Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI


Mata kuliah: Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi

Dosen Pengampu: Ade Fauji,SE,MM

Disusun Oleh:

NURHASANAH

11140624

7D MSDM

JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

UNIVERSITAS BINA BANAGSA

SERANG-BANTEN

2019-2020
DAFTAR ISI

Cover
DAFTAR ISI.................................................................................................................i
Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi............................................................................1
1.1 Pengertian Prestasi kerja.......................................................................................................1
2.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja....................................................................................1
2.3 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja...........................................................................................3
2.4 Ruang Lingkup Penilaian Prestasi Kerja............................................................................5
2.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja..........................................................................................6
2.6 Contoh tabel metode Rating Scale..................................................................................................8
2.7 Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja....................................................................................15
2.8 Syarat-Syarat Dalam Penilaian Prestasi Kerja.................................................................16
2.9 Unsur-Unsur Yang Dinilai Dalam Penilaian Prestasi Kerja............................................17
2.10 Aplikasi  Penilaian Prestasi kerja.....................................................................................18
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja........................................................20
3.1. Kendala Dalam Penilaian Prestasi Kerja.........................................................................21
3.2 Konsep Dasar Kompensasi..................................................................................................23
3.3 Langkah-Langkah Merumuskan Kebijakan Dan Membuat Sistem Kompensasi........26
3.4 Survei benchmarking kompensasi......................................................................................30
Kompensasi Financial dan Kompensasi Non Financial.........................................37
4.1 Undang-Undang Dan Peraturan Tentang Kompensasi...................................................38

i
Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi
1.1 Pengertian Prestasi kerja

Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam


bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang
lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa inggris yaitu kata
“achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti
“mencapai”, maka dalam bahasa indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian”
atau “apa yang dicapai”.

Bernardin dan russel (1993:378) memberikan definisi tentang prestasi kerja


sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcome produced on a
specified job function or activity during a specified time period” (prestasi kerja
didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu).

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan
pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada
perusahaan. Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat
pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan
menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan perusahaan.

2.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja

Pada sub-bab di atas telah dijelaskan mengenai prestasi kerja, namun


bagaimanakah definisi “penilaian” ? Muchinsky (1993:217) mendefinisikan penilaian
sebagai berikut : “ a systematic review of an individual employee’s performance on

1
2

the job which is used to evaluate the effectiveness of his or her work”. (suatu
peninjauan yang sistematis terhadap prestasi kerja individu karyawan dalam
pekerjaan yang digunakan untuk mengevaluasi efektivitas kerja).

Penilaian prestasi kerja dalam bahasa inggris disebut


sebagai performace appraisal. pada kamus Manajemen SDM dan Perilaku Organisasi
(tunggal,1997:48) berarti suatu proses organisasi menilai performa individu.
Sedangkan Bittel (1996:233) menyebutkan suatu evaluasi formal dan sistematis
tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan memenuhi perannya yang
sesuai dalam organisasi. Blanchard dan spencer (1982:100) menyebutkan penilaian
prestasi kerja merupakan proses organisasi yang mengevaluasi prestasi kerja
karyawan

terhadap pekerjaannya. Esensinya, supervisor dan karyawan secara formal melakukan


evaluasi terus menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada prestasi kerja sebelumnya
dan mengevaluasi untuk mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ketika
prestasi kerja tidak memenuhi syarat, maka manajer atau supervisor harus mengambil
tindakan, demikian juga apabila prestasi kerjanya bagus maka perilakunya perlu
dipertahankan.

Berikut terdapat pendapat dari beberapa ahli mengenai definisi penilaian


prestasi kerja,antara lain :

1.      Roger belows, dalam Psycology of Personnal in Business Industry, Rentice Hall,


New Jersey 1961, p.370 mendefinisikan suatu penilaian periodik atas nilai seorang
individu karyawan bagi organisasinya, dilakukan oleh atasannya atau seseorang yang
berada dalam posisi untuk mengamati atau menilai prestasi kerjanya.
3

2.      Dale s. Beach, The Management of People at Work, Mac Milian New York, 1970
p.257, mendifinisikan sebuah penilaian sistimatis atas individu karyawan mengenai
prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan.

3.      Bernardin dan Russel (1993:379), mendefinisikan suatu cara mengukur kontribusi


individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.

4.      Cascio (1992:267), mendefinisikan sebuah gambaran atau deskripsi sistematis


tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dengan pekerjaan dari seseorang atau
satu kelompok.

5.      Menurut Andrew F. Sikula, penilaian adalah suatu proses mengestimasi atau


menetapkan nilai, penampilan, kualitas, atau status dari beberapa objek, orang atau
benda.

6.      Menurut Dale Yoder, penilaian prestasi kerja merupakan prosedur yang formal
dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta
kepentingan pegawai.

7.      Menurut French, penilaian prestasi kerja adalah suatu cara dalam melakukan
evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu
yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara
berkala.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja
merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam organisasi atau perusahaan
yang dilakukan secara sistematis untuk mengevaluasi prestasi, kontribusi, potensi,
dan nilai dari seorang karyawan oleh orang-orang yang diberi wewnang perusahaan
sebagai landasan pengembangan dan sebagainya. Hal ini mengingat bahwa di dalam
4

organisasi, setiap orang sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai keinginan
untuk

mendapatkan penghargaan dan perlakuan adil dari pemimpinnya. Sehingga karyawan


memberikan kontribusi yang berarti pada organisasi atau perusahaan dan pula
sebaliknya, hal ini merupakan upaya guna mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan. Ukuran terakhir keberhasilan dari suatu departemen personalia adalah
prestasi kerja. Karena baik departemen itu sendiri maupun karyawan memerlukan
umpan balik atas upayanya masing-masing, maka prestasi kerja dari setiap karyawan
perlu dinilai.

2.3 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

            Perusahaan maupun organisasi menggunakan penilaian prestasi kerja bagi


para karyawan atau individu mempunyai maksud sebagai langkah administratif dan
pengembangan. Secara administratif, perusahaan atau organisasi dapat menjadikan
penilaian prestasi kerja sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang
berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang
karir yang lebih tinggi, pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian. Sedangkan
untuk pengembangannya adalah cara untuk memotivasi dan meningkatkan
keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling pada perilaku karyawan dan
menindak-lanjuti dengan pengadaan training (Gomez, 2001:226). Cherrington
(1995:276) menambahkan tujuan lainnya antara lain untuk mengidentifikasi
kebutuhan training untuk kepentingan karyawan agar tingkat kemampuan dan
keahliannya pada suatu pekerjaan dapat ditingkatkan pada level yang lebih tinggi.
Kemudian diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya manusia yang dihubungkan
pada fungsi-fungsi SDM.
5

Lebih jelasnya, penilaian prestasi kerja mempunyai tujuan untuk:

1.      Membedakan tingkat prestasi kerja setiap karyawan

2.      Pengambilan keputusan administrasi seperti : seleksi, promosi, retention, demotion,


transfer, termination, dan kenaikan gaji

3.      Pemberian pinalti seperti : bimbingan untuk meningkatkan motivasi dan

4.      Diklat untuk mengembangkan keahlian.

Secara garis besar terdapat dua tujuan utama penilaian prestasi kerja, yaitu :

a.  Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :

·         Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.

·         Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan


promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.

·         Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK


dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang
tidak memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986).

b. Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup :

·         Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan


pengembangan potensi di masa yang akan datang.
6

·         Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karierdan


perencanaan karier.

·         Memotivasi pekerja

·         Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan.

    Mendiagnosis problem individu dan organisasi.

2.4 Ruang Lingkup Penilaian Prestasi Kerja

Ruang lingkup penilaian prestasi kerja yang dikemukakan oleh Andrew F.


Sikula menyatakan bahwa untuk mengetahui ruang lingkup penilaian prestasi
kerja dapat dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Siapa (Who)

Didalam suatu penilaian prestasi kerja perlu ditetapkan terlebih dahulu siapa yang
harus dinilai, yaitu meliputi seluruh tenaga kerja yang ada dalam organisasi, sejak
dari pucuk pimpinan sampai dengan tenaga kerja dengan tingkat jabatan terendah.

2. Apa (What)

Untuk menjawab pertanyaan apa yang harus dinilai, maka perlu diketahui beberapa
indikator dibawah ini:
7

a.               Objeknya, yaitu bahwa yang menjadi objek penilaian adalah manusia dengan berbagai
kemampuan, sikap, pandangan dan berbagai keterampilan yang dimilikinya.

b.              Dimensi waktunya, yaitu bahwa yang dinilai adalah prestasi yang dicapai pada
saat ini dan potensi yang dapat dikembangkan pada waktu yang akan datang.

c.               Spesifikasinya, yaitu bahwa factor-faktor yang dinilai sifat/


karakteristik/ perangi dari tenaga kerja yang bersangkutan.

3. Mengapa (Why)

Pertanyaan ini menunjukan kepada pemahaman tentang apa sebenarnya yang ingin diperoleh
dari suatu penilaian prestasi kerja. Mengapa penilaian prestasi kerja harus dilakukan,
yaitu untuk berbagai tujuan antara lain:

a.       Pemeliharaan potensi kerja

b.      Meningkatkan prestasi kerja

c.       Menentukan kebutuhan akan pelatihan

d.      Sebagai dasar pengembangan karir

e.       Sebagai dasar pemberian dan peningkatan balas jasa

f.        Membantu program pengadaan tenaga kerja

g.      Membantu mekanisme umpan balik dan komunikasi

4. Bilamana (When)
8

Pertanyaan ini mengandung pertanyaan tentang apakah penilaian dilakukan secara


formal atau kah informal. Penilaian formal merupakan proses penilaian prestasi kerja
yang dilakukan secara periodik seperti setiap tahun, setiap semester, setiap kwartal
atau setiap bulan. Sedangkan penilaian informal merupakan proses penilaian prestasi
kerja yang dilakukan secara terus menerus dan setiap saat, misalnya setiap hari.

5. Dimana (Where)

Pertanyaan ini menunjukan kepada dua alternatif tempat pelaksanaan penilaian


prestasi kerja yaitu :

a.       Ditempat kerja, penilaian prestasi kerja dilakukan haya dilingkungan organisasi yang


bersangkutan.

b.      Diluar tempat kerja, dalam penilaian prestasi ini pelaksanaannya dilakukan diluar


organisasi yang bersangkutan.

6. Bagaimana (How)

Pertanyaan ini menghantarkan kita kepada pemilihan-pemilihan penilaian


prestasi kerja dari berbagai metode yang dimungkinkan. Adapun metode-metode
dalam penilaian prestasi kerja dapat dibagi kedalam 2 (dua) kelompok,yaitu metode
tradisional dan metode modern. (Andrew F Sakula)

2.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja

                Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari
sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: 1).
Metode yang berorientasi masa lalu (tradisional), seperti: Skala Grafik
9

dengan Rating, Employee Comparison, Metode Checklist, Metode Essai, metode


wawancara atau interview, dan metode kejadian kritis, dan 2). Metode yang berorientasi masa
depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat penilaian.

1. Metode Tradisional (Berorientasi Masa Lalu)

            Metode ini terbagi dalam beberapa bagian diantaranya adalah :

a. Skala Grafik (Rating Scale)

            Skala grafik dengan rating atau juga dikenal dengan


metode rating konvensional, adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak
versi tentang metode ini namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau
karakteristik pegawai yang berkaitan dengan kinerja kerja. Dalam metode ini, penilai
diberi formulir penilaian yang sudah baku dan mengukur karakteristik dan tujuan
kerja dari seseorang tenaga kerja. Metode ini terbagi kedalam beberapa bentuk antara lain :

1)      Graphic Scale, suatu bentuk penilaian yang dilakukan dengan membubuhkan tanda


silang pada skala yang tersedia untuk masing-masing faktor yang dinilai pada formulir
penilaian yang telah disiapkan sebelumnya.
10

2)        Multiple Steps, suatu bentuk penilaian yang hampir sama dengan graphic schale, namun
penilaian dalam metode ini diharapkan pada beberapa alternatif nilai yang dapat diberikan pada
seseorang.

3)              Behavior Scale, suatu bentuk penilaian yang didasarkan pada sifat-sifat pribadi
seseorang yang dirumuskan dalam skala-skala yang dapat diukur.

Kelemahan metode ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai
cenderung memberikan nilai rata-rata.
11

2.6 Contoh tabel metode Rating Scale

b. Employee Comparison

Dalam metode ini penilai melakukan penilaian dengan cara membandingkan antara


tenaga kerja yang satu dengan yang lainnya, yaitu membandingkan faktor-faktor yang
dimiliki oleh tenaga kerja misalnya pendidikan, keterampilan. Metode ini dapat
berbentuk :

1)      Alternation Ranking, suatu bentuk penilaian dengan cara menbandingkan antara tenaga kerja
yang satu denagan tenaga kerja yang lainnya atas dasar kemampuannya, kemudian disusun dalam
bentuk ranking.
12

2)      Paired Camparison, suatu bentuk penilaian dengan cara membandingkan tenaga kerja
secara keseluruhan, baik faktor-faktor yang diperbandingkan maupun
diperbandingkan kepada seluruh tenaga kerja yang ada dalam organisasi.

3)             Forced Distribution, suatu bentuk penilaian yang dilaksanakan dengan cara


memperbandingkan setiap tenaga kerja berdasarkan tingkat kemampuan / prestasinya,
dengan skala yang sudah di tentukan. Misalnya : Baik Sekali, Baik, Cukup, Kurang dan Kurang
sekali.

c. Metode Checklist

Metode ini dilakukan dengan cara menggunakan suatu daftar isian yang berisi
berbagai ukuran karakteristik dalam bentuk kalimat atau kata-kata yang
menggambarkan alternatif prestasi atau karakteristik dari seorang tenaga kerja metode
ini dibagi kedalam 2 (dua) bentuk yaitu :

1)             Weight Checklist, yaitu suatu daftar isian yang diberi bobot / nilai untuk setiap
jawaban yang dipilih dari setiap pertanyaan.

2)      Forced Score, yaitu suat daftar isian yang cara pengisianya dilakukan dengan
memilih alternatif jawaban yang diberikan terhadap pertanyyan yang diberikan.

Keuntungan dari metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari
kecenderungan pemberian nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan hati.
Namun karena keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar dalam
penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan keahlian
khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang berbeda untuk jenis pekerjaan
dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan tenaga profesional
yang andal di bidang ini. Ketidakandalan dalam membuat item perilaku dan kesesuaian
13

bobot nilai masing-masing item dapat mengakibatkan ketidaksesuaian di dalam


pemberian ukuran-ukuran item. Akibatnya para supervisor kesulitan di dalam
mengiterprestasikan hasilnya. Berikut adalah contoh tabel yang menggunakan metode
checklist :

d. Essay

Dalam metode ini seorang penilai diharuskan membuat sesuatu karangan yang
berkenaan dengan persiapannya tentang seorang tenaga kerja yang sedang dinilai.
Karangan tersebut kemudian diberikan kepada penilai lain untuk diberi tanggapan
dan penilaian terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dengan menggunakan karanga
tersebut sebagai dasarnya.

Pada metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi
dalam beberapa kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa
digunakan:        

  1. Penilaian kinerja seluruh pekerjaan.

       2. Kemungkinan pekerja dipromosikan

       3. Kinerja kerja pegawai saat ini

       4. Kekuatan dan kelemahan pegawai

            5. Kebutuhan tambahan training
14

Pendekatan ini memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan


tidak memasyarakatkan perhatian khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena
metode ini menggunakan pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan
kesulitan untuk membandingkan dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan
tersebut. Keberhasilan metode ini juga sangat tergantung pada kemampuan dan
kreativitas supervisor dalam mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban
yang benar-benar dapat mewakili kondisi pegawai yang dinilai

e. Interview

Metode ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada


seorang tenaga kerja. Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai
mengetahui posisi dan bagaimana cara kerja mereka.Selain itu wawancara
juga dimaksudkan untuk:

       a. Mendorong perilaku positif.

       b. Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari pegawai.

       c. Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan
upah dan promosi.

       d. Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan datang.

       e. Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan.


15

f. Metode Pencatatan Kejadian Kritis (Critical Incident)

       Metode pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang
menggunakan pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang
menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk. Dalam
metode ini penilai diharuskan mencatat semua tingkah laku sehari-hari dari seorang
tenaga kerja. Misalnya : inisiatif, kemampuan kerjasama, sikap, kejujuran, loyalitas dan lain
sebagainya.

2. Metode modern (Berorientasi Masa Depan)

Metode ini dapat terbagi kedalam beberapa bagian diantaranya :

a. Penilaian Psikologis (Psychological Appraisals)

Penilaian ini pada umumnya terdiri dari wawancara mendalam, tes-tes


psikologi, diskusi dengan atasan langsung, review evaluasi-evaluasi lainnya.
Penilaian psikologi biasanya dilakukan oleh para psikolog, terutama digunakan untuk
menilai potensi karyawan diwaktu yang akan datang. Evaluasi terhadap intelektual,
emosi, motivasi karyawan dan karakteristik-karakteristik hubungan pekerjaan lainnya
sebagai hasil penilaian diharapkan bisa membantu untuk memperkirakan prestasi
kerja di waktu yang akan datang. Evaluasi tersebut terutama digunakan untuk
keputusan-keputusan penempatan dan pengembangan. Kurasi penilaian sepenuhnya
tergantung pada ketrampilan para psikolog.Point yang perlu diperhatikan :
16

1. Dilakukan oleh psikolog, yang dinilai adalah potensi individu, bukan prestasi
yang lalu atau yang telah di capai
2. Terdiri dari : interview yang mendalam, psikotes dan diskusi dengan atasan
3. Psikolog membuat evaluasi tentang intelektual, emosi, motivasi, dan karakteristik
lain yang dapat memprediksi prestasi yang akan datang.

b. Assesment Centre

                Dalam metode ini penilaian prestasi kerja dilakukan oleh sebuah badan /
lembaga yang dibentuk secara khusus oleh sebuah organisasi dan diberi wewenang
untuk melakukan penilaian atas tenaga kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.
Metode ini berguna untuk membantu identifikasi “talenta”manajemen diwaktu yang
akan datang, banyak perusahaan besar mempunyai pusat-pusat penilaian. Assessment
Center adalah suatu bentuk penilaian karyawan yang distandarisasikan dimana
tergantung pada berbagai tipe penilaian dari penilai. Penilaian bisa meliputi
wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi, dan sebagainya
untuk mengevaluasi potensi karyawan diwaktu yang akan datang.

Point yang perlu diperhatikan :

Penilaian terhadap karyawan yang terstandarkan dengan berbagai tipe evaluasi dan
beberapa penilaian. Digunakan untuk menilai karyawan pada level Middle
Management. Terdiri dari wawancara, psikotes, evaluasi latar belakang, penilaian
oleh rekan kerja, latihan simulasi, diskusi kelompok, permainan manajemen

b. Management By Objective (MBO)

                Metode ini menitik beratkan kepada pengukuran hasil nyata yang mampu dicapai
oleh seorang tenaga kerja yang terlibat dalam proses penentuan sasaran. Dengan kata
17

lain proses penilaian prestasi kerja diukur dari mampu tidaknya mewujudkan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya dan apabila mampu, seberapa jauh hasil hasil nyata dibandingkan
dengan sasaran tersebut, adakah unsur-unsur yang dapat memberikan ke efektifan dan
efisiensinya.

                Management By Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter Drucker adalah


sistem yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang hendak dicapai
berdasarkan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Kajian tentang bagaimana
baiknya bawahan berprestasi selalu ditinjau ulang dan dilakukan secara periodik. Uji coba
selalu dibuat untuk menuliskan target/sasaran dari segi kuantitas. Para ahli percaya
bahwa target/sasaran dapat dan selayaknya ditetapkan secara kuantitatif.

Persyaratan pelaksanaan Metode MBO

            Untuk melaksanakan penilaian dengan metode MBO, secara umum terdapat


sejumlah ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu :

                1. Supervisor dan bawahan sama-sama menyetujui elemen target pekerjaan bawahan yang


akan dinilai periode tertentu (6 bulan atau 1 tahun).

                 2. Bawahan sungguh-sungguh melakukan kegiatan untuk mencapai masing-masing target

                3. Selama periode tersebut bawahan secara periodik mereview perkembangan pekerjaan


kearah target yang akan dicapai.

                4. Pada akhir periode, supervisor dan bawahan sama-sama mengevaluasi hasil


pencapaian target.

Keuntungan MBO
18

                Keuntungan terbesar dari metode MBO adalah


teredianya target/sasaran penilaian kinerja yang merupakan kesepakatan antara
supervisor dan bawahannya. Pada tingkat individu, MBO dapat menjadikan pegawai
melakukan kontrol diri, membangun kepercayaan diri, memotivasi diri, memperbaiki kinerja,
mengembangkan masa depan dan mempunyai pengetahuan penuh tentang kriteria yang
akan dievaluasi.

                Pada tingkatan sehubungan interpersonal. MBO dapat meningkatkan hubungan


antara bawahan dengan atasan, memperbaiki komunikasi, dan menyediakan kerangka
kerja (framework) yang lebih baik. Pada tingkat organisasi, perbaikkan kinerja kerja
secara keseluruhan, teridentifikasinya potensi manajemen dan kebutuhan
pengembangan, koordinasi sasaran/target yang lebih baik, dan terkuranginya
duplikasi serta overlapping  tugas dan aktivitas merupakan keuntungan yang bisa didapat dari
metode MBO.

Kelemahan MBO

                Pendekatan MBO bukanlah metode yang paling sempurna. MBO efektif bila sistematis
dapat menyatukan setting target yang dibuat oleh individu dan organisasi. Target yang
dihasilkan bersama antara supervisor dan bawahan dengan sendirinya berbeda dengan target
yang telah ditetapkan organisasi. Dengan demikian MBO juga
merupakan autocritic organisasi. Salah satu kelemahan MBO adalah : membutuhkan waktu
yang cukup lama hingga terkesan terjadi pemborosan waktu. Beberapa masalah yang
mungkin timbul akibat diterapkannya metode MBO adalah :

1.      Terlalu banyak tekanan pada ukuran tujuan kuantitatif dapat membawa pada
pengabaian tanggung jawab penting lainnya.

2.      Tekanan pada kuantitas mungkin akan mengorbankan kualitas.


19

3.      Jika evaluasi didasarkan pada kesepakatan hasil yang dicapai, maka bawahan secara
sengaja atau tidak sengaja menset target yang rendah sebagai hasil yang mereka
capai.

4.      Memungkinkan adanya tendensi mengadopsi target atau tujuan yang dianggap


penting oleh bawahan yang dominan.

5.      Penyedia (supervisor ) dapat mengasumsikan tidak ada latihan dan bimbingan.

                Tim MBO dalam membangun dan mengembangkan target/sasaran,


program MBO kebanyakan menggunakan sistem one-on-
one antara supervisor dengan bawahan. Pada kebanyakan instansi, sistem one-on-
one tidak dapat dilaksanakan pada kebanyakan pekerjaan yang sifatnya
interdependen, terutama pada tingkat manajer dan  supervisor. Baik manajer
maupun supervisor kesulitan bila harus melakukan one-on-one pada seluruh
bawahannya untuk membangun dan mengkaji ulang target/sasaran yang hendak
dicapai.Di samping memakan waktu yang cukup lama, juga akan mengganggu
kegiatan kerja. Karenanya pada kabanyakan instansi, metode MBO ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan tim untuk mengkaji ulang target-target  tersebut.

c. Penilaian Diri (Self Appraisals)

Teknik penilaian ini berguna bila tujuan evaluasi adalah untuk melanjutkan
pengembangan diri. Bila karyawan menilai dirinya, perilaku defensip cenderung tidak
terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan. Point yang perlu
diperhatikan :
20

1.      Karyawan menilai sendiri kinerja yang telah dicapai dan yang akan dicapai.

2.      Memerlukan kematangan diri karyawan untuk dapat menilai diri sendiri secara
objektif.

3.      Dimensi penting adalah keterlibatan dan komitmen karyawan untuk melakukan


proses perbaikan diri.

2.7 Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja

T. Hani Handoko (2000:135) mengatakan bahwa kegunaan-kegunaan penilaian prestasi


kerja dapat dirinci sebagai berikut :

1.      Perbaikan prestasi kerja

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen


personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka utuk memperbaiki prestasi.

2.      Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi

Evaluasi prestasi kerja memantu para pengambil keputusan dalam menentukan


kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya.

3.      Keputusan penempatan

Promosi, transfer, da demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau
antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja
masa lalu.
21

4.      Kebutuhan latihan dan pengembangan

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan, demikian juga
prestasi kerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5.      Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur


karir tertentu yang harus diteliti.

6.      Penyimpangan proses staffing

Prestasi kerja yang baik mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing
departemen personalia.

7.      Ketidak akuratan informasi

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan dalam informasi analisis
jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen lain system informasi
manajemen personalia.

8.      Kesalahan desain pekerjaan


22

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian prestasi kerja membantu diagnosa kesalahan tersebut.

9.      Kesempatan kerja yang adil

Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan penempatan internal
dengan adil tanpa diskriminasi.

10.  Tantangan eksternal

Prestasi kerja juga tidak lepas dari pengaruh dari lingkungan luar kerja seperti
keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah pribadi karyawan lainnya.

2.8 Syarat-Syarat Dalam Penilaian Prestasi Kerja

            Diperlukan syarat-syarat tertentu. Menurut Bambang Wahyudi(2002:122)


syarat-syarat agar pelaksanaan penilaian prestasi kerja dapat berhasil sesuai dengan
sasaran yang diharapkan, tersebut adalah:

            1. Relevan

            Syarat ini menegaskan bahwa suatu system penilaian prestasi kerja hanya mengukur hal-hal yang
berhubungan atau berkaitan langsung dengan prestasi kerja dalam suatu jabatan tertentu.

            2. Akseptabel

                Syarat ini menunjukan bahwa penilaian prestasi kerja harus dapat diterima dan
dimengerti baik oleh penilai maupun yang dinilai.

            3. Reliabel
23

            Syarat ini menegaskan bahwa suatu system penilaian prestasi kerja harus dapat
dipercaya serta mempunyai alat ukur yang dapat diandalkan,konsisten dan stabil.

            4. Sensitif

            Penilaian prestasi kerja harus mempunyai kemampuan kepekaan untuk membedakan tenaga


kerja yang efektif dengan tenaga kerja yang tidak efektif.

            5. Praktis

            Syarat ini menghendaki agar suatu system penilaian pekerjaan harus praktis dan
mudah dilaksanakan, baik menyangkut administrasi interprestasi serta tidak perlu biaya
yang besar.

2.9 Unsur-Unsur Yang Dinilai Dalam Penilaian Prestasi Kerja

            Berikut ini unsur-unsur dasar dalam penilaian prestasi kerja. Menurut Malayu


S.P Hasibuan (2001:104) antara lain :

1.              Kesetiaan

Penilai menilai kesetiaan pekerja terhadap pekerjaannya, jabatan dan organisasi. Kesetiaan ini
dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjag dan membela organisasi didalam maupun diluar
pekerjaan.

2.              Prestasi kerja

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan oleh pekerja dari
uraian pekerjannya.
24

3.              Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dan melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya
maupun terhadap orang lain.

4.              Kedisplinan

Penilai menilai kedisplinan karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
mengerjakan pekerjannya sesuai denga instruksi yang diberikan kepadanya.

5.              Kreatifitas

Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kretifitasnya untuk menyelesaikan


pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdaya dan berhasil guna.

6.              Kerjasama

Penilai menilai terhadap partisipasi dan kerjasama degan karyawan lainnya baik vertikal maupun
horizontal didalam maupun diluar pekerjaan.

7.              Kepemimpinan

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi dan mempunyai pribadi yang kuat,
dihormati, berwibawa dan dapat memotivasi orang lain.

8.              Kepribadian

Penilai menilai sikap perilaku kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan,
memperhatikan sikap yang baik dan penampilan yang simpatik serta wajar dari karyawan tersebut.
25

9.              Prakarsa

Penilai menilai kemampuan berfikir berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai,
menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan alasan,mendapatkan kesimpulan dan membuat
keputusan akan masalah yang dihadapinya.

10.       Tanggung jawab

Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan


dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakan.

2.10 Aplikasi  Penilaian Prestasi kerja

            Usaha yang dapat dilakukan pada awal pelaksanaan penilaian kinerja adalah
sebagai berikut:

1. Mulailah dari tingkatan yang paling atas. Maksudnya penggunaan penilaian


prestasi harus dimulai dari pimpinan yang paling tinggi, kemudian secara bertahap
turun ke karyawan yang tingkatannya  lebih rendah, sampai akhirnya ke tenaga
pelaksana, sehingga tidak ada kesan bahwa atasan selalu di nomor satukan sehingga
tidak perlu dinilai.

2. Untuk melihat apakah system penilaian yang disusun itu efektif dan untuk
menghindari pemborosan waktu dan tenaga, perlu dilaksanakan penilaian di bagian
tertentu lebih dulu sebagai pilot project. Apabila ternyata ada kekurangan, maka dapat
diperbaiki terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya.

3. Dalam melakukan penilaian prestasi kerja sebaiknya jangan tergesa-gesa, karena


tidak semua karyawan/individu mudah begitu saja menerima perubahan-perubahan
26

khususnya perubahan sikap. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan persiapan-persiapan


dan pemberitahuan terlebih dahulu (sosialisasi), kemudian berikan kesempatan untuk
didiskusikan dengan masing-masing kepala bagian dan yang terakhir diusahakan agar
tidak berkesan “memaksakan” penggunaan system penilaian prestasi tersebut kepada
karyawan.

4. Dalam melakukan penilaian prestasi kerja sebaiknya mempertimbangkan hubungan


antara aktivitas dengan hasil, dimana :

            - Aktivitas menunjukkan bagaimana sasaran dicapai

            - Hasil menunjukkan sasaran apa yang telah dicapai

            Dalam melakukan penilaian yang baik, diperlukan keseimbangan keduanya


yaitu keseimbangan antara apa yang telah dicapai dengan bagaimana cara mencapai
hasil tersebut, standard yang ditetapkan harus disesuaikan dengan memberikan
pengarahan tentang bagaimana caranya agar standard/hasil yang ditetapkan dapat
dicapai.

        

    Mekanisme pelaksanaan program penilaian prestasi sdm :

a)      Melaksanakan pengukuran dan membuat standard baku satuan hasil kerja dengan
melaksanakan workload analysis, yang akan digunakan sebagai pedoman dalam
membandingkan antara standard hasil dengan hasil yang dicapai oleh karyawan.

b)      Menetapkan dan menyepakati waktu penilaian dan frekuensi penilaian misalkan;


waktu penilaian 6 bulan dan dilakukan dalam 3 kali penilaian.
27

c)      Diantara atasan dan bawahan menetapkan dan menyepakati aktivitas yang akan
dilaksanakan dengan mengisi dan menandatangani form management performance
sesuai dengan job title yang dipangku oleh karyawan tersebut dan selaras dengan
target organisasi.

d)      Atasan memonitor prestasi yang dicapai oleh bawahannya dengan menggunakan


laporan kerja harian, dan diketahui oleh karyawan.

e)      Meresumekan hasil akhir pada waktu tertentu misal; 6 bulan atas prestasi yang
dicapai oleh karyawan tersebut.

f)       Memasukan data hasil penilaian ke dalam lembar penghitungan penilaian.

g)      Memberikan kompensasi bagi yang berprestasi dan memberikan konseling bagi


yang tidak berprestasi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja seorang karyawan bisa disebabkan oleh beberapa faktor, berikut


faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja:

a. Efektifitas dan efisiensi

            Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan
menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan
28

walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari
tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999:27).

b. Otoritas (wewenang)

Otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi
formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk
melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono,
1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dalam organisasi tersebut.

c. Disiplin

            Disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku


(Prawirosentono,1999:27). Jadi, disiplin kayawan adalah kegiatan karyawan yang
bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia
bekerja.

d. Inisiatif 

            Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk
ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
29

3.1. Kendala Dalam Penilaian Prestasi Kerja

            Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode
penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan
relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak
hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah
gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias
yang sering muncul sebagai berikut :

a. Pemilihan Metode Terbaik

            Hingga saat ini tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan
sebagai yang terbaik untuk semua kondisi dan situasi organisasi. Kondisi dan situasi
yang berbeda menghendaki metode dan sistem yang berbeda. Menurut French (1986),
metode penilaian prestasi kerja yang terbaik tergantung pada :

a.       Pendekatan pada metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.

b.      Variasi faktor organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program


penilaian (Iklim organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain).

b. Kesalahan Penilaian

            Penilaian yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di


dalam menggunakan kesempatan yang sama pada pekerja untuk mendapatkan
petunjuk pelaksanaan (Juklak) atau guidelines kerja.Sayangnya supervisor dapat
membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar dan kurang
dapat dipercaya. Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan
30

faktor manusia, dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam
manusia. Kesalahan tersebut di antaranya adalah :

1). Hallo Effect

Kesalahan hallo effect sangat dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku


pegawai seperti penampilan atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup
mata penilai terhadap kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai
membuat kesalahan kecil namun membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang
didapat hasilnya buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.

            Hallo effect juga kadang terjadi pada saat penilaian awal pada pertemuan
pertama antara seorang penilai saat bertemu degan orang yang akan dinilainya di
mana seseorang cenderung melakukan penilaian-penilaian terhadap orang yang baru
saja dikenalnya dengan cara mengkategorikan setiap hal yang dilihat/dirasakannya
pada orang tersebut dan mencocokkannya dengan kategori-kategori yang telah
ditetapkan olehnya sebelumnya. Pendek kata, hallo effect adalah efek yang
ditimbulkan oleh seseorang dalam pertemuan pertama kali (kesan pertama).

Beberapa hal pengkategorian yang sering menjadi acuan penilaian seseorang terhadap
orang yang baru saja ditemui / dikenalnya antara lain :

Sifat

Orang cenderung akan mengkategorikan sifat-sifat seseorang yang baru saja


ditemuinya hanya dengan berbicara beberapa kata saja / dengan melihat
penampilannya saja dengan beberapa kriteria contoh seperti :
31

 Senyum seseorang saat pertemuan pertama menandakan bahwa orang itu


ramah dan menyenangkan.

 Cara berjabat tangan yang erat saat berkenalan menandakan pribadi yang
hangat dan terbuka bagi sebuah pertemanan.

 Pembicaraan / komunikasi yang cenderung tersendat pada pertemuan pertama


dan tidak berlangsung dengan lancar menandakan kalau orang tersebut
membosankan.

Fisik / kepribadian dalam keseharian

·         Aroma parfum yang menenangkan akan mencerminkan seseorang dengan


kepribadian yang hangat dan menyenangkan.

·         Penampilan seseorang yang rapi menunjukkan sebuah kedewasaan dan


kemandirian.

·         Cara berpakaian yang urakan menggambarkan seseorang yang memiliki kehidupan


pribadi yang tidak teratur.

2) Kecenderungan menilai rata-rata cukup atau menengah.

            Kebanyakan penilai kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang
tinggi. Sikap ini merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam
menilai. Penilaian yang tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan
lupa diri, sebaliknya penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental
pegawai. Karenanya seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai tengah.

3) Karena “kemurahan hati”


32

            Subyektivitas lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega


mencatumkan nilai sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol sebagai
kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena khawatir
akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir disalahkan oleh
organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata kesalahan pegawai
tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid  dan tidak reliable) atau
penetapan target yang salah.

3.2 Konsep Dasar Kompensasi

Pengertian Kompensasi

Ilustrasi Kompensasi

Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan
kepada perusahaan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002:54). Kompensasi berbentuk uang,
artinya gaji dibayar dengan sejumlah uang kartal kepada karyawan yang
bersangkutan. Kompensasi berbentuk barang, artinya gaji dibayar dengan barang.
Misalnya gaji dibayar 10% dari produksi yang dihasilkan. Di Jawa Barat penunai padi
upahnya 10% dari hasil padi yang ditunai.
33

Kompensasi merupakan istilah yang berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial


(financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian
mereka dengan sebuah organisasi. Pada umumnya bentuk kompensasi berupa
finansial karena pengeluaran moneter yang dilakukan oleh organisasi. Kompensasi
bisa langsung diberikan kepada karyawan, ataupun tidak langsung, dimana karyawan
menerima kompensasi dalam bentuk-bentuk non moneter.

Terminologi Kompensasi 

Beberapa terminologi dalam kompensasi :

1. Upah/gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji perjam


(semakin lama kerjanya, semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis
bayaran yang kerap digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan
pemeliharaan. Sedangkan gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif
mingguan, bulanan atau tahunan.

2. Insentif, (incentive) merupakan tambahan-tambahan gaji diatas atau diluar


gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi. Program-program insentif
disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas,
penjualan, keuntungan-keuntungan atau upaya-upaya pemangkasan biaya.

3. Tunjangan (Benefit). Contoh-contoh tunjangan seperti asuransi kesehatan,


asuransi jiwa, liburan-liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun
dan tunjangan-tunjangan lainnya yang berhubungan dengan kepegawaian.

4. Fasilitas (Facility) adalah kenikmatan/fasilitas seperti mobil perusahaan,


keanggotaan klub, tempat parkir khusus.
34

Jenis-jenis kompensasi

Komponen-komponen dari keseluruhan program gaji secara umum dikelompokkan


kedalam kompensasi finansial langsung, tak langsung dan non finansial.

1. Kompensasi finansial secara langsung berupa; bayaran pokok (gaji dan


upah), bayaran prestasi, bayaran insentif (bonus, komisi, pembagian
laba/keuntungan dan opsi saham) dan bayaran tertangguh (program tabungan
dan anuitas pembelian saham)

2. Kompensasi finansial tidak langsung berupa; program-program proteksi


(asuransi  kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, asuransi tenaga kerja), bayaran
diluar jam kerja (liburan, hari besar, cuti tahunan dan cuti hamil) dan fasilitas-
fasilitas seperti kendaran,ruang kantor dan tempat parkir.

3. Kompensasi non financial, berupa pekerjaan (tugas-tugas yang menarik,


tantangan, tanggung jawab, pengakuan dan  rasa pencapaian). Lingkungan
kerja (kebijakan-kebijakan yang sehat, supervise yang kompoten, kerabat
yang menyenangkan, lingkungan kerja yang nyaman).
Tujuan Pemberian Kompensasi

Menurut Notoatmodjo (1998:67), tujuan dari kebijakan pemberian kompensasi


meliputi :

1. Menghargai prestasi karyawan

2. Menjamin keadilan gaji karyawan

3. Mempertahankan karyawan atau mengurangi turnover karyawan

4. Memperoleh karyawan yang bermutu

5. Pengendalian biaya
35

6. Memenuhi peraturan-peraturan.

Kriteria Keberhasilan Sistim Kompensasi

Menurut Irianto (2001:103) dalam mengukur keberhasilan implementasi sistem


kompensasi, terdapat satu pertanyaan esensial yang harus dijawab, yaitu : “Apa yang
seharusnya dapat dicapai organisasi dengan menerapkan sebuah sistim kompensasi
tertentu?”. Pertanyaan tersebut mendasari organisasi dalam menilai keberhasilan
suatu sistim dengan kreteria-kreteria sebagai berikut:

1. Mendukung pencapaian tujuan-tujuan organisasi

2. Sesuai dengan dan mendukung strategi dan struktur organisasi.

3. Menarik dan dapat mempertahankan individu yang berkompeten sesuai


dengan standar keahlian yang ditetapkan.

4. Menetapkan spektrum yang lebih luas atas perilaku tugas (task behavior) yang
diinginkan dari seluruh anggota organisasi.

5. Merefleksikan ekuitas (persamaan-keadilan) bagi seluruh anggota organisasi.

6. Sejalan dengan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dalam suatu


wilayah yuridisdiksi tertentu dimana organisasi berada.

7. Dapat mencapai ke-enam kreteria tersebut dengan biaya yang proposional


sesuai dengan kondisi keuangan internal.

8. Dapat mencapai ketujuh kreteria tersebut diatas dalam kondisi dengan


penggunaan biaya yang paling efektif.
36

3.3 Langkah-Langkah Merumuskan Kebijakan Dan Membuat Sistem


Kompensasi

Untuk mengembangkan kebijakan pemberian kompensasi yang akan


digunakan agar dapat memenuhi kebutuhan organisasi dalam memberikan
pembayaran yang adail kepada karyawan sehingga tujuan organisasi terpenuhi sesuai
yang deharapkan, maka harus ditentukan sistem pemberian kompensasi yang dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip penggajian.

Dessler (1998:85) dalam bukunya “Sumber Daya Manusia” mengatakan


bahwa untuk menentukan skala gaji/upah ada beberapa factor yang mempengaruhi,
diantaranya :

1.     Faktor hukum.

Dalam faktor ini besaran gaji/upah yang harus dibayar diatur dalam undang-undang
yang meliputi segi upah minimum, tariff lembur dan tunjangan.

2.     Faktor serikat buruh.

Serikat dan undang-undang hubungan tenaga kerja mempengaruhi hubungan


bagaimana perencanaan pembayaran yaitu adanya tawar menawar antara serikat
buruh dengan yang mempekerjakan.

3.     Faktor kebijakan.

Yaitu pemberian kompensasi mempengaruhi upah yang dibayar. Kebijakan ini


mempengaruhi tingkat upah dan tunjangan misalnya perbedaan upah/gaji bagi
pegawai yang masih dalam masa percobaan.
37

4.     Faktor keadilan.

Faktor keadilan menjadi faktor penting dalam menentukan tinggi rendahnya


pembayaran upah/gaji
dalam arti bahwa keadilan eksternal tarif upah/gaji harus sebanding dengan organisasi
lain, sedangkan keadilan internal hendaknya setiap pegawai memperoleh pembayaran
gaji/upah yang sama dalam organisasi. Proses menetapkan tarif upah dengan
menjamin keadilan eksternal dan internal menempuh lima langkah :

1.     Lakukanlah sebuah survey gaji tentang beberapa pembayaran dalam organisasi lain
untuk pekerjaan sebanding.

2.     Tentukanlah nilai dari masing-masing pekerjaan dalam organisasi melalui evaluasi


jabatan.

3.     Kelompokkan pekerjaan-pekerjaan serupa kedalam tingkat upah.

4.     Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan menggunakan kurva


upah.

5.     tentukan dengan tarif upah.

Filippo (1987:75-76) dalam bukunya Principle of Personal Management,


mangemukakan prinsip-prinsip penggajian yang harus diperhatikan antara lain dalam
menentukan formula penggajian harus memperhitungkan tingkat inflasi, tanggung
jawab pekerjaan dan kebutuhan aktualisasi. Disamping itu sistem penggajian harus
dinaikkan dengan ranking pekerjaan yang sesuai dengan sifat pekerjaan, misalnya :
sangat sulit, sulit, sedang, mudah dan mudah sekali yang didasari atas penilaian
kinerja.
38

Amstrong dan Murlis (1984:18-20) dalam buku Pedoman Praktis Sistem


Penggajian harus dilakukan beberapa langkah yakni :

1.     Menganalisis keadaan sekarang yang meliputi analisis berbagai jabatan-jabatan,


banyaknya staf dalam setiap jabatan, besarnya gaji tiap-tiap orang, kenaikan umum
apa saja (biaya hidup), kenaikan atau prestasi apa yang diberikan dan apakah
perusahaan mengalami kesulitan atas kenaikan gaji.

2.     Merumuskan kebijakan penggajian yaitu kebijakan penggajian ditetapkan oleh level


yang bertanggung jawab dalam penentuan kebijakan.

3.     menilai pekerjaan yaitu dengan menggunakan teknik-teknik penilaian pekerjaan dari


berbagai aspek.

4.     Merencanakan struktur gaji yaitu struktur gaji harus menverminkan hubungan


pekerjaan dengan cara yang logis dan penggunaan survey gaji dan informasi lain
untuk mengembangkan struktur gaji.

5.     mengembangkan prosedur sistem penggajian untuk menjamin kebikan dan anggaran


dilaksanakan dalam anggaran, kenaikan gaji dihubungkan dengan prestasi, struktur
gaji tetap adil kedalam dan bersaing keluar, tingkat upah yang betul untuk tiap
pekerjaan dan gaji tiap orang tidak melebihi batas teratas golongan gaji ditiap
pekerjaan.

6.     Merencanakan seluruh aspek balas jasa yaitu meliputi pelaksanaan


pengadministrasian gaji pokok dan unsure-unsur tunjangan, lembur, bonus dan
pembagian laba.

7.     Mengevaluasi seluruh langkah-langkah tersebut diatas.


39

Selain beberapa hal diatas, penting untuk melihat apakah individu yang
menerima kompensasi tersebut merasa puas dengan apa yang ditermanya, karena
ketidakpuasan atas gaji yang mencukupi pada umumnya menimbulkan tingkat
kepuasan kerja yang lebih rendah atas pembayaran dari komponen pekerjaan tersebut.
Hal ini dapat mengakibatkan seseorang bertindak diluar prosedur yang ditetapkan
oleh perusahaan dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan pihak
perusahaan.

Heneman dan Schwab (1998:338) menyatakan kepuasan gaji merupakan


konstruk kepuasan yang terdiri atas empat sub dimensi :

1.     Tingkat gaji (pay level).

2.     Struktur/pengelolaan gaji  (pay structure/administration).

3.     Peningkatan gaji (pay raise).

4.     Tunjangan (benefit).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan atas tingkat gaji
didefinisikan sebagai persepsi kepuasan atas gaji atau upah secara langsung,
sedangkan kepuasan atas peningkatan gaji berkenaan dengan persepsi kepuasan
dalam perubahan tingkat gaji. Kepuasan atas struktur dan pengadministrasian gaji
didefinisikan sebagai persepsi kepuasan dengan hirarki gaji internal dan metode yang
digunakan untuk mendistribusikan gaji. Kepuasan atas tunjangan menekankan pada
persepsi kepuasan tidak langsung yang diteima karyawan.

. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Kompensasi


40

Kebanyakan perusahaan menentukkan tingkat besar dan kecilnya upah dipengaruhi


oleh banyak hal. Factor-faktor penting yang dipergunakan sebagai acuan dalam
menentukkan tingkat upah antara lain :
 Ketetapan Pemerintah
Dalam penentuan gaji yang perlu di ingat adalah bahwa setiap pekerja berhak
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja.
Kebijaksaan pengupahan yang melindungi pekerja, meliputi :
1. Upah minimum
2. Upah kerja lembur
3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan
5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
6. Bentuk dan cara pembayaran upah
7. Denda dan potongan upah
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
10.Upah untuk pembayaran pesangon
11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
Untuk menetapkan tingkat upah di beberapa perusahaan di gunakan ketentuan
pemerintah tentang upah minimum regional (UMR) atau upah minimum sektorak
regional (UMSR).

3.4 Survei benchmarking kompensasi

A. Pengertian Benchmarking
41

Benchmarking adalah suatu proses Studi Banding dan mengukur suatu kegiatan
perusahaan/organisasi terhadap proses operasi yang terbaik dikelasnya sebagai
inspirasi dalam meningkatkan kinerja (performance) perusahaan/organisasi.Selain itu,
benchmarking di sebut juga Patok Duga yang dapat mendorong perusahaan/
organisasi untuk menyiapkan suatu dasar untuk membangun rencana operasional
praktek terbaik perusahaan dan menganjurkan meningkatkan perbaikan bagi seluruh
komponen lingkungan perusahaan/organisasi.

Benchmarking dapat diartikan sebagai metode sistematis untuk mengidentifikasi,


memahami, dan secara kreatif mengembangkan proses, produk, layanan, untuk
meningkatkan kinerja perusahaan.

Merurut Gregory H. Watson, Bencmarking adalah pencarian secara


berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang
mengarah pada kinerja kompetitif unggul.

B. Tujuan Benchmarking

Penerapan benchmarking mempunyai tujuan untuk meningkatkan keunggulan


kompetitif dengan memperbaiki kinerja usaha, meningkatkan produktivitas,
memperbaiki mutu produk dan pelayanan dan sebagainya, dengan menggunakan
kinerja pesaing utama atau perusahaan terkenal lainnya sebagai pembanding.

C. Klasifikasi Benchmarking

1. Menurut Subjeknya
42

a. Benchmarking internal

Benchmarking internal adalah benchmarking yang dilakukan di dalam suatu


organisasi. Biasanya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki cabang atau anak
perusahaan.

b. Benchmarking eksternal

Benchmarking eksternal adalah benchmarking yang dilakukan dengan


membandingkan perusahaan sendiri dengan perusahaan lain yang sama atau serupa.

Benchmarking eksternal ini dibagi menjadi dua:

1. Competitive benchmarking, artinya perusahaan sendiri dibandingkan dengan


pesaing utama perusahaan.

2. Non-competitive benchmarking, yang terdiri dari dua: 

Functional : membandingkan fungsi yang sama dari organisasi yang berbeda pada
berbagai industri. 

Generic : melakukan perbandingan proses bisnis dasar yang cenderung sama pada
setiap industri. 

2. Menurut Objek yang ingin diamati 

 Strategic Benchmarking, yaitu Benchmarking yang mengamati bagaimana


orang atau organisasi lain mengungguli persaingannya. 
43

 Process Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan proses-


proses kerja. 

 Functional Benchmarking, yaitu Benchmarking yang melakukan


perbandingan pada Fungsional kerja tertentu untuk meningkatkan operasional pada
fungsional tersebut. 

 Performance Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan


kinerja pada produk atau jasa. 

Product Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan produk pesaing


dengan produk sendiri untuk mengetahui letak kekuatan (Strength) dan kelemahan
(Weakness) produknya. 

 Financial Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan kekuatan


finansial untuk mengetahui daya saingnya. 

D. Manfaat Benchmarking

Ada beberapa manfaat dari penerapan Benchmarking yaitu:

1. Perubahan Budaya

Benchmarking memungkinkan organisasi untuk mengatur realistis, perketat target


kinerja baru, dan proses ini membantu meyakinkan masyarakat tentang kredibilitas
target ini. Ini membantu orang untuk memahami bahwa ada organisasi lain yang tahu
dan melakukan pekerjaan yang lebih baik dari organisasi mereka sendiri.

2. Peningkatan Kinerja
44

Benchmarking memungkinkan organisasi untuk menentukan kesenjangan tertentu


dalam kinerja dan untuk memilih proses untuk meningkatkan. Kesenjangan ini
memberikan tujuan dan rencana aksi untuk perbaikan di semua tingkat organisasi dan
mempromosikan peningkatan kinerja bagi peserta individu dan kelompok.

3. Sumber Daya Manusia

Benchmarking menyediakan dasar untuk pelatihan. Karyawan mulai melihat


kesenjangan antara apa yang mereka lakukan dan apa yang terbaik di kelas lakukan.
Menutup kesenjangan poin keluar kebutuhan personil yang akan dilatih untuk
mempelajari teknik pemecahan masalah dan perbaikan proses.

Organisasi yang dijadikan patokan untuk mengadaptasi proses agar sesuai dengan
kebutuhan dan budaya mereka sendiri. Meskipun sejumlah langkah dalam proses
dapat bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lain. Enam langkah berikut ini
berisi teknik inti:

a. Putuskan apa yang harus dijadikan patokan.

b. Memahami kinerja organisasi Anda.

c. Lakukan perencanaan yang tepat tentang apa, bagaimana dan kapan pembandingan
usaha.

d. Studi lain juga (praktek atau sistem yang ingin Anda benchmark)

e. Mengumpulkan data dan belajar dari itu.

f. Gunakan temuan.
45

E. Proses Benchmarking

Proses benchmarking biasanya terdiri dari enam langkah yaitu:

1. Menentukan Apa yang Akan Di-benchmark

Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan
perbaikan; suatu permasalahan yang memerlukan solusi; suatu perancangan proses
baru; suatu proses yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum berhasil. Perlu
dibentuk suatu Tim Peningkatan Mutu yang akan menyelidiki proses dan
permasalahannya. Tim ini akan mendefinisikan proses yang menjadi target, batas-
batasnya, operasi-operasi yang dicakup dan urutannya, dan masukan (input) serta
keluarannya (output).

2. Menentukan Apa yang Akan Diukur

Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang paling
kritis dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan mutu. Tim yang
bertugas me-review elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan alir dan
melakukan diskusi tentang ukuran dan standar yang menjadi fokus. Contoh-contoh
ukuran adalah misalnya durasi waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap
elemen kerja, waktu untuk setiap titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu,
jumlah aliran balik atau pengulangan, dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya
kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang ada pihak lain (internal dan eksternal)
yang berkepentingan terhadap proses ini maka tuntutan atau kebutuhan
(requirements) mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan dalam tahap ini.

Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang
berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai pelanggan)
46

tentang tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan atau mengkaitkan


tuntutan tersebut kepada ukuran dan standar kinerja proses. Tim kemudian
menentukan ukuran-ukuran atau standar yang paling kritis yang akan secara
signifikan. meningkatkan mutu proses dan hasilnya. Juga dipilih informasi seperti apa
yang diperlukan dalam proses benchmarking ini dari organisasi lain yang menjadi
tujuan benchmarking.

3. Menentukan kepada Siapa akan Dilakukan Benchmark

Tim Peningkatan Mutu kemudian menentukan organisasi yang akan menjadi tujuan
benchmarking ini. Pertimbangan yang perlu adalah tentunya memilih organisasi lain
tersebut yang memang dipandang mempunyai reputasi baik bahkan terbaik dalam
kategori ini.

4. Pengumpulan Data/Kunjungan

Tim Peningkatan Mutu mengumpulkan data tentang ukuran dan yang telah dipilih
terhadap organisasi yang akan di-benchmark. Pencarian informasi ini dapat dimulai
dengan yang telah dipublikasikan: misalkan hasil-hasil studi, survei pasar, survei
pelanggan, jurnal, majalah dan lain-lain. Barangkali juga ada lembaga yang
menyediakan bank data tentang benchmarking untuk beberapa aspek dan kategori
tertentu. Tim dapat juga merancang dan mengirimkan kuesioner kepada lembaga
yang akan di-benchmark, baik itu merupakan satu-satunya cara mendapatkan data dan
informasi atau sebagai pendahuluan sebelum nantinya dilakukan kunjungan langsung.

Pada saat kunjungan langsung (site visit), tim benchmarking mengamati proses yang
menggunakan ukuran dan standar yang berkaitan dengan data internal yang telah
diidentifikasi dan dikumpulkan sebelumnya. Tentu akan lebih baik jika ada beberapa
obyek atau proses yang dikunjungi sehingga informasi yang didapat akan lebih
47

lengkap. Asumsi yang perlu diketahui adalah bahwa organisasi atau lembaga yang
dikunjungi mempunyai keinginan yang sama untuk mendapatkan informasi yang
sejenis dari lembaga yang mengunjunginya yaitu adanya keinginan timbal balik untuk
saling mem-benchmark.

Para pelaku benchmarking telah dapat menyimpulkan bahwa kunjungan langsung


kepada organisasi dengan praktik terbaik dapat menghasilkan pandangan dan
pemahaman yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan cara-cara pengumpulan data
yang manapun. Kunjungan ini memungkinkan kita untuk secara langsung
berhubungan dengan “pemilik proses” yaitu orang-orang yang benar-benar
menjalankan atau mengelola proses tersebut.

5. Analisis Data

Tim Peningkatan Mutu kemudian membandingkan data yang diperoleh dari proses
yang di-benchmark dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan
adanya kesenjangan (gap) di antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan situasi
kualitatif misalnya tentang sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim
mengindentifikasi mengapa terjadi kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang dapat
dipelajari dari situasi ini. Satu hal yang sangat penting adalah menghindari sikap
penolakan; jika memang ada perbedaan yang nyata maka kenyataan itu harus dapat
diterima dan kemudian disadari bahwa harus ada hal-hal yang diperbaiki.

6. Merumuskan Tujuan dan Rencana Tindakan

Tim Peningkatan Mutu menentukan target perbaikan terhadap proses. Target-target


ini harus dapat dicapai dan realistis dalam pengertian waktu, sumber daya, dan
kemampuan yang ada saat ini; juga sebaiknya terukur, spesifik, dan didukung oleh
manajemen dan orang-orang yang bekerja dalam proses tersebut. Kemudian tim dapat
48

diperluas dengan melibatkan multidisiplin yang akan memecahkan persoalan dan


mengembangkan suatu rencana untuk memantapkan tindakan spesifik yang akan
diambil, tahapan-tahapan waktunya, dan siapa-siapa yang harus bertanggung jawab.

Hasil ini akan diserahkan kepada para pelaksana penjaminan mutu (executive) untuk
kemudian memantau kemajuan dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang
timbul. Ukuran dan standar dievaluasi secara bertahap, barangkali diperlukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana untuk dapat mengatasi halangan dan
persoalan yang muncul. Juga para pelaksana memerlukan umpan balik dari mereka
yang berkepentingan terhadap proses dan hasilnya (stakeholders).

Kesenjangan standar mungkin saja tidak dapat dihilangkan karena target organisasi
terus saja berkembang dan memperbaiki diri. Yang lebih penting dari semata-mata
mengejar kesenjangan adalah menjadikan benchmarking sebagai suatu kebiasaan,
yang akan mendorong untuk terus memperbaiki diri. Jika perlu bahkan dapat dibuat
atau dibentuk suatu departemen atau divisi tersendiri yang bertanggung jawab
melaksanakan benchmarking secara terus menerus (berkelanjutan).

Proses benchmarking ini mempunyai banyak keuntungan. Benchmarking mendorong.


terciptanya suatu budaya perbaikan terus menerus, menghargai orang lain dan
prestasinya dan membangun indera dan intuisi akan pentingnya perbaikan yang
dijalankan terus menerus tersebut. Jika suatu jaringan dan kemitraan dalam
benchmarking telah terbentuk maka berbagai praktik baik dan terbaik dapat saling
dibagi di antara mereka.
49

Kompensasi Financial dan Kompensasi Non Financial


Komponen-komponen dari keseluruhan program gaji secara umum dikelompokkan
kedalam kompensasi finansial dan non finansial. Kompensasi finansial ada yang
diberikan secara langsung dan secara tidak langsung.

Kompensasi finansial, berupa

 Kompensasi finansial secara langsung berupa; bayaran pokok (gaji dan upah),
bayaran prestasi, bayaran insentif (bonus, komisi, pembagian laba/keuntungan dan
opsi saham) dan bayaran tertangguh (program tabungan dan anuitas pembelian
saham)

 Kompensasi finansial tidak langsung berupa; program-program proteksi


(asuransi  kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, asuransi tenaga kerja), bayaran diluar
jam kerja (liburan, hari besar, cuti tahunan dan cuti hamil) dan fasilitas-fasilitas
seperti kendaran,ruang kantor dan tempat parkir.

Kompensasi non financial, berupa 


50

 Pekerjaan (tugas-tugas yang menarik,tantangan,tanggung jawab, pengakuan


dan  rasa pencapaian).

 Lingkungan kerja (kebijakan-kebijakan yang sehat, supervise yang kompoten,


kerabat yang menyenangkan, lingkungan kerja yang nyaman).

Tujuan Pemberian Kompensasi. 

Menurut Notoatmodjo, tujuan dari kebijakan pemberian kompensasi meliputi :7)

 Menghargai prestasi karyawan

 Menjamin keadilan gaji karyawan

 Mempertahankan karyawan atau mengurangi turnover karyawan

 Memperoleh karyawan yang bermutu

 Pengendalian biaya

 Memenuhi peraturan-peraturan.
51

4.1 Undang-Undang Dan Peraturan Tentang Kompensasi

Upah lembur

Waktu kerja yang ditetapkan oleh peraturan ketenagakerjaan adalah 40 jam


seminggu, 7 atau 8 jam perhari, tergantung jumlah hari kerja mingguan. Untuk yang
bekerja 6 hari perminggu, jam kerjanya adalah 7 jam perhari. Untuk yang bekerja 5
hari perminggu, jam kerjanya adalah 8 jam perhari.

Aturan yang berhubungan dengan jenis-jenis pekerjaan yang tidak terikat pada jam
kerja diatur di dalam Keputusan Menteri.

Pekerja hanya dapat diminta untuk bekerja melebihi jam kerjanya setelah adanya
kesepakatan tertulis. Pengusaha dapat membuat daftar pekerja/buruh yang bersedia
untuk melakukan kerja lembur, yang ditandatangani oleh pengusaha dan
pekerja/buruh. Terhadap pekerja/buruh bersedia melakukan lembur, pengusaha harus
memastikan jam lemburnya tidak lebih dari 3 jam per hari atau 14 jam per minggu.
Lembur yang dilaksanakan pada hari istirahat mingguan atau libur nasional tidak
termasuk dalam hal ini. Sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan, peraturan
menteri mengatur tentang beberapa sektor atau jenis pekerjaan tidak termasuk di
dalam aturan pembatasan jam lembur ini.

Pengusaha diwajibkan untuk membayar minimal 150% dari upah normal per jam
untuk setiap jam lembur pertama, dan 200% untuk setiap jam lembur berikutnya.
Upah per jam didapat dengan menggunakan rumus 1/173 dikalikan upah bulanan.
Jika jam lembur lebih dari 3 jam, pengusaha juga wajib menyediakan makanan dan
minuman yang mengandung sekurang-kurangnya 1400 kalori untuk pekerja/buruh.
Uang dan makanan yang dimaksud tidak dapat digantikan dengan uang. Upah lembur
tidak diberikan kepada pekerja/buruh yang memiliki tingkat tanggung jawab tinggi,
52

dengan anggapan bahwa upah yang mereka terima sudah lebih tinggi. Pekerja/buruh
diberikan waktu istirahat yang cukup setelah melakukan lembur.

Sumber: pasal 77 dan 78 UU Ketenagakerjaan (13/2003); pasal 3-11 Keputusan


Menteri tentang Kerja Lembur dan Upah Lembur (Kepmen No. 102/2004)

Kompensasi Kerja Malam

Tidak ada aturan hukum yang khusus mengenai pengupahan untuk pekerjaan di
malam hari. Larangan dan kewajiban tentang kerja malam hanya berlaku untuk
pekerja perempuan dan pekerja anak (di bawah 18 tahun).

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan untuk shift malam (antara


pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00) wajib  memberikan makanan dan minuman
bergizi; dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. Pengusaha
wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang
bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

Sumber: Pasal 76 (ayat 3 dan 4) UU Ketenagakerjaan (13/2003); Pasal 2-8 Keputusan


Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 224 tahun 2003 tentang Kewajiban
Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja Perempuan Antara Pukul 23.00 – 07.00

Upah kerja dihari libur / Istirahat

Dalam situasi khusus, pekerja/buruh dapat bekerja pada hari istirahat dan hari libur
nasional. Namun peraturan tidak mengatur secara khusus tentang penggantian hari
istirahat/libur. 
53

Kompensasi kerja dihari libur nasional

Pekerja/buruh dapat dipekerjakan pada hari istirahatnya atau hari libur. Untuk itu,
pekerja/buruh berhak atas bayaran khusus karena hal itu dianggap lembur. Namun,
penghitungan lembur normal tidak berlaku untuk hal ini.

Kompensasi kerja pada akhir pekan dan hari libur nasional tergantung pada total hari
kerja seminggu.

Untuk pekerja/buruh yang melaksanakan 6 hari kerja per minggu, nilai upah lembur
yang jatuh pada hari istirahat atau libur nasional dapat berbeda, tergantung lembur
tersebut jatuh pada hari kerja dengan jam normal atau hari dengan jam kerja
terpendek.

Jika lembur dilakukan pada hari kerja dengan jam kerja terpendek dalam seminggu
(yang jatuh pada hari istirahat mingguan atau libur nasional), nilai upah lembur
adalah 200% per jam (dua kali lipat dari upah normal per jam) untuk 5 jam pertama,
300% (tiga kali lipat dari upah normal per jam) untuk jam keenam, dan 400% (empat
kali lipat dari upah normal per jam) untuk jam ketujuh dan kedelapan. Jika lembur
dilakukan pada hari kerja dengan jam kerja normal (yang jatuh pada hari istirahat
mingguan atau libur nasional), nilai upah lembur adalah 200% per jam (dua kali lipat
dari upah normal per jam) untuk 7 jam pertama, 300% (tiga kali lipat dari upah
normal per jam) untuk jam kedelapan, dan 400% (empat kali lipat dari upah normal
per jam) untuk jam kesembilan dan kesepuluh.

Untuk pekerja/buruh yang melaksanakan 5 hari kerja per minggu, nilai upah lembur
yang jatuh pada hari istirahat atau libur nasional adalah 200% per jam (dua kali lipat
dari upah normal per jam) untuk 8 jam pertama, 300% (tiga kali lipat dari upah
normal per jam) untuk jam kesembilan, dan 400% (empat kali lipat dari upah normal
per jam) untuk jam kesepuluh dan kesebelas.
54

Sumber: Pasal 85 ayat (3) UU Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003); Pasal 1 (ayat 1),
11 (ayat b & c) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur

Peraturan mengenai kompensasi

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.102/MEN/VI/2004


mengenai Waktu dan Upah Kerja Lembur / Decree of Minister of Manpower
and Transmigration No.102/MEN/VI/2004 on Overtime Hours and Overtime
Pay

Aturan Pengupahan di Indonesia

Pengupahan telah diatur pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Menurut Pasal 88 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maka dari itu, pemerintah
meminta perusahaan memberikan kompensasi dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

a. upah minimum;

b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar


pekerjaannya;

e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f. bentuk dan cara pembayaran upah;


55

g. denda dan potongan upah;

h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j. upah untuk pembayaran pesangon; dan

k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

• Selanjutnya, masih pada pasal 88 yaitu ayat (4) pemerintah menetapkan upah
minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, produktivitas, serta
pertumbuhan ekonomi. Pemerintah pun melarang pembayaran upah yang
lebih rendah dari upah minimum sebagaimana diatur pada Pasal 90. Jika
pengusaha memiliki keberatan dalam membayar upah minimum, ia harus
melakukan penangguhan, sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.231/MEN/2003 tentang Tata
Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Pengaturan pengupahan juga tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan
yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun sudah
mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh. Kesepakatan yang dibuat bisa dibatalkan demi hukum, dan
pengusaha harus memberikan upah menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Struktur dan Skala Upah

Dalam menyusun struktur dan skala upah, pengusaha perlu mempertimbangkan


golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi pekerja. Selain itu, harus
diadakan penyesuaian secara berkala berdasarkan kemampuan perusahaan dan
56

produktivitas. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia


Nomor: KEP.49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah dapat
digunakan sebagai pedoman.

Kewajiban Pembayaran Upah

Ketika pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, maka upah tidak perlu dibayar.
Namun, upah tetap harus dibayarkan jika:

a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,


mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran
kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau
anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan


kewajiban terhadap negara;

e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah


yang diperintahkan agamanya;

f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha


tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang
seharusnya dapat dihindari pengusaha;

g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;


57

h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan


pengusaha; dan

i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, diatur untuk
melaksanakan pembayaran upah sebagaimana disebutkan di atas.

Perhitungan Upah Pokok

Jika komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah
pokok minimal sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok
dan tunjangan tetap.

Sanksi

Pekerja/buruh dapat dikenai denda jika melakukan pelanggaran kesengajaan atau


kelalaiannya. Sebaliknya, jika pengusaha terlambat membayar upah, dapat pula
dikenai denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Pengenaan
denda dalam pembayaran upah tersebut diatur oleh Pemerintah.

Sementara itu, jika perusahaan pailit atau dibekukan karena peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh dianggap
sebagai utang yang pelunasannya harus diprioritaskan.

Kedaluarsa

Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari
hubungan kerja dapat menjadi hilang jika telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun
sejak hak-hak pekerja telah ditetapkan.
58

Selanjutnya, penjabaran mengenai ketentuan penghasilan yang layak, kebijakan


pengupahan, kebutuhan hidup layak, perlindungan pengupahan, penetapan upah
minimum, dan pengenaan denda diatur dengan Peraturan Pemerintah sesuai
kebutuhan dan perkembangan situasi.

• Tunjangan Hari Raya


• Pemberian THR diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun
2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di
Perusahaan.

Hari Raya Keagamaan di Indonesia yang dimaksud dalam Peraturan Menteri


Ketenagakerjaan tersebut adalah  Hari Raya Idul Fitri untuk Pekerja beragama
Islam, Hari Raya Natal untuk Pekerja beragama Katolik dan Protestan, Hari
Raya Nyepi untuk Pekerja beragama Hindu, Hari Raya Waisak untuk Pekerja
beragama Buddha, dan Hari Raya Imlek untuk Pekerja beragama Konghucu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, ada 6


poin penting yang perlu diketahui tentang THR:

1. Masa Kerja Pekerja

THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal 1 bulan di
perusahaan. Perhitungan untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan dan
lebih dari 12 bulan berbeda. Jika pekerja dengan masa kerja lebih dari 12 bulan
mendapatkan THR sebesar upah 1 bulan, pekerja dengan masa kerja 1 bulan dan
kurang dari 12 bulan mendapatkan THR dengan perhitungan ((masa kerja)/12) x upah
59

1 bulan.

Definisi “upah” yang digunakan sebagai basis perhitungan THR dapat berbeda-beda
sesuai dengan kebijakan perusahaan. Namun pada dasarnya, perusahaan
menggunakan salah satu besaran berikut sebagai basis perhitungan THR:

1. Hanya gaji pokok

2. Gaji pokok dan tunjangan tetap

Berikut ini beberapa contoh perhitungan THR sebagai ilustrasi.

2. Bentuk THR

THR hanya dapat diberikan dalam bentuk uang rupiah. Dengan kata lain, pemberian
THR berupa voucher, paket sembako, parsel dan hadiah lainnya tidak dihitung
sebagai THR.

3. Waktu Pemberian THR

Pemberian THR oleh perusahaan kepada pekerja wajib dilakukan selambat-


lambatnya 7 hari atau seminggu sebelum Hari Raya Keagamaan berlangsung. Sebagai
contoh, apabila Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 17 Juni 2017, maka
perusahaan harus memberikan THR kepada pekerja maksimal tanggal 10 Juni 2017.

4. THR bagi Pekerja yang Mengundurkan Diri

Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Tetap) berhak mendapatkan THR


jika pemutusan hubungan kerja terjadi 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Sedangkan bagi Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWT/Kontrak) tidak
berhak atas aturan tersebut.
60

Perdebatan seringkali muncul jika terjadi kasus pemutusan hubungan kerja dalam
waktu yang cukup dekat dengan Hari Raya Keagamaan. Ada baiknya hal-hal tersebut
dibahas dengan pihak manajemen serta karyawan yang bersangkutan secara terbuka
dan kekeluargaan untuk menghindari sengketa lebih lanjut.

5. Pajak THR

PPh 21 atas THR hanya dikenakan bagi pekerja yang mendapatkan THR di atas
Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per
tahun.
Jika pekerja mendapatkan THR kurang dari Rp 4,5 juta, maka pekerja tersebut tidak
dikenakan PPh 21 THR.  Lihat di sini untuk mempelajari contoh kasusperhitungan
PPh 21 THR  secara lebih mendetail.

6. Sanksi Perusahaan

Sebelum adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 yang


mengatur tentang THR, perusahaan tidak dikenakan sanksi apapun jika tidak
memberikan THR kepada pekerja. Namun, setelah adanya peraturan tersebut,
perusahaan akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 5% dari total THR yang
harus dibayarkan jika tidak memberikan THR kepada pekerja.

Denda yang dimaksud adalah THR yang harus dibayarkan oleh perusahaan ke pekerja
ditambah dengan 5% dari total THR yang didapatkan oleh pekerja. Sehingga,
perusahaan akan lebih dirugikan secara finansial sebagai sanksi akibat tidak
memberikan THR sebagaimana peraturan pemerintah.

Jam Kerja
61

• Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang
hari dan/atau malam hari. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur jam kerja bagi pekerja di sektor swasta.
Sedangkan, untuk pengaturan mulai dan berakhirnya waktu jam kerja diatur
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 1 mewajibkan setiap


perusahaan untuk mengikuti ketentuan jam kerja yang telah diatur dalam 2 sistem
yaitu:

Kedua sistem jam kerja yang berlaku memberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat
puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila jam kerja dalam perusahaan melebihi
ketentuan tersebut, maka waktu kerja yang melebihi ketentuan dianggap sebagai
lembur, sehingga pekerja berhak atas upah lembur. 

• Status Karyawan
• Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan
pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun
untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban pekerja dan perusahaan. Dalam kontrak kerja, pekerja dapat
mengetahui status kerja. Status kerja diatur dalam Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya:

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)


62

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrakadalah perjanjian


kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam
waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. Pekerja dianggap sebagai PKWT apabila
kontrak kerja tidak lebih dari 3 (tiga) tahun dan tidak ada masa percobaan kerja
(probation).

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap atau biasa disebut karyawan tetap. Pada PKWTT dapat mensyaratkan adanya
masa percobaan kerja (probation) dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, bila ada
yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka berdasarkan aturan hukum, sejak bulan
keempat, pekerja dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT).

Selain dari status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya, ada juga pekerja harian
lepas (freelancer) dan outsourcing:

a. Harian Lepas (freelancer)

Pekerja harian lepas diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.100 tahun
2004. Pada perjanjian kerja harian lepas berlaku beberapa ketentuan:
63

Perjanjian kerja harian lepas hanya untuk pekerjaan tertentu yang memiliki waktu dan
volume pekerjaan yang berubah-ubah, serta upah yang didasarkan pada waktu,
volume pekerjaan, dan kehadiran pekerja dalam satu hari.

Perjanjian kerja harian lepas berlaku dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21
hari dalam 1 (satu) bulan. Jika pekerja bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3
(tiga) bulan berturut-turut, maka status pekerja berubah menjadi PKWT.

b. Outsourcing

Status kerja outsourcing artinya pekerja tidak berasal dari rekrutmen perusahaan,
melainkan perusahaan meminta pihak ketiga sebagai perusahaan penyedia tenaga
kerja untuk mengirimkan pekerjanya sesuai dengan kebutuhan perusahaan.Sehingga,
perjanjian kerja dilakukan oleh perusahaan dan pihak ketiga tersebut. Ketentuan
terkait status kerja outsourcing diatur dalam Undang-Undang No.13 Pasal 59 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. 

• Cuti
• Berdasarkan Undang-undang no. 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2), pekerja
yang telah bekerja minimal selama 12 bulan atau 1 (satu) tahun berturut-turut
berhak untuk mendapatkan cuti sekurang-kurangnya 12 hari. Namun,
perusahaan dapat menyesuaikan ketentuan cuti pekerja berdasarkan Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang
telah disepakati oleh perusahaan dan pekerja.
• Sakit
• Apabila karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya dikarenakan sakit,
pengusaha tetap wajib membayar upah/gajinya. Di Indonesia tidak terdapat
waktu maksimal karyawan diberikan izin sakit. Karyawan yang tidak masuk
64

kerja karena sakit selama 2 hari berturut-turut atau lebih harus menyertakan
surat keterangan sakit dari dokter. tanpa keterangan resmi tersebut karyawan
akan dianggap mangkir dan diperhitungkan sebagai cuti tahunan.

Apabila sakit yang diderita karyawan cukup parah sehingga memerlukan waktu yang
lama untuk kembali bekerja, akan dilakukan penyesuaian terhadap upah yang
diterimanya:

1. Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah,

2. Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah,

3. Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah,

4. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan
kerja dilakukan oleh pengusaha.

• Peraturan Lembur
• Pengusaha wajib membayar upah kerja lembur jika mempekerjakan
pekerja/buruhnya melebihi waktu kerja yang telah ditentukan Undang-
Undang. Pemberlakuan lembur pun harus memenuhi syarat antara lain
terdapatnya persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan serta maksimal
waktu lembur selama 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu, tidak
termasuk lembur pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

Perhitungan upah lembur sejam yang didasarkan pada upah bulanan dapat dihitung
dengan 1/173 dikali upah sebulan (gaji pokok + tunjangan tetap).

Dengan perhitungan upah lembur sebagai berikut:


65

1. Apabila lembur dilakukan pada hari kerja maka:

a. Upah kerja lembur pertama dibayar 1.5 kali upah sejam

b. Setiap jam kerja lembur berikutnya dibayar dua kali upah sejam.

2. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur resmi
untuk waktu 5 hari kerja, maka:

a. Upah kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam,

b. Upah kerja lembur untuk jam kesembilan dibayar 3 kali upah sejam

c. Upah kerja lembur jam kesepuluh dan kesebelas dibayar 4 kali upah sejam.

3. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur resmi
untuk waktu 6 hari kerja, maka:

a. Upah kerja lembur untuk 5 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam,

b. Upah kerja lembur untuk jam keenam dibayar 3 kali upah sejam

c. Upah kerja lembur jam ketujuh dan kedelapan dibayar 4 kali upah sejam.

• Pemutusan Hubungan Kerja


• Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja/buruh dan pengusaha. PHK dapat dilakukan dikarenakan
alasan-alasan tertentu dan dilarang apabila dilakukan secara sepihak dan
sewenang-wenang. Pengusaha wajib merundingkan perihal PHK dengan
serikat pekerja atau dengan pekerja, apabila perundingan tersebut tidak
menghasilkan persetujuan maka PHK hanya dapat dilakukan setelah
66

memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan


industrial atau pengadilan hubungan industrial.

Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja sebagaimana yang
tertera dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 serta dalam
kesepakatan yang ada pada Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan.
Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang tertera dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama, pengusaha dapat melakukan PHK
setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan
ketiga secara berturut-turut

Sumber :

http://negerisiapa.blogspot.com/2017/06/penilaian-prestasi-kerja-kinerja.html
67

https://www.kajianpustaka.com/2012/10/pengertian-jenis-dan-tujuan-kompensasi.html

http://muchakkinen.blogspot.com/2016/03/kebijakan-dalam-pemberian-kompensasi.html

http://sarjana-manajemen.blogspot.com/2017/06/benchmarking.html

http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-kompensasi-financial-tujuan.html

https://www.gadjian.com/guide/uu-ketenagakerjaan

Anda mungkin juga menyukai