Anda di halaman 1dari 5

MENGUKUR KEEFEKTIFAN MANAJEMEN

SUMBER DAYA MANUSIA


Ada beberapa perkembangan baru dalam Manajemen Sumber Daya Manusia yang
penting diantaranya :

1. Keterbukaan : yakni kegiatan-kegiatan manajemen personalia seperti partisipasi


karyawan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kondisi kerja, dan
pengumuman lowongan kerja.

2. Proaktif : yakni program-program sumber daya manusia untuk meningkatkan


produktivitas dan kualitas kehidupan kerja (quality of work life) tanpa menunggu
permintaan manajemen puncak.

3. Orientasi Sistem : yakni penilaian berbagai perkembangan dan krisis yang terjadi
di luar maupun di dalam organisasi (diluar departemen personalia), dan
dampaknya terhadap organisasi dan efektivitas pengelolaan sumber daya manusia.

4. Penilaian efektivitas Manajemen Sumber Daya Manusia

5. Keterlibatan strategik : yakni keterlibatan operasional dan manajerial.

Khusus mengenai penilaian efektivitas Manajemen Sumber Daya Manusia yang


menjadi fokus dalam kajian ini, dimana manajemen sumber daya manusia sering
dipandang tidak vital untuk organisasi, karena ketidak mampuannya “memperagakan”
efektivitasnya. Hal ini berarti departemen personalia gagal untuk menunjukkan apa yang
dilakukannya, terutama seberapa banyak kontribusi dan peranannya dalam pencapaian
tujuan-tujuan strategik organisasi. Menyadari hal ini, para manajer sumber daya manusia
mulai tergerak untuk menyajikan efektivitas kerja mereka, seperti yang telah dilakukan
para manajer lain, dengan melakukan perhitungan biaya dan manfaat.
Selanjutnya melalui pembandingan biaya dan manfaat berbagai kegiatan, mereka
dapat menunjukkan efektivitas kerja mereka.
Jadi manajemen sumber daya manusia diukur dengan penentuan kriteria biaya dan
manfaat yang tepat dan relevan. Ada Mitos menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan
departemen personalia tidak dapat diukur dengan “bahasa” manajer perusahaan, yaitu
rupiah, harus dikuburkan.

Kriteria manfaat (benefit criteria) untuk manajemen sumber daya manusia adalah
berbagai indikator dengan mana pembandingan-pembandingan dapat dilakukan untuk
menunjukkan berbagai peningkatan, perbaikan dan manfaat bagi organisasi. Dua contoh
indikator yang dapat digunakan sebagai kriteria manfaat dan komponen-komponennya
adalah sebagai berikut :

1
a. Kriteria manfaat (benefit criteria) :
Untuk kriteria ini digunakan indikator produktivitas dan kualitas
kehidupan kerja.

Produktivitas menggunakan indikator :


- Peningkatan prestasi kerja
- Penurunan absensi karyawan
- Penurunan rotasi tenaga kerja.

Sedangkan indikator kualitas kehidupan kerja antara lain :

- Peningkatan partisipasi kerja


- Peningkatan kepuasan kerja
- Penurunan stress
- Penurunan jumlah kecelakaan kerja
- Penurunan jumlah karyawan sakit.

b. Kriteria biaya (cost criteria)

Kriteria biaya (cost criteria) untuk manajemen sumber daya manusia terdapat
berbagai indikator yang digunakan untuk membiayai suatu kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya manusia. Apabila kriteria manfaat pada umumnya
untuk diterapkan pada kegiatan personalia secara keseluruhan, maka kriteria biaya adalah
lebih spesifik untuk setiap kegiatan. Misalnya kriteria biaya yang sesuai untuk kegiatan
keamanan dan kesehatan dalam bentuk biaya pelatihan, supervisi, pembelian peralatan,
penanganan, pemindahan sumber daya berbahaya, bahan-bahan yang terbuang.dan
sebagainya.
Setelah kriteria biaya dan kriteria manfaat relevan dan sesuai dengan yang
ditentukan, maka berbagai biaya dan manfaat tersebut dibandingkan.
Pembandingan tersebut sebaiknya dilakukan dalam bentuk nilai uang dan rupiah.
Memang dalam praktek tidak semua manfaat kegiatan-kegiatan personalia dapat dinilai
dalam bentuk rupiah, tetapi bagaimanapun, sekarang telah tersedia berbagai teknik,
metode dan formula sebagai hasil upaya para ahli sumber daya manusia, yang dapat
ditemukan dalam literatur-literatur manajemen sumber daya manusia untuk melakukan
hal itu.

Paling tidak ada 3 cara bagi para manajer sumber daya manusia untuk
menunjukkan efektivitas kerja mereka yakni :

a. Mereka dapat menyajikan bahwa biaya kegiatan-kegiatan mereka tidak lebih


besar, atau bahkan lebih kecil, daripada biaya kegiatan-kegiatan sejenis dalam
organisasi-organisasi lain.

2
b. Mereka dapat meningkatkan nilai pembandingan-pembandingan tersebut dengan
memasukkan informasi relevan tentang kriteria manfaat. Meskipun ini mungkin
tidak selalu feasible untuk mendapatkan dan mengunakan data rupiah yang valid,
organisasi akan memperoleh manfaat besar dengan melakukan pembandingan
manfaat kegiatan-kegiatan personalianya. Sebagai contoh, dengan menggunakan
suatu pembandingan tingkat perputaran tenaga kerja atau absensi karyawan,
manajemen sumber daya manusia dapat menunjukkan kepada organisasi bahwa
biaya-biaya pengelolaan sumber daya manusianya menghasilkan lebih banyak
manfaat dibanding organisasi-organisasi lain.

c. Para manajer sumber daya manusia juga dapat menunjukkan efektivitas mereka
dengan melakukan pembandingan perubahan besarnya manfaat sebagai akibat
suatu kegiatan personalia. Contoh; bila suatu program penarikan baru
diimplementasikan dan tingkat absensi para karyawan baru yang ditarik dengan
program baru turun 2 %, biaya program dapat dibandingkan dengan nilai manfaat
yang diperoleh dari penurunan absensi para karyawan tersebut. Tentu saja dalam
menerapkan cara ini organisasi perlu berhati-hati, karena penurunan absensi
belum pasti sebagai akibat program penarikan baru.

Selanjutnya selain dikenal penilaian efektivitas manajemen sumber daya manusia


seperti di atas, juga dikenal pula istilah pengukuran yang digunakan dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia yakni sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi dalam
rangka membuat keputusan-keputusan di dalam proses pendidikan dan pelatihan sebagai
suatu hal yang sangat menentukan. Agar pengukuran dapat menghasilkan informasi yang
diharapkan maka alat pengukurnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat tersebut antara lain :

a. Validitas : Validitas suatu alat pengukur adalah sejauh mana alat tersebut
mengukur terhadap apa yang diukur dengannya. Dengan kata lain sejauh mana
pengukur tersebut memenuhi fungsinya sebagai alat pengukur. Misalnya, tes
tentang mata ajaran fisika akan dikatakan mempunyai validitas tinggi kalau tes
benar-benar mengukur taraf pengetahuan fisika, dan bukan mengukur kemampuan
lain (umpamanya geografi).

b. Reliabilitas : Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) bila hasil
pengukuran dengan alat tersebut adalah sama atau hampir sama jika pengukuran
tersebut dilakukan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan, atau orang
yang lain dalam waktu sama atau waktu berlainan. Alat pengukur yang baik harus
tinggi reliabilitasnya atau dengan kata lain harus reliable. Dengan kata lain dari
realibility adalah consistency, sebab hasil pengukuran dalam waktu yang berbeda
itu kira-kira sama atau consistent (ajeg). Cara yang digunakan untuk menyelidiki
reliabilitas ini adalah dengan mengadakan tes ulang, kemudian menghitung
korelasi hasil tes-tes tersebut. Bila koefisien tinggi maka reliabilitas tes tersebut
tinggi pula.

3
c. Objektivitas : Suatu tes disebut objektif, bila tingkat persesuaian antara
pertimbangan-pertimbangan para penguji yang kompeten dan secara sendiri-
sendiri adalah tinggi. Tujuan dari persyaratan ini supaya penerjemahan hasil
pengukuran (pemberian angka) dalam bilangan atau pemberian skor tidak
terpengaruh oleh siapa yang melakukan, artinya tidak terpengaruh oleh faktor-
faktor subjektif yang ada dalam diri pemberi nilai (penskor) atau oleh kesan-
kesannya mengenai hasil (pekerjaan) para subjek yang diukur atau dites.

d. Pembakuan (Standardisasi) : Alat pengukur haruslah dibakukan, maksudnya


bahan tes atau bahan yang digunakan untuk mengukur, petunjuk-petunjuk untuk
mengerjakan tugas atau tes, cara penyajian alat pengukur, cara menerjemahkan
hasil pengukuran, dan sebagainya harus dibakukan (disamakan). Tujuan
pembakuan ini adalah untuk memberikan pelaksanaan yang sama kepada subjek
yang diukur atau dites, sehingga perbedaan-perbesaan yang tampak dalam respon
mereka dapat dianggap semata-mata bersumber pada perbedaan individu.
e. Relevansi : Adalah seberapa jauh dipatuhinya ketentuan-ketentuan atau kriteria
yang telah ditetapkan untuk memilih berbagai pertanyaan agar sesuai dengan
maksud alat pengukur, misalnya aspek mana yang akan diukur, kognitif, afektif,
atau psikomotor.

f. Deskriminatif : Alat ukur yang baik adalah bersifat deskriminatif, artinya


mempunyai daya pembela (descriminating power) yang tinggi. Hal ini berarti
juga cukup untuk dapat membeda-bedakan kualitas-kualitas kemampuan yang
diukur/dites.

g. Komprehensif : Alat pengukur yang baik bersifat komprehensif, artinya dapat


mencakup banyak hal yang diukur. Sampel harus cukup representatif bagi
populasi (semua bahan yang diteskan).

h. Mudah digunakan ; Artinya alat pengukur tersebut hendaknya disusun


sedemikian rupa sehingga mudah digunakan.

4
Beberapa contoh standar pengukuran yang biasa digunakan dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia diantaranya adalah :

1. Standar nilai kelulusan UAN dan UAS untuk SD, SLTP, SLTA, Indeks Prestasi
(IP) kumulatif atau Nilai Mutu Rata-rata (NMR) untuk mahasiswa. IP dapat
dihitung dengan Rumus : IP (NMR) = Sigma KN / Sigma K, dimana K = Jumlah
SKS mata kuliah yang diambil (jumlah SKS), N= Nilai masing-masing mata
kuliah. NMR untuk tiap-tiap jenjang studi pun berbeda-beda, untuk jenjang S1
(Sarjana),minimum NMR = 2,00, untuk Pasca Sarjana/ jenjang S2 (Magister)
sekurang-kurangnya NMR 2,50, sedangkan untuk jenjang S3 (Doktor) adalah
sekurang-kurangnya NMR 3,00. (Dalam bentuk angka dan huruf).

2. Produktivitas karyawan secara individu dan berkelompok.

3. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (DP3)

4. Sistem penilaian yang dilakukan perusahaan swasta dan BUMN

5. Dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai