Anda di halaman 1dari 7

ISU STRATEGIS SDM

Kompilasi yang saya susun dari berbagai opini yang muncul di majalah SWA, tentang pengelolaan SDM sebagai isu strategis di jantung perusahaan (klik di sini). Ada komentar saya juga hehehe Apakah isu strategis yang dihadapi manajemen SDM saat ini? Inilah ringkasan opini : - menempatkan SDM sebagai mitra strategis, bukan administrasi, - kaderisasi pemimpin organisasi, membentuk jiwa kepemimpinan, - meningkatkan kesesuaian kompetensi dengan tugas, - membangun budaya perusahaan yang handal supaya kompetitif, - menjaga produktivitas dan efisiensi, - mengarahkan dan menjaga mind-set karyawan, - memgembangkan dan mempertahankan corporate creativity, - mempertahankan para talenta dengan performa tinggi. Secara praktis, saya sebut saja agenda besar praktisi SDM saat ini adalah menempatkan departemen SDM sebagai mitra strategis dalam organisasi, bukan administration role semata, kata Riri Satria, pengamat SDM .. Jika SDM-nya memble, maka akan menjadi cost centre yang besar tapi tidak memberi kontribusi besar, tukas Riri Satria. mengelola para talenta memang menjadi isu strategis yang tetap mengemuka di kalangan sejumlah pengelola HR. Bagi FX Sri Martono, Vice President, Chief Corporate Organization & Human Capital Development PT Astra International Tbk., kaderisasi pemimpin bahkan menempati posisi teratas ketika ditanya isu strategis apa yang dihadapi pengelola HR. Kebutuhan pemimpin bisa muncul kapan saja, dan bisnis tidak bisa menunggu. Maka, isu ini menjadi krusial karena memang tidak bisa dilakukan mendadak atau sebagai sambilan, katanya. Dua isu utama lainnya, menurutnya adalah kesesuaian kompetensi dengan tuntutan tugas, dan budaya perusahaan. Sri Martono menilai budaya perusahaan juga menjadi isu strategis. Dalam situasi krisis dan situasi ekonomi global, perusahaan yang tidak memiliki budaya perusahaan yang kuat, bisa rawan goyah dan tercerai-berai. Secara moral, karyawan bisa kehilangan spirit, jika tidak diikat dengan nilai, visi dan budaya perusahaan yang kuat, dia menguraikan. Isu strategis lainnya adalah menjaga produktivitas dan efisiensi. Isu leadership atau kepemimpinan masih sangat kental. Banyak perusahaan yang menyebutkan mereka tidak punya kandidat internal yang betul-betul siap untuk menggantikan posisi level senior, papar Sylvina Savitri, Konsultan Senior Experd yang banyak berhubungan dengan kalangan korporasi. Dalam kenyataannya di Indonesia, secara merata di semua bisnis, kita masih krisis talenta, timpal Irvandi Ferizal, Direktur SDM Nokia Siemens Network (NSN) Regional Indonesia. Dia mengambil contoh industri telekomunikasi yang tumbuh pesat. Permintaan akan tenaga kerja yang terampil dan andal, tidak sesuai dengan ketersediaan pasar.

Produktivitas dan efisiensi. Di tempat lain, Joris de Fretes, Direktur SDM PT Excelcomindo Pratama Tbk. membenarkan hal itu. Isu krusial yang menjadi concern departemen SDM adalah bagaimana mendukung perusahaan untuk melaksanakan operational excellence, katanya. Dia melanjutkan, dalam operational excellence ada tiga hal penting yang menjadi tugas strategis departemen SDM: (1) membangun organisasi yang efektif; (2) membangun SDM yang produktif; dan (3) bersama-sama dengan unit lain melakukan cost efficiency. Ketiga isu ini sangat penting karena berdampak langsung pada produktivitas tenaga kerja yang dapat meningkatkan nilai perusahaan, ujarnya menegaskan. Dan buat Josef Bataona, selaku Direktur SDM di Unilever Indonesia, dia beserta jajarannya dituntut melakoni tiga peran strategis untuk menciptakan nilai perusahaan. Pertama, Menyadarkan karyawan bahwa kita menghadapi krisis, padahal perusahaan masih punya performa bagus. Dalam hematnya, mind set awak organisasi merupakan sesuatu yang vital sebelum bicara hal-hal lain. Mind set karyawan harus terus diarahkan agar tidak tenggelam dalam business as usual, katanya Kedua, melihat berbagai peluang untuk bisa keluar dari krisis sambil menyiapkan organisasi dan manusianya untuk siap berlari cepat mendahului kompetitor, begitu keluar dari krisis Ketiga, menciptakan kultur dengan tema khusus agar seluruh organisasi tetap fokus untuk menghasilkan performa puncak. Irvandi Ferizal, bila ditanya apa isu strategis yang kini dihadapinya, maka ada tiga hal yang harus dituntaskan. Pertama, facilitate change management to drive or sustain business. Peran HR adalah memfasilitasi top management dan manajer lini dalam mengelola perubahan ini, katanya .. Kedua, drive employment value proposition (EVP) to build a strong employee engagement and talent management. EVP adalah nilai-nilai yang dicari oleh karyawan atau calon karyawan dengan pertanyaan: Mengapa saya harus tetap di perusahaan ini? Atau: Mengapa saya harus bergabung dengan perusahaan ini? Menurutnya, perusahaan melalui tim HR, harus menjelaskan hal tersebut Yang ketiga adalah drive for lean organization, through added value HR. Baginya, dia harus bisa memberi nilai tambah, menghasilkan sesuatu untuk bisnis Irvandi bahkan punya pemikiran lebih jauh. Jika dulu orang berbicara bahwa HR harus bisa menjadi partner bisnis, sudah saatnya kita berbicara bahwa HR harus menjadi pemain bisnis, katanya. Maksudnya? Pertumbuhan perusahaan, tidak lagi bisa dipisahkan dari peran tim HR yang andal, yang mengerti bisnis, proaktif berkontribusi pada bisnis, tidak hanya doable (melaksanakan apa yang bisa dikerjakan), tetapi deliverable menghasilkan sesuatu bagi bisnis. Apa yang diungkap para pengelola jantung perusahaan di atas tentunya dalam bahasanya masing-masing sejalan dengan yang berkembang di kancah global dalam setahun terakhir tentang empat hal yang menuntut HR berperan lebih strategis. Tuntutan yang makin menguat setelah krisis keuangan menerpa. Keempat hal tersebut: pertama, turning employee to fit the situation. Artinya, bagaimana divisi SDM menyiapkan organisasi atau karyawan agar mampu menghadapi situasi yang kini berkembang. Kedua, retaining corporate creativity, mempertahankan kreativitas korporasi di masa krisis agar perusahaan bisa tetap tumbuh dan merebut pasar. Ketiga, keep productivity and efficiency staying alive, mempertahankan produktivitas dan efisiensi. Dan keempat, hiring best employee while you firing, merebut orangorang terbaik sambil melepas yang jelek sebagai bahasa lain dari manajemen talenta.

Isu Strategis di Jantung Perusahaan

Monday, July 6th, 2009 oleh : admin

Selain mempertanyakan kredibilitas para leader (CEO), krisis finansial pada akhirnya juga menyorot sekaligus menyeret jantung operasional perusahaan, yang ironisnya justru kerap kali terabaikan manakala kondisi masih bagus: sumber daya manusia. Menyorot karena bertanya bagaimana mereka akan bertahan dan membuat perusahaan tetap tegar di tengah gelombang. Menyeret lantaran membuat mereka sering menjadi korban lewat mantra yang amat kejam: pemutusan hubungan kerja. Itulah yang lazimnya terjadi pada setiap krisis. Menyikapi situasi yang berkembang, sekaligus melengkapi hajat tahunan HR Excellence yang ketiga kalinya digelar SWA bersama Lembaga Management FEUI dan Human Resource Indonesia, dilakukanlah survei kepada para pelaku divisi human resource dan human capital. Berlangsung 7-27 April 2009, kuesioner yang dikirim Tim Riset SWA direspons oleh 33 partisipan. Mereka datang dari beberapa lapisan, mulai dari direktur hingga GM HR, dan mayoritas berlatar belakang industri manufaktur (30,3%). Lebih lengkap mengenai profil responden, lihat: Diagram. Dari hasil survei terlihat betapa suasana tengah ditempuh para responden. Efisiensi biaya sangat kentara. Mengurangi penerimaan tenaga kerja baru menempati porsi prioritas (70,97%). Di luar hal itu, mereka juga melakukan efisiensi biaya di segala lini yang berkaitan dengan SDM (35,7%). Jadi, apa sebenarnya isu strategis yang dihadapi pengelola jantung perusahaan ini? Adakah mereka kembali pada peran tradisional? Sepintas memang demikian. Para pengelola SDM disibukkan dengan urusan administratif dan menekan biaya di seluruh lini yang terkait dengan pengembangan SDM. Selintas pula hal ini bisa dimaklumi sebab keadaan sedang tidak bersahabat. Bahkan pada titik-titik tertentu, perusahaan sebesar Indosat pun mesti menyiasati. Dalam urusan pelatihan, contohnya. Tahun ini lebih sedikit yang dikirim. Berbeda dari tahun lalu, banyak peserta pelatihan yang dikirim sampai ke Harvard Business School, London School of Economic, dan lainnya, ungkap Gandung A. Murdani, Division Head Learning & Capabilities Management PT Indosat Tbk. Menyiasatinya, pelatihan tetap diintensifkan dengan mengundang fasilitator, baik dari dalam maupun luar perusahaan. Saat ini kami melihat performance exellence dan keberlangsungan usaha merupakan payung korporasi, ungkap Tonny Warsono, Direktur Human Capital PT Wijaya Karya di tempat lain. Ungkapan itu boleh jadi menunjukkan suara sama yang keluar dari bilik-bilik dewan direksi.

Secara umum, dijelaskan Irwan Rei dari Multi Talent Indonesia, krisis finansial global saat ini memang menyebabkan banyak perusahaan harus ekstra berhemat dengan dana terbatas yang mereka miliki. Artinya, Dari sisi SDM, ini juga berarti faktor at the right cost dari proses attracting, retaining, developing, motivating-nya menjadi lebih diperhatikan, katanya. Untungnya, di tengah desakan pragmatisme, tak semua peran strategis terabaikan. Peran strategis dalam konteks ini, seperti dituturkan Dave Ulrich dalam Human Resources Champions, yakni sebagai mitra strategis dan agen perubahan. Mengintensifkan program pelatihan dan pengembangan, serta mengelola talenta, umpamanya, tetap diperhatikan (25%). Maknanya, pekerjaan mencetak pemimpin bisnis tetap menjadi tugas premium pengelola SDM. Faktanya, mengelola para talenta memang menjadi isu strategis yang tetap mengemuka di kalangan sejumlah pengelola HR. Bagi FX Sri Martono, Vice President, Chief Corporate Organization & Human Capital Development PT Astra International Tbk., kaderisasi pemimpin bahkan menempati posisi teratas ketika ditanya isu strategis apa yang dihadapi pengelola HR. Kebutuhan pemimpin bisa muncul kapan saja, dan bisnis tidak bisa menunggu. Maka, isu ini menjadi krusial karena memang tidak bisa dilakukan mendadak atau sebagai sambilan, katanya. Dua isu utama lainnya, menurutnya adalah kesesuaian kompetensi dengan tuntutan tugas, dan budaya perusahaan. Isu leadership atau kepemimpinan masih sangat kental. Banyak perusahaan yang menyebutkan mereka tidak punya kandidat internal yang betul-betul siap untuk menggantikan posisi level senior, papar Sylvina Savitri, Konsultan Senior Experd yang banyak berhubungan dengan kalangan korporasi. Dalam kenyataannya di Indonesia, secara merata di semua bisnis, kita masih krisis talenta, timpal Irvandi Ferizal, Direktur SDM Nokia Siemens Network (NSN) Regional Indonesia. Dia mengambil contoh industri telekomunikasi yang tumbuh pesat. Permintaan akan tenaga kerja yang terampil dan andal, tidak sesuai dengan ketersediaan pasar. Untuk itulah, NSN melakukan University Program (kini bekerja sama dengan lima universitas) untuk menyiapkan talenta yang siap menghadapi tantangan dan kebutuhan perusahaan. Kembali ke Savitri. Seperti halnya Sri Martono, dia menilai budaya perusahaan juga menjadi isu strategis. Dalam situasi krisis dan situasi ekonomi global, perusahaan yang tidak memiliki budaya perusahaan yang kuat, bisa rawan goyah dan tercerai-berai. Secara moral, karyawan bisa kehilangan spirit, jika tidak diikat dengan nilai, visi dan budaya perusahaan yang kuat, dia menguraikan. Isu strategis lainnya adalah menjaga produktivitas dan efisiensi. Produktivitas dan efisiensi. Di tempat lain, Joris de Fretes, Direktur SDM PT Excelcomindo Pratama Tbk. membenarkan hal itu. Isu krusial yang menjadi concern departemen SDM adalah bagaimana mendukung perusahaan untuk melaksanakan operational excellence, katanya. Dia melanjutkan, dalam operational excellence ada tiga hal penting yang menjadi tugas strategis departemen SDM: (1) membangun organisasi yang efektif; (2) membangun SDM yang produktif; dan (3) bersama-sama dengan unit lain melakukan cost efficiency. Ketiga isu ini sangat penting karena berdampak langsung pada produktivitas tenaga kerja yang dapat meningkatkan nilai perusahaan, ujarnya menegaskan.

Dalam konteks ini, lanjut Joris, praktisi SDM seharusnya membangun kemampuan untuk menganalisis bagaimana tingkat produktivitas tenaga kerja dan efisiensi organisasi, selanjutnya memberi saran unit operasional untuk bertindak yang perlu. Misalnya menganalisis biaya tenaga kerja, jumlah tenaga kerja, pelatihan, menciptakan program insentif yang memotivasi dan sebagainya. Sebuah kemampuan yang dalam kacamata Dave Ulrich merupakan bagian dari fungsi HR sebagai mitra strategis. Bahkan, Secara praktis, saya sebut saja agenda besar praktisi SDM saat ini adalah menempatkan departemen SDM sebagai mitra strategis dalam organisasi, bukan administration role semata, kata Riri Satria, pengamat SDM. Di tengah situasi seperti sekarang, peran HR sejatinya memang semakin diperlukan, bukan dipinggirkan. Dan buat Josef Bataona, selaku Direktur SDM di Unilever Indonesia, dia beserta jajarannya dituntut melakoni tiga peran strategis untuk menciptakan nilai perusahaan. Pertama, Menyadarkan karyawan bahwa kita menghadapi krisis, padahal perusahaan masih punya performa bagus. Dalam hematnya, mind set awak organisasi merupakan sesuatu yang vital sebelum bicara hal-hal lain. Mind set karyawan harus terus diarahkan agar tidak tenggelam dalam business as usual, katanya. Kedua, melihat berbagai peluang untuk bisa keluar dari krisis sambil menyiapkan organisasi dan manusianya untuk siap berlari cepat mendahului kompetitor, begitu keluar dari krisis. Untuk itulah Unilever memacu karyawannya agar terus dekat dengan konsumen, sehingga lebih memahami sekaligus mendapatkan insight dari mereka. Kami terus memberi insentif kepada karyawan melalui program Enterprise Award agar mereka terus mencari peluang-peluang baru di seputar bidang kerja mereka, lanjut Bataona. Ketiga, menciptakan kultur dengan tema khusus agar seluruh organisasi tetap fokus untuk menghasilkan performa puncak. Misalnya tahun ini kami (Unilever) tampilkan tema The A Misin; Alert, Act and Achieve, ujar lelaki yang masih menjadi idola para responden survei saat ditanya tentang sosok idaman pengelola HR. Sekalipun dikemas dalam bahasa yang berbeda, penelusuran SWA terhadap isu strategis yang dihadapi kalangan HR pada akhirnya memang mengerucut pada hal berikut: bagaimana mereka memberikan nilai kepada perusahaan dengan cara mengelola talenta terbaik agar tetap kreatif, produktif dan efisien, sehingga perusahaan tetap menampilkan kinerja yang excellence. Kinerja yang excellence, dalam kondisi apa pun memang merupakan ultimate purpose dari perusahaan. Itulah sebabnya, buat Irvandi Ferizal, bila ditanya apa isu strategis yang kini dihadapinya, maka ada tiga hal yang harus dituntaskan. Pertama, facilitate change management to drive or sustain business. Peran HR adalah memfasilitasi top management dan manajer lini dalam mengelola perubahan ini, katanya. Kedua, drive employment value proposition (EVP) to build a strong employee engagement and talent management. EVP adalah nilai-nilai yang dicari oleh karyawan atau calon karyawan dengan pertanyaan: Mengapa saya harus tetap di perusahaan ini? Atau: Mengapa saya harus bergabung dengan perusahaan ini? Menurutnya, perusahaan melalui tim HR, harus menjelaskan hal tersebut. Yang ketiga adalah drive for lean organization, through added value HR. Baginya,

dia harus bisa memberi nilai tambah, menghasilkan sesuatu untuk bisnis. Maka, dia menegaskan, kegiatan-kegiatan departemennya harus fokus dari sisi strategi. Apa yang diungkap para pengelola jantung perusahaan di atas tentunya dalam bahasanya masing-masing sejalan dengan yang berkembang di kancah global dalam setahun terakhir tentang empat hal yang menuntut HR berperan lebih strategis. Tuntutan yang makin menguat setelah krisis keuangan menerpa. Keempat hal tersebut: pertama, turning employee to fit the situation. Artinya, bagaimana divisi SDM menyiapkan organisasi atau karyawan agar mampu menghadapi situasi yang kini berkembang. Kedua, retaining corporate creativity, mempertahankan kreativitas korporasi di masa krisis agar perusahaan bisa tetap tumbuh dan merebut pasar. Ketiga, keep productivity and efficiency staying alive, mempertahankan produktivitas dan efisiensi. Dan keempat, hiring best employee while you firing, merebut orang-orang terbaik sambil melepas yang jelek sebagai bahasa lain dari manajemen talenta. Intinya, departemen atau divisi SDM dituntut berperan menciptakan organisasi yang bisa bermain cantik dengan segala aset yang ada, terutama manusianya agar bisnis bisa terus berlanjut dengan performa yang ciamik. Tentang tuntutan peran yang lebih strategis, dalam survei juga terungkap betapa para pelaku HR merasa di perusahaannya kini mereka diposisikan tidak sekadar melakoni apa yang disebut sebagai shared service centre, sekelompok orang yang mengurusi adminstrasi, tetapi juga centre of expertise, mereka yang mendesain paket remunerasi untuk menarik talenta terbaik. Mayoritas partisipan survei menyebut mereka berperan sangat strategis, termasuk dalam pengambilan keputusan yang penting bagi perusahaan (42,4%). Mayoritas (48,5%) juga mengklaim sudah lebih membedakan konsep antara human capital dan human resource dalam mengelola SDM-nya. Sekalipun titik perbedaannya bisa diperdebatkan, konsep human capital lebih dipilih dengan alasan menempatkan manusia sebagai penentu keberhasilan perusahaan dalam jangka pendek dan panjang (66,7%). Lebih pada bagaimana mengharkatkan karyawan, bukan hanya menghargai karyawan, ujar Tonny Warsono yang di perusahaannya (WIKA) seperti juga halnya Astra International konsep human resource telah diganti menjadi human capital. Terkait itu pula, mayoritas aplikasi yang mereka gunakan untuk mengelola SDM-nya adalah competency-based HR system (70,9%), sistem pengelolaan yang bersandar pada kompetensi SDM yang ada dalam organisasi. Aplikasi ini jauh meninggalkan tool yang lain, di antaranya balanced score card (38,7%). Di tengah badai krisis finansial yang belum diketahui kapan akan benar-benar berlalu, peran divisi HR ataupun human capital memang makin vital, untuk peran tradisionalnya, terlebih peran-peran strategisnya. Untuk peran tradisional, di segelintir perusahaan, HR adalah orangorang terdepan ketika perusahaan memutuskan melakukan efisiensi biaya. Begitu pula buat perusahaan yang berpikir bahwa krisis harus menjadi peluang agar lebih kuat dibanding pesaing. Untuk mereka yang siap menyongsong badai yang berlalu, HR adalah ujung tombak menghasilkan talenta terbaik di posisinya masing-masing.

Irvandi bahkan punya pemikiran lebih jauh. Jika dulu orang berbicara bahwa HR harus bisa menjadi partner bisnis, sudah saatnya kita berbicara bahwa HR harus menjadi pemain bisnis, katanya. Maksudnya? Pertumbuhan perusahaan, tidak lagi bisa dipisahkan dari peran tim HR yang andal, yang mengerti bisnis, proaktif berkontribusi pada bisnis, tidak hanya doable (melaksanakan apa yang bisa dikerjakan), tetapi deliverable menghasilkan sesuatu bagi bisnis. Namun, untuk ke arah tersebut, syaratnya tidaklah mudah. Orang-orang HR tidak lagi bisa mengandalkan kompetensi yang disebut smile and file, tersenyum dan melakukan dokumentasi secara rapi di rak atau komputer. Untuk menjadi besar, harus dimulai dari tim HR yang mampu berpikir besar, berjiwa besar melihat kekurangannya, dan mampu membesarkan bisnis, katanya. Tanpa kemampuan itu, fungsi HR hanya pelengkap penderita. Bukan itu saja. Jika SDM-nya memble, maka akan menjadi cost centre yang besar tapi tidak memberi kontribusi besar, tukas Riri Satria.

Anda mungkin juga menyukai