Anda di halaman 1dari 27

I Love HR

Why people and how?

Perusahaan yang menyadari mengenai esensi manusia, mungkin sudah menerapkan prinsip
tersebut dalam praktik pengelolaan orang-orang diperusahaannya. Akan tetapi, masih banyak
juga perusahaan-perusahaan yang belum mempraktikkannya secara tepat dan konsisten.
Bahkan, ada perusahaan yang telah menyadari secara praktik justru mengabaikannya. Kalau
kata pepatah, “masih jauh panggang dari apa”. Atau dalam istilah populernya “omdo” atau
omong doang.

Contoh : Suatu perusahaan yang menggembar-gemborkan kepada semua orang, bahwa


perusahaannya menjunjung prinsip bahwa manusia adalah aset.

Namun, ketika salah satu atau beberapa manusia (karyawan) di dalam perusahaannya sedang
menghadapi masalah, misalnya saja penurunan kinerja, ketidak nyamanan lingkungan
pekerjaan, atau bahkan konflik interpersonal sesama karyawan yang menyebabkan kinerja
karyawab tersebut menurun.

Sayangnya, sering!

Perusahaan justru cenderung tidak mau tahu dan tidak ingin mencari tahu trigger atau pemicu
terjadinya masalah (sumber permasalahannya). Perusahaan akan tetap menekan karyawan dan
menuntut, agar hasil pekerjaannya kembali maksimal, tidak peduli apapun yang terjadi dengan
karyawan tersebut. Pembenarannya sangat klasik. Perusahaan menggaji karyawan tersebut
untuk bekerja.

Padahal, bukankah karyawan adalah manusia dan bukan robot? Pasti ada saja kalanya emosi
manusia akan mempengaruhi kinerjanya, seprofesional apapun orang tersebut. Mungkin saja si
karyawan sedang mengalami persoalan personal di luar kantor, misalnya sedang ribut dengan
pacar, sehingga tidak fokus untuk bekerja.

Hal-hal seperti inilah yang seharusnya dipahami oleh manajemen perusahaan. Jika manusia
memang aset, maka aset itu seharusnya dijaga dengan baik. Sama seperti aset yang kita miliki
1
dalam bentuk uang, mobil, rumah, dan lain-lain. Agar tidak rusak, kita pasti akan menjaganya
dengan baik dan benar, bukan?

Satu hal yang perlu diperhatikan. Dengan adanya slogan dan prinsip tersebut, bukan berarti
manusia (karyawan) menjadi bebas untuk bertindak sesukanya. Semua karyawan harus
menyelesaikan kewajiban berupa tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya,
berbanding lurus dengan hak-hak yang diperolehnya dari perusahaan. Kewajiban harus
seimbang dengan hak.

Dengan kata lain. Perusahaan dan karyawan merupakan sepasang partner atau mitra yang
harus seiring sejalan dan saling bergandengan tangan, demi keberlangsungan dan kemajuan
perusahaan. Karena apabila perusahaan tersebut berkembang dan maju, orang-orang di
dalamnya pasti akan merasakan dampak positifnya juga. Begitu pun sebaliknya.

Sialnya, belum tuntas dalam menerapkan prinsip “People are our most important asset.” Kini
muncul lagi tantangan berikutnya untuk organisasi menerapkan prinsip “Human Capital.”
Karyawan selayaknya diperlakukan sebagai ‘modal.’ Bukan lagi ‘aset.’ Karena jika sebagai aset,
maka nilai kebanyakan aset cenderung akan menurun (depresiasi), sementara karyawan
diharapkan terus meningkatkan kemampuannya dengan berbagai pelatihan dan
pengembangan yang diinventasikan perusahaan. Oleh karena itu, karyawan merupakan modal
yang diharapkan akan terus berkembang dan bertambah. Modal karyawan bahkan dipandang
lebih penting dibandingkan modal uang (financial capital), modal teknologi (technology
capital), ataupun modal sumber daya lainnya.

Dalam kurun waktu yang berjalan telah terjadi evolusi peran manusia dalam organisasi. Pada
era revolusi industri, sumber daya manusia dianggap sebagai salah satu faktor produksi dalam
menghasilkan kapasitas output tertentu dari suatu mesin, di samping sumber daya lainnya,
sehingga muncul representasi keuangan atau pelaporan akuntansi, bahwa manusia sebagai
biaya (employee cost). Manusia sebagai karyawan bekerja secara mekanistik: bahkan dihitung
efisiensi dan produktivitasnya berdasarkan gerak dan langkahnya (time and motion studies). Hal
ini sudah lebih baik dari era sebelumnya, di mana manusia banyak dipekerjakan sebagai budak,
yang bahkan tidak diperhitungkan sama sekali otak dan perasaannya, hanya dibutuhkan
ototnya saja.

2
Di era revolusi informasi saat ini, perkembangan teknologi digital berbasis pengetahuan
(knowledge society) begitu pesat dan cepat. Manusia menjadi modal yang sangat krusial
dengan kemampuan dan kreativitasnya untuk menciptakan serta mengolah data dan informasi,
agar menghasilkan output yang signifikan. Bahkan tingkat pengembalian dari modal manusia
(return on human capital invested) yang berpotensi tinggi bisa tanpa batas. Sky is the limit for
creativity.

Human Capital In Indonesia: Just A Name?


Secara global, praktik pengelolaan SDM di berbagai perusahaan telah mengalami transformasi
dari tahapan ke tahapan. Awalnya dulu, fungsi SDM hanya berfokus pada pengelolaan

3
administrasi personalia. Lalu beralih ke pengelolaan proses dan sistem. Kemudian dewasa ini,
semakin berkembang lagi dan menjadi fokus akan pengelolaan dampak SDM pada bisnis
perusahaan (Business Impact).

Transformasi ini mirip dengan perkembangan yang juga terjadi di bidang keuangan. Awalnya,
bidang ini dinamakan dengan Tata Buku (Book Keeping), yang lebih berfokus pada administrasi
pencatatan uang masuk-keluar. Di bidang HR, setara dengan Personalia yang berfokus pada
administrasi pencatatan masuk-keluar personel/karyawan.

Lalu berkembang menjadi Akuntansi (Accounting) yang lebih berfokus kepada pengelolaan
proses pencatatan dan pelaporan dengan standar yang baku. Di bidang HR, manajemen SDM
mulai berfokus pada pengelolaan proses dan sistem SDM. Namun, untuk HR, standar yang
digunakan relative tidak baku seperti standar Akuntansi.

Kemudian belakangan ini barulah disebut dengan istilah Bagian Keuangan (Finance), yang lebih
berfokus pada penggunaan laporan Akuntansi untuk melakukan analisis, pengurangan, rasio,
dan proyeksi kondisi keuangan dalam rangka menunjang perkembangan bisnis perusahaan. Di
bidang HR, terjadi perkembangan untuk mempraktikan Human Capital Management, dimana
diharapkan aka nada fokus pada analisis, pengukuran, rasio, dan proyeksi kondisi SDM di
perusahaan, untuk menunjang perkembangan bisnis perusahaan.

Dalam hal analisis, pengukuran, rasio, dan proyeksi kondisi SDM, peranan HR dalam penerapan
Human Capital masih ketinggalan apabila dibandingkan dengan peran fungsi keuangan dalam
memberikan dampak bagi kemajuan bisnis perusahaan. Sejauh ini, penerapan prinsip Human
Capital yang paling maju perkembangannya adalah di Amerika Serikat dan beberapa Negara di
Eropa. Sementara di Indonesia, masih cukup jauh ketinggalannya dan belum banyak didukung
oleh riset yang meadai di dalam penerapannya.

Faktor terpenting untuk kesuksesan perusahaan:


1. Strategi bisnis.
2. Incestasi pada SDM.
Mirisnya, para CEO menilai, bahwa pengelola peran HR di perusahaan saat ini, kebanyakan
hanya ahli dalam menjalankan fungsi dasar administrasi ke personaliaan. Sementara untuk
mendapatkan dan mempertahankan hal yang .

4
Mirisnya, para CEO menilai, bahwa pengelola peran HR di perusahaan saat ini, kebanyakan
hanya ahli dalam menjalankan fungsi dasar administrasi kepersonalaai. Sementara untuk
mendapatkan dan mempertahankan talenta terbaik (Best Tallent), masih dianggap kurang
mampu. Padahal, keberadaan talenta terbaik ini merupakan faktor kunci dalam meningkatkan
kinerja bisnis perusahaan.

Selain itu, Society of Human Resources Management (SHRM) dan Hewitt Associates juga
melakukan riset pada tahun 2006 terhadap perusahaan-perusahaan Fortune 500.

Jika investasi perusahaan terhadap SDM tersebut tidak dapat diukur dan dianalisis dengan baik,
maka tentunya pengelolaan Human Capital tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik, demi
memberikan dampak yang optimal bagi kinerja bisnis perusahaan. Lebih jauh lagi, tentunya
tidak dapat dilakukan proyeksi kondisi SDM ke depan untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Seperti halnya yang terjadi pada fungsi keuangan, para CEO memandang, bahwa fungsi
keuangan sangat kritikal dan menjadi pertimbangan utama dalam menetapkan keputusan
bisnis. Hal ini disebabkan, karena CEO bisa mendapatkan hasil analisis keuangan yang jelas
berdasarkan rasio-rasio keuangan yang ada dan proyeksi keuangan ke depan untuk investasi
yang akan dilakukan.

Hal seperti inilah yang belum diperoleh CEO dari pelaku fungsi HR di perusahaan, padahal
sumber daya terpenting di perusahaan adalah SDM, yang dari sudut biaya merupakan
komponen terbesar di perusahaan, sementara dari sudut modal merupakan investasi
terpenting yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan hasil (return) terbaik.

Sebagai contoh sederhana, saat ini belum banyak pelaku fungsi HR di perusahaan yang mampu
menerapkan analisis dan proyeksi untuk rasio di bidang pelatihan (Training), seperti misalnya
melakukan analisis mengenai tingkat pengembalian investasi perusahaan pada pelatihan
(Return on Training Invesment). Atau menggunakan analisis dan proyeksi tersebut untuk
menentukan kebijakan pengembangan SDM dalam rangka mendukung pertumbuhan bisnis.
Dalam perkembangannya saat ini, praktik Human Capital setidaknya memiliki lima ukuran
(metrics) yang seharusnya dapat digunakan untuk kemajuan perusahaan, yaitu:
1. Total Cost of Workforce.
2. Management Span of Control.
5
3. High Performer Turnover Rate.
4. Career Path Ratio.
5. Talent Management Index.

Standarisasi rasio dalam penerapan Human Capital sangat penting, karena merupakan dasar
pengambilan keputusan dan kebijakan HR demi keoptimalan kinerja bisnis perusahaan.
Menariknya, sekarang telah mulai dikembangkan Laporan Keuangan Human Capital (Human
Capital Financial Statement). Sama halnya seperti format Laporan Keuangan, format Keuangan
Human Capital ini terdiri dari:
1. Human Capital Impact Statement: seperti Laporan Laba Rugi.
2. Human Capital Asset Statement: seperti Laporan Neraca.
3. Human Capital Flow Statement: seperti Laporan Arus Kas.

Yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah, sudah sejauh manakah penerapan Human
Capital di perusahaan Anda saat ini? Telah berjalan seperti seharusnya, sedang memulai
tahapan demi tahapan, atau justru baru sekadar berganti nama?

Baru-baru ini saya melakukan penelitian mengenai penerapan HR di perusahaan-perusahaan di


Indonesia.
1. 66,7% level manajemen mengatakan, fungdi HR diperusahaannya belum berjalan
sebagaimana mestinya.
2. 85,4% level non-HR mengatakan, bagian HR di perusahaannya bekerja masih belum
menjalankan fungsinya dengan optimal.
3. 14,6% level non-HR mengatakan, perusahaan tempatnya bekerja sama sekali tidak
memiliki departemen HR.

Bagaimana mungkin kita bisa menerapkan prinsip manusia sebagai aset, jika departemen HR
pun tidak ada? Ini merupakan bukti nyata, bahwa masih banyak perusahaan yang sama sekali
belum menyadari pentingnya aspek manusia dalampengelolaan bisnisnya.
Pemimpin yang hebat adalah yang mampu menggerakkan semua pihak untuk berkontribusi
mencapai hasil dan kinerja tinggi. –Christian Siboro.

6
Hi, I Am HR. Do You Know Me?

Untuk menerapkan sistem Human Capital sebagaimana mestinya, maka dibutuhkan adanya
perubahan/ transformasi paradigma. Dave Ulrich dalam bukunya berjudul HR Champion (1997)
dan HR Transformation (2009) mengatakan

7
“Faktor penentu kesuksesan perusahaan 23,3% dari kompetensi bisnis dan 76,7% kompetensi
bisnis dan manajemen perubahan.

Semakin hari, semakin tinggi kebutuhan dan tuntutan akan tenaga kerja berpotensi. (Best
Talent) dalam rangka mengahadapi tingkat persaingan global yang semakin tinggi,misalnya bagi
perusahaan yang tercapai:

Peranan HR bukan sebatas mengurus pengajain atau rekrumen, tetapi mebih kompleks,yaitu
untuk untuk menjaga dan memastikan, bahwa perusahaan dapat berjalan dan bertumbuh
seperti yang diharapkan.

Pada quote di atas, Rosabeth Moss Kanter yang merupakan seorang ahli dalam bidang
manajemen perusahaan pada umumnya lebih daripada pihak yang membangun modal
manusia. Mengapa begitu? Padahal jika ditelaah, bukankah itu justru bertentangan dengan
slogan “People are our most important asset” dan bahkan prinsip “Human Capital?”

Dalam praktiknya yang sering terjadi di lapangan adalah, ketika sedang melangsungkan rapat
direksi, topik yang paling prioritas dan paling lama untuk dibicarakan pasti mengenai kondisi
keuangan, kemudian disusul dengan kondisi penjualan (yang tentunya berkaitan dengan
keuangan juga, karena memengaruhi penghasilan). Pembahasan mengenai modal manusia
seringkali menjadi topik yang berada di urutan ke sekian, itu pun kalau masih ada waktu yang
tersisa sebelum rapat berakhir. Sungguh ironis.

Contoh lain yang sering terjadi adalah , ketika CEO atau Direktur Utama perusahaan ingin
membuat keputusan penting mengenai pengembangan usaha perusahaan, maka yang pertama
kali dipanggil dan diajak berdiskusi pastilah Direktur Keuangan dan Direktur Pengembangan
Usaha. Hampir tidak pernah Direktur HR atau penanggung jawab tertinggi fungsi HR yang
dipanggil pertama kali, atau sekadar diajak bergabung bersama dengan Direktur Keuangan dan
Direktur Pengembangan Usaha untuk membahas topik penting tersebut.
Ketika perusahaan maupun pengembangan usaha yang baru dibuka itu telah berjalan,
kemudian muncul suatu permasalahan. Misalnya jumlah tenaga kerja yang kurang memadai,
konflik industrial, target tak tercapai, atau skill tenaga kerja yang tidak sesuai dengan tugas
yang dibebankan.

8
Nah, ketika terjadi permasalahan seperti itu, lantas siapa yang dicari?
Saat itulah fungsi HR kembali diingat dan diperlukan, bahkan sampai ‘diteror’ dan dikejar-kejar
seperti teroris. Menuntut mereka untuk sesegera mungkin menyelesaikan permasalahan yang
ada.

Hal ini menunjukkan, seolah-olah bagian HR tidak memiliki andil penting dan tidak perlu diikut
sertakan di dalam pengambilan keputusan perusahaan, karena mereka sebatas pelaksana
hanya ketika fungsinya dibutuhkan.

Memang, tidak disemua perusahaan hal tersebut terjadi, akan tetapi masih sangat banyak
kasus serupa yang ditemukan di perusahaan-perusahaan, khususnya di Indonesia.

Apa yang menjadi penyebab permasalahan tersebut timbul?


Jika dianalisis dengan benar, tidak jarang masalah tersebut disebabkan, karena tidak adanya
andil HR di tahapan awal. Seandainya saja bagian HR sudah diikut sertakan sejak permulaan,
maka mereka pasti sudah dapat ‘membaca’ dan menentukan kriteria tenaga kerja seperti apa
yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha tersebut. Sebelum suatu permasalahan
berkembang menjadi semakin besar, HR sudah akan mengantisipasinya sejak dini, dengan cara
memilih tenaga kerja dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan bisnis
perusahaan.

Peran pengelolaan modal manusia dianggap tidak terlalu penting dan hanya berjalan
sekadarnya saja. Hanya bagian pendukung di dalam perusahaan. Inilah yang menyebabkan
departemen lain cenderung memandang sebelah mata pada pelaku fungsi HR.

HR itu ibarat bagian Medis di Rumah Sakit. Kalau kamu ingin menjaga kebugaran tubuh,
berkonsultasilah dengan dokter, maka ia akan memberikan rekomendasi multivitamin yang
sesuai dengan kondisi tubuh, sehingga kamu tidak mudah terserang penyakit. Atau ketika kamu
mengalami gejala-gejala demam. Kalau kamu segera memeriksakan diri, maka dokter akan
membekalimu dengan obat-obatan yang berfungsi untuk menyembuhkan gejala dan mencegah
penyakit yang lebih berat.
Begitu pulalah dengan bagian HR. Mereka bertugas untuk membekali perusahaan dengan
multivitamin agar kuat dan terhindar dari kuman penyakit (permasalahan), serta

9
mengidentifikasi/ mengenali gejala permasalahan dan segera mengatasinya sebelum
berkembang menjadi lebih parah.

Jika sejak awal dilibatkan, maka bagian HR akan dapat membaca kebutuhan perusahaan dan
bisa mencari serta menempatkan tenaga kerja yang tepat sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Apabila hal ini berjalan dengan baik, maka perusahaan pasti akan terhindar dari
penyakit kronis atau yang sering disebut dengan Masa Krisis Perusahaan.

Seperti halnya dengan penyakit, apabila suatu permasalahan dibiarkan terlalu lama dan
berusaha diatasi ketika kekacauan sudah semakin dalam terjadi, maka tentunya akan
membutuhkan tenaga, sumber daya, serta rentang waktu yang panjang untuk dapat
memulihkannya kembali. Itupun, kalau memang masih bisa diatasi dan dipulihkan. Bagaimana
jika perusahaan tersebut justru harus Rest in Peace atau mati (bangkrut)? Sayang sekali!

Mari kita kembali meminjam istilah dalam dunia medis. “Lebih baik mencegah, daripada
mengobati.” Sebelum kita terserang suatu penyakit, sebaiknya kita menjaga kesehatan, karena
jauh lebih mudah menghindari penyakit dari pada harus mengobati ketika sudah terserang.
Begitu juga halnya dengan perusahaan. Sebelum timbul suatu permasalahan di dalam
perusahaan yang berhubungan dengan tenaga kerja, sebaiknya diantisipasi sejak awal.
Bagaimana caranya? Nah, itulah peranan dari bagian HR.

Melanjutkan contoh di atas, ketika pengembangan suatu badan usaha sudah mulai berjalan,
tidak jarang timbul berbagai masalah lain, misalnya adanya konflik hubungan industrial,
hubungan yang tidak baik antara atasan dengan bawahan, kinerja yang rendah, indisipliner, dan
masalah-masalah terkait karyawan lainnya.

Ketika itu terjadi, kamu pasti sudah dapat menebak kelanjutannya. Tentunya perusahaan akan
mengejar-ngejar bagian HR, karena dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Fungsi HR akan dipaksa berubah menjadi Super Hero yang muncul belakangan ketika semua
sudah kacau-balau. Mereka dituntut untuk mengembalikan kondisi menjadi seperti semula lagi.
Bahkan ada yang berharap HR dapat memperbaiki mobil sambil mobilnya tetap berjalan.

Sayangnya, kehidupan perusahaan tidaklah semuluk dan sefiktif itu.

10
Memulihkan situasi yang kacau tidak bisa dilakukan secara instan. Bukannya Super Hero, dalam
kondisiini HR justru akan berperan sebagai Pemadam Kebakaran. Mencoba mamadamkan
bumbungan api yang telah berkobar demikian besar, hanya dengan bermodalkan air
secukupnya serta waktu yang sangat terbatas. Maka, lagi-lagi HR akan dinilai jelek, karena
dianggap tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

Beberapa perusahaan cukup beruntung, karena mereka mampu mengatasi permasalahan


seperti di atas. Namun ternyata, itu tidak bertahan lama. Kasus serupa kemudian terjadi dan
terulang kembali. Penyebabnya sangat sederhana. Mereka hanya memotong cabang dan
ranting permasalahan tersebut, tetapi tidak mencabut akarnya.

Saya ilustrasikan seperti penyakit. Suatu hari, kamu menderita sakit gigi yang parah. Demikian
nyut-nyutan, sampai-sampai kepala juga ikut pusing. Kira-kira, obat apa yang sebaiknya kamu
minum untuk meredakan rasa nyeri yang menyerang akibat kedua penyakit tersebut? Sudah
tentu, kamu harus meminum obat sakit gigi, karena di sanalah akar permasalahannya. Sakit
gigilah yang menyebabkan kepala menjadi sakit juga. Sakit kepala hanyalah dampak dari sakit
gigi tersebut.

Akan sia-sia apabila kamu meminum oabt sakit kepala. Mengapa? Karena selama gigi masih
sakit, maka sebanyak apapun obat sakit kepala yang kamu konsumsi, pasti tidak akan berguna.
Mungkin nyeri pada kepala akan mereda hanya sesaat, tetapi bisa dipastikan akan muncul
kembali, selama gigi masih sakit. Karenan dalam hal ini, sakit gigilah yang menjadi trigger atau
akar permasalahannya.

Seperti itulah yang seharusnya dilakukan oleh pihak perusahaan. Cari dan kenali akar suatu
permasalahan terlebih dahulu, agar dapat menyusun cara dan strategi yang tepat untuk
mengatasinya.

Performance management is not about forms and numbers only. Essentially it is more about
managing employee’s conditions to be conducive at it’s best to perform one’s true potential and
bring significant positive contribution to the organization. It is working together hand in handto
anticipate and eliminate every hurdle to archieve organization goals, making the best effort to
create high performing organization. –Christian Siboro

11
The Power Of HR
Saya melakukan survey terhadap 170 mahasiswa berusia 18-22 tahun untuk mengukur sejauh
mana pengenalan mereka terhadap bidang HR.
Hasilnya:

12
1. 72,4% mengtahui HR.
2. 19% pernah mendengar, tetapi tidak paham.
3. 8,6% tidak pernah mendengar dan tidak tahu.

Ketika ditanya lebih lanjut, ternyata hanya 10% yang mengatakan, bahwa HR adalah bagian
yang berhubungan dengan pengelolaan Sumber Daya Manusia secara utuh. Sementara 90%
lainnya beranggapan HR hanya berkutat seputar rekrutmen karyawan di suatu perusahaan.
Selati tiga uang, 80% karyawan di bidang non HR yang diberuikkan.

Hal ini semakin memperhatikan tandang, bahwa pengetauan masyarkart bahwa pengetahuan
masyarakat mengintep.

Namun, sejatinya seperti yang saya sampaikan sebelumnya, HR itu sederhana. Pengelolaan
SDM diperusahaan dapat dibagi dalam beberapa tataran, yaitu tataran sistem (hard aspect),
orang (sofr care), dan administrasi (compliance aspect). Pengelolaan sistem yang sebagai peran
tratergis dari HR.

Setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki keinginan atau tujuan strategis yang ingin
dicapai (strategic objectives). Tujuan tersebut ingin direalisasikan benjadi hasil kerja yang nyata
(performance result) untuk mencapai sukses janga panjang dan keberlangsunggan organisasi.

Proses transfrormasi dari keinginan stratregis menjadi hasil kinerja yang nyata tersebut selalu
manjadi tantangan setiap perusahaan atau organisasi. Segala daya dan upaya dilakukkan, agar
transformasi dapat dilakukan dengan baik. Hal ini secara sederhana dapat disebut sebagai
proses manajemen, di mana berbagai sumber daya dikelola seefisien mungkin untuk mencapai
hasil yang optimal.
Salah satu sumber daya tersebut adalah manusia (man), di samping sumber daya lainnya
seperti bahan baku (material), uang (money), sistem dan metode (method), serta teknologi dan
mesin (machine). Dalam perspektif inilah dapat dikatakan fungsi HR itu melakukan proses
transformasi pada aspek ‘man’ untuk memastikan tercapainya hasil kinerja yang diharapkan.

Dari perspektif yang lain, saya juga sering menggambarkan kesederhanaan pemahaman
tentang HR itu sejatinya hanya terkait jabatan dan orang, serta bagaimana memastikan

13
kesesuaian antara keduanya. HR is simply about job and people, and how to ensure job-person
match. Pada saat ada kesesuaian jabatan dan orang (job-person match), maka pasti tercipta
hasil kinerja yang diharapkan.

Oleh karenanya, proses transformasi yang diperankan oleh fungsi HR dilakukan dengan sistem
yang berlandaskan pada kesesuaian antara fondasi jabatan dan orang pada seluruh tahapan
siklus pengelolaan SDM, baik berupa sistem rekrutmen dan seleksi, sistem remunerasi, sistem
pembelajaran dan pengembangan, sistem pengelolaan kinerja, serta sistem pengelolaan
karir/talenta.

Agar fondasi jabatan dan orang tersebut kokoh dan memiliki konsistensi dengan apa yang akan
dituju oleh perusahaan atau organisasi (strategic direction), maka setiap saat fondasi tersebut
harus selaras dengan infrastuktur utama (high level infrastructure) seperti visi, misi, nilai-nilai,
strategi, atau acuan strategis lainnya.

Pada dasarnya prinsip pengelolaan SDM tersebut hanya sesederhana seperti yang telah saya
uraikan tersebut. Namun, yang kemudian membuatnya menjadi kompleks adalah, karena sifat
organisasi dan manusia yang sangat dinamis dan selalu terjadi perubahan dari waktu ke waktu,
sehingga yang tetap itu sendiri hanyalah perubahan.

Perubahan selalu terjadi baik secara eksternal dari lingkungan strategis, maupun dari internal
karena kebutuhan perkembangan organisasi. Perubahan organisasi pada akhirnya secara mikro
akan menyebabkan terjadinya perubahan proses kerja dan cakupan tanggung jawab sebuah
jabatan. Tuntutan kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjalankan peran jabatan tersebut akan
berubah, sehingga akan berdampak pada terjadinya kesenjangan (gap) dengan kemampuan
yang dimiliki oleh orang yang memegang jabatan tersebut (job holder).

Pada sisi yang lain, bisa juga terjadi akibat kondisi yang dinamis dari orang yang ada di dalam
suatu organisasi serta perubahan kondisi kompetensi seorang baik pengetahuan, keahlian,
maupun perilakunya, sehingga tidak sesuai dengan tuntutan kualifikasi yang dibutuhkan dalam
suatu jabatan.

Dinamika perubahan jabatan dan orang tersebut dalam perjalanan organisasi menyebabkan
terjadinya kesenjangan (gap), sehingga dapat menghambat tercapainya hasil kinerja yang
diharapkan. Untuk mengelola kesenjangan (managing gap) tersebut diperlukan sistem
14
pengelolaan SDM yang baik untuk menjaga kesesuaian jabatan dan orang, sehingga tidak ada
kesenjangan, atau paling tidak meminimalisasi pada ambang batas tertentu (threshold).

Tantangannya adalah, kita tidak akan dapat mengelola kesenjangan, jika kita tidak dapat
mengidentifikasinya. Lebih jauh lagi, kita tidak dapat mengidentifikasi kesenjangan, jikakita
tidak memiliki standard pengukuran. Untuk itulah dalam mengelola kesesuaian jabatan dan
orang, maka fungsi HR harus membangun standar ukuran jabatan dan orang.
Oleh karena itu, secara garis besar, ranah pengelolaan SDM dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
1. Membangun infrastruktur HR
Cakupan dari infrastruktur HR yang dibangun adalah terkait fondasi jabatan dan orang,
dengan tujuan ada standar ukuran yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kesenjangan (identifying gap). Untuk infrastruktur jabatan, standar ukurannya adalah
peringkat jabatan (job grade) yang diperoleh dari proses evaluasi bobot jabatan
berdasarkan cakupan tanggung jawab yang ada dalam dokumen uraian jabatan sesuai
hasil proses analisis jabatan.
Sementara untuk infrastruktur orang, standar ukurannya adalah peringkat orang
(person grade) yang diperoleh dari proses evaluasi kompetensi orang berdasarkan
kualifikasi yang dimiliki oleh seseorang sesuai dengan model kompetensi yang dituntut
dalam suatu jabatan.
2. Membangun sistem pengelolaan HR
Cakupan dari sistem pengelolaan HR yang dibangun terkait untuk meniadakan atau
meminimalisasi kesenjangan kualifikasi (requirement gap), kesenjangan
kemampampuan (competency gap), dan kesenjangan kinerja (performance gap).
Sistem pengelolaan HR untuk mengatasi kesenjangan kualifikasi (recruitment & selection
system), kemampuan (learning & development system), dan kinerja (performance
management system) tersebut kemudian dikaitkan dengan remunerasi (remuneration
management system), dan karir (career & talent management system), agar mampu
menghindari potensi terjadinya kesenjangan selanjutnya dalam pengelolaan SDM.

Di samping ‘hard factor’ pengelolaan sistem HR, menangani manusia yang sangat unik dan
dinamis. Yang khusus , baik dari segi hubungan interaksi, harus bisa bertindak layaknya dokter
dan juga seorang HR juga harus menguasai ‘soft factor’ dalam. Oleh karenanya dibutuhkan
kemampuan penanganan komunikasi, pemahaman karakter, dan terkadang beramal.

15
Saya beri contoh. Missalnya perusahaan berencana untuk meregenerasi tenaga kerja pada
tahun 2005 mendatang. Para karyawanan yang sudah tua akan dipensiunkan dan diganti
profesinal-profesional berusia produktif. Makasejak tahun 2018 atau 2020, HR sudah harus
mulai merekrut pegawai baru yang memiliki kemampuan/ skill seperti yang dibutuhkan, dan
melai memepersilahkan mereka untuk menjadi calon pemimpin masa depan. Sehinga ketika
than 2005 tiba,maka rencana regenerasi dari itu sudah terjwujud.

Apa yang terjadi jika HR tidak peka dan tidak mampu berpikir jauh kedepan? Mungkin mereka
akan melakukan rekrutmen besar-besaran pada tahun 2024 dan memensiunkan karyawan lama
di saat yang bersamaan. Hasilnnya? Sudah tentu perusahaan akan kacau-balau, karena isinya
orang baru semua karena tidak paham mengerti dan memahami perusahaan dengan baik.

Memang, mengelola Sumber Daya Manusia tidak lah mudah, terdapat mliaran manusia di muka
bumi ini, terdapat sifat dan karakter yang berbeda-beda. Menyatukan mereka dalam satu visi
dan misi demi kemajuan bersama sangatlah tidak mudqah. Dan itulah yang menjadi tugas serta
tanggung jawab seorang HR. kabar baiknya, justru dinamika humanistik ini jugalah yang
membuat HR menarik dan penuh tantangan.

HR tidak ubahnya seperti game online yang mungkin sering kamu mainkan. Mempersiapkan
para tentaram dan menentukan strategi. Kalau semuanya berjalan dengan baik, maka kamu
akan berhasil memenangkan pertarungan dengan musuh.

HR memang tidak memegang senjata dan adu tembak di medan perang. Mereka berperang di
era modern dengan cara yang berbeda. Bagaimana menyiapkan personal (karyawan) di tempat
dan waktu yang tepat, membekalinya dengan amunisi (skill), dan mempersiapkan strategi bisnis
agar bersaing dengan para kompetitor.
Setelah kuantitas dan kualitas tenaga kerja terpenuhi, apakah tugas HR sudah selesai? Oke,
saya tidak perlu menjawab, karena kamu pasti sudah bisa menebak.
Ketika seseorang karyawan sudah bekerja cukup lama, permasalahan yang sering timbul pada
umumnya adalah kejenuhan dan ketidakpuasan kerja yang sangat berdampak dan
mempengaruhi kinerja serta produktivitas orang mempengaruhi kinerja serta produktivitas
orang tersebut. Ini adalah masa-masa rawan, di mana karyawan merasa tertekan dan ingin
resign.

16
Secara periodik, setiap ulang tahun masa bekerja, seseorang biasanya akan melakukan refleksi
dan evaluasi diri. Sejauh mana pencapaian karirnya selama ini, terlebih jika dibandingkan
dengan pencapaian rekan-rekannya yang lain, terutama yang sebaya. Apabila pencapaian
karirnya lebih rendah, maka ia akan cenderung merasakan ketidakpuasan. Cara mengatasinya
cukup beragam pada setiap orang. Ada yang meminta kenaikan gaji/ promosi kepada atasan,
ingin resign dan mencari peluang baru, atau bahkan demotivasi dalam bekerja.

Saya akan membahas poin terakhir. Ketika seorang atau beberapa karyawan sedang mengalami
penurunan motivasi kerja, maka HR harus cepat tanggap dalam menanganinya.
Seperti yanh telah kita bahas, sebelum memutuskan cara penanganan, terlebih dahulu HR
harus memahami trigger/ penyebab karyawan tersebut mengalami penurunan motivasi dan
kinerja. Di sinilah fungsi HR sebagai konselor berperan.

HR sebaiknya mengajak orang tersebut untuk berbicara, menggali informasi mengenai fakto-
faktor penyebab dirinya ingin resign, kemudian mencarikan solusi yang terbaik bagi semua
pihak yang terkait.

Apabila sesi konseling atau yang sering kita sebut ‘curhat’ itu ternyata kurang berhasil untuk
mengatasi masalah karyawan tersebut, cobalah untuk memberikan reward. Ingat, reward
bukan bukan semata hanya dalam bentuk uang. Mungkin bisa dengan memberikan pelatihan/
seminar, memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, atau bahkan memberikan
penghargaan atas prestasi dan kontribusi yang telah dilakukannya terhadap perusahaan.

Hasil lanjutan dari survey yang saya lakukan terpadap terhadap karyawan, 56,1%
56,1% memiliki penilaian positif terhadap para pelaku HR (orang-orang yang bekerja di bidang
HR) di perusahaannya. Alasannya, karena sejauh ini mereka sudah menjalankan fungsi HR
dengan baik, cepat tanggap dan membantu karyawan untuk memperoleh hak dan
kewajibannya.

Sedangkan 41,5% merasa biasa saja, karena HR di perusahaannya tidak terlalu menonjol.
Ini salah satu dari sekian banyak tantangan menarik di dunia HR. supaya dapat membantu
mengatasi pemasalahan karyawan, orang-orang di bagian HR harus mampu menciptakan
lingkungan yang kondusif dan dapat dipercayai (trustable). Bagaimana mungkin karyawan

17
terbuka dan bersedia menceritakan unek-uneknya, kalau mereka tidak mempercayai para
pelaku HR tersebut?

Dalam hal ini, pelaku HR harus mengeluarkan senjata/ilmu humanistik atau yang populer di
kalangan anak muda ‘PDKT’ (pendekatan). Seperti halnya seseorang yang ingin mendekati
orang yang ditaksirnya, maka pelaku HR juga harus mampu untuk lebih mengenal, membuat
orang lain nyaman, dan menumbuhkan rasa percaya dari orang tersebut (dalam konteks
profesionalisme). Seolah-olah HR adalah pangeran berkuda putih yang mengikrarkan janji
keoada gadisnya: “kalau kamu sedang tidak baik-baik saja, ketahuilah, bahwa aku ada di sini
untukmu.”

Walaupun hasil penelitian ini cukup positif dan menunjukkan, bahwa sedikit banyak HR (dan
praktisnya) sudah mulai mendapatkan tempat di hati karyawan lain, tetapi bukan berarti cukup.
Ke depannya HR masih, akan, dan harus bekerja dengan lebih optimal lagi.

Secara khusus, Ulrich dalam bukunya yang berjudul HR from the Outside In mengatakan, HR
harus mampu menjalankan beberapa fungsi:
1. Strategic Positioner, yaitu untuk menentukan posisi masa depan perusahaan.
2. Credible Activist, yaitu untuk membangun kredibilitas.
3. Capability Builder, yaitu untuk membangun kapabilitas perusahaan.
4. Change Champion, yaitu untuk menginisiasi dan mengelola perubahan.
5. HR Innovator and Integrator, yaitu untuk melakukan inovasi dan integrasi sistem HR
yang mendukung kinerja.
6. Technology Proponent, yaitu untuk memanfaatkan teknologi untuk efektivitas proses.
Hasil lebih lanjut dari penelitian saya menunjukkan, 100% staf HR dan non HR berpendapat,
bahwa peranan HR di dalam suatu perusahaan sangatlah penting.
Agak berbeda dengan level manajemen:
Alasannya fungsi HR belum berjalan secara optimal, karena beberapa faktor seperti SOP
(standard operational procedur) yang belum matang, kurangnya kerja sama antar divisi,
kurangnya sense of urgency, terlalu banyak dipengaruhi oleh pihak tertentu, kurangnya
pengetahuan, owner yang kurang menyadari fungsi HR, dan sebagainya.

Fungsi HR akan berjalan sebagaimana mestinya, apabila menapat dukungan dari perusahaan/
organisasi. Seperti yang saya ungkapkan di bagian awal buku ini, sudah saatnya kita mengubah
mindset/ paradigma dan mulai menyadari esensi mendasar dari manusia. Manusia (karyawan)
18
adalah aset dan modal utama perusahaan, bukan alat. Human Capital khususnya di Indonesia
harus mengalami transformasi. Para pemangku jabatan harus mau berubah kearah yang lebih
baik, agar bisa bertahan di era yang kompetitif ini.

HR should broaden its meaning: Not only about managing relationship, Human Relationship
between people in the organization. Inside and outside, between superior-subordinate, leader-
followe, peers, management-employee, employee-customer, employee-vendor, etc. Better
human relations will definitely increase performance. –Christian Siboro.

Working as HR People? Why Not?

Setelah lulus kuliah, bidang pekerjaan yang diminati mahasiswa yang menjadi responden
penelitian saya adalah:
1. 25,9% Bidang HR.

19
2. 32,8% Entrepreneur.
3. 10,3% Marketing.
Menurut saya, hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan mereka mengenai dunia HR.
tidak kenal maka tak sayang. Itulah sebabnya melalui buku ini saya ingin mengajak kamu untuk
lebih mengenal HR lebih jauh.

Sebelum membahas lebih lanjut, saya ingin menebak. Berdasarkan penjelasan saya sejauh ini,
kamu mungkin akan berpikir dan bertanya-tanya. Apakah tugas HR sebanyak itu? Kenapa HR
harus bisa berperan sebagai ini dan itu? Bukankah sangat merepotkan dan membuatnya
menjadi terlalu sulit?
Jika kamu berpikir sesuatu sulit untuk dilakukan, maka itulah yang terjadi. Sebaliknya, jika kamu
berpikir sesuatu itu mudah dilakukan, maka itu pulalah yang terjadi.

Sebanyak-banyaknya penipu di luar sana, masih lebih banyak penipu di dalam diri kita. Sadar
atau tidak, kita justru lebih sering tertipu dan termanipulasi oleh benak dan pikiran kita sendiri
dibandingkan orang lain. Kita sering membuat sesuatu menjadi rumit. Padahal ketika sudah
menjalaninya, ternyata tida sesulit yang kita bayangkan sebelumnya.

Secara garis besar, tugas atau fungsi utama HR adalah : Memahami Manusia
Mungkin ada beberapa kendala yang dihadapi oleh para praktisi HR di berbagai perusahaan
atau organisasi. Berdasarkan pengamatan selama ini terhadap perkembangan HR di Indonesia,
penyebab masih kurang optimalnya fungsi HR di perusahaan adalah, karena masih belum
optimalnya tingkat kemampuan ppraktisi HR.

Salah satu permasalahan mendasar dari belum optimalnya tingkat kemampuan praktisi HR
tersebut adalah, karena belum standarnya kompetensi dari orang-orang yang bekerja dibidang
HR. Pada umumnya latar belakang pendidikan dan pengalaman orang yang bekerja dibidang HR
tidak relevan dengan ilmu dan keahlian yang dibutuhkan di bidang HR.
Ada yang dari latar belakang pendidikan Teknik, Sosial, Komunikasi, atau mungkin dari
Psikologi, sebagian dari ranah HR. Ada yang dulunya bekerja di bidang Operasional, Pabrik,
Sales & Marketing, Keuangan atau Logistik, yang kemudian dipindahkan ke bidang HR tanpa
bekal pengetahuan dan keahlian yang memadai di bidang HR.

20
Ironisnya jika dilihat lagi jauh ke hulu dalam sistem pendidikan di Indonesia, masih belum ada
perguruan tinggi yang khusus memiliki pendidikan tingkat S1 di bidang HR, di mana sejak awal
semester sampai akhir secara fokus dan mendalam mempelajari ilmu HR. Padahal fungsi HR
selalu ada di setiap perusahaan atau organisasi.

Ranah bidang keilmuan HR (body of knowledge) perlu distandarisasi dengan baik dan dijadikan
acuan untuk membentuk lulusan yang memiliki bekal pengetahuan dan keahlian yang memadai
untuk bekerja di bidang HR. Perguruan tinggi perlu didorong untuk membuka program studi S1
khusus di bidang HR.

Dengan langkah ini, ke depannya orang-orang yang bekerja di bidang HR akan memiliki standar
kompetensi yang lebih baku dan jelas, sehingga tidak terjadi lagi praktik asal menempatkan
orang di fungsi HR, walaupun tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman serta
kompetensi yang sesuai.

Di Indonesia, permasalah ini begitu menonjol di perusahaan swasta skala menengah kecil,
BUMN menegah, dan organisasi pemerintah, di mana praktik HR masih tradisional. Sementara
di perusahaan asing atau BUMN skala besar, biasanya sudah lebih tertata dan mengikuti praktik
HR yang lebih baik.

Perkembangan dunia bisnis dan teknologi yang ke depannya akan semakin cepat, berdampak
pada perubahan di berbagai bidang, termasuk terhadap fungsi HR yang lebih optimal. Misalnya
perkembangan teknologi Big Data, yang tentunya akan memengaruhi peran fungsi HR dalam HR
Analytics dan pengembangan HR tech.

Dewasa ini, fungsi-fungsi HR seperti yang saya sebutkan sebelumnya sudah mengalami
pergeseran dan perkembangan menjadi lebih luas.

Ada empat dimensi baru pengelolaan Human Capital yang harus dipahami oleh perusahaan
maupun para pelaku HR, yaitu:
1. Kiri ke Kanan
Value and Leadership Oriented
Ini terkait dengan peran HR sebagai penegak disiplin diperusahaan. Misalnya
mengembangkan budaya perusahaan, mengelola absensi, menyosilisasikan penggunaan

21
ID Card, menjelaskan ketentuan berpakaian, dan lain sebagainya. Mencakup Create
Value System, Create Leadership, dan Create Corporate Culture.
2. Belakang ke Depan
Strategic Oriented and Technology Savvy
Sebagai Stategic Business Partner, HR juga turut menentukan dan melakukan strategi
bisnis perusahaan, mengembangkan bisnis ke depan, menerapkan teknologi dalam
pekerjaan, dan lain sebagainya.
3. Bawah ke Atas
First Strategic Initiatives of The Company
HR menjadi Strategic Initiatives yang pertama dalam bisnis di perusahaan dengan
menyampaikan ide-ide kreatif dan mendorong upaya pengembangan organisasi untuk
mendukung kinerja perusahaan.
4. Nanti menjadi Sekarang
Accelerator of Future Competence Builder
Dalam pengembangan perusahaan di masa depan, peran HR akan semakin penting
dalam mempersiapkan kompetensi untuk membuat strategi bisnis yang baru.

Dalam menentukan strategi bisnis di masa depan pun, HR tidak jauh-jauh dari pemetaan
kompetensi yang berhubungan dengan manusia.

Skills
Setelah mengetahui cara kerja dan elemen-elemen di dalam HR, sekarang pertanyaanya adalah:
siapa saja yang bisa bekerja di bidang HR?
Penelitian saya menunjukkan latar belakang pendidikan pelaku HR

22
29,2% Psikologi
29,1% Lainnya
25% Manajemen
16,7% Hukum

Lalu siapa yang paling menguasai pekerjaannya?


Apakah lulusan Psikologi? Manajemen?
Ranah keilmuan HR itu memiliki kekhususan dan beririsan dengan ranah ke ilmuan lain. Irisan
dengan ilmu Psikologi dalam hal Psikologi Industri serta Perilaku Individu, Kelompok, dan
Organisasi. Dengan ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia mulai dari penyusunan strategi
SDM, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, sampai dengan proses penghentian.
Sementara ilmu hukum lebih terkait dengan hubungan industrial terutama Hukum Perburuan.

Di luar irisan tersebut, masih ada lagi yang terekait dengan teknologi dan sistem informasi SDM
(HR Tech dan HRIS), kepemimpinan, interaksi antar manusia (motivasi, komunikasi, negosiasi,
kerja sama tim, coaching, konseling), employer branding, analisis kuantitatif (HR Analytics dan
Human Capital Financial Statement), dan lainnya.

Selain pengetahuan dan kemampuan teknis di bidang Manajemen SDM seperti Rekrutmen dan
Seleksi, Sistem Remunerasi, Pelatihan dan Pengembangan, Manajemen Kinerja, dan
Manajemen Karir, maka secara umum terdapat beberapa soft skills yang harus dimiliki oleh
seorang HR yaitu:
1. Profesional
Semua bidang pekerjaan pasti menuntut tenaga kerja yang profesional. Di bidang HR,
profesional yang dimaksud selain mampu melaksanakan tugas dengan optimal, juga
harus mampu memisahkan antara kehidupan pribadi dengan kehidupan pekerjaan.
Seperti kita ketahui, salah satu tugas HR adalah sebagai konselor yang mendengarkan
segala keluhan dan unek-unek karyawan mengenai masalah pekerjaannya. Untuk itu,
pelaku HR harus bisa bersikap profesional dan tidak ‘membawa’ masalah karyawan ke
dalam kehidupan pribadinya. Mereka memang harus berempati. Tetapi jangan sampai
mempengaruhi perasaan dan penilaiannya menjadi subjektif.

2. Kemampuan Mengelola

23
Semua data karyawan yang bekerja di perusahaan dipegang oleh bagian HR. Bagaimana
caranya agar database tersebut tertata rapi dan mudah diakses ketika perusahaan
membutuhkannya.
3. Detail
Pelaku HR harus mampu menyelesaikan pekerjaan dengan detail dan teliti.
4. Kerjasama Tim
HR adalah jembatan antara perusahaan dengan karyawan, sehingga mereka harus
mampu bekerjasama dengan semua pihak terkait di perusahaan.
5. Kekmampuan Menyelesaikan Masalah
Setelah mengidentifikasi kondisi maupun permasalahan yang dihadapi karyawan atau
perusahaan, pelaku HR harus mampu berpikir holistic dan mencari pemecahan masalah
terbaik.
6. Multitasking
Bisa dibilang, HR melakukan beberapa pekerjaan di waktu yang bersamaan. Misalnya
ketika sedang melakukan perekrutan, ada kemungkinan satu atau beberapa karyawan
membutuhkan solusi akan suatu permasalahan. Agar semuanya bisa terselesaikan
dengan baik, maka harus mampu untuk multitasking.
7. Kemampuan Bernegosiasi
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua belah pihak melakukan perundingan untuk
mencapai kesepakatan atau perjanjian bersama, demi memenuhi kepuasan masing-
masing pihak. Pelaku HR harus mampu bernegosiasi dan mencapai kesepakatan yang
bersifat win-win solution, bukan win-lose solution.
Berdasarkan penelitian saya terhadap para karyawan di bidang non HR.
82,8% mengatakan akan menerima jika ada kesempatan/ tawaran untuk bekerja dibidang HR.
Alasannya, karena HR merupakan bidang pekerjaan yang menarik, tempat di mana bisa
berinteraksi dengan orang banyak dan sekaligus untuk menambah wawasan serta pengalaman.

Sedangkan 17,2% akan menolak tawaran untuk bekerja di bidang HR, karena tidak berminat
dan merasa HR bukanlah bidang yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Memang, ilmu mengenai perilaku manusia lebih banyak diperoleh apabila seseorang kuliah di
jurusan Psikologi. Namun, skills dasar yang saya sebut di atas bersifat soft skill, yang dibtuhkan
dalam menjalankan fungsi HR di perusahaan.

Pengembangan kemampuan praktisi HR harus terus dilakukan secara berkelanjutan, karena


banyak tantangan dan perubahan yang terjadi dengan cepat. Oleh karenanya, yang harus

24
dilakukan adalah long life learning. Jangan pernah merasa cukup dengan skill yang dimiliki saat
ini. Di luar sana ada ribuan orang yang juga memiliki skill. Cara agar kita mampu bersaing dan
lebih di depan adalah dengan selalu belajar dan mengupgrade skill yang kita miliki.

Caranya adalah dengan terus belajar dan memiliki kemampuan belajar (learning skill), baik
secara mandiri maupun dngan mengikuti seminar/ pelatihan-pelatihan pengembangan diri.

Semoga ke depannya peruahaan bisa lebih memahami kebutuhan para karyawannya, karena
hasil penelitian saya juga menunjukkan, bahwa 96% karyawan sangat berharap diberikan
kesempatan untuk mengembangkan diri.

The Future of HR

25
Untuk mengetahui bagaimana harapan para profesional di bidang HR, non Hr, dan juga
manajemen mengenai HR yang idela, saya melakukan beberapa penelitian dan hasilnya

Menurut pelaku HR, HR yang ideal adalah:


1. Mampu menempatkan karyawan sesuai dengan kemampuan dan bidang masing-
masing.
2. Mampu meningkatkan kinerja karyawan.
3. Harus bisa menyembatani antara karyawan dengan perusahaan dan tidak berat sebelah.
4. Mampu memahami kebutuhan karyawan dan perusahaan demi mewujudkan goal
perusahaan.
5. Memiliki dan menerapkan SOP yang jelas dan benar.

Menurut profesional non HR, HR yang ideal adalah:


1. Mengetahui tugas dan fungsi dengan baik, serta mengembangkan diri terus menerus
untuk memberi nilai tambah bagi organisasi.
2. Bisa menunjang produktivitas karyawan.
3. Sebagai penghubung antara perusahaan dengan karyawan.
4. Memberikan kenyamanan, ramah tamah, dan keamanan kepada setiap calon karyawan
dan karyawan.
5. Menghargai, menghormati, dan peka terhadap perubahan yang ada di lingkungan
perusahaan.

Menurut Manajemen, HR yang ideal adalah:


1. Mampu memahami fasilitator antara perusahaan dengan karyawan.
2. Bisa menempatkan karyawan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang tepat berdasarkan bidang industri perusahaan dan
membuat orang tetap produktif dan nyaman untuk mereka.
4. Fokus pada minat seseorang.

HR yang ideal hanya akan tercapai dan terwujud apabila terdapat kerjasama dan dukungan dari
berbagai pihak. Baik itu perusahaan, pelaku HR, dan juga karyawan. Yang artinya, semua orang
harus bahu membahu dan sama-sama menyadari pentingnya esensi peran manusia dalam
kemajuan perusahaan. Agar visi dan misi perusahaan tercapai sebagaimana yang diharapkan,

26
makan semua pihak yang terkait harus menyamakan mindset dan memiliki tujuan yang sama
akan perusahaan.

Milikilah mental kerja yang baik, bukan hanya sekadar melakukan apa yang diminta untuk
dilakukan. Melainkan mental kerja yang penuh inisiatif, ide, daya juang, tangguh, disiplin,
kreatif, serta kemampuan adaptasi dan mempelajari sesuatu yang baru. Memiliki mental
seperti seorang entrepreneur, bahkan jika bekerja sebagai karyawan pun, harus memiliki apa
yang disebut sebagai intrapreneur.

27

Anda mungkin juga menyukai