Anda di halaman 1dari 16

MODUL 4

Biaya Kontrak Perburuhan

I. PENDAHULUAN

Pemberian penghargaan kepada karyawan merupakan salah satu upaya


memotivasi karyawan. Ada berbagai dasar pemberian penghargaan bagi karyawan,
misalnya berdasarkan prestasi kerja atau kinerja, masa kerja, jam kerja, dan masih
banyak lagi. Penghargaan yang di berikan juga meliputi pemberian upah atau gaji
yang meliputi upah minimum, gaji pokok, upah berdasarkan produktivitas karyawan
dan masih banyak lagi. Selain itu, pengusaha atau manajer memberikan
perlindungan berupa keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan, serta
memberikan jaminan sosial bagi karyawan.

KEGIATAN BELAJAR 1
Pemberian Penghargaan pada Karyawan

A. KUALITAS KEHIDUPAN KERJA KARYAWAN

Kualitas hidup kerja membahas masalah frustasi, kebosanan, marah, dan


seterusnya yang berpengaruh pada biaya individu dan organisasi. Pembahasan
kualitas kehidupan kerja karyawan berkaitan dengan pemberian penghargaan.
Menurut Walton (1986), ada delapan kriteria kualitas hidup kehidupan kerja, yaitu:

1. Kecukupan dan keadilan kompensasi.


2. Keamanan dan kesehatan kondisi kerja.
3. Kesempatan menggunakan dan mengembangkan kemampuan karyawan.
4. Kesempatan masa mendatang untuk melanjutkan pertumbuhan dan keamanan
merupakan kesempatan promosi, tahapan jenjang karier karyawan, dan
kesempatan pengembangan pengetahuan.
5. Integrasi sosial dalam organisasi kerja, meliputi:
a. Kebebasan dari prasangka, yaitu penerimaan karyawan sesuai dengan
yang terkait dengan pekerjaan seperti sifat atau kepribadian, keahlian,
pengetahuan atau kemampuan, dan menghindari perlakuan yang berbeda
berdasarkan ras, gender, negara atau asal, agama, gaya hidup, dan
penampinal fisik.
b. Egalitarianisme, yritu tidak adanya pembagian atau pengelompokkan
dalam organisasi dalam hal status dan struktur hierarki.
c. Mobilitas, yaitu keberadaan mobilitas seperti persentase karyawan pada
berbagai tingkatan yang berpotensi meningkatkan kualitasnya.
d. Dukungan kelompok utama, yaitu keanggotaan dalam kelompok kerja
secara langsung (tatap muka) dengan saling membantu, memberikan
dukungan sosial, dan emosional dalam keunikan setiap individu.
e. Komunitas, yaitu merasa menjadi anggota komunitas suatu organisasi.
f. Keterbukaan interpesonal, yaitu cara anggota organisasi di tempat
kerjanya saling terbuka dalam ide dan perasaan.
6. Undang-undang di tempat kerja (dalam organisasi kerja). Terkait dengan
konstitusionalisme kehidupan kerja.
a. Privacy, yaitu hak mendapat personal privacy seperti perilaku di luar
tempat kerja atau tindakan terhadap anggota keluarganya.
b. Kebebasan berbicara, yaitu kebebasan mengungkapkan pandangan dalam
organisasi tanpa takut ada yang balas dendam.
c. Keadilan, yaitu keadilan pemberian upah, kemanan kerja, dan
penghargaan.
d. Proses yang sesuai hak, yaitu adanya kesamaan dalam semua aspek dalam
pekerjaannya.
7. Lingkup kerja dan kehidupan total
8. Relevansi sosial kehidupan kerja.

Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan,


pemberian penghargaan kepada karyawan juga ditujukan untuk menciptakan rasa
keterikatan karyawan kepada pekejaan atau organisasi (Bhattacharya & Mukherjee,
2009).

B. PEMBERIAN PENGHARGAAN DAN PEMBERDAYAAN


KARYAWAN

Penghargaan dapat berpengaruh memperkuat perilaku atau tidak memperkuat


perilaku (Bhattacharya & Mukherjee, 2009). Penguatan dapat di definisikan
dengan segala sesuatu yang meningkatkan kekuatan respons dan cenderung
menyebabkan pengulangan perilaku yang di dahului dengan penguatan tersebut.
Penghargaan juga merupakan segala sesuatu yang memperkuat atau
mempertahankan perilaku karyawan dalam perusahaan dan dapat bersifat
ekstrinsik atau intrinsik (Goodale et al., 1997).

Penghargaan merupakan katalisator perbaikan kinerja dan produktivitas yang


lebih baik, sehingga keterlibatan karyawan lebih besar. Karis dan Katrin (2007)
menyatakan bahwa insentif merupakan inti penguatan terhadap perilaku yang
mengasumsikan bahwa ketergantungan pada penghargaan berhubungan dengan
insentif untuk kerja sama antar nggota kelompok.

Pemberian penghargaan dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.


Pemberian penghargaan kelompok atau tim berpegaruh pada motivasi untuk
bekerja sama dan motivasi bersama yang di berikan berdasarkakn kinerja tim.
Sikap penghargaan tim merupakan evaluasi umum individu untuk penerimaan
penghargaan berdasarkan kinerja tim (Shaw et al., 2001). Penghargaan yang tinggi
terhadap individu mengevaluasi secara positif distribusi penghargaan dalam tim
secara adil atau sama, dan mengevaluasi pemberian penghargaan berdasarkan
keadilan.

Sementara itu, pemberdayaan secara signifikan juga dapat membantu


organisasi dan karyawan, serta merupakan praktek manajemen yang dapat di
terapkan pada setiap organisasi atau sektor. Ada dua macam pendekatan dalam
pemberdayaan, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan psikologikal (Gkoreziz
& Petridou, 2008). Spreitzer (1995) menggunakan model yang di dasarkan pada
pendekatan bahwa pemberdayaan merupakan motivasi tugas intrinsik yang di
manifestasikan pada empat kognisi, yaitu pengartian, kompetensi, penentuan diri,
dan dampak.

Sistem pemberian penghargaan yang paling di sukai baik oleh karyawan


secara individu maupun dalam serikat pekerja adalah upah berdasarkan kinerja.
Upah di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu kesempatan, pekerjaan, dan posisi
dalam hierarki organisasional. Dasar pemberian upah adalah teori keadilan dan
teori perbandingan sosial (Mamman, 1997).

C. GAJI DAN UPAH

Upah adalah imbalan yang di terima pekerja atas pekerjaan yang di berikannya
dalam proses produksi barang atau memberi layanan di perusahaan. Berdasar UU
No.13 Tahun 2003, upah merupakan hak pekerja yang diterima dan dinyatakan
dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja yang di tetapkan dan di bayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan untuk
pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan di
lakukan. Pemerintah juga mempunyai kepentingan dengan penetapan upah pekerja
karena ingin tetap dapat menjamin standar kehidupan yang layak untuk pekerja dan
keluarganya, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi


pekerja dan keluarganya, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja meliputi:

1. Upah minimum;
2. Upah kerja lembur;
3. Upah masuk kerja karena berhalangan;
4. Upah tidak masuk kerja karena malkukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
5. Upah karena menjalankan hak waktu istrirahat kerjanya;
6. Bentuk dan cara pembayaran upah;
7. Denda dan potongan upah;
8. Hal-hal yang dapat di perhitungkan dengan upah;
9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
10. Upah untuk pembayaran pesangon;
11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

1. Penetuan Upah
Penentuan upah pokok dapat di tentukan menurut satuan waktu atau menurut
satuan produk yang di hasilkan. Selain upah, pada umumnya perusahaan juga
memberikan tunjangan, seperti tunjangan istri, anak dan keahlian dan lain-lain.
Penetapan upah setiap satu atau dua tahun sekali de setiap kabupaten/kota di sebut
dengan upah minimum. Upah minimum ini di tetapkan untuk:

a. Menghindarai atau mengurangi persaingan yang tidak sehat antarpekerja


terutama pada kondisi pasar kerja surplus;
b. Mengurangi atau menghindari kemungkinan eksploitasi pekerja oleh
pengusaha yang memanfaatkan kondisi pasar kerja untuk akumulasi
keuntungannya;
c. Menjaga tingkat upah karena adanya satu dan lain hal, upah akan turun lagi;
d. Menguangi tingkat kemiskinan absolut pekerja;
e. Mendorong peninkatan produktivitas melalui perbaikan gizi dan kesehatan
pekerja dan melalui upaya manajemen memperoleh kompensasi atas
peningkatan upah minimum;
f. Meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi secara umum;
g. Menciptakan hubunga industrial yang aman dan harmonis.

Dalam menetapkan dan menerapkan ketentuan upah minimum tersebut, negara


berkembang pada umumnya menghadapi dua masalah. Pertama, adanya
kesenjangan yang cukup tinggi antara karyawan dan pimpinan perusahaan atau
antarkaryawan di beberapa sektor yang berbeda atau daerah yang berbeda,
sehingga sulit dalam menyeragamkan ketentuan upah minimum. Kedua,
pendapatan perkapita negara berkembang rendah, tingkat pengangguran tinggi,
sehingga pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja lebih
mendapatkan pertimbangan daripada upah minimum.

Di indonesia, ketentuan upah minimum di mulai sejak 1956 dengan Keputusan


Presiden No 58 Tahun 1960, yaitu membentuk Dewan Penelitian Pengupahan
Nasional (DPPN). Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 98 dinyatakan bahwa
pemerintah membentuk Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan
Propinsi (DPP), dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota (DPK) dengan anggota
yang terdiri dari wakil pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja,
perguruan tinggi dan para pakar. Hasil penelitia dan kajian tersebut kemudian di
serahkan kepada pemerintah daerah yang setingkat. Sebagai contoh, DPP
menyerahkan hasil penelitian dan kajian ke gubernur, sedangkan DPK
menyerahkan hasil penelitian dan kajian ke Bupati.

2. Gaji Pokok dan Tunjangan


Gaji pokok adalah gaji dasar yang di tetapkan untuk melaksanakan satu
jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. Sesuai
dengan kondisi perusahaan masing-masing dan hubungan antara pengusaha dan
para pekerja, pengusaha memberikan beberapa jenis tunjangan dan fasilitas, antara
lain:

a. Tunjangan kemahalan yang di berikan untuk kompensasi laju inflasi dan atau
tingkat biaya hidup yang relatif tinggi di beberapa daerah tertentu;
b. Tunjangan jabatan, baik tunjangan jabatan struktural maupun tunjangan
jabatan funsional;
c. Tunjangan transportasi;
d. Tunjangan perumahan;
e. Tunjangan istri atau tunjangan suami;
f. Tunjangan anak;
g. Tunjangan pemeliharaan atau asuransi kesehatan;
h. Tunjangan hari tua atau dana pensiun;
i. Tunjangan cuti;
j. Tunjangan hari keagamaan; dan lain-lain.

Berdasarkan jenisnya, tunjangan tersebut ada yang berhubungan langsung


dengan pekerjaan atau produk, atau mempunyai sifat penunjang, mempunyai
fungsi sosial dan masing banyak lagi. Pemberian upah atau gaji juga
memperhatikan jenjang jabatan yang dimiliki karyawan tersebut. Selain
memperhatikan jabatan dan kepangkatan, beberapa hal yang harus di perhatikan
dalam menyusun upah adalah:

a. Harus mencerminkan keadilan, yaitu sesuai atau sebanding dengan jasa kerja
yang di berikan oleh masing-masing pekerja
b. Harus berimbang, yaitu pada jabatan yang sama pekerja akan menerima upah
yang sama.
c. Harus dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan
keluarganya.
d. Harus memuat sistem insentif untuk menarik tenaga berkualitas, mendorong
peningkatan prestasi dan produktivitas kerja, menumbuhkan inovasi dan
kreativitas, dan menurunkan perpidahan kerja karyawan.
e. Harus mampu menjamin kelansungan perusahaan.
f. Harus di susun setara dengan struktur jabatan dan struktur kepangkatan.
g. Harus ada keseimbangan antara gaji pokok, tunjangan dan jaminan sosial.

3. Sistem Pengupahan Berdasarkan Produkivitas


Sistem pengupahan berdasar produkivitas merupakan sistem pemberian upah
kepada pekerja sesuai dengan produktivitas masing-masing pekerja, kelompok
pekerja, dan kondisi perusahaan. Sistem pemberian upah berdasarkan upah
berdasarkan produktivitas di maksudkan untuk memberikan penghargaan kepada
pekerja berdasarkan prestasi dan peningkatan produktivitas pekerja dengan tujuan:

a. Mempertahankan pekerja;
b. Menjamin perusahaan tetap mempunyai daya saing dengan secara fleksibel;
c. Menyesuaikan diri dengan kondisi bisnis yang selalu berubah;
d. Menjamin keseimbangan biaya dan pendapatan perusahaan degan mengaitkan
pengeluaran dengan keuntungan perusahaan;
e. Meningkatkan motivasi kerja dengan mengaitkan penghargaan yang telah di
terima dengan kinerja setiap pekerja.

4. Sistem Peberian Penghargaan Lain

Pemberian penghargaan dengan membagi keuntungan sama besar kepada semua


anggota kelompok perusahaan atau organisasi (Profitshharing) membuat upah
menjadi fleksibel karena upah tersebut secara otomatis mengurangi biaya tenaga
kerja di bawah kondisi pasar. Pembagian keuntungan juga dapat meningkatkan
stabilitas karyawan dan pekerja, serta meningkatkan produktivitas karyawan,
sehingga dapat mengurangi perputaran kerja karyawan (Azfar & Danninger, 2001).
Menurut Parent (1999), pemberian penghargaan untuk setiap unit yang di hasilkan
menunjukan:

a. Semakin produktif karyawan, maka mereka akan memilih pekerjaan yang


menghasilkan unit output. Ada hubungan positif antara pemberian penghargaan
perunit dan upah yang di hubungkan dengan seleksi diri untuk sebagian
karyawan.
b. Pemberian penghargaan perunit memberikan kompensasi karyawan secara
langsung terhadap output, variasi upah harus lebih besar bagi pekerjaan dengan
hasil per unit daripada pekerjaan dengan upah setiap jenis pekerjaan.
c. Pengaruh pemberian penghargaan per unit harus dapat memperkuat hubungan
antar karyawan.

Sementara itu, penghargaan yang tergantung dari kinerja akan mendorong


usaha dan semangat karyawan, menarik telenta karyawan, dan meningkatkan
kinerja organisasional (Zenger & Marshall, 2000).

D. KEAMANAN, KESELAMATAN, DAN KESEHATAN KERJA

Keamanan kerja adalah keamanan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. UU No. 1 Tahun 1970, tanggal 12 Januari
1970, dapat di katakan yang mengatur keamanan kerja yang berlaku untuk semua
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun
di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Indonesia. Sasaran keamanan
kerja adalah keamanan di segala tempat kerja, baik darat, dalam tanah, permukaan
air, dalam air maupun di udara.

Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan rusaknya alat-alat produksi, sehingga


hasil produksi terganggu, tertunda, tertunda, ataupun terhenti. Akibatnya adalah
terganggunya kebutuhan masyarakat, polusi, dan kerusakan lingkungan. Secara
konstitusional perlindungan terhadap pekerja telah di tuangkan dalam pasal 27 ayat
(2) UUD 1945, bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
perlindungan yang layak bagi kemanusiaan”.

Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian dari


manajemen total yang bersifat lintas sektoral di setiap perusahaan. Manajemen K3
melakukan semua fungsi-fungsi manajemen secara utuh, yaitu sebagai berikut.

1. Menyusun rencana kerja pencegahan dan mengatasi kasus kecelakaan dan


penyakit kerja;
2. Menyusun organisasi K3 dan menyediakan alat perlengkapannya;
3. Melaksanakan berbagai program termasuk antara lain:
a. Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan kerja secara periodik;
b. Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja, menganalisa
dampak kecelakaan kerja untuk pekerja sendiri, untuk pengusaha dan
untuk masyarakat pada umumnya;
c. Merumuskan saran-saran untuk pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk
menghindari kecelakaan kerja;
d. Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi
mereka yang menderita kecelakaan kerja, dan
e. Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengamanan lingkungan
kerja, pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan
kesadaran dan penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Melakukan pengawasan program.

Pengawasan bahaya kerja secara komprehensif mencakup identifikasi bahaya,


perkiraan akibat bahaya, organisasi dan sarana pengawasan operasional,
perencanaan tindakan darurat, penyebarluasan informasi kepada pemilik atau
manajemen perusahaan yang di perkirakan potensial menimnulkan bahaya, serta
penyebarluasan informasi kepada masyarakat sekitar mengenai kecendrungan
timbulnya bahaya. Untuk menghindari atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
pengusaha di wajibkan melakukan usaha-usaha tertentu, dengan syarat-syarat
kemanan kerja untuk:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian lain yang berbahaya.
d. Memberi potongan pada kecelakaan.
e. Memberi alat perlindungan diri para pekerja.
f. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin. Cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran.
g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
h. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
i. Menyelenggarakan suhu, dan lembab udara yang baik.
j. Memelihara kebersihan kesehatan dan ketertiban.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup baik.
l. Memperoleh keserasihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
m. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
n. Mengamankan dan memperlancar pekejaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mencegah tekanan aliran listrik yang berbahaya.
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

E. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Jaminan sosial tenaga kerja di atur dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
PER/04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, Intruksi Menteri Tenga
Kerja No. Ins.02/MEN/1995 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Asing di Perusahaan, dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1995 tentang
Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Jaminan sosial pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan


memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial untuk seluruh rakyat
Indonesia. Undang-undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi
tenaga kerja swasta adalah UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga
kerja (JAMSOSTEK). Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah di kembangkan
program dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang di bentuk
dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1981 dan program Asuransi Kesehatan
(ASSKES) yang di selenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah NO. 69
Tahun 1991 yang bersifat wajib untuk PNS/Penerima pensiun/perintis
kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya. Untuk prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
Departemen Keamanan/TNI/POLRI beserta anggota keluarganya, telah di
laksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991. Prinsip
sistem jaminan Sosial Nasional adalah sebagai berikut:

a. Prinsip kegotoroyongan
b. Prinsip nirlaba
c. Prinsip keterbukaan
d. Prinsi portabilitas
e. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
f. Prinsi dana amanat
g. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasional dalam undan-undang
ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang di kembalikan
untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

Sistem Jaminan Sosial Nasional di selenggarakan berdasarkan asas


kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap
karyawan dan keluarganya berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja yang
pelaksanaannya di atur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-
undang ini meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,
dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Jaminan sosial tenaga kerja tersebut di
peruntukan bagi tenaga kerja dan keluarganya.

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan berhak menerima jaminan kecelakaan


kerja. Termasuk tenaga kerja dalam jaminan kecelakaan adalah sebagai berikut:

a. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan, baik yang menerima upah
maupun tidak,
b. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika ang memborong adalah
perusahaan,
c. Narapidana yang di pekerjakan di perusahaan.

Jaminan kecelakaan kerja tersebut meliputi biaya pengangkutan, pemeriksaan,


pengobatan, dan atau perawatan, biaya rehabilitasi, dan santunan berupa uang yang
meliputi santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian atau
selama-lamanya, santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun
mental, dan santunan kematian. Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja
yang menimpa tenaga kerja pada kantor kementrian tenaga kerja dan badan
penyelenggara.

2. Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja,
keluarganya berhak atas jaminan kematian. Jaminan kematian tersebut meliputi
biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Urutan penerimaan yang di utamakan
dalam pembayaran santunan kematian dan jaminan kematian tersebut ialah janda
atau duda, anak, orang tua, cucu, dan kakek atau nenek, saudara kandung, mertua.

3. Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua di bayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian
berkala, kepada tenaga kerja karena telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total
tetap setelah di tetapkan oleh doker. Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia.
Jaminan haritua di bayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu.
Jaminan hari tua tersebut, dapat di bayarkan sebelum tenaga kerja berusia 55 tahun,
setelah mencapai masa kepesertaan tertentu, yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Jaminan Pemeiharaan Kesehatan meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat


jalan tingkat lanjut, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan
persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus, dan pelayanan gawat darurat.

Pengusaha wajib menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan


yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja
kepada badan penyelenggara. Apabila pengusaha dalam menyampaikan data
terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan
kepada tenaga kerja, maka pengusaha wajib memenuhi kekurangan jaminan
tersebut. Dan jika mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan, maka pengusaha
wajib mengembalikan kelebihhan tersebut kepada Badan Penyelenggara.
KEGIATAN BELAJAR 2
Isu Pemberian Penghargaan Karyawan

A. ISU PEMBERIAN GAJI, UPAH DAN BERBAGAI TUNJANGAN LAIN

Gaji merupakan pembayaran atau penyerahan jasa yang dilakukan oleh


karyawan yang mempunyai jenjang jabatan dan di bayar secara tetap tiap bulan.
Upah merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang di lakukan oleh karyawan
pelaksana dan di bayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan
produk yang di hasilkan oleh karywan. Peraturan Kementrian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemenkertrans) tahun 1999 tentang upah minimun untuk
mewujudkan penghasilan yang layak bagi karyawan ternyata belum di laksanakan
sepenuhnya. Rendahnya tingkat upah dan pendapatan masyarakat akan
menurunkan produktivitas karyawan. Semakin tinggi upah atau pendapatan,
semakin besar peluang seseorang untuk dapat memenuhi dan memperbaiki tingkat
hidupnya dengan terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan,
rekreasi, hubungan sosial dan sebagainya. Peningkatan pendidikan, pelatihan,
keterampilan, disiplin kerja dan semangat kerja juga dapat di pandang sebagai
peningkatan kualitas dan produktivitas kerja karyawan.

Tabel 4. 1.
UMP Tahun 2010 di 33 Provinsi di Indonesia Terhadap UMP Tahun 2009 serta
Persentase Kenaikan

No Provinsi UMP 2009 (Rp) UMP 2010 (Rp) Naik


1 Aceh 1,200,000 1,300,000 8.30%
2 Sumut 905,000 965,000 6.60%
3 Sumbar 880,000 950,000 8.00%
4 Riau 901,600 1,016,000 12.70%
5 Kepulauan Riau 892,000 925,000 3.70%
6 Jambi 800,000 900,000 12.50%
7 Sumatera Selatan 824,730 927,000 12.40%
8 Bangka Belitung 850,000 910,000 7.10%
9 Bengkulu 735,000 780,000 6.10%
10 Lampung 691,000 767,000 11.10%
11 Jawa Barat 628,191 671,000 6.90%
12 Jakarta 1,069,865 1,118,009 4.50%
13 Banten 917,500 955,300 4.10%
14 Jawa Tengah 575,000 660,000 14.80%
15 Yogyakarta 700,000 745,695 6.50%
16 Jawa Timur 570,000 630,000 10.50%
17 Bali 760,000 829,316 9.10%
18 NTB 832,500 890,775 7.00%
19 NTT 725,000 800,000 10.30%
20 Kallimantan Barat 705,000 741,000 5.10%
21 Kalimantan Selatan 930,000 1,024,500 10.20%
22 Kalimantan Tengah 873,089 986,500 13.00%
23 Kalimantan Timur 955,000 1,002,000 4.90%
24 Maluku 775,000 840,000 8.40%
25 Maluku Utara masih dalam proses dewan pengupahan
26 Gorontola 675,000 710,000 5.20%
27 Sulawesi Utara 925,000 990,000 7.00%
28 Sulawesi Tenggara 770,000 860,000 11.70%
29 Sulawesi Tengah 720,000 777,500 8.00%
30 Sulawesi Selatan 905,000 1,000,000 10.50%
31 Sulawesi Barat 909,400 944,000 3.80%
32 Papua 1,216,100 1,316,500 8.30%
33 Papua Barat 1,180,000 1,210,000 2.50%
Sumber: Dit. Pengupahan & Jamsostek, Ditjen PHI & Jamsostek, Depnakertrans,
Desember 2010.

Permasalahan dalam pengupahan yang dapat timbul adalah adanya perbedaan


antara pengusaha dan karyawan dalam hal pengertiian dan kepentingan mengenai
upah. Bagi pengusaha, upah dapat di pandang sebagai beban atau biaya yang harus
di bayarkan kepada pekerja dan di perhitungkan. Di sisi lain, karyawan selalu
mengharapkan kenaikan upah walaupun tidak di sertai dengan peningkatan
produktivitas. Selain itu isu mengenai upah dan jaminan sosial isu mengenai
outsourcing tidak boleh di gunakan untuk tenaga produksi utama, namun hanya
tenaga tambahan atau penunjang seperti keamanan, cleaning sevice, driver, dan
catering.

B. PENANGANAN PERMASALAHAN KHUSUS

Masalah khusus adalah masalah yang perlu di tangani secara cepat dan tuntas,
karena masalah tersebut memiliki potensi menimbulkan masalah lain yang lebih
serius. Masalah khusus tersebut adalah:

1. Pengupahan

Sistem pengupahan perlu di kembangkan dengan memperhatikan


keseimbangan antara prestasi atau produktivitas kerja, kebutuhan pekerja dan
kemampuan perusahaan. Disamping itu, perlu di kembangkan struktur upah yang
tidak rumit dan komponen upah harus jelas dan sesuai dengan kebutuhan.

2. Pemogokan

Mengingat bahwa peristiwa pemogokan menunjukan akibat yang merugikan


banyak pihak dan lebih luas, maka kejadian tersebut harus di usahakan secara
maksimal dapat di kurangi atau bahkan di hindari. Upaya melakukan pencegahan
tersebut dapat di lakukan oleh pengusaha dengan cara: (a) mengusahakan adanya
keterbukaan dan kesediaan menerima kehadiran serikat pekerja; (b) sikap tanggap
terhadap masalah pengupahan dan kesejahteraan dalam arti umum; (c)
memperhatikan dan memperlakukan pekerja secara manusiawi; (d)
mengembangkan forum komunikasi dan kebiasaan bermusyawarah. Sebaliknya,
para pekerja perlu bersikap dan bersedia: (a) melakukan komunikasi dengan
pimpinan perusahaan dan dapat memahami kondisi perusahaan; (b) dapat
mengendsalikan diri dan mampu mengembangkan kebiasaan bermusyawarah; dan
(c) tidak bersifat konfrontatif dan menghindari diri dari perbuatan destruktif.

3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Secara umum PHK merupakan kejadian yang tidak di inginkan oleh semua
pihak karena merugikan pekerja, pengusaha atau keduanya, dan masyarakat.
Apabila keadaan perusahaan benar-benar menurun, maka sebelum sampai kepada
keputusan PHK, perlu di ambil langkah secara bertahap, yaitu (a) mengurangi
giliran kerja; (b) membatasi atau menghapus kerja lembur; (c) mengurangi jam
kerja atau hari kerja; (d) mengadakan penghematan atau meningkatkan efisiensi;
(e) melaksanakan percepatan pensiun; (f) meliburkan karyawan secara bergilir atau
merumahkan karyawan untuk sementara.

4. Pengawasan Ketenagakerjaan

Agar ketentuan yang berlaku dapat di terapkan dengan baik, pengawasan perlu
mendapatkan dukungan dari semua pihak, khususnya dari karywan dan serikat
pekeja dengan cara memberikan informasi tentang pelanggaran yang terjadi di
perusahaan.

5. Kesejahteraan Karyawan

Upaya peningkatan kesejahteraan ini bukan semata-mata menjadi tanggung


jawab dan serikat pekerja, tetapi karyawan sendiri juga dapat mengusahakan,
misalnya melalui pembentukan koperasi. Dari beberapa permasalahan khusus
tersebut, permasalahan khusus yang paling sering di hadapi di Indonesia dan sangat
berpengaruh pada produktivitas kerja karyawan adalah peramasalahan pemberian
upah karyawan atau yang sering di ssbut dengan pengupahan. Upah juga
merupakan sumbangan karyawan dalam arti untuk meningkatkan produktivitas
karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat upah, yaitu:

1. Pendidikan dan Keterampilan

Semakin tinggi tingkat pendidikan dan/atau keterampilan karyawan, maka


semakin mudah karyawan tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya,
sehingga produktivitasnya juga meningkat.
2. Kondisi Pasar

Apabila tingkat permintaan akan tenaga kerja rendah padahal penawaran


tenaga kerja tinggi, maka akan terjadi pengangguran. Dalam kondisi tersebut posisi
tawar-menawar pekerja rendah, sehingga tingkat kerja juga rendah.

3. Biaya Hidup

Biaya hidup suatu daerah akan menentukan besarnya tingkat upah yang
berlaku di daerah tersebut. Hal ini terjadi untuk tetap mempertahankan
kesejahteraan karyawan/pekerja.

4. Kemampuan Perusahaan

Kemampuan perusahaan dalam menentukan tingkat upah merupakan penentu


utama besarnya upah yang di terima karyawan. Bila perusahaan tidak mampu
membayar, maka perusahaan dapat di sebut tidak efisien, gulung tikar, dan harus
tutup.

5. kemampuan Serikat Pekerja

pelaksanaan fungsi tersebut pada dasarnya dilakukan melalui perundingan


pembuatan perjanjian kerja bersama. Bila serikat pekerja telah cukup kuat dan
profesional, maka serikat pekerja dapat memperjuangkan perbaikan pengupahan
bagi karyawan.

6. Produktivitas Kerja

Kaitan antara produktivitas kerja dan pengupahan memang perlu di pahami


oleh semua pihak. Kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan sangat
tergantung dari tingkat produktivitas kerja.

7. Kebijakan Pemerintah

Dalam beberapa hal, pemerintah sering kali melakukan intervensi terhadap


pengupahan dan tidak hanya menyerahkannya pada mekanisme pasar. Hal ini
dilakukan untuk menjamin agar upah minimum karyawan tidak menurun dan untuk
menjamin tersedianya kesempatan kerja.

C. PERMASALAHAN UPAH MINIMUM

ILO mengeluarkan konvensi No. 131 dan rekomendasi No. 135 mengenai
penetapan upah minimum di berkembang. Standar ini di gunakan sebagai pedoman
dalam penetapan upah minimum selain kebijakan nasional yang di berlakukan di
negara tersebut. Permasalahan utama mengenai pentapan upah minimum adalah
kesalahan dalam penafsiran arti upah minimum, upah minimum adalah upah
terendah bagi karyawan tingkat terendah dalam masa kerja kurang dari satu tahun.
Karyawan yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dengan masa kerja yang
lebih lama tentu akan mempunyai upah yang lebih besar daripada upah minimum.
Permasalahan kedua dalam upah minimum adalah penetepan standar kebutuhan
fisik minimum, kebutuhan hidup minimum, dan kebutuhan hidup layak di dasarkan
pada pekerja yang masih lajang. Hal inilah yang menyebabkan karyawan tidak
setuju dengan standar tersebut terutama karyawan yang telah berkeluarga.

Yang merupakan hak para pihak yang terlibat dalam terlibat dalam hubungan
industrial ini adalah semua yang harus di terima, baik di terima oleh karyawan
dan/atau serikat pekerja dan pengusaha, atau pihak lain seperti pengusaha dan
pemerintah. Salah satu hak karyawan yang sangat sensitf adalah masalah
pengupahan.
Daftar Pustaka
Azfar, O. Dan Danninger, S. (2001). Profit Sharing, Employment Stabling, and
Wage Growth. Industrial and Labor Relations Review, 54 (3): 619-630.

Parent, D. (1999). Methods of Pay and Earning: A Longitudinal Analysisi.


Industrial and Labor Realtions Review, 54(4):864-881.

Zenger, T.R. dan Marshall, C.R. (2000). Determinants of Incentive Insensity in


Gropu-Based Rewards. Academy of Management Journal, 43(2): 149-163.

Anda mungkin juga menyukai