Anda di halaman 1dari 22

BAB 7

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

“Perubahaan di pekerjaan terjadi setiap saat, dan salah satu tanda


organisasi yang hebat adalah mereka memiliki komitmen untuk terus-
menerus melatih dan mendidik orang-orangnya sehingga mereka
memiliki pengetahuan yang terasah dalam pekerjaan.”
(Ken Blanchard)

A. Pendahuluan

Dalam pandangan Raymond J. Stone (2008), pengembangan SDM menjadi


sangat penting karena organisasi harus meningkatkan produktivitasnya dan
daya saing internasionalnya. Tenaga kerja yang terlatih dengan baik, dan
multi-skill amat penting bagi keberlangsungan ekonomi. Lebih dari itu,
banyak karyawan/pegawai mencari perusahaan/organisasi tempat bekerja
yang menyediakan bagi mereka kesempatan tumbuh dan belajar untuk
meningkatkan kemampuannya untuk dipeerjakan (employability). Riset
menunjukkan bahwa.investasi pada sumber daya manusia merupakan sumber
potensial keunggulan bersaing dan memiliki hubungan positif dengan kinerja
pasar saham dan keuntungan. Sebenarnya, hampir semua penjelasan
manajemen kinerja tinggi menekankan pelatihan.

Pengembangan karyawan/pegawai merupakan kontributor kunci


terhadap strategi bisnis yang didasarkan pada pengembangan modal
intelektual, membantu mengembangkan talenta manajerial, dan memberi
kesempatan pada karyawan/ pegawai memikul tanggung jawab atas karirnya

1
sendiri. Pengembangan karyawan/pegawai merupakan komponen usaha
organisasi yang diperlukan untuk bersaing dalam ekonomi baru, untuk
menjawab tantangan persaingan global dan perubahan sosial, serta
memadukan kemajuan dan perubahan teknologi dalam desain pekerjaan.
Pengembangan karyawan/ pegawai merupakan kunci untuk memastikan
bahwa karyawan/pegawai memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
melayani pelanggan dan menciptakan produk baru dan solusi pelanggan.
Pengembangan karyawan juga penting untuk memastikan bahwa organi-
sasi/perusahaan mempunyai talenta manajerial yang dibutuhkan
melaksanakan strategi pertumbuhan dengan sukses. Terlepas strategi bisnis
apa, sperti yang dijelaskan Noe, et al, (2009), pengembangan karyawan/
pegawai itu penting untuk mempertahankan karyawan yang bertalenta.
Kecuali itu, karena perusahaan/ organisasi dan karyawan harus terus menerus
belajar dan berubah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan bersaing di
pasar yang baru, Karena itu, penekanan terhadap penting dan urgensinya
pelatihan dan pengembangan semakin meningkat.

Hal senada dikemukakan Tanri Abeng (2006). Organisasi yang maju


adalah mereka yang menyadari pentingnya pengembangan SDM. Kita
melihat, misalanya, General Electric (GE), yang pada tahun 1970 masih
sejajar dengan Westing House Electric Corporation. Kini Westing House
Electric Corporation praktis sudah hilang dari peta bisnis, sedangkan GE
justru makin tumbuh menjadi perusahaan nomor satu dunia. Mungkin juga
GE telah mengambil alih bisnis Westing House, terutama karena perhatian
dan prioritas dalam pengembangan SDM melalui lembaga pendidikan
khusus bagi para eksekutifnya, di Crotonfield, New Jersey, USA.

2
Menurut Thomson (2002), mengembangkan sumber daya manusia di
dalam organisasi dapat membantu menyediakan dukungan kelebihan
kompetensi sejauh ketiga tuntutan dasar ini terpenuhi :

(a) Karyawan yang berkembang menghasilkan nilai ekonomis yang lebih


positif bagi organisasi dibandingkan dengan karyawan yang tidak
dikembangkan
(b) Kemampuan dari karyawan memberikan kelebihan dibandingkan
dengan kompetitor
(c) Kemampuan tersebut tidak mudah diduplikasi oleh kompetitor
Perusahaan/organisasi perlu mempertahankan karyawan/pegawai
yang bertalenta, jika tidak, mereka beresiko kehilangan daya saing. Aktivitas
pengembangan bisa mempertahankan karyawan dengan mengembangkan
ketrampilan manajer. Yaitu, perusahaan menghendaki manajernya mengem-
bangkan ketrampilan dalam komunikasi, menciptakan kepercayaan,
melakukan pembinaan dan aksi antarpribadi yang dapat membantu
perusahaan mem-pertahankan karyawan yang baik.

B. Perlu dan Manfaatnya Pelatihan dan Pengembangan

Seperti yang dijelaskan Raymond J. Stone (2008), pengembanagan SDM


merupaan aktivitas yang penting. Pada saat ini, adalah know-how (keahlian)
karyawan/pegawai yang mencerminkan sumber utama sustainable
competitive advantage (keunggulan bersaing berkelanjutan). Karyawan/
pegawai yang baru diangkat perlu dilatih untuk menjalankan pekerjaannya.
Perubahan berarti orang dan organisasi secara terus menerus dihadapkan
dengan situasi yang menuntut pembelajaran dan penggunaan pengetahuan.

Berbagai hasil penelitian, seperti yang dikutip Bernardin dan Russel


(2013), menunjukkan pentingnya pelatihan dan pengembangan sebagai kon-

3
tributor “bottom line” kinerja korporat/organisasi. Pelatihan telah
berkembang secara substansial pada ahir-akhir ini dengan bukti yang
menunjukan semakin besar investasi organisasi terhadap pelatihan dan
pengembangan. Para pemimpin organisasi tersebut yang memahami
bagaimana mendorong hasil bisnis di lingkungan yang semakin kompetitif
dan global menyadari bahwa tenaga kerja yang terlatih lebih baik
meningkatkan kinerja dan investasi terhadap pembelajaran dan
pengembangan karyawan/pegawai sangat penting untuk mencapai kesusesan.
Dengan investasinya terhadap pembelajaran, para eksekutif mengemukakan
keyakinan mereka bahwa pembelajaran dan pengembangan
karyawan/pegawai merupakan hal yang krusial bagi keberlangsungan,
pemulihan kembali, dan pertumbuhan perusahaan/organisasi di masa yang
akan datang.

Banyak perusahaan/organisasi di seluruh dunia memandang tingkat


ketrampilan tenaga kerja sebagai prioritas utama perencanaan. Menurut
prediksi Society for Human Resource Management Workplace yang
dipublikasikan pada 2011, salah satu 10 tren utama adalah daya saing global
dan perlunya tenaga kerja terdididik dan trampil. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya kebutuhan terhadap pelatihan yang berkelanjutan untuk
karyawan/pegawai. Selain itu, organisasi dengan kesempatan dan program
pelatihan yang luar biasa sering menjadikan perusahaannya masuk ke dalam
daftar “Best Companies to Work for” majalah Fortune, sebuah penghargaan
yang diterjemahkan ke dalam kesuksesan finansial. Sebuah penelitian (dalam
Bernardin dan Russel, 2013) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan
yang masuk ke dalam daftar majalah Fortune mengalami 50 persen lebih
sedikit turnover (pergantian karyawan) di bandingkan perusahaan sesamanya
dan memperoleh pengembalian uang tiga kali lebih banyak untuk
penyandang dana.

4
1. Manfaat Pelatihan

Banyak contoh menunjukkan bagaimana pelatihan dapat memberi kontribusi


terhadap daya saing perusahaan. Daya saing merupakan kemampuan
perusahaan/organisasi memperoleh dan mempertahankan pangsa pasar dalam
industri. Beberapa perusahaan memiliki praktek pelatihan yang membantu
memperoleh keunggulan bersaing di pasar. Yaitu praktek pelatihan yang
membantu menumbuhkan bisnis dan meningkatkan pelayanan pelanggan
dengan memberi pengetahuan dan ketrampilan kepada karyawan agar
berhasil. Selain itu, globalisasi, teknologi baru, memperoleh pengetahuan
karyawan, mempertahankan karyawan dan pertumbuhan – merupakan
bebarapa issu yang mempengaruhi perusahaan dan telah mengubah peranan
pelatihan untuk membantu keberhasilan bisnis.

Pelaksanaan pelatihan yang efektif akan mendatangkan manfaat –


baik bagi perusahaan, karyawan maupun penumbuhan dan pemeliharaan
hubungan yang serasi antar anggota organisasi. Menurut Sondang P. Siagian
(2004: 183-5), keuntungan-keuntungan itu bagi :

a. Organisasi

(a) Peningkatan produktivitas kerja organisasi


(b) Terwujudnya hubungan yang serasi antara bawahan dan atasan
(c) Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat karena
melibatkan karyawan yang bertanggung jawab
(d) Meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan dalam organisasi
(e) Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif
(f) Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui gaya manajemen
yang partisipatif

5
(g) Penyelesaian konflik yang fungsional sehingga tercipta rasa
persatuan dan kekeluargaan
b. Individu (Karyawan)

(a) Membantu karyawan membuat keputusan dengan lebih baik


(b) Meningkatkan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan masalah
kerja
(c) Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor
motivasional, seperti pengakuan, prestasi, pertumbuhan, tanggung
jawab dan kemajuan
(d) Timbulnya dorongan dalam diri para karyawan untuk terus
meningkatkan kemampuyannya
(e) Peningkatan kemampuan karyawan mengatasi masalah stres, frustasi
dan konflik
(f) Meningkatnya kepuasan kerja
(g) Semakin besar pengakuan atas kemampuan seseorang
(h) Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa yang
akan dating
c. Hubungan Sesama

(a) Terjadinya proses komunikasi yang efektif


(b) Adanya persepsi yang sama tentang tugas-tugas yang harus
diselesaikan
(c) Ketaatan semua pihak terhadap ketentuan yang bersifat normative
(d) Terdapatnya iklim yang baik bagi pertumbuhan seluruh karyawan
(e) Menjadikan organisasi sebagai tempat yang lebih menyenangkan
untuk berkarya
2. Manfaat Pengembangan

6
Pengembangan yang efektif harus meningkatkan perkembangan pribadi dan
kepuasan kerja karyawan. Apa manfaatnya pengembangan? Menurut Minor
(1995: 15-6), pengembangan memberikan banyak manfaat bagi sejumlah
pihak:
a. Bagi bisnis, pengembangan mampu:
(a) Menaikkan produktivitas dan kinerja pekerja.
(b) Meningkatkan retensi pekerja.
(c) Menjamin tersedianya tenaga kerja yang baik karena reputasinya
yang baik
(d) Menambah motivasi dan komitmen terhadap nilai dan visi
perusahaan/ organisasi.
(e) Memungkinkan karyawan merespons perubahan dengan cepat dan
dengan lebih menyenangkan.

b. Bagi karyawan, pengembangan bisa:


(a) Membantu pekerja berkembang.
(b) Memelihara keahliannya tetap mutakhir.
(c) Meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan
pengelolaan.
(d) Membuat karyawan dikenal publik dan memberi akses kepada
informasi.

c. Bagi pemimpin tim, pengembangan dapat:

(a) Mendukung tanggung jawab kepemimpinan bersama.


(b) Memberi kepuasan melihat karyawan berkembang.
(c) Meningkatkan reputasi pengembangan karyawan.
(d) Memberi lebih banyak kesempatan untuk delegasi.
(e) Membebaskan waktu untuk mengejar visi, pembangunan tim dan
pengakuan terhadap karyawan.

7
C. Mitos-Mitos tentang Pelatihan

Seperti disinggung di atas, perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat


dihindari. Agar tetap bertahan hidup, dan sukses, organisasi baik dalam
sektor swasta maupun sektor publik perlu merespons dalam cara yang tepat
waktu dan fleksibel terhadap perubahan sosial, teknologi, ekonomi, dan
politik. Hal ini berarti keberlangsungan dan perkembangan organisasi
bergantung pada kemampuannya menangani tuntutan eksternal dan internal
yang diminta oleh perubahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pekerja
dan/atau staf yang ada perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
perspektif baru secara berkelanjutan.

Hal tersebut di atas menegaskan bahwa pelatihan karyawan dan/atau


staf merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Namun demikian,
tidak seluruhnya organisasi menyadari kebutuhan itu. Akibatnya, mereka
tidak melakukan apapun untuk meningkatkan kompetensi pekerjanya.
Banyak alasan organisasi tidak mengalokasikan waktu maupun dana untuk
melatih pekerjanya. Alasan-alasan itu terutama berasal dari anggapan yang
salah atau mitos tentang pelatihan. Menurut Shawn Doyle (2006), mitos-
mitos itu antara lain:

(a) Pelatihan tidak perlu. Mereka beranggapan pelatihan tidak perlu


karena mereka telah melakukan bisnis dengan baik dan
menguntungkan. Sebenarnya, jika mereka mau berinvestasi pada
pelatihan, bisnis mereka jauh lebih baik dan lebih menguntungkan.
(b) Pelatihan hanya sebuah peristiwa. Perbaikan kinerja tidak bisa
diselesaikan hanya mengadakan pelatihan satu hari atau satu minggu.
Lebih dari itu, pelatihan merupakan proses yang melibatkan tindak
lanjut dan penuntasan dalam jangka panjang.

8
(c) Setiap orang bisa memfasilitasi pelatihan. Pemikiran ini absurd
atau sama sekali tidak masuk di akal sebagaimana seseorang yang
mengatakan setiap orang bisa melakukan bedah otak atau
menerbangkan pesawat. Memfasilitasi pelatihan membutuhkan
keterampilan, pengetahuan, talenta dan pengalaman.
(d) Pelatihan hanya diperlukan ketika seseorang berada dalam
peran baru atau memangku tanggung jawab baru. Hal ini tidak
benar. Setiap pekerja harus memiliki rencana perkembangan
individu. Pemimpin yang baik tahu bahwa cara untuk
mengembangkan perusahaan dan tim ialah memiliki strategi yang
focus dan berkelanjutan agar setiap orang dalam tim menumbuh-
kembangkan keterampilan/ keahliannya.
(e) Pelatihan itu formal dan dilakukan di dalam kelas. Pelatihan di
dalam kelas hanya salah satu bentuk pelatihan. Ada banyak bentuk
dan metode penyampaian yang lain yang lebih baik dan efektif biaya,
dan mungkin punya dampak lebih besar. Jika Anda berpikir tentang
pelatihan, pelatihan lebih dari ruang kelas. Misalnya, on-the job-
training yang meliputi program orientasi, magang, rotasi pekerjaan,
konseling, dll.
(f) Anda dapat mengurangi waktu pelatihan dan hal itu masih
efektif. Sebagian pimpinan beranggapan bahwa pelatihan dapat
dipadatkan, misalnya dari 8 pertemuan menjadi 4 pertemuan, dengan
mengurangi sebagian latihannya. Profesional sejati tahu bahwa
pembelajaran membutuhkan waktu dan latihan merupakan
kesempatan peserta pelatihan menerapkan konsep dan di mana
pembelajaran yang sebenarnya terjadi.
(g) Pelatihan itu mahal. Pelatihan tidak harus mahal, terutama jika
dilakukan secara internal. Pelatihan eksternal juga bisa tidak mahal.

9
Misalnya, bahan pelatihan diberikan sebelumnya untuk dipelajari
yang selanjutnya pertemuan digunakan untuk membahas hal-hal yang
belum jelas.
(h) Jika kita memiliki e-learning, hal itu akan mengganti pelatihan
di dalam kelas. E-learning bisa jadi sangat baik untuk pendidikan
dan untuk pra-penugasan, tetapi tidak dapat menggantikan kelas
karena di dalam kelas pembelajaran terjadi melalui latihan, diskusi,
dan dialog.
(i) Eksekutif tidak perlu pelatihan. Hal itu tidak benar. Eksekutif,
pimpinan juga memiliki kebutuhan pengembangan. Dan pelatihan
merupakan salah satu jawaban terhadap kebutuhan tersebut.

D Kapan Pelatihan Diperlukan?

Seperti yang disinggung di atas, pelatihan merupakan kebutuhan


pengembangan. Permasalahannya adalah kapan tepatnya pelatihan itu
diperlukan. Menurut Shawn Doyle (2006), beberapa situasi di mana
pelatihan benar-benar dibutuhkan adalah sebagai berikut:
(a) Ketika karyawan baru dipekerjakan. Ketika karyawan baru
dipekerjakan, dia harus memperoleh orientasi karyawan baru. Ada
beberapa alasan untuk hal ini:
 Mengurangi kecemasan/ketegangan.
 Karyawan baru lebih cepat beradaptasi dan menjadi lebih efisien
dengan lebih cepat.
 Mereka memutuskan bergabung dengan perusahaan dan
menerima posisi yang diberikan, meskipun belum bergabung
sepenuhnya.

 Ketika perusahaan membuat komitmen memberi orientasi kepada


karyawan baru, mereka merasa dihargai.

10
(b) Ketika ada masalah kinerja. Berulang-ulang seorang karyawan
mengalami kegagalan karena mereka ingin melakukan yang terbaik
dalam perannya, tetapi tidak diberi pelatihan secukupnya atau mereka
tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaannya.
(c) Ketika pelatihan merupakan bagian dari rencana pengembangan
individu. Setiap karyawan harus memiliki rencana pengembangan
individu – rencana pengembangan yang dikaitkan dengan sasaran
jangka panjang karyawan. Ada banyak manfaat rencana
pengembangan itu. Di antaranya ialah meningkatnya produktivitas,
lebih mudah menemukan talenta untuk mengisi posisi manajerial
pada suatu hari.
(d) Ketika ada perubahan besar-besaran yang sedang terjadi di
dalam organisasi. Jika terjadi perubahan di dalam perusahaan,
divisi, atau tim, para pekerja perlu dilatih bagaimana menanganinya.
Berilah mereka pelatihan secara berkelompok; hal ini akan memberi
kesempatan kepada mereka melakukan diskusi yang mendalam
mengenai masalah dan tantangan yang mereka hadapi.
(e) Ketika ada produk, proses, atau prosedur baru. Jika ada program/
perangkat lunak baru yang diperkenalkan, mereka harus dilatih
bagaimana menggunakannya. Jika kebijakan baru SDM
diimplementasikan, adakan pelatihan untuk sosialisasi kebijakan baru
itu.
(f) Ketika organisasi membangun kekuatan cadangan sebagai
bagian dari rencana suksesi. Setiap organisasi memiliki talenta di
masa yang akan datang – penyelia, manajer, dan eksekutif pada setiap
departemen. Pertanyaannya adalah apakah organisasi akan merekrut
talenta itu dari dalam atau dari luar organisasi. Keuntungan
mengembangkan talenta dari dalam ialah begitu seseorang berhenti,

11
posisi itu diisi dengan cepat oleh talenta yang sudah disiapkan. Jika
dari luar organisasi, akan memakan waktu lama, bisa berbulan-bulan.
(g) Ketika para pekerja meminta. Kebanyakan karyawan yang
meminta pelatihan pada umumnya bersemangat dan merasa mereka
membutuhkannya. Jika kasusnya seperti itu, pimpinan harus
mengabulkan permintaannya selama mereka membutuhkan
pengetahuan atau keterampilan untuk pekerjaan saat ini atau di masa
yang akan datang.
E. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan

Bernardin dan Russel (20013) menyatakan, “Training is defined as any


attempt to improve employee performance on a currenly held job or related
to it.” Pelatihan dalam pengertian ini merupaan setiap usaha untuk
meningkatkatkan kinerja karyawan/pegawai pada peerjaan yang dipegangnya
saat ini atau yang terkait dengan pekerjaannya. Hal ini biasanya berarti
perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, sikap, atau perilaku khusus.
Agar efektif, pelatihan seharusnya melibatkan pengalaman belajar,
merupakan aktivitas organisasi yang terencana, dan dirancang untu
merespons kebutuhan yang teridentifiasi. Idealnya, pelatihan juga dirancang
untuk memenuhi tujuan organisasi dan pada saat yang bersamaan memenuhi
tujuan individual karyawan/pegawai.

Sumber lain (dalam Wilson (ed), 2001: 4) mendefinisikan pelatihan


sebagai “a planned process to modify attitude, knowledge or skill behaviour
through learning experience to achieve effective performance in an activity
or range of activities. Its purpose, in the work situation, is to develop the
abilities of the individual and to satisfy the current and future needs of the
organisation.” Pelatihan merupakan proses yang terencana untuk mengubah
sikap, pengetahuan, atau perilaku ketrampilan melalui pengalaman

12
pembelajaran untuk mencapai kinerja yang efektif dalam suatu aktivitas atau
sejumlah aktivitas. Tujuannya dalam situasi pekerjaan ialah mengembangkan
kemampuan individu dan untuk memenuhi kebutuhan organisasi saat ini dan
di masa yang akan datang. Dengan demikian, menurut Janis Fisher Chan
(2010), tujuan pelatihan adalah membantu orang mempelajari sesuatu yang
mereka perlu ketahui atau bisa mereka lakukan untuk tujuan spesifik –
mencapai tujuan dan sasaran organisasi, menjalankan tugas khusus,
menyiapkan tanggung jawab baru, atau mencapai sasaran karir.

Istilah pelatihan sering dikacaukan dengan istilah pegembangan.


Menurut Bernardin dan Russel (20013), “Development refers to learning
opportunities designed to help employees grow.” Dalam pengertian ini,
pengembangan adalah kesempatan pembelajaran yang didesain untuk
membantu karyawan/pegawai bertumbuh atau berkembang. Kesempatan itu
tidak terbatas memperbaiki/meningkatkan kinerja karyawan/pegawai pada
pekerjaannya yang sekarang. Selain itu, pengembangan didefinisikan
Manpower Services Commis-sion (1981 dalam Wilson (ed), 2001: 4)
sebagai berikut:

The growth or realisation of a person’s ability, through conscious or


unconscious learning. Development programmes usually include
elements of planned study and experience, and are frequently
supported by a coaching or counselling facility.

Pengembangan merupakan pertumbuhan atau realisasi kemampuan


seseorang melalui pembelajaran secara sadar maupun tidak sadar. Program
pengembangan biasanya meliputi unsur-unsur kajian dan pengalaman yang
direncanakan, dan sering didukung oleh fasilitas coaching atau counseling.

Beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa pelatihan dan


pengembangan memiliki satu persamaan yang mendasar, yaitu pembelajaran.

13
Dengan kata lain, baik pelatihan maupun pengembangan melibatkan
pembelajaran. Yaitu perubahan yang relatif permanen dalam perilaku,
kognisi/pemikiran, atau afeksi/emosi yang terjadi sebagai akibat interaksi
seseorang dengan lingkungan. Dalam pengertian tersebut, terdapat beberapa
aspek yang amat penting dalam belajar. Pertama, fokus belajar adalah
perubahan, baik melalui penguasaan sesuatu yang baru (seperti ketrampilan
mengoperasikan komputer), atau memodifikasi sesuatu yang sudah ada
(seperti seorang prajurit semakin akurat dalam menembak). Kedua,
perubahan itu berlangsung lama sebelum kita mengatakan bahwa belajar
telah terjadi. Jika seorang pegawai administrasi dapat mengingat perintah-
perintah yang diperlukan untuk menciptakan operasi makro dalam program
pemrosesan kata pada hari kedua pelatihan tetapi tidak dapat mengingat lagi
perintah-perintah itu pada hari keempat pada saat bekerja, dapat dikatakan
tidak terjadi belajar. Ketiga, fokus belajar bisa berupa perilaku, kognisi,
afeksi, gerak atau kombinasi dua atau ketiganya. Hasil belajar mungkin
berbasis ketrampilan (memanjat), koginitif (prosedur mengajukan bantuan
riset), atau afeksi (menjadi semakin sadar terhadap keselamatan). Terakhir,
belajar sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan. Belajar tidak
mencakup perubahan perilaku yang disebabkan kematangan fisik atau
kondisi sementara (seperti rasa sakit atau obat).

Di samping persamaan, terdapat juga sejumlah perbedaan antara


“pelatihan” dan “pengembangan” (seperti yang terdapat dalam Tabel 7.1).
Fokus pengembangan adalah kepentingan jangka panjang membantu
karyawan/pegawai menyiapkan tuntutan pekerjaan di masa yang akan
datang, sedang pelatihan kerap kali berfokus pada periode/waktu yang
mendesak untuk memperbaiki keurangan saat ini pada ketrampilan
karyawan/pegawai. Lebih jauh, pada Tabel.. disajikan perbandingan
Pelatihan dan Pengembangan.

14
TABEL 7.1
PERBANDINGAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Pelatihan Pengembangan

Fokus Saat ini Yang akan dating

Ruang lingkup Karyawan secara Kelompok kerja atau


individual organisasi

Kerangka waktu Segera/jangka pendek Jangka panjang

Sasaran Memperbaiki kekurangan Mempersiapkan tuntutan


kemampuan saat ini kerja di masa yang akan
dating

Aktifitas Menunjukkan/memperli- Pembelajaran


hatkan

Penggunaan Rendah Tinggi


Pengalaman Kerja

Partisipasi Dituntut Sukarela

Selain itu, menurut Dale (2003)., pelatihan bisa dilangsungkan di


tempat kerja atau di tempat yang disimulasikan sebagai tempat kerja. Proses
pelatihan difokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dan penerapan pemahaman
serta pengetahuan pada pelaksanaan tugas tertentu. Umumnya hasil yang
diinginkan dari pelatihan ialah penguasaan atau peningkatan ketrampilan.
Proses pelatihan dikendalikan oleh pemilik keahlian yang diajarkan atau ahli
yang membantu mengembangkan ketrampilan melalui pengalaman
terstruktur.

Sedang dalam pengembangan, seperti yang dikatakan Boydell (dalam


Dale, 2003), orang yang dikembangkan berada di pusat proses. Dialah yang

15
menentukan keberhasilan proses dengan cara menggali riwayat
pengembangan dan potensinya di masa depan. Dalam pengembangan :

(a) Orang harus memiliki motivasi yang dating dari diri sendiri dan
mandiri;
(b) Lebih bersifat holistic, mempertimbangkan situasi sebagai suatu
kesatuan;
(c) Lebih berorientasi jangka panjang
Lebih berkaitan dengan situasi “tidak ada jawaban yang benar atau salah”

Lebih lanjut, pengembangan lebih berkaitan dengan membuka


potensi, perjalanan ke “wilayah-wilayah tak dikenal”. Salah satu kemampuan
manusia yang mengagumkan dari manusia adalah kapasitasnya untuk terus
belajar dan mengembangkan kemampuan dan ketrampilan sampai tidak
terbatas. Dalam proses pengembangan orang tidak memulai dari sesuatu
yang sama sekali baru. Pengembangan adalah membangun, memperluas,
mentransformasi dan beradaptasi dengan pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan yang telah ada.

F. Tren Pelatihan

Beberapa tren menunjukkan bahwa waktu dan uang yang dianggarkan untuk
pelatihan akan meningkat pada dekade mendatang, Hal ini disebabkan
adanya merger, akuisisi, perampingan perusahaan, pergeseran pekerjaan dari
industri manufaktur ke jasa/kreatif. Dalam pandangan Cascio (2006), berikut
ini adalah beberapa tantangan besar yang harus hadapi para pekerja/pegawai:

(a) Hiperkompetisi,, baik domestic maupun internasional, terutama


disebabkan oleh persetujuan perdagangan dan teknologi, yang paling
utama, internet. Akibatnya, eksekutif senior dituntut memimpin

16
menciptkan strategi bisnis/ model dan struktur organisasi yang terus
menerus.
(b) Pergeseran kekuatan kepada Pelanggan. Dengan menggunakan
internet, pelanggan dapat mengakses data base yang memungkin
mereka membandingkan harga dan memeriksa uraian produk; dengan
demikian yang selalu ada kebutuhan memenuhi kebutuhan produk
dan jasa pelanggan.
(c) Kolaborasi lintas batas organisasi dan geografis. Dalam beberapa
kasus, supplier bersanding dengan produsen/pengusaha pabrikan dan
berbagi akses terhadap tingkat stok. Akliansi internasional strategis
sering mengarah pada penggunaan tim multinasional, yang harus
memperhatikan issu-issu budaya dan bahasa.
(d) Kebutuhan untuk memepertahankan tingkat talenta yang tinggi.
Karena jasa dan produk bias ditiru, kemampuan tenaga kerja
berinovasi, menyempurnakan proses, memecahkan masalah, dan
membentuk hubungan menjadi satu-satunya keunggulan bersaing.
Memikat, mempertahankan, dan mengembangkan orang dengan
kompetensi kritis merupakan hal yang sangat penting keberhasilan
(Criticical Success Factor).
(e) Perubahan pada Tenaga Kerja. Pergeseran demografis
menunjukkan bahwa banyak orang muda tidak trampil dan kurang
terdidik akan dibutuhkan untuk entry-level job, dan kelompok ras dan
etnik minoritas yang kurang dimanfaatkan, wanita, dan orang tua
akan membutuhkan pelatihan.
(f) Perubahan Teknologi memaksa mensyaratkan pelatihan dan
pelatihan kembali pada pakerja yang ada.
(g) Tim. Karena semakin banyak perusahaan melibatkan karyawan dan
tim di tempat kerja, anggota tim perlu mempelajari perilaku seperti

17
meminta ide, menawarkan bantuan tanpa diminta, ketrampilan
menyimak dan umpan balik, mengakui dan mempertimbangkan
gagasan-gagasan orang lain.
Tren ini mengisyaratkan tanggung jawab ganda : Organisasi
bertanggung jawab menyediakan suasana yang mendukung dan mendorong
perubahan, dan individu bertanggung jawab memperoleh manfaat yang
maksimum atas kesempatan belajar yang diberikan. Hal ini melibatkan
penguasaan informasi, ketrampilan, sikap baru, atau pola-pola perilaku
social melalui pelatihan dan pengembangan.

Pelatihan kembali dapat juga menguntungkan. Sebuah penelitian


menunjukkan melatih kembali karyawan yang ada untuk pekerjaan baru
lebih efektif biaya daripada menghentikan mereka dan mempekerjakan
karyawan baru – tidak termasuk peningkatan semangat kerja karyawan yang
ada.

G. Isu-Isu Struktural dalam Pelaksanaan Pelatihan

Kendatipun argumentasi untuk mengadakan pelatihan sulit dibantah, ada


beberapa isu struktural yang harus diperhatikan jika pelatihan ingin
mencapai potensi sepenuhnya. Berikut ini beberapa masalah yang sering
diidentifikasi pada tingkat makro (Cascio, 2006: 289-90).

(a) Komitmen perusahan kurang dan tidak seimbang. Kebanyakan


perusahan tidak menyisihkan anggaran sama sekali untuk pelatihan.
Perusahaan-perusahaan itu cenderung berkonsentrasi pada manajer,
teknisi, dan professional, bukan pekerja biasa. Untungnya hal itu
berubah; sebagai akibat cepat dikenalkannya teknologi baru,yang
dipadukan dengan pendekatan baru desain organisasi dan manajemen
produksi, banyak perusahaan tidak bias mengabaikan pelatihan. Para

18
karyawan harus belajar tiga jenis ketrampilan baru : (1) kemampuan
menggunakan teknologi baru, (2) kemampuan mempertahankannya,
dan (3) kemampuan mendiagnosis maslah system. Pada pasar yang
semakin kompetitif, kemampuan mengimplementasikan perubahan
yang cepat dalam produksi dan teknologi kerap merupakan
persyaratan utama mempertahankan keuunggulan bersaing.
(b) Akumulasi anggaran dunia bisnis untuk pelatihan tidak
memadai. Oleh karena, Masyarakat Amerika untuk Pelatihan dan
Pengembangan mendesak dunia usaha meningkatkan anggaran untuk
pelatihan sampai sekurang-kurangnya dua persen dari gaji tahunan
untuk pelatihan – lebih dari rata-rata industry Amerika sekitar 1,2
persen. Perusahaan-perusahaan terkemuka menginvestasikan jauh
lebih banyak : General Electric (4,6 persen dari gaji tahunannya), US
Robotics (4,2 persen), Motorola (4 persen), dan Texas Instruments (3
persen).
(c) Dunia usaha mengeluhkan sekolah memberi gelar, tetapi gelar
itu bukan jaminan telah menguasai ketrampilan. Akibatnya,
dunia usaha harus mengalokasi dana yang besar untuk melatih
kembali karyawan dalam ketrampilan-ketrampilan dasar. Dalam
survey terbaru, perusahan melaporkan bahwa rata-rata 3,4 persen
pelamar kurang memiliki literasi tempat kerja fungsional –
kemampuan membaca instruksi, menulis laporan, atau mengerjakan
hitungan pada tingkat untuk mengerjakan tugas-tugas di tempat kerja.
Akan tetapi, hanya sekitar 6,5 persen perusahaan menyediakan
pelatihan remedial dalam ketrampilan dasar ini.
(d) Meskipun secara retorika, pelatihan dipandang sebagai investasi,
aturan akunting menuntut bahwa pelatihan dianggap sebagai
biaya. Dunia usaha akan mengalokasi dana lebih besar jika aturan

19
akuntansi direvisi. Tidak seperti investasi pada peralatan, yang
muncul dalam pembukuan sebagai asset, sedang pengeluaran pada
pelatihan dipandang semata-mata sebagai biaya yang harus
dikurangi.
(e) Perusahaan dan sekolah harus mengembangkan hubungan yang
lebih erat. Sekolah sering dipandang sebagai tidak tanggap terhadap
permintaan pasar. Dunia usaha dipandang tidak mengomunikasikan
permintaannya ke sekolah.
H. Pelatihan Berdaya Ungkit Tinggi

1. Pendekatan Sistematik

Secara umum, pelatihan merupakan usaha terencana oleh organisasi untuk


memfasilitasi pembelajaran karyawan atas kompetensi yang berkaitan
dengan pekerjaan. Kompetensi itu meliputi pengetahuan, ketrampilan atau
perilaku yang sangat untuk kesuksesan kinerja pekerjaan. Tujuan pelatihan
bagi karyawan adalah menguasai pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku
yang ditekankan dalam program pelatihan dan menerapkannya dalam
kegiatan sehari-hari. Akhir-akhir ini diakui bahwa agar memberi daya saing,
pelatihan harus lebih dari sekedar pengembangan ketrampilan dasar.
Pelatihan bergerak dari fokus utama pada pengajaran ketrampilan spesifik
kepada fokus yang lebih luas, yaitu menciptakan dan berbagi pengetahuan.
Yaitu, menggunakan pelatihan untuk memperoleh keunggulan kompetitif,
perusahaan seharusnya memandang pelatihan secara luas sebagai cara untuk
menciptakan modal intelektual. Modal intelektual meliputi ketrampilan dasar
(ketrampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan), ketrampilan
lanjutan (seperti bagaimana menggunakan teknologi untuk berbagi informasi
dengan karyawan yang lain), pemahaman terhadap pelanggan sistem
manufaktur, dan kreativias yang termotivasi-sendiri (Noe,et al, 2006: 258-9).

20
Banyak perusahaan mengadopsi pandangan yang lebih luas ini, yang
dikenal sebagi pelatihan berdaya-ungkit tinggi (High-Leverage Training).
Pelatihan ini dikaitkan dengan sasaran dan tujuan bisnis strategis,
menggunakan proses desain pembelajaran untuk memastikan bahwa
pelatihan itu efektif, dan membandingkan program pelatihan perusahaan
dengan program pelatihan di perusahaan lain.

Praktek pelatihan berdaya-ungkit tinggi juga membantu menciptakan


kondisi kerja yang mendorong pembelajaran terus-menerus. Pembelajaran
terus-menerus menuntut karyawan memahami sistem kerja secara
menyeluruh yang meliputi hubungan antar pekerjaan, kesatuan pekerjaan,
dan perusahaan. Para karyawan dituntut menguasai ketrampilan dan
pengetahuan baru dan menerapkannya dalam pekerjaan, serta berbagi
informasi dengan karyawan lain. Manajer mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan dan membantu memastikan bahwa karyawan menggunakan
pelatihan itu dalam pekerjaannya. Untuk memfasilitasi sharing pengetahuan,
manajer mungkin menggunakan peta informasi yang menunjukkan di mana
pengetahuan itu berada di dalam perusahaan dan menggunakan internet yang
memungkinkan karyawan dalam unit bisnis yang berbeda bekerja secara
simultan memecahkan masalah dan membagi informasi.

2. Merancang Aktivitas Pelatihan yang Efektif

Karakteristik utama aktivitas pelatiahan yang memberikan kontribusi


terhadap daya saing adalah aktivitas pelatiahan yang dirancang sesuai
dengan proses desain pembelajaran. Yaitu pendekatan sistematik untuk
mengembangkan program pelatihan. Tabel 7.2 .menyajikan enam langkah
proses desain pelatihan yang menekankan bahwa praktek pelatihan yang
efektif lebih dari sekedar metode yang populer.

21
TABEL 7.2
PROSES PELATIHAN

1 Penilaian kebutuhan
Analisis organisasi; Analisis orang; Analisis tugas
2 Memastikan kesiapan karyawan untuk pelatihan
Sikap dan motivasi; dan Ketrampilan dasar
3 Menciptakan lingkungan belajar
Identifikasi tujuan pembelajaran dan hasil pelatihan; Materi yang
bermakna;
Praktek; Umpan balik; Observasi terhadap orang lain; Pelaksanaan dan
koordinasi program
4 Memastikan terjadinya transfer pelatihan
Strategi manajemen pribadi; Dukungan teman sesama dan manajer
5 Menyeleksi metode pelatihan
Metode presentasi; Metode hands-on; Metode kelompok
6 Evaluasi program pelatihan
Identifikasi hasil pelatihan dan desain evaluasi; Analisis biaya -
keuntungan

22

Anda mungkin juga menyukai