SEBERAPA PENTING PENTING PERAN HUMAN CAPITAL DALAM BISNIS START-UP?
Perkembangan teknologi yang semakin pesat disertai dengan semangat golongan
milenial dalam mengembangkan bisnis sendiri, membuat terciptanya banyak perusahaan start-up di Indonesia. Memulai bisnis start-up tentu tampak menggiurkan bagi banyak orang dengan adanya cerita-cerita perusahaan besar yang bermula dari start-up dapat bertahan dan bahkan sukses besar hingga sekarang, seperti Facebook, Google, Apple, dan Microsoft. Sebelum membahas tentang kesuksesan mereka, memangnya bisnis start-up itu apa sih? Sederhananya, bisnis start-up adalah perusahaan dalam bidang teknologi dan informasi yang sedang merintis/berkembang, yang mana masih berada dalam fase pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Melihat dari pengertiannya saja pasti dapat dibayangkan, betapa kerasnya tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan start-up agar dapat bertahan dan memiliki valuasi yang baik. Maka dari itu, ketimbang jumlah start-up yang menuai kesuksesan, sebetulnya lebih banyak bisnis start-up yang mengalami kegagalan. Menkominfo Indonesia pernah mengatakan bahwa success rate startup secara internasional hanya 5%. Lalu apa yang membuat banyak start-up gagal? Ada banyak faktor, masalah kecilnya ukuran pasar atau waktu pemasaran yang salah, model bisnis yang tidak tepat, tim manajemen yang tidak baik, kekurangan dana, sumber daya manusia yang kurang kompeten, masalah dengan produk, dan sebagainya. Menurut data yang dikeluarkan BEKRAF dalam Mapping & Database Startup Indonesia 2018, presentase permasalahan yang dialami oleh perusahaan start-up Indonesia adalah 38.82% pada aspek modal, 15% pada aspek fasilitas, 29.41% pada aspek SDM, 8.82% pada aspek regulasi dan UU, dan 7.94% pada aspek market. Sementara dalam data presentase ekspektasi perusahaan pada pemerintah, ditemukan bahwa sebanyak 44.32% perusahaan start-up berekspektasi memperoleh modal dari pemerintah, ini juga selurus dengan banyaknya perusahaan start- up yang sangat bergantung dengan investasi dari investor. Sebagai contoh, adalah perusahaan Valadoo, bisnis online travel yang didirikan pada tahun 2010 dan gulung tikar pada tahun 2015. Jaka Wiradisuria selaku CEO Valadoo saat itu mengatakan bahwa awal mindset Valadoo untuk berkembang adalah butuh investor, jadi setelah itu seolah ketagihan hingga merasa tidak bisa berkembang tanpa investor. Tidak hanya Valadoo, kebanyakan perusahaan start-up di Indonesia yang gagal juga dikarenakan masalah yang sama, yaitu terlalu fokus dan bergantung pada investasi/permodalan. Padahal kunci kesuksesan start- up menurut Bill Gross, enterpreuner yang memiliki banyak start-up sukses dalam Rahardhjo (2015), funding (pencarian dana) berada di presentase paling akhir yaitu 14% sementara dua kunci yang menempati presentase tertinggi adalah timing (42%) dan tim (32%). Manajemen tim yang apik dan sumber daya manusia yang kompeten dapat menciptakan inovasi serta kinerja yang baik yang tentu saja akan berpengaruh pada profit perusahaan. Penempatan karyawan dengan kualifikasi job yang tepat tentu akan membuahkan kinerja yang maksimal. Logikanya, kalau bapak ojek mengendarai delman tentu resiko kecelakaan di jalan akan lebih besar ketimbang ia mengendari sepeda motor. Selain penempatan karyawan, meningkatkan value dari karyawan tersebut juga penting agar tidak hanya mentok begitu saja. Agar tidak hanya jadi pengendara motor di jalan, tapi juga bisa jadi pembalap seperti Valentino Rossie. Disinilah, peran Human Capital sangat dibutuhkan. Human Capital sederhananya dapat diartikan sebagai divisi yang memenej sumber daya manusia serta melihat manusia sebagai capital (modal), jadi tujuannya adalah untuk mengembangkan SDM agar semakin bertambah skill-nya sehingga dapat berkontribusi maksimal untuk perusahaan. Dalam perusahaan, investasi yang diberikan untuk karyawan berupa recruiting, selecting, dan training hal ini dengan harapan agar mendapatkan return seperti peningkatan kinerja, produktivitas, serta kemampuan berinovasi yang dapat dilihat dari pencapaian key performance indicator-nya. Sistem seperti ini tentu akan sangat bermanfaat untuk perusahaan start-up dalam mengembangkan bisnisnya. Memiliki tim yang kompeten dengan manajemen karyawan yang baik, tentu akan membuat perusahaan minim resiko human eror karena SDM yang terpilih telah ditempatkan di posisi yang tepat. Kembali ke perusahaan Valadoo yang gagal karena terlalu fokus pada investasi dana (funding), fokus pada hal tersebut membuat Valadoo lalai dalam mematangkan model bisnis serta inovasi produk yang ditawarkan. Padahal jika Valadoo fokus pada investasi SDM yang kompeten tentu resiko-resiko kesalahan pengambilan keputusan serta kurangnya kreatifitas dapat diatasi. Seperti halnya bisnis start-up sukses di Kota Surabaya, dalam penelitian Sitepu (2017) dengan subjek penelitian 80 bisnis start-up di kota Surabaya, menemukan bahwa manusia memegang porsi paling besar untuk menentukan kesuksesan. Kompetensi karyawan, hubungan relasi sesama rekan kerja, sangat berpengaruh pada jalannya bisnis sebab bisnis tidak bisa dijalankan oleh satu orang saja. Kesimpulannya, Human Capital berperan sangat penting dalam bisnis start-up karena hakikatnya perusahaan manapun berjalan bukan karena produk yang ditawarkan tapi karena orang-orang yang menawarkan produk tersebut.