2.1. Pendahuluan
Untuk dapat meningkatkan kemampuan kerja secara optimal, kita dituntut memiliki
wawasan pengetahuan (knowledge). Dalam upaya pengembangan pengetahuan secara
efektif dan efisien, terlebih dahulu kita harus memahami betul tentang bagian tubuh
manusia yang merupakan pusat belajar bagi manusia, yaitu otak.
Penguasaan mengenai otak dewasa ini sangat diperlukan untuk menjawab tantangan
persaingan dalam knowledge tersebut. Persaingan ini oleh Peter F. Drucker disebut sebagai
knowledge to knowledge competition. Artinya, individu, organisasi yang unggul dalam
pengetahuan berarti SDM-nya memilki pengetahuan yang kompetitif dibanding yang
lainnya.
Teknologi bukan lagi merupakan sumber utama dalam bersaing. Siapapun, relatif
dapat membeli teknologi. Namun, teknologi tanpa diikuti kemampauan pengetahuan dari
SDM-nya tidak akan berarti banyak. Bahkan, tanpa pengetahuan tidak mungkin memiliki
SDM yang mampu mengembangkan teknologi untuk meningkatkan daya saing.
Fokus pengembangan SDM sebagai daya saing organisasi kiranya sudah bergeser.
Pergeseran ini diperlukan agar manajemen SDM yang diterapkan mampu menjawab
tuntutan dan tantangan yang berkembang. Pergeseran tersebut mengantar kita pada adanya
tuntutan perubahan tahapan perkembangan manajemen SDM. Atas dasar situasi itulah
dalam bab ini disusun gambaran perkembangan tahapan manajemen SDM. Tahapan-
tahapan tersebut meliputi: (1) Manajemen pra personalia; (2) Manajemen personalia; (3)
Manajemen SDM; (4) Manajemen strategik SDM; dan (5) Manajemen perangkat otak.
Namun demikian, fokus buku ini adalah manajemen sumber daya manusia.
8
Penawaran dengan sendirinya akan menciptakan permintaan.
Orgaisasi bisnis pada masa ini masih relatif sederhana, tidak memerlukan banyak
perubahan dan relatif statis. Sehingga, pengelolaan manusia dalam perusahaan belum
mendapat tempat. Bahkan, dapat dikatakan masih terpuruk di tempat yang gelap dan tidak
terhormat. Tahap ini berlangsung sampai akhir tahun 1800-an atau awal tahun 1900-an saat
munculnya serikat buruh (trade union).
9
Perkembangan zaman yang terus melaju membawa perubahan pada tuntutan yang
dihadapi perusahaan agar tetap mampu bekerja secara efektif dan efisien. Karena itu, upaya
meningkatkan semangat kerja menjadi acuan perusahaan. Pada saat inilah banyak
diterapkan pendekatan psikologi dalam manajemen. Pada tahap ini pula, posisi jabatan
manajer personalia yang paling baik adalah mereka yang memiliki latarbelakang
pendidikan psikologi.
Perkembangan lain adalah munculnya suatu pandangan bahwa manusia bukanlah
faktor produksi. Manusia harus dilihat sebagai sumber daya bagi perusahaan. Karenanya,
perlakuan terhadap manusia harus diubah dari perlakuan efisiensi biaya produksi menjadi
perlakuan khusus sebagai salah satu sumber daya perusahaan. Pada masa inilah
diperkenalkan istilah manajemen sumber daya manusia. Posisi pengelolaan SDM mulai
mendapat tempat yang terhormat.
Dalam tahap ketiga ini, pengelola SDM dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan. Pemimpin tertinggi (Chief Executive Official/CEO) sudah menyertakan
pengelola SDM untuk didengar pendapatnya. Dengan demikian, manajer personalia
duduknya berada di posisi sebelah kiri pimpinan. Yang duduk di sebelah kanan adalah
manajer keuangan, pemasaran, produksi dan lainnya. Dalam posisi itu, pengelola
personalia fungsinya melayani dalam mengatasi semua persoalan mengenai manusia dalam
perusahan termasuk kebutuhan untuk pengembangan perusahaan/organisaasi. Perencanaan
dan strategi personalia mengacu penuh pada kebutuhan perkembangan organisasi sesuai
dengan rencana jangka organisasi.
Perilaku dan motivasi kerja merupakan isu penting dalam mengelola personalia.
Pengkajian karyawan (assessment) mulai dipergunakan. Pada tahap ini terjadi pergeseran
fokus pengembangan pegawai dari fokus pada pegawai biasa berubah menjadi pada fokus
jenjang manajemen tengah (middle management). Dari pelatihan jangka pendek (skills
training) menjadi pelatiham dan pengembangan manajerial. Tahap ketiga ini di negara
maju mulai diterapkan pada tahun 1960-an hingga pertengahan tahun 1970-an.
10
Perencanaan rutin yang disusun berdasarkan proyeksi statistik dan sebagainya
ditinggagalkan orang. Pada masa ini muncul Pemasaran Strategik dan lainnya yang
semuanya berbicara mengenai sesuatu yang bersifat strategik.
Manajemen Strategik merupakan jawaban untuk mengatasi situasi pergolakan
(turbulansi) yang melanda organisasi lainnya. Pendekatan lama yang selama ini
dipergunakan yang menekankan pada suatu kondisi yang relatif statis, masa depan yang
dapat diprediksi, dan lingkungan eksternal yang relatif pasti, ternyata tidak banyak berbuat
dalam menghadapi situasi yang begitu dinamis.
Situasi yang berkembang memperlihatkan faktor-faktor lingkungan dapat memberikan
dampak langsung dan serius terhadap kegiatan produksi maupun kegiatan organisasi.
Lingkungan (stakeholder) ternyata begitu besar pengaruhnya, cepat berubah, dan sulit
diduga, menjadi faktor srategis yang perlu dikelola secara khusus.
Dalam tahap keempat ini dituntut adanya pola pikir strategis dalam mengelola
manusia. Karenanya, tahap keempat ini disebut dengan Manajemen Strategik SDM.
Kepemimpinan Strategik (Strategic Leadership) tidak dapat dipisahkan dengn Manajemen
Strategik SDM. Fungsi pengelolaan manusia dalam organisasi menjadi fungsi yang
strategis. Posisi duduknya kini beralih dari sebelah kiri menjadi sebelah kanan pemimpin
organisasi (CEO). Dalam posisi ini pemimpin organisasi akan menanyakan dan meminta
pendapat terlebih dahulu pada pengelola SDM di organisasi bila akan melakukan ekspansi.
Tentu saja, pertanyaannya berkaitan dengan kesiapan dan kemampuan SDM untuk
melaksanakannya. Bahkan, dapat dikatakan perkembangan, kemampuan, dan daya saing
organisasi tergantung pada perkembangan, kemampuan, dan daya saing SDM-nya.
11
kelangsungan hidup (survival issues). Siapa yang memiliki sumber daya manusia
yang kompetitif, maka ia akan memiliki daya saing yang kompetitif pula.
4. Perencanaan SDM yang efektif bisa memberi jalan untuk melakukan pengkajian
efektivitas saat ini dan dapat memprediksi kebutuhan masa depan. Kebutuhan masa
depan bukan hanya menyangkut jumlah, kemampuan, dan sumber memperoleh SDM
yang dibutuhkan, melainkan juga menyangkut nilai-nilai dan norma-norma perilaku
seperti apa yang harus dimiliki SDM tersebut.
5. Perencanaan SDM yang efektif akan mampu memberi kontribusi terhadap efisiensi
biaya dan utilisasi yang produktif dari sumber daya manusia itu sendiri. Penempatan,
perencanaan karir, dan pengembangan SDM akan dapat dilakukan secara efektif.
6. Perencanaan SDM yang efektif juga akan mampu mengatasi dinamika perubahan
lingkungan yang dihadapi perusahaan/organisasi dan pengaruhnya terhadap sumber
daya manusianya. SDM akan lebih mudah dikembangkan wehingga lebih tangguh dan
lentur dalam menghadapi perubahan lingkungan.
12
g. Terbukanya peluang yang sama untuk maju bagi karyawan
h. Budaya organisasi yang berkembang saat ini.
3. Klarifikasi berbagai masalah yang penting. Klarifikasi diperlukan agar memperoleh
kesamaan pandangan mengenai masalah-masalah apa saja yang dianggap penting.
Tanpa kesamaan pandangan mengenai apa masalah yang dianggap penting, akan
timbul masalah dalam menentukan langkah-langkah perbaikan.
4. Menentukan strategi yang akan diterapkan. Pilihan atas strategi yang akan diterapkan
dapat dilakukan setelah mengetahui benar apa masalah utama yang dihadapi saat ini.
Untuk itu, kita perlu minta masukan-masukan dari top manajemen apa masalah yang
dirasa penting. Strategi yang dipilih perlu disosialisasikan pada direksi dan seluruh
jajaran posisi jabatan manajemen.
13
Emotional Brain (otak emosional) atau Sistem Limbic (The Limbic System).
Sifat persaingan dewasa ini yang oleh Pater F. Drucker disebut sebagai Knowledge to
Knowledge comprtition, dapat kita pahami mengapa hasil riset mengenai bagaimana otak
belajar terbaik menjadi begitu kritis dalam menentukan daya saing individu, perusahaan,
bahkan sebagai suatu bangsa.
Manajemen perangkat otak (Brainware Managemen) merupakan konsep baru dalam
pengelolaan manusia. Perubahan dalam mengelola daya saing manusia antara tahap kelima
dangan tahap sebelumnya bersifat sangat mendasar. Pada tahap kelima ini secara ekstrem
dapat dikatakan bahwa dalam melihat manusia sebagai sumber daya saing perusahaan,
hanya cukup dilihat otaknya saja. Karena otaklah yang akan menentukan daya saing
seseorang melalui kemampuan belajarnya. Brainware Management mendasarkan
pengelolaan manusia pada model aktual yaitu melihat Mind-Body-Emotions sebagai satu
kesatuan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, Brainware Management tidak
lagi melihat ketiga hal tersebut, Mind- Body- Emotions, sebagai sesuatu yang terpisah dan
berdiri sendiri.
Penggabungan Mind-Body-Emotions sebagai satu kesatuan tersebut dalam praktik atau
aplikasinya dilakukan dengan menggabungkan The Whole Brain Management dan
Technology Neuro- Linguistic Programming (NPL) - Emotional Intelligence menjadi
Brain/ Mental-Body & Mind – Emotions sebagai satu sistem. Secara skematis dapat
digambarkan di bawah ini:
Brain/
Mental
(The whole
Body &
Mind Brain
(NLP) managemen
Emotionst
(Emotional
Intelligent)
14
lainnya. Berdasarkan model ini, kita bisa mengetahui secara praktis di mana posisi
Emotional Intelligence (kecerdasan emosional). Selanjutnya kita akan mengetahui di mana
posisi Teori Kuadralitas—The Whole Brain Managemen—yang di kembangkan oleh Ned
Herrmann.
NLP menjelaskan bagaimana Body (tubuh) dan pengelolaan cara berpikir (mind) dapat
mempengaruhi atau berpengaruh langsung terhadap otak (brain, mental) dan emosi
(emotions) kita. Melalui tubuh kita dapat membangun pola pikir positif dan mengarahkan
emosi menjadi bermanfaat. Pendekaan holistik dalam kedokteran (holistic medicine)
menjadi salah satu pendekatan utama yang di pergunakan.
Otak juga bisa berada dalam posisi sentral yang akan mengendalikan tubuh dan pola
pikir, serta emosi. Perilaku seseorang, tidak bisa dilepaskan dari kecenderungan
didominasi kuadran otaknya (Mental Dominance Preference). Untuk memahami perilaku
kita atau orang lain, kita harus memahami bagaimana dominasi kecenderungan pada
kuadran otak kita atau orang lain. Dengan memahami dominasi kecenderuangan ini, kita
akan dapat mengendalikan dan memahami mengapa kita atau seseorang berprilaku seperti
itu (tubuh dan emosi).
15