Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN PRINSIP AL-A’DALAH

DALAM PHARMACEUTICAL CARE

Makalah Ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Teologi Islam

Dosen pengampu :
H. Nur Cholid, M.Ag, M.Pd

Disusun Oleh:

Arif Mirza Rahmatika (20405021051)


Putri Ayu Ningrum (20405021052)
Sifaul Kamila (20405021053)
Viky Rahmatika (20405021054)
Alfiana Izati (20405021055)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2020/2021
Penerapan Prinsip Al-‘Adalah
Dalam Meln Pharmaceutical Care

1.Latar Belakang
Manusia dikatakan mahluk sosial yaitu mahluk yang di dalam hidupnya tidak bisa
melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di
karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang
lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain.
Seringkali didasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan masing-masing. (Puspitasari P,
2017).
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia membutuhkan orang lain dan
lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi. Bersosialisasi disini berarti
membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya maksudnya tiap manusia
saling membutuhkan satu sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Manusia
pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan
lingkungan dan tempat tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan
alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan
hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Namun potensi yang ada dalam diri
manusia itu hanya mungkin berkembang bila ia hidup dan belajar di tengah-tengah
manusia. Untuk bisa berjalan saja manusia harus belajar dari manusia lainnya.
(Puspitasari P,2017)
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_6CD0500350.pdf
Pengertian Apoteker adalah Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan
profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Selain itu apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di
bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain
yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma
lama (drug oriented) ke paradigm baru (patient oriented) dengan filosofi pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care). Untuk itu perlu adanya upaya-upaya kesehatan guna
memelihara dan meningkatkan kesehatan, sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat.
Dalam rangka menjaga eksistensinya sebagai mahluk sosial, seorang apoteker
memiliki tugas dan kewajiban yang harus dikerjakan. Salah satunya adalah melaksanakan
pelayanan terhadap pasien dengan benar (pharmacetical care). Menurut peraturan
pemerintah nomor 51 tahun 2009 ayat 3 disebutkan bahwa apoteker (farmasis) wajib
melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan nilai ilmiah, keadilan, kemanusian,
keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien. Dimana hal tersebut sesuai
dengan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Hujurat ayat 9 yang berbunyi “Dan berlaku
adillah; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Allah Ta’ala
mengabarkan bahwa Dia mencintai orang-orang yang senantiasa berbuat adil.
Berdasarkan latar belakang diatas maka disusunlah makalah ini untuk
menerapkan prinsip keadilan (Al-‘Adalah) dalam melaksanakan tugas seorang apoteker
yaitu pelayanan farmasi (pharmaceutical care) baik dirumah sakit maupun di apotik
sesuai dengan perintah Alloh maupun peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009.

II. ISI
A. Makna keadilan (Al-‘Adalah)
Al-‘Adalah atau adil  berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-
tengah (seimbang), sama, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu
sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil
adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif
(hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran,
kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat 49:9).
https://www.slideshare.net/Sugiessssss/keadilan-dalam-pandangan-islam
Adil memiliki peran sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dimana
kehidupan akan seimbang dengan adanya keadilan. Semua orang mengerti akan
pentingnya adil walaupun ia adalah orang yang paling zolim sekalipun, karena, sifat adil
adalah sifat mulia yang disukai oleh semua, baik kawan maupun lawan. Semua Risalah
samawi yang diutus kepada semua nabi dan rasul hanya untuk menegakan keadilan
dimuka bumi agar tidak terjadi kezoliman. Begitu pentingnya adil, Al-Qur’an telah
banyak menyinggung dalam ayat yang banyak karena adil menjamin bagi manusia
kehidupan yang mulia, Allah Ta’ala berfirman dalam surat an-nisa ayat 135: ْ

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā`a lillāhi walau


'alā anfusikum awil-wālidaini wal-aqrabīn, iy yakun ganiyyan au faqīran fallāhu aulā
bihimā, fa lā tattabi'ul-hawā an ta'dilụ, wa in talwū au tu'riḍụ fa innallāha kāna bimā
ta'malụna khabīrā
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.
Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.
Referensi: https://tafsirweb.com/1667-quran-surat-an-nisa-ayat-135.html
Dengan demikian, Islam mengajarkan agar keadilan dapat diaplikasikan dalam
setiap waktu dan kesempatan. Tegaknya keadilan akan melahirkan sebuah tatanan
masyarakat yang harmonis (Afifa. R. 2017. hal: 2)
Referensi : file:///C:/Users/ASUS/Downloads/74-Article%20Text-122-1-10-
20200120.pdf
Islam menganggap sikap adil itu penting, karena salah satu tujuan utama Islam
adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan, yang membawa rahmat pada
seluruh alam rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’ 21:107). Ayat ini memiliki sejumlah
konsekuensi bagi seorang muslim :
a. Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat
dekat, kaya, dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An
Nisa’ 4:135). Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada
kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat
dan sulit.
b. Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama,
status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib
menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada, baik sebagai hakim,
jaksa, polisi, maupun saksi.
c. Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang
muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun.
Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain
yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk
belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-
sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu
mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.
Menurut Muhammad. S (Tt. Hal: 421) Macam-macan adil ada empat, yaitu:
 Adil kepada Allah, yaitu dengan cara tidak mempersekutukannya dalam
peribadatan, dan sifat-sifatnya, taat kepadanya dan tidak bermaksiat, selalu
menyebutnya (berzikir) dantidak melupakannya, bersyukur dan tidak kufur.
 Adil dalam berhukum dengan menempatkan hak pada tempatnya.
 Adil kepada anak-anak dengan tidak melebihkan yang satu dengan yang lainya.
 Adil dalam perkataan dengan cara tidak bersaksi dengan persaksian palsu, dan
tidak berkata dusta dan bohong.
Sedangkan menurut hasan bin masyisy (2006. hal: 6) bentuk adil ada dua, yang
pertama: adil yang merujuk pada akal bahwa itu adalah baik dalam hal mua’malah.
Alibrahimi dalam (hasan bin. M. 2006. hal: 6) berkata: adil tidak akan tegak asas-
asasnya karena kepentingan pribadi, dan tidak akan kuat bangunannya diatas
kezoliman, kecuali jika ada rasa cinta, kemaslahatan bersama, ikatan ruh dan
kesamaan rasa antara hakim dan rakyatnya. Adapun yang kedua yaitu: hal-hal yang
dibolehkan syariat untuk bermuamalah dengannya karena adannya konsekuensi yang
mengharuskan adanya persamaan, contohnya adalah hukum qisos.
Referensi : file:///C:/Users/ASUS/Downloads/74-Article%20Text-122-1-10-
20200120.pdf
B. Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care)
Pelayanan kefarmasian mulai berubah orientasinya dari drug oriented menjadi
patient oriented. Perubahan paradigma ini dikenal dengan nama Pharmaceutical care atau
asuhan pelayanan kefarmasian (Kemenkes RI, 2011). Pharmaceutical care atau asuhan
kefarmasian merupakan pola pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Pola
pelayanan ini bertujuan mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional yaitu efektif,
aman, bermutu dan terjangkau bagi pasien (Depkes RI, 2008). Hal ini meningkatkan
tuntutan terhadap pelayanan farmasi yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan
pasien. Asuhan kefarmasian, merupakan komponen dari praktek kefarmasian yang
memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien untuk menyelesaikan masalah
terapi pasien, terkait dengan obat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (Kemenkes RI, 2011).
Akibat dari perubahan paradigma pelayanan kefarmasian, apoteker diharapkan
dapat melakukan peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta sikap sehingga
diharapkan dapat lebih berinteraksi langsung terhadap pasien. Adapun pelayanan
kefarmasian tersebut meliputi pelayanan swamedikasi terhadap pasien, melakukan
pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, maupun pelayanan terhadap perbekalan
farmasi dan kesehatan, serta dilengkapi dengan pelayanan konsultasi, informasi dan
edukasi (KIE) terhadap pasien serta melakukan monitoring terkait terapi pengobatan
pasien sehingga diharapkan tercapainya tujuan pengobatan dan memiliki dokumentasi
yang baik (Depkes RI, 2008). Apoteker harus menyadari serta memahami jika
kemungkinan untuk terjadinya kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam proses
pelayanan kefarmasian dapat terjadi sehingga diharapkan apoteker dapat menggunakan
keilmuannya dengan baik agar berupaya dalam melakukan pencegahan dan
meminimalkan masalah tentang obat (Drug Related Problems) dengan membuat
keputusan yang tepat dan profesional agar pengobatan rasional (Depkes RI, 2008).
Referensi : https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1292161029-2-BAB%201.pdf
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa tujuan akhir dari
pharmaceutical care bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui
pencapaian hasil terapi yang diinginkan secara optimal dan rasional, yaitu : efektif, aman,
dan dengan biaya terjangkau. Hasil terapi yang diinginkan dapat berupa :
 sembuh dari penyakit
 hilangnya gejala penyakit
 diperlambatnya proses penyakit
 pencegahan terhadap suatu penyakit

C. Tujuan dan peran apoteker dalam Pharmaceutical Care


Kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien adalah
pharmaceutical care, seperti praktik apoteker bangsal (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya. Visite apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
oleh apoteker kepada pasien di bangsal dalam rangka mencapai hasil terapi (clinical
outcome) yang lebih baik. Aktivitas visite dilakukan dalam proses penetapan keputusan
terkait terapi obat pasien. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan dampak
positif dari pelaksanaan kegiatan visite pada :
 aspek humanistic (contoh: peningkatan kualitas hidup pasien, kepuasan pasien)
 aspek klinik (contoh: perbaikan tanda-tanda klinik, penurunan kejadian reaksi obat
yang tidak diinginkan, penurunan angka morbiditas dan mortalitas, penurunan lama
hari rawat)
 aspek ekonomi (contoh: berkurangnya biaya obat dan biaya pengobatan secara
keseluruhan).
a. Tujuan Pharmaceutical Care
Tujuan akhir dari Pharmaceutical Care adalah meningkatkan kualitas hidup
pasien melalui pencapaian hasil terapi yang diinginkan secara optimal. Hasil terapi
yang diinginkan dapat berupa : sembuh dari penyakit, hilangnya gejala penyakit,
diperlambatnya proses penyakit, dan pencegahan terhadap suatu penyakit
Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan
kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan.
Farmasi dalam kaitanya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa
pasien mendapatkan terapi obat yang tepat, efesien, dan aman. Hal ini melibatkan tiga
fungsi umum, yaitu :
 Mengidentifikasi potensial Drug Related Problems.
 Memecahkan atau mengatasi potensial Drug Related Problems.
 Mencegah terjadinya potensial Drug Related Problems 

b. Dalam praktik sehari-hari, ada banyak cara untuk mengimplementasikan


Pharmaceutical Care, yaitu melalui bentuk pelayanan farmasi klinik oleh apoteker
yang secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat umum :
- Pengambilan sejarah pengobatan pasien (Medication history-taking)
- Konsultasi dan pemantauan penggunaan obat yang rasional bagi tenaga
kesehatan lain maupun pasien
- Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (DRP =
Drug Related Problem) baik yang potensial maupun nyata.
- Mendorong efektivitas dan keamanan pengobatan pasien
- Melaksanakan dispensing berdasarkan legalitas dan standar profesi
- Membangun tim kerja yang baik dengan tetap menghormati kode etik masing-
masing profesi
- Partisipasi aktif dalam program monitoring efek samping obat, KFT, infeksi
nosokomial, dan lain-lain.
b. Pelayanan Farmasi klinik yang bersifat khusus :
- Informasi obat dan konseling
- Nutrisi Parenteral Total (TPN = Total Parenteral Nutrition)
- Pencampuran obat suntik (IV admixture)
- Penanganan obat sitotoksik
- Pemantauan kadar obat dalam darah (TDM =Therapeutic Drug Monitoring)
c. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat spesialistik farmakoterapi. Adapun
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
- Telaah rejimen obat (medication review)
Telaah rejimen obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa rejimen obat
diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, efek obat yang merugikan dapat
dicegah/diminimalkan dan kepatuhan pasien dapat dievaluasi. Pada situasi
dimana waktu apoteker terbatas untuk melakukan telaah rejimen obat pada
semua pasien, maka kriteria pasien yang mendapat prioritas adalah: pasien
dengan >5 obat, rejimen obat kompleks, obat dengan indeks terapi sempit,
pasien mengalami efek samping obat yang serius, menderita >3 penyakit,
mengalami gangguan kognitif, tidak mempunyai care-giver, tidak patuh, akan
pulang dari perawatan di rumah sakit dan berobat pada banyak dokter.

Anda mungkin juga menyukai