuk dimampatkan oleh torak dan dicampur dengan bahan
bakar yang telah dikabutkan oleh pengabut, lihat Gambar 7.3d. Campuran ini kemudian
meledak pada akhir langkah kompresi dan menghasilkan daya dorong torak pada
langkah tenaga. Penggunaan turbochanger bersama intercooler dimaksudkan untuk
mendapatkan berat udara yang sebesar mungkin untuk volume silinder tertentu,
sehingga bisa membakar (meledakkan) bahan bakar sebanyak mungkin sehingga
didapat gas hasil pembakaran dengan tekanan yang setinggi mungkin, yang berarti
dicapai nilai BMEP yang setinggi mungkin. Tekanan gas hasil pembakaran yang
mendorong torak (piston) tidak konstan besarnya, nilai maksimum terjadi sewaktu torak
ada pada posisi paling atas (titik mati atas), kemudian menurun dengan menurunnya
torak dalam silinder menurut hukum ekspansi adiabatis. Nilai rata-rata dari tekanan gas
pembakaran ini yang diukur pada poros mesin Diesel melalui sistem rem (brake) disebut
brake mean effective pressure (BMEP) mesin Diesel tersebut.
Sebagai contoh dari brosur mesin diesel merk Angle Belgian Company (ABC)
didapat :
1) Daya nominal unit pembangkit 514 kW, 50 Hertz
2) Tipe mesin 6D x C600-100. Putaran 600 ppm
3) BMEP = 12,5 bar. Jumlah silinder 6, in line (sebaris)

VII - 8
Gambar 7.3c Prinsip kerja pompa pengatur injeksi BBM

S= Saringan udara; K= Kompresor; T= Turbin Gas; I.C= Inter Cooler; P= Poros


Gambar 7.3d Prinsip kerja Turbocharger bersama Intercooler

VII - 9
Gambar 7.3e Gambar potongan dan rotor turbocharger buatan MAN.
Sebelah kiri adalah kompresor sedang sebelah kanan adalah turbin gas.

Pada unit PLTD, karena frekuensi yang dihasilkan generator nilainya harus
konstan, maka putarannya juga harus konstan. Mengacu pada Persamaan (7.1) maka
pengaturan daya hanya bisa dilakukan dengan mengatur banyaknya bahan bakar yang
disemprotkan ke dalam oleh pompa plunyer (Gambar 7.3c). Jika dalam pengaturan
daya ini dilakukan penambahan bahan bakar dengan cara menarik fuel rack tekanan
sehingga langkah efektif dari pompa plunyer bertambah, maka dengan bertambahnya
bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder tekanan gas hasil pembakaran naik
dan daya yang dihasilkan mesin Diesel naik. Kenaikan tekanan gas pembakaran ini akan
diikuti dengan kenaikan tekanan gas buang yang selanjutnya menyebabkan
turbocharger yang digerakkan oleh gas buang akan naik kecepatan putarannya sehingga
tekanan udara (jadi juga berat udara) yang dihasilkan turbocharger juga akan naik. Hal
ini diperlukan untuk mengimbangi penambahan bahan bakar yang dibakar (diledakkan)
dalam silinder. Perubahan jumlah bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder
yang kemudian diikuti dengan perubahan tekanan (berat) udara pembakaran yang
dihasilkan oleh turbocharger, tidak berlangsung proporsional. Hal ini menyebabkan
karakteristik efisiensi terhadap beban unit pembangkit nilainya tidak konstan seperti

VII - 10
ditunjukkan oleh Gambar 7.b. Efisiensi unit pembangkit tergantung kepada efisiensi
pembakaran yang terjadi dalam silinder. Sedangkan proses pembakaran dalam silinder
akan paling efisien jika perbandingan berat bahan bakar dan berat udara mencapai
angka tertentu sehingga seluruh bahan bakar terbakar (meledak) habis dengan tepat,
tidak terjadi kekurangan atau kelebihan udara. Kondisi ini tercapai pada titik efisien
maksimum.
Memperbesar kemampuan mesin Diesel dengan cara memperbesar dimensinya
dilakukan dengan memperbesar diameter silinder serta mempebanyak jumlah silinder
yang disusun dalam susunan V (lihat gambar 7.3f, susunan V ini bisa mencapai 16
silinder.

Gambar 7.3f Mesin diesel dengan susunan silinder V (kiri) dan


baris (kanan) buatan MAN dan BW
Perkembangan lain dalam rangka menaikkan kemampuan mesin Diesel tanpa
mengubah dimensinya adalah dengan menaikkan jumlah putarannya per menit (ppm).
Saat ini untuk frekuensi 50 Hertz sudah ada unit PLTD dengan jumlah putaran 1500
ppm. Makin tinggi nilai ppm-nya makin pendek umur ekonomis unit PLTD. Unit PLTD
dengan jumlah putaran 1500 ppm sebaiknya tidak dioperasikan kontinyu melainkan
sebagai unit cadangan atau unit beban puncak. Unit PLTD dengan nilai ppm yang tinggi
membutuhkan teknologi yang tinggi bagi bantalan-bantalannya dan bagi cincin toraknya
(piston ring).

VII - 11
Mesin diesel bisa juga menggunakan bahan bakar gas. Apabila digunakan bahan
bakar gas, pengabut dan pompa bahan bakarnya perlu diganti.
Pada umumnya apabila dipakai gas alam, daya yang dihasilkan mesin Diesel
turun, dibandingkan apabila memakai BBM, bisa sampai menjadi 80% tergantung nilai
kalori dari gas yang dipakai. Mesin Diesel bisa pula didesain untuk menggunakan BBM
dan gas (dual fuel).

7.5 Kinerja Pengusahaan PLTD


Pengertian kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang
diperlihatkan atau kemampuan kerja suatu peralatan.
Ada beberapa macam kelompok kinerja yang ditetapkan perusahaan. Oleh
manejemen kinerja itu dinilai, dan penilaian kinerja itu adalah performance
(unjuk kerja) yang diukur dengan target yang telah ditentukan dan disepakati
bersama.
Untuk itu perlu dilakukan pengukuran.
Pola pengukuran kinerja yaitu dengan membandingkan antara yang dicapai
dengan target yang telah ditentukan dan disepakati bersama.
Selanjutnya berdasarkan kreteria yang telah ditentukan, baik bobot maupun
indikator untuk masing-masing unit, maka diperoleh skor akhir.
Skor akhir inilah yang kemudian menjadi patokan untuk menempatkan
ranking masing-masing unit organisasi tersebut tentang kinerja yang dihasilkan
selama tahun periode yang ditentukan.

7.5.1 Tujuan Pengukuran Kinerja


Maksud dan tujuan pengukuran kinerja :
a. Sebagai alat manajemen untuk mengetahui realisasi unjuk kerja dalam
upaya pencapaian target yang telah ditetapkan.
b. Memberi gambaran hasil unjuk kerja pengelolaan unit tersebut di
dalam pencapaian targetnya, sehingga dapat diambil langkah-langkah
perbaikan baik teknis/operasional, bila hasil yang dicapai belum
memuaskan.

VII - 12
c. Sebagai bahan pertimbangan untuk membuat perencanaan yang lebih
baik dimasa mendatang.
d. Sebagai dasar acuan manejemen untuk menilai tingkat keberhasilan
unit organisasi maupun personil yang menanganinya.

7.5.2 Kinerja Pengusahaan PLTD


Kinerja pengusahaan PLTD / SPD yang dimaksudkan disini adalah
kinerja operasi, karena itu didefinisikan sebagai kemampuan operasi dalam
memproduksi tenaga listrik (KWh) pada kurun waktu / periode tertentu.
Kemampuan operasi suatu PLTD / SPD tergantung pada kondisi dan. nilai-
nilai yang ditentukan terhadap efesiensi dan keandalan.
Sama halnya dengan kinerja pada aspek yang lain, untuk mengetahui
tingkat mana kinerja yang dicapai pada pengoperasian / pengusahaan PLTD/SPD
haruslah dilakukan pengukuran/penilaian.
Hasil pengukuran inilah yang dijadikan sebagai indikator kinerja.
Indikator kinerja tersebut diperlukan dan dimonitor dalam pelaksanaan operasinal
sehari-hari, yang tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui keefisienan dan
keekonomisannya.
Untuk menilai kinerja suatu PLTD / SPD apakah masih mempunyai nilai
ekonomis maupun teknis maka kita mengacu kepada standard PLN (SPLN 111 -
4 : 1995).

7.6 Data Pengusahaan PLTD


Untuk pengukuran kinerja memerlukan data. Data tersebut diproleh
dengan mengumpulkan secara komulatif hasil pencatatan pengusahaan yang
dilakukan oleh para operator / petugas yang berkompoten, maupun yang terekam
oleh peralatan ukur.
Data-data pengusahaani secara komulatif inilah yang dijadikan sebagai
dasar untuk membuat perhitungan / pengukuran kinerja suatu PLTD / SPD. Data-
data pengusahaan dalam administrasi dibuatkan daftar / formulir -formulir.
Adapun data-data pengusahaan yang diperlukan dalam hal kinerja ialah :

VII - 13
a. Spesifikasi unit PLTD meliputi merk, type no. seri dan daya
terpasang
b. Jumlah produksi energi listrik bruto
c. Jumlah pemakaian sendiri energi listrik
d. Jumlah pemakaian bahan bakar perperiode
e. Jumlah pemakaian minyak pelumas perperiode
f. Jumlah / daya mampu unit pembangkit
g. Beban puncak perperiode
h. Jumlah gangguan perperiode
i. Jumlah jam keluar secara operasi
j. Jam yang tersedia untuk operasi
k. Jumlah jam operasi pembangkit
l. Jumlah biaya pemeliharaan perperiode
m. Jumlah jam keluar untuk pemeliharaan secara rutin (preventif)
n. Daftar rencana pemeliharaan
o. Dari data-data operasi tersebut dapat diketahui / dihitung
mengenai
p. Efisiensi
q. Keandalan

Efisiensi secara umum adalah hasil perbandingan antara capaian dengan


sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan capaian tersebut,secara singkat
efesiensi adalah perbandingan antara output dengan input.
Sasaran efesiensi salah satunya adalah penghematan.
Beberapa indikator kinerja berikut ini dapat mencerminkan efesiensi
pengusahaan PLTD/SPD. Nilai indikator kinerja yang menggambarkan PLTD /
SPD dalam pengoperasiannya apakah masih dalam kategori menguntungkan atau
sudah merugikan dilihat dari segi pengusahaan mengacu pada SPLN 111 - 4 -
1995. Dalam SPLN 111 - 4 – 1995 tersebut diberikan batasan-batasan nilai/harga
yang wajar .

VII - 14
Keandalan merupakan suatu indikator tingkat kemampuan, kelancaran,
ketahanan maupun keamanan suatu SPD dalam operasinya untuk memproduksi tenaga
listrik (KWH) sesuai keperluan / target yang telah direncanakan.

7.7 Indikator Kinerja


Indikator kinerja pengusahaan PLTD/SPD dapat diklasifikasikan menjadi 2
bagian:
a. Indikator kinerja efesiensi dan
b. Indikator kinerja keandalan

Indikator kinerja efesiensi terdiri dari


a. Faktor kapasitas (capacity factor)
b. Faktor produktivitas (out put factor)
c. Faktor beban (load factor)
d. Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel oil consumption)
e. Faktor konsumsi minyak pelumas (specific lub oil consumption)
f. Efisiensi thermal (thermal efficiency)
g. Biaya pemeliharaan spesifik
h. Faktor waktu pemeliharaan

Setiap indikator kinerja tersebut dalam periode tertentu ditentukan


besarnya target yang akan dicapai.
Dalam menentukan capaian target faktor-faktor tersebut, haruslah sesuai
kondisi yang ada di pembangkit, karena faktor - faktor pembangkit tersebut
hanya dapat mendukung operasi sesuai kemampuan.
Berdasarkan faktor - faktor efisiensi kita dapat mengambil keputusan
bahwa suatu PLTD / SPD akan di operasikan atau tidak dengan nilai efisiensi
yang ada.
Bila dalam suatu pusat pembangkit ada unit pembangkit yang
mempunyai nilai / faktor efisiensi kurang baik maka PLTD / SPD tersebut tidak
perlu di operasikan / cukuplah dijadikan sebagai unit cadangan, tetapi unit
PLTD / SPD yang faktor efisiensinya lebih baik harus dioperasikan.

VII - 15
Namun terkadang meskipun efesiensi dari pembangkit tersebut
menunjukkan hasil yang kurang baik tetap juga dioperasikan, hal ini dibuat
demikan karena ada pertimbangan lain misalnya :
a. Untuk menghindari pemadaman karena daya cadangan tidak ada, sedangkan
unit lain ada yang sedang mengalami pemeliharaan.
b. Untuk mengembangkan suatu daerah seperti listrik pedesaan yang unitnya
terbatas
c. Untuk menjaga keandalan sistem bila ada acara - acara penting contoh seperti
misalnya PLTD Senayan untuk mensuplai energi listrik kantor DPR bila ada
acara penting / sidang.

7.7.1 Faktor Kapasitas (Capacity Factor)


Faktor kapasitas ( Capacity Factor disingkat CF ) adalah nilai atau angka
hasil perbandingan atau pembagian antara tenaga listrik yang diproduksi bruto
dengan kapasitas daya terpasang dan jumlah jam pada periode tertentu.
Faktor kapasitas merupakan tolok ukur besarnya pemanfaatan unit
pembangkit untuk memproduksi tenaga listrik secara keseluruhan dalam kurun
waktu tertentu berdasarkan daya yang tersedia.

Produksi bruto Energi listrik per periode


CF = -------------------------------------------------- x 100 %
Kapasitas unit terpasang x jam periode
Keterangan :
Jam periode untuk waktu 1 tahun = 8760 jam
Atau
Jumlah produksi KWh bruto
CF = ------------------------------------------------- x 100 %
Kapasitas terpasang SPD (KW) x 8760 jam

Faktor kapasitas standard PLN untuk PLTD berkisar antara 55 - 65 %.

VII - 16
7.7.2 Faktor Produktivitas (Out put Factor)
Faktor produktivitas adalah hasil perbandingan / pembagian antara produksi
tenaga/energi listrik bruto (KWh) yang dibangkitkan generator dalam kurun waktu
tertentu (perperiode) dengan, kapasitas / daya terpasang dan jam kerjanya.
Jadi faktor produktivitas merupakan kemampuan memproduksi tenaga
listrik dari suatu SPD dalam periode tertentu dengan daya yang tersedia.
Data hasil produksi diambil dari catatan - catatan operasi atau dari laporan -
laporan hasil operasi yang dihasilkan oleh generator dan dijumlah dalam periode
tertentu.
Faktor produktivitas secara normal antara 65 - 85 % dalam waktu operasi 1
tahun.
KWh Produksi bruto
Faktor = --------------------------------------- x 100 %
(Out put Factor )
Produktivitas Kapasitas terpasang x jam kerja per periode

Atau
Jumlah MWH bruto dibangkitkan
Faktor = ------------------------------------------------------ x
(Out put Factor ) Daya
Produktivitas 100 % terpasang SPD (MW) x jam pelayanan

Tabel 7.1 Form Pembebanan dan Tingkat Keandalan PLTD


BAGAIMANA PEMBEBANAN DAN TINGKAT KEANDALAN PLTD
PLTD : ..................................
SEKTOR/CABANG : ..................................
DAYA TERPASANG : ..................................
DAYA MAMPU : ..................................

BERAPAKAH PRESENTASENYA
UNIT KETERANGAN
No FAKTOR FAKTOR FAKTOR OAF FOF
PRODUTIVITAS KETERSEDIAAN KAPASITAS

VII - 17
7.7.3 Faktor Beban (Load Faktor)

Faktor beban merupakan tolok ukur pemanfaatan daya pada saat beban
tertinggi / beban puncak (peak load) dalam memproduksi tenaga listrik (KWh)
semaksimal mungkin.
Jadi faktor beban merupakan nilai atau angka perbandingan / pembagian
antara produksi tenaga listrik (KWh) seluruh (bruto) dan beban tertinggi selama
periode kali jam selama per priode (1 tahun / 8760 jam).

KWh Produksi bruto per periode


Load Factor = ------------------------------------------------- x 100 %
Beban tertinggi per periode x jam periode

Secara normal faktor beban antara 55 - 74 % dalam periode (1 tahun / 8760


jam).

7.7.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Oil Consumption)

Konsumsi / pemakaian bahan bakar spesifik adalah pemakaian bahan bakar


yang digunakan untuk membangkitkan / memproduksi setiap satu satuan tenaga
listrik (KWh).
Pemakaian bahan bakar spesifik adalah untuk mengetahui tingkat pemakaian
bahan bakar pada suatu unit pembangkit tenaga listrik/PLTD, apakah unit tersebut
masih berada pada tingkat yang wajar sehingga menguntungkan atau sebaliknya.
Sebagai tolok ukur (pedoman) besamya nilai konsumsi bahan bakar spesifik
mengacu pada standard PLN (SPLN. 79 : 1987).
Pemakaian bahan bakar spesifik (Specific Fuel Oil Consumption) ini
disingkat SFC, dapat ditulis menjadi :

Pemakaian b.bakar sebenarnya per periode


SFC = ------------------------------------------------------ (Lt / KWh)
KWh produksi bruto per periode

VII - 18
Pemakaian bahan bakar perlu mendapat perhatian serius , mengingat biaya
operasi yang terbesar ± 60 % adalah pemakaian bahan bakar, maka bila suatu SPD
angka pemakaian bahan bakar spesifik tersebut terlalu besar melebihi standard
SPD tersebut perlu perbaikan / pemeliharaan khusus.

Tabel 7.2 Pemakaian Bahan Bakar Spesifik Satuan Pembangkit Diesel

Unit Pemakaian Bahan Bakar Spesifik ( SFC)


No. Kelas SPD Beban 100 % Beban 75 % Beban 75 %
gr / kWh gr / kWh gr / kWh

PLTD
1 Bakal 230 - 260 230 - 280 240 - 300
100 kW

2 PLTD Kecil
250 kW 230 - 250 230 - 250 240 - 290
500 kW 220 - 240 220 - 250 230 - 260
1000 kW 210 - 230 210 - 240 220 - 240
200 - 220 200 - 220 210 - 240
PLTD
3 Sedang
2500 kW 195 - 215 195 - 210 200 - 220
4000 kW 195 - 210 195 - 205 200 - 215
6000 kW 190 - 205 190 - 900 195 - 210
8000 kW 190 - 205 190 - 200 195 - 210

PLTD
4 Besar
12.000 kW 185 - 200 180 - 200 190 - 210

Sumber : SPLN 79 : 1987


Berat Jenis HSD = 0,84
Berat Jenis MFO = 0,95

VII - 19
7.7.5 Konsumsi Minyak Pelumas Spesifik (Specific Lub Oil Consumption )

Pemakaian minyak pelumas spesifik prinsipnya sama dengan pemakaian


bahan bakar spesifik yaitu pemakaian minyak pelumas yang digunakan sebenarnya
selama memproduksi setiap satuan tenaga listrik (KWh) yang dibangkitkan.

Tabel 7.3 Pemakaian Minyak Pelumas Satuan Pembangkit Diesel

Pemakaian Minyak Pelumas


No Kelas SPD ( pada beban 100%)
1tr/jam

1 PLTD Bakal
Kelas 100 kW 0,1 - 0,2

2 PLTD Kecil
Kelas 250 kW 0,3 - 0,7
501 kW 0,5 - 1,0
751 kW 1 - 1,5
1000 kW 1,5 - 2,5

3 PLTD Sedang
2500 kW 2,5 - 4,5
4000 kW 6 - 11
6000 kW 6 - 12,5
8000 kW 7 - 20

4 PLTD Besar
12.000 kW 8 - 25

Sumber : SPLN :
1989

VII - 20
Pemakaian minyak pelumas spesifik merupakan nilai perbandingan atau
pembagian antara pemakaian minyak pelumas sebenarnya selama operasi dan hasil
produksi tenaga listrik bruto secara keseluruhan yang dihasilkan oleh generator
dalam satuan liter / KWh
Besarnya pemakaian minyak pelumas dapat kita lihat seperti pada SPL \ 79 :
1987.
Pemakaian minyak pelumas spesifik (Specific lub oil consumption) atau
disingkat SLC dapat ditulis menjadi :

Pemakaian minyak pelumas sebenamya per periode


SLC = ------------------------------------------------------------- ( Ltr/Kwh )
KWh Produksi bruto per periode

Pemakaian minyak pelumas spesifik penting untuk mengetahui tingkat


efisiensi maupun kondisi pada bagian-bagian yang mendapatkan pelumasan terutama
dengan adanya gangguan kebocoran, clearance (celah) pada bearing - bearing,
keausan ring piston dll.
Untuk memantau pemakaian minyak pelumas spesifik yang terlalu besar juga
memperhatikan warna asap / gas buang, temperatur minyak pelumas, kebocoran pipa
pipa penyaluran.

Tabel 7.4 Data - Data Suatu PLTD

PLTD :……………..Sektor : ……………..Cabang : ……………Wilayah : ………

Total
Unit Daya Daya Terpasang SFC SLC
Merek Mesin
No
Terpasang Mampu / Mampu

VII - 21
7.7.6 Efisiensi Thermal (Thermal Efficiency)
Efisiensi thermal merupakan tolok ukur pemanfaatan energi yang diberikan
oleh bahan bakar yang diproses pada mesin pembangkit (PLTD) menjadi energi
yang dapat dihasilkan oleh generator dalam bentuk energi/tenaga listrik (KWh )
bruto.
Efisiensi thermal merupakan perbandingan antara tenaga/energi listrik
(KWh) yang dibangkitkan oleh generator secara keseluruhan per tahun / per
periode terhadap jumlah energi panas yang di gunakan oleh PLTD dalam
membangkitkan energi listrik tersebut per periode.
Jumlah energi thermal/panas yang digunakan oleh PLTD dalam
membangkitkan energi listrik merupakan jumlah pemakaian bahan bakar dan nilai
kalor(panas) yang dikandung oleh bahan bakar tersebut. Nilai kalor yang
dikandung boleh bahan bakar dinyatakan dalam satuan (KCal) .
Jadi jumlah energi panas diperoleh dari pemakaian bahan bakar sebenarnya
kali nilai kalor jenisdari bahan bakarnya. Efesiensi thermal dinyatakan dalam
prosentase dan dinotasikan dengan notasi : ηth

KWh produksi bruto perperiode x 860


ηth = ---------------------------------------------------------------- x 100 %
Pemakaian bahan bakar sebenarnya perperiode x (KCal)

Berat jenis HSD = 0,844


Nilai kalor bawah = 10,030 kcal / kg

Besarnya eftisiensi thermal menurut standar PLN(SPLN)111 - 4 - 1995


antara 35 - 40 %. Pada produksi mesin-mesin yang baru / modern maka faktor
efisiensi thermal selalu di tingkatkan di antaranya dengan cara :
a. Menggunakan turbo charger
b. Meningkatkan kwalitas pendinginan udara pembakaran,
c. Meningkatkan kwaltitas bahan/material ruang bakar dan laluan gas hasil
pembakaran
d. Mengurangi hambatan-hambatan / mekanis (memperbaiki sistem pelumasan)

VII - 22
Adapun penyebab nilai efisiensi thermal rendah disebabkan adanya loses-
loses (kerugian-kerugian) panas akibat pembuangan panas , proses dan gesekan
mekanik.

ENGINE AND
STATION
EXHAUST
AUXILIARIES 3 %
GAS 34 %

STATION OUT
PUT
HEAAT IN FUEL 41,2 %
100 %

ENGINE OUT PUT OF ALTENATOR


FLYWEEL 0,4 % LOSSES 1,4 %

JACKET WATER TURBO RADIATION


CHARGER VALVE CAGE LOSSES 1,2 %
12 % PUMP LOSSES
CHARGE AIR 1,8 %
LUB OIL
3,2 % 6,2 %

Gambar 7.4 Diagram Keseimbangan Panas

Contoh seperti pada Gambar diagram neraca panas, berikut. Kerugian -


kerugian panas tersebut diantaranya :
a. Panas yang ikut terbuang bersama gas buang ± 34 %
b. Panas yang diserap pendinginan air, turbo dan rumah katup ± 12 %
c. Panas diserap minyak pelumas (kerugian mekanik) ± 3,2 %
d. Panas yang diserap air pendinginan udara masuk ± 6,2 %
e. Kerugian panas pompa-pompa ± 1,8 %
f. Kerugian panas radiasi yang di pancarkan body mesin ± 1,2 %.
g. Kerugian tenaga inertia fly wheel dan pengimbamg (counter wight) ± 0,4%
h. Kerugian alternator 1,4 %

VII - 23
Dengan adanya kerugian - kerugian tersebut maka produksi tenaga listrik
oleh alternator / generator sekitar 41,2 %.
Dari diagram neraca panas kita dapat mengevaluasi bagian -bagian
kerugian panas yang perlu pemeliharaan khusus untuk menghindari kerugian
panas yang nilainya besar.

7.7.7 Biaya Pemeliharaan Spesifik


Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan / digunakan untuk
mempertahankan unjuk kerja suatu SPD agar SPD tersebut dapat di operasikan
secara normal dan aman.
Ada beberapa macam biaya pemeliharaan bila dilihat dari jenis
pemeliharaan seperti :
a. Biaya pemeliharaan rutin.
b. Biaya pemeliharaaa tahunan (overhaul).
c. Biaya perbaikan (adanya kerusakan).
d. Biaya modifikasi (untuk penyempurnaan operasi).
Biaya pemeliharaan spesifik merupakan biaya keseluruhan yang digunakan
untuk melakukan pemeliharaan setiap satuan daya (kW) atau satuan tenaga listrik
yang diproduksi (kWh).
Biaya total pemeliharaan
Biaya pemeliharaan spesifik = --------------------------------- (Rp/kW).
Kapasitas (daya) terpasang
atau
Biaya total pemeliharaan
Biaya pemeliharaan spesifik = ------------------------------ (Rp/kWh)
Produksi bruto periode

Nilai biaya pemeliharaan spesifik biasanya tergantung kondisi seperti :


a. Cara pengoperasian SPD
b. Sistem metode pemeliharaan yang dilakukan untuk material (spare part)
yang dipakai
c. Cara pembebanan
d. Tingkat profesionalisme pelaksana operasi dan pemeliharaan
e. Mutu jaringan / pengaturan tenaga listrik / dan lingkungannya.

VII - 24
f. Umur dari SPD.

7.7.8 Faktor Waktu Pemeliharaan


Yang dimaksud waktu pemeliharaan adalah jumlah waktu secara komulatif
yang digunakan untuk bermacam-macam / jenis pemeliharaan terhadap SPD
selama periode pemeliharaan dengan tujuan mempertahankan unjuk kerja agar
SPD dapat beroperasi secara optimal dan aman.
Bermacam-macam pemeliharaan SPD seperti yang telah disebutkan diatas
diantaranya ialah :
a. Pemeliharaan rutin berdasarkan jam kerja
b. Pemeliharaan tahunan setiap 6000 jam kerja (TO, SO dan WO).
c. Pemeliharaan koreksi, adanya perlu modifikasi (penyempurnaan) guna menaikan
unjuk kerja.
d. Pemeliharaan perbaikan adanya kerusakan akibat
gangguan.
1) Gangguan dari dalam ( G D.D)
2) Gangguan dari luar (G.D.L.) biasanya karena jaringan maupun petir.

Gambar 7.5 Jam Operasi, Gangguan dan Pemeliharaan PLTD dalam 1 tahun

Keterangan :
JSO = Jam Siap Operasi
JO = Jam Operasi
JSB = Jam Stand By
GDD = Gangguan Dari Dalam
GDL = Gangguan Dan Luar
HAR = Pemeliharaan Preventif dan Korektif

VII - 25
Faktor waktu pemeliharaan adalah nilai perbandingan atau pembagian
antara jumlah realisasi waktu yang digunakan untuk semua macam pemeliharaan
terhadap SPD dan waktu pemeliharaan yang telah direncanakan dalam suatu
periode kali 100 %.

Realisasi waktu pemeliharaan


Faktor waktu pemeliharaan = ------------------------------------- x 100 %
Rencana waktu pemeliharaan

Adapun besarnya faktor waktu pemeliharaan menurut standard PLN (SPLN


1l1 - 4 - 1995) adalah antara 8 - 100 %.
Bilamana faktor waktu pemeliharaan kurang dari standard kemungkinan ada
faktor faktor lain di antaranya .
a. Penundaan pemeliharaan untuk menghindari dari pemadaman karena ada SPD
lain sedang dalam pemeliharaan, sedang cadangan daya tidak ada.
b. Untuk menjaga keandalan karena pada hari / acara penting nasional atau ada
kunjungan pejabat ke unit kerja.
c. Dari data-data operasi SPD masih berada pada kondisi handal (normal),
sehingga memungkinan pemeliharaannya ditunda, sehingga pemeliharaannya
menggunakan metode berdasarkan kondisi (condition base mainten ance)
d. Kemungkinan material / spare part belum cukup tersedia

Dengan kondisi seperti hal-hal yang tersebut diatas, memungkinkan SPD


mengalami penundaan pemeliharaan.
Bila faktor waktu pemeliharaan lebih besar dari standard, kemungkinan
SPD sering mengalami gangguan - gangguan / kerusakan SPD.
Hal ini diakibatkan seperti yang telah disebutkan di depan atau ada
pemeliharaan preventif.
Bila faktor waktu pemeliharaan lebih besar dari standard bisa terjadi dua
akibat :
a. Kemungkinan unjuk kerja naik adanya pemeliharaan praventif

VII - 26
b. Kenumgkinan unjuk kerja menurun karena seringnya terjadi kerusakan /
gangguan pada SPD
Untuk rencana pemeliharaan bersama ini terlampir contoh formulir jadual
pemeliharaan.

7.8 Keandalan
Keandalan merupakan suatu indikator tingkat kemampuan, kelancaran,
ketahanan maupun keamanan suatu SPD dalam operasinya untuk memproduksi tenaga
listrik (KWh) sesuai keperluan / target yang telah direncanakan.
Tingkat keandalan suatu SPD biasanya tergantung dari :
a. Daya mampu yang tersedia
b. Fluktuasi dan kondisi beban
c. Alat pengaman (proteksi)
d. Tingkat keterampilan pelaksana
e. Kondisi lingkungan maupun jaringan
f. Mutu pemeliharaan
Untuk mendukung keandalan yang optimal maka perlu melaksanakan
pemeliharaan terhadap SPD sesuai petunjuk dari pabrik (instruction book). Semakin
tinggi tingkat pemeliharaan dan perhatian terhadap SPD tersebut, semakin tinggi pula
keandalannya.
lndikator keandalan suatu SPD ada beberapa faktor diantaranya :
a. Faktor jumlah gangguan (outage faktor)
b. Faktor keluar (force outage faktor)
c. Faktor ketersediaan operasi (operating/availability).

7.8.1 Jumlah Gangguan


Yang dimaksud gangguan pada SPD ialah ketidak normalan kondisi SPD pada
saat beroperasi yang memungkinkan SPD trip (stop secara automatis) atau harus
distop keluar dari pengusahaan untuk pemeriksaan dan perbaikan .
Bila SPD gangguannya cukup berbahaya maka SPD distop secara emergensi
(darurat) untuk menghindari kemungkinan dari kerusakan yang lebih besar/fatal.

VII - 27
Jumlah gangguan merupakan komulatip dari gangguan - gangguan yang telah
terjadi dalam periode tertentu.
Ukuran sering tidaknya unit pembangkit mengalami gangguan dinyatakan
dengan Force Outage Rate disingkat FOR dan secara matematis ditulis sbb :

Jumlah jam unit terganggu


FOR = --------------------------------------------------------------------
Jumlah jam unit beroperasi + Jumlah jam unit terganngu

Apabila sebuah unit pembanmgkit mempunyai FOR = 0,07 maka kemungkinan


unit tersebut beroperasi adalah 1 – 0,07 = 0,93 sedangkan kemungkinannya
mengalami ganguan adalah 0,07.
Dengan demikian maka besarnya cadangan daya tersedia yang bisa diandalkan
tergantung juga kepada FOR dari unit pembangkit.
Makin kecil FOR unit pembangkit makin tinggi jaminan yang didapat,
sebaliknya makin besar FOR unit pembangkit tersebut makain kecil jaminan yang
didapat.
Menurut standard PLN (SPLN 11 - 4 - 1995) jumlah ganguan dalam 1 tahun
adalah antara 5 - 10 kali. Gangguan SPD ini dapat disebabkan faktor dari luar yang
disebut gangguan dari luar (GDL) maupun gangguan dari dalam (GDD).
Penyebab gangguan dari dalam diantaranya :
a. Salah pengoperasian
b. Pembebanan diluar kemampuan
c. Putaran melampaui nominal
d. Ada kebakaran dilingkungan SPD
e. Ketidak normalan sistem-sistem
f. Alat pengaman bekerja

VII - 28
Gambar 7.6 Jam Operasi, Gangguan dan Pemeliharaan PLTD dalam 1 tahun
Keterangan :
JSO = Jam Siap Operasi
JO = Jam Operasi
JSB = Jam Stand By
GDL = Gangguan Dari Luar
GDD = Gangguan Dari dalam
HAR = Pemeliharaan rutin (Preventif) maupun Korektif (penyempurnaan)

7.8.2 Faktor Keluar


Jam keluar suatu SPD ialah jumlah waktu dari suatu SPD yang sedang
beroperasi terpaksa distop karena ada gangguan.
Keterpaksaan keluar dari pengusahaan SPD dinyatakan tidak layak operasi
selanjutnya perlu mengalami pemeliharaan
Yang dimaksud faktor keluar ialah hasil perbandingan atau pembagian
antara jumlah jam keluar secara komulatif karena gangguan dalam periode dengan
jam dalam periode ( 1 tahun = 8760 jam).
Faktor keluar (forced outage factor disingkat FOF), dan secara matematika :

Jam keluar karena gangguan per periode


FOF = ----------------------------------------------------- x 100 %
Jam periode

Menurut standard PLN (SPLN 11 – 4 - 1995) = 5 – 20 % semakin besar


faktor keluar akan menurunkan faktor kapasitas dan akan menaikan faktor biaya
pemeliharaan spesifik dan faktor waktu pemeliharaan.

VII - 29
Jam keluar suatu pembangkit juga karena adanya pemeliharaan terencana
dikenal dengan Planned Outage factor disingkat POF, secara matematika
dirumuskan sbb :

Jam keluar karena terencana


POF = --------------------------------------- x 100 %
Jam periode

7.8.3 Faktor Ketersediaan Operasi


Daya tersedia dalam sistim tenaga listrik haruslah cukup untuk melayani
kebutuhan tenaga listrik dari para pelanggan.
Daya tersedia tergantung kepada daya terpasang unit –unit pembangkit
dalam sistim dan juga tergantung kepada kesiapan unit tersebut.
Karena unit pembangkit yang direncanakan tersedia untuk operasi dalam
sistim ada kemungkinan mengalami Force Outage / gangguan maka besarnya
cadangan daya gtersedia sesungguhnya merupakan ukuran keandalan operasi
sistim.
Ketersediaan operasi suatu SPD adalah waktu yang tersedia oleh suatu SPD
dalam kondisi siap di operasikan, kapan saja diperlukan untuk pembangkitan
tenaga listrik
Di dalam waktu ketersediaan operasi terbagi menjadi :
a. Jam operasi (JO) yaitu jumlah jam secara komulatif dalam periode dimana SPD
betul – betul dalam keadaan beroperasi.
b. Jam stand by (JSB) jumlah jam secara komulatif dalam periode dimana SPD
tidak dioperasikan tetapi dalam kondisi siap dioperasikan.
Faktor ketersediaan operasi ( Operating Availability Facto disingkat OAF )
suatu SPD adalah waktu jam siap suatu SPD dapat dioperasikan (jam operasi + jam
stand by) dalam suatu periode dibagi jam periode (8760 jam).

Jam Operasi (JO) + Jam Stand By (JSB)


OAF = - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - x 100 %
Jam periode (8760 jam)

Menurut SPLN 111 - 4 - 1995 antara 65 - 74 %.

VII - 30
Tabel 7.5 Contoh Data Singkat Suatu PLTD

DAYA DAYA TOTAL JAM KERJA


UNIT TERPASANG
OVERHAUL
No MERK MESIN MAMPU JAM SETELAH
KE TERAKHIR
(KW) (KW) KERJA OVERHAUL

1 MWK I 904 800 5756 - -

2 ENTERPRISE II 500 440 102.658 658 S.O

3 M.A.N III 1040 700 78.206 206 T.O

4 G.M IV 1000 700 31.013 1.013 S.O

5 SWD V 1000 850 59.533 5.333 M.O

6 CUMMINS VI 400 350 6.019 - T.O

7 CUMMINS VII 400 350 5.360 - -

8 SWD VIII 2.296 2.200 34.177 4.177 M.O

9 SWD IX 2.296 2.200 33.307 3.307 M.O

10 SWD X 3.26 3.000 2.869 - -

Contoh Soal

1. Mengapa secara teoritis, mesin diesel 2-langkah dengan dimensi dan jumlah putaran
per detik yang sama dibandingkan dengan mesin diesel 4-langkah, dapat menghasilkan
daya 2 kali lebih besar ?.
Jawabannya: Hal ini disebabkan karena pada mesin diesel 2-langkah terdapat 1 kali langkah
tenaga untuk setiap 2 langkah atau setiap 1 putaran, Sedangkan pada mesin diesel 4-
langkah, langkah tenaga terjadi 1 kali setiap 4 langkah atau setiap 2 putaran.
2. Dibandingkan dengan unit pusat listrik lainnya, apa keuntungan unit PLTD dan apa
kekurangannya ?
Jawabannya:Keunggulannya bisa ditempatkan di mana saja, kekurangannya dayanya kecil,
maksimum yang ada di pasaran sekitar 12,5 MW per unit dan harga bahan bakar
minyaknya mahal.

VII - 31
Rangkuman

Unit PLTD yang terbesar di pasaran sekitar 12,5 MW, oleh karena itu jika untuk melayani
beban di atas 100 MW, PLTD tidak ekonomis karena unitnya menjadi banyak.
Unit pembangkit Diesel sebaiknya dioperasikan dengan beban konstan yang menghasilkan
efisiensi maksimum, yaitu pada kira-kira beban 80%.
Bagian-bagian mesin Diesel yang sering memerlukan penggantian adalah bantalan, cincin
torak, katup (setelah mengalami pemeliharaan berkali-kali), elemen saringan minyak pelumas,
perapat (seal) dan pengabut.
Dari segi lingkungan, unit pembangkit Diesel perlu mendapat perhatian mengenai kebisingan,
gas buang (kandungan CO2), dan masalah minyak pelumas bekas yang sebaiknya dibakar,
jangan dibuang karena dapat mengotori lingkungan.
Ditinjau dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar, unit pembangkit Diesel dapat mencapai
40%.
Indikator kinerja pengusahaan PLTD/SPD dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:
a. Indikator kinerja efesiensi dan
b. Indikator kinerja keandalan

Indikator kinerja efesiensi terdiri dari


a. Faktor kapasitas (capacity factor)
b. Faktor produktivitas (out put factor)
c. Faktor beban (load factor)
d. Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel oil consumption)
e. Faktor konsumsi minyak pelumas (specific lub oil consumption)
f. Efisiensi thermal (thermal efficiency)
g. Biaya pemeliharaan spesifik
h. Faktor waktu pemeliharaan

Keandalan merupakan suatu indikator tingkat kemampuan, kelancaran, ketahanan maupun


keamanan suatu SPD dalam operasinya untuk memproduksi tenaga listrik (KWh) sesuai
keperluan / target yang telah direncanakan

VII - 32
Soal-soal Latiham

1. Jelaskan proses konversi energi menjadi energi listrik pada PLTD !


2. Jelaskan prinsip kerja mesin diesel 4 langkah dan lengkapi dengan gambar !
3. Sebutkan bagian-bagian mesin Diesel yang sering memerlukan penggantian !
4. Apakah fungsi turbocharger bersama intercooler ?, dan jelaskan prinsip kerjanya !
5. Sebutkan faktor yang mempengaruhi Indikator kinerja efesiensi dan jelaskan !.

VII - 33

Anda mungkin juga menyukai