Anda di halaman 1dari 5

Visi Bimbingan Rohani Ignatius

Di sini akan diketengahkan beberapa catatan singkat tentang gambaran


bimbingan rohani menurut visi Ignatius. Sebagaimana dalam tradisi bimbingan
rohani kristiani, bimbingan rohani di sini dimengerti dalam konteks bimbingan
pribadi. Bimbingan rohani diberikan oleh seorang yang tahu dan berpengalaman
dalam hidup rohani kepada orang yang ingin maju dalam hidup rohani. Dalam
pengertian Ignatius, bimbingan rohani merupakan sarana untuk membantu jiwa
(iuware animas) mencapai keselamatan.

Hidup rohani
Pandangan Ignatius menganai hidup rohani bersumber pada pengalaman
pribadinya, terutama pengalaman Manresa. Bagi dia hidup rohani manusia
merupakan pertemuan dinamis antara Allah yang bergiat dalam hidup manusia
dan manusia yang menjawab. Hidup berasal dari Allah Bapa menuju kepada
Allah Bapa. Allah merupakan asas hidup, artinya merupakan asal dan tujuan
hidup. Kecuali itu Allah merupakan pula dasar (fundamen) hidup, yakni kekuatan
dinamis perjalanan hidup manusia, yang mencipta, membentuk, memurnikan dan
mengutuhkan. Allah sungguh merupakan principum et fundamentum.
Pertemuan pribadi itu terjadi secara konkret, historis, dan personal.
Secara konkret dan eksistensial pula manusia menjawab dengan mengolah diri
sendiri dan dengan mengatur hidupnya.
Bagi Ignatius, seluruh alam ciptaan termasuk elemen-elemen psikologis-
antropologis manusia merupakan kondisi dan saran untuk mengahayati
pertemuan pribadi yang dinamis itu. Ada dua prinsip yang membentuk hidup
manusia: pertama tindakan Allah (ariba), yang datang dari atas dan kedua ialah
keseluruhan eksistensi dinamis manusia. Hidup rohani merupakan proses
perjuangan untuk memadukan “yang datang dari atas” dengan yang ada “di
bawah”. “Yang datang dari atas” mengandung sarana-sarana adikodrati. “Yang di
bawah“ mengandung sarana-sarana kodrati dan manusiawi. Prioritas Ignatius
ialah lebih memilih sarana-sarana “yang datang dari atas” untuk
memperkembangakan hidup rohani. Usaha manusia ialah bagaimana
menyerahkan diri seutuh dan sepenuhnya untuk menjadi “ instrumentum
coniunctum et adaptum cum Deo – alat di tangan Tuhan”.

Bimbingan rohani
Sebagaimana telah disinggung di atas, pengertian Ignasius tentang
bimbingan rohani tidaklah jauh berbeda dari pengertian bimbingan rohani
tradisi kristiani. Perlu ditambah di sini ialah bahwa bimbingan rohani yang hidup
dalam tradisi Gereja itu tidak terpisahkan dari tradisi-monastik.

1
Bimbingan rohani diperlukan oleh orang–orang yang belum berpengalaman
dalam hidup rohani menurut bentuk hidup tertentu. Bimbingan rohani diberikan
oleh orang yang mahir dalam hidup rohani menurut bentuk hidup tertentu pula.
Bagi Ignasius bimbingan rohani mutlak diperlukan untuk menghindarkan
kesalahan-kesalahan fatal hidup rohani.
Ciri khas bimbingan rohani Ignasius ialah bertujuan menemukan
kehendak Allah dan melakukannya. Bimbingan rohani merupakan usaha manusia
untuk membebaskan diri dari diri sendiri dengan mumupuk sikap lepas bebas
dan sikap taat kepada kehendak Allah. Bimbingan rohani merupakan bantuan
untuk mesuk ke dalam gerakan-gerakan batiniah jiwa, yaitu kepada tindakan
rahmat dan bimbingan Roh Kudus. Bimbingan rohani, bagi Ignasius, merupakan
usaha untuk membantu sesama masuk ke dalam pengalaman rohani, yaitu
pengalaman akan anugerah rahmat dalam peristiwa hidup konkret.
Fokus bimbingan rohani ialah mengalami kehadiran Allah dalam segala
peristiwa hidup, yang tidak lain dan tidak bukan adalah menyadari secara
mendalam arah hidup sesuai dengan kehadiaran Allah yang dinamis. Bimbingan
rohani bergerak dalam hidup manusia seutuhnya, pikiran, kehendak,
kecenderungan, perasaan dan emosi, peristiwa hidup dalam menjawab kehadiran
Allah. Bimbingan rohani merupakan usaha untuk mengarahkan hidup konkret dan
aktual sesuai dengan orientasi dasar hidup kristiani.
Ignasius sering menggunakan istilah “hidup menuju ke kesempurnaan”.
Bagi Ignasius kesempurnaan hidup berarti bahwa seluruh segi hidup manusia
baik batiniah maupun lahiriah tunduk kepada kehendak Allah, baik yang
fundamental maupun yang aktual. Dengan kata lain, dalam segala hal yang
dilakukan, dalam keadaan apapun dan peristiwa apapun orang selalu bersatu
dengan Alllah. Setiap orang diajak untuk menemukan jalan hidupnya yang
pribadi sesuai dengan rahmat Allah kepada orang itu. Bimbingan rohani bagi
Ignasius merupakan proses penegasan, pemilihan dan keputusan menuju ke
pelaksanaann tugas kehendak Allah aktual itu.

Pembimbing rohani
Pembimbing rohani ialah orang yang mengantar seseorang ke pengalaman
rohani dan religius. Bagi Ignasius, seorang pembimbing rohani ialah orang yang
mempunyai pengalaman hidup rohani. Kerena itu dia mampu melatih dan
mengantar orang lain ke dalam pengalaman hidup dalam Roh. Karena sarana yang
khas untuk masuk ke dalam pengalaman rohani itu ialah doa, maka gambaran
seorang pembimbing rohani menurut Ignasius ialah pertama-tama orang yang
berdoa dan tahu bagaimana melatih berdoa. Pembimbing rohani harus tahu dan
kenal akan macam-macam metode doa, kegunaan metode doa dalam rangka
pengalaman akan Allah dan tahu isi teologis doa-doa itu.

2
Peranan utama pembimbing rohani ialah membantu menumbuhkan
kebebasan rohani dalam diri orang yang dibimbingnya, sehingga orang terbuka
kepada kehendak Allah. Untuk tujuan itu, kecuali memberi nasihat-nasihat
tentang hidup rohani, dia harus pula tahu bagaimana menyampaikan dan melatih
ketrampilan mengadakan penegasan rohani.
Dengan demikian, seorang pembimbing rohani adalah orang yang mampu
melatih orang lain bertemu dengan Allah secara pribadi.

Kharisma pembimbing rohani


Karena bimbingan rohani bergerak dalam dunia pengalaman rohani–
pengalaman akan Allah, maka pembimbing rohani haruslah orang yang
dianugerahi kharisma “bicara atas nama Allah”. Ignasius menyebut itu
kemampuan untuk mengadakan “pembicaraan rohani”. Tujuan utama ialah
membantu jiwa-jiwa. Pembicaraan rohani ialah pembicaraan yang bernilai untuk
membantu jiwa-jiwa atau bernilai keselamatan. Kharisma mengenal misteri
Allah yang hidup secara dinamis merupakan tuntutan yang ada dalam diri
seorang pembimbing. Misteri Allah dimengerti tidak hanya sebagai fakta
revelasi objektif (teologia), tetapi juga dimengerti sebagai misteri yang
dinamis dan subyektif menyapa manusia. Sehubungan dengan itu seorang
pembimbing rohani harus pula mempunyai kharisma pembedaan roh dengan
memperhatikan unsur konsolasi dan desolasi, di samping mempuyai pengetahuan
yang cukup tentang misteri revelasi obyektif.
Kharisma lain yang berhubungan dengan kemampuan untuk memahami
konsolasi dan desolasi ialah yang disebut kemudahan untuk memahami manusia,
seperti watak, tabiat, kecenderunan, suasana hati dan lain sebagainya.
Kepekaan ini mencakup kemudahan untuk memahami, menangkap dan mengerti
hati orang lain tanpa membuat orang itu merasa diselidiki.

Prinsip-prinsp Ignasian bimbingan rohani


a. Discreta caritas
Prinsip ini ditemukan oleh Ignasius setelah dia mengalami sukses dan
kegagalan dalam membantu jiwa-jiwa. Discreta caritas memang lalu menjadi
prinsip praktis hidup rohani Ignasius. Dalam konteks bimbingan rohani secara
aktual, itu berarti bahwa bimbingan rohani harus diberikan secara personal
aktual. Artinya memperhatikan keadaan orang dalam segi dan dimensinya.
Dengan mengenal itu pembimbing rohani dapat memberikan bantuan kepada
orang yang dibimbing bagaimana dapat menyediakan diri bagi Allah. Pembimbing
dapat membantu secara tepat kebutuhan orang yang bersangkutan. Bimbingan
rohani sungguh menjadi proses internalisasi yang dinamis atas rahmat yang
bekerja dalam diri orang itu. Prinsip inilah yang melahirkan kebijaksanaan

3
dalam Roh, artinya mampu menerapkan prinsip-prinsip hidup rohani menurut
kebutuhan dan kemampuan orang yang dibimbing.

b. Distansi penuh hormat


Ignasius sangat menghargai dan menghormati kegiatan Allah dalam diri
seseorang. Prinsip ini mencakup sikap tidak mencampuri atau bahkan
mempengaruhi proses hidup seseorang. Artinya pembimbing tidak memaksakan
orang lain untuk ke kanan atau ke kiri, apalagi memaksakan keyakinan hidupnya
sendiri. Hormat kepada karya Roh dan intimitas seseorang, sehingga
pembimbing tidak menyelidiki intimitas seseorang, bila orang itu tidak
mengatakan itu pula. Dalam hal ini berlaku prinsip bonum relativum, artinya baik
bagi orang satu belum tentu baik bagi yang lain.

c. Bantuan rohani
Prinsip ini dalam bimbingan rohani berarti bahwa dalam wawancara lebih
diutamakan penjelasan-penjelasan tentang sifat-sifat gerakan batiniah dan
pedoman-pedoman mengenali mereka. Nasihat diberikan sejauh membantu
orang semakin mampu mengenali tingkah laku gerakan rohani, sejauh membantu
melengkapi visi hidup rohani agar lebih mendalam dan luas, sehingga orang
mampu merefleksikan perjalanan hidup dalam terang kehadiran Allah.
Dalam rangka memberiakan bantuan rohani itu, seseorang pembimbing
rohani tahu kapan harus menuntut, menunjukkan situasi hidup, memberi
semangat dan sebagainya.

d. Sarana-sarana rohani
Menurut Ignasius prinsip lebih menghargai sarana-sarana adikodrati
daripada sarana-sarana kodrati sangat penting dalam bimbingan. Meskipun
begitu Ignasius sangat menghargai modalitas-modalitas manusia, seperti
pengalaman hidup, kepribadian khas, intelek, hidup afektif dan kehendak.
Dalam bimbingan rohani harus tetap dihargai unsur pemahaman intelektual di
samping peranan hidup afektif. Bimbingan harus sangat seimbang, tidak terlalu
menekankan hidup afektif atau terlalu menekankan hidup intelaktual. Kedua-
duanya harus mendapatkan tempat wajar dalam keseluruhan hidup. Namun
semua itu harus diletakkan dalam rangka kerja sama dengan sarana-sarana
rohani.

Syarat-syarat menjadi pembimbing rohani


Sebagai penutup di sini akan diberikan secara singkat mengenai visi
pembimbing rohani yang baik, agar bimbingan rohani itu mencapai sasarannya,
yaitu membantu jiwa-jiwa. Tentu saja tidak semua ditulis di sini, hanya
beberapa hal yang dianggap penting.

4
a. Dari metode pedagogi Ignasian, yaitu mendidik lewat pengalaman dan
percobaan (experientias et probationes), dapat ditarik kesimpulan bahwa
orang harus sudah mengalami sendiri liku-liku directio spiritualis hidupnya
secara eksistensial. Hal ini akan memungkinkan orang berkomunikasi
pengalaman rohani.
b. Dari kata-kata yang kerap kali dipakai dalam konstitusi, ialah intensi murni
dan penyangkalan diri, dapatlah dikatakan bahwa seorang pembimbing
rohani dalam tahap tertentu harus sudah mencapai sikap penyangkalan diri
dan intensi murni.
c. Dari keprihatinan “iuvare animas”, baik dalam pengalaman rohani Ignatius,
dalam menulis buku Latihan Rohani ataupum ratio extendi Serikat, boleh
dikatakan bahwa seorang pembimbing rohani haruslah orang yang
mempunyai cinta akan keselamatan jiwa-jiwa.
d. Dari pengalaman dan keputusan Ignasius untuk belajar, dapat dikatakan
pula, bahwa seorang pembimbing rohani harus punya pengetahuan yang
cukup tentang revelasi obyektif. Kecuali ini perlu untuk menjamin
kredibilitas, juga perlu untuk mengadakan penegasan rohani secara utuh.
e. Kecuali itu seorang pembimbing rohani haruslah orang yang sungguh akrab
dengan Allah. Dia haruslah menjadi seorang pendoa sejati, dalam arti
Ignasian, yaitu kecuali berdoa dia juga hidup kontemplatif dalam aksi.
f. Sehubungan dengan itu, seorang pembimbing rohani haruslah seorang sudah
mempunyai sensus spiritualis (merasa dalam Tuhan).
g. Akhirnya semua itu perlu ditunjang adanya bakat-bakat yang cukup inheren
dalam orang itu, yang memudahkan untuk berkontak dengan orang lain.

Gambaran singkat di atas itu tentu saja belum mencakup segala-galanya


sehubungan dengan bimbingan rohani menurut metode dan pedagogi Ignasian.
Namun dapat dikatakan bahwa Ignasius sangatlah merindukan munculnya
pembimbing-pembimbing rohani yang baik dalam Gereja, karena itu akan
merupakan bantuan besar di dalam hidup Kristiani.

Anda mungkin juga menyukai