Anda di halaman 1dari 4

Resensi Film 1917: Karya Heroik ‘Long-Take’ Buatan Sam

Mendes
Jila kita amati, film bergenre perang hampir setiap tahun diproduksi oleh Hollywood.
Era boleh berganti dari zaman film bisu hitam putih, hingga kini dengan teknologi Computer
Generated Image (CGI), tetapi produksi film-film bertema perang tidak pernah berhenti,
diantranya; Paths of Glory (1957), Saving Private Ryan (1998), Pearl Harbour (2001), We
Were Soldier (2002), Green Zone (2010), Lone Survivor (2013), Hacksaw Ridge (2016),
Dunkrik (2017), dan masih banyak lagi. Semua film tersebut mengangkat genre perang yang
menampilkan adegan pertempuran baik di darat, laut, maupun udara. Aksi heroik penuh
ketegangan yang ditampilkan para tantara ternyata digemari oleh banyak penonton. Sehingga
pada perkembangannya, hal ini menyulut semangat sutradara film Hollywood untuk
memproduksi film-film perang dengan berbagai teknik sinematografi maupun penceritaan
yang tidak biasa. Salah satunya ialah film perang berjudul 1917 yang rilis pada Januari 2020.

Judul : 1917
Genre : Perang (War)
Durasi : 119 menit
Sutradara : Sam Mendes
Pemeran : George MacKay (sebagai
Kopral William Scofiled),
Dean-Chapman (sebagai
Kopral Thomas Blake),
Benedict Cumberbatch
(sebagai Kolonel
Mackenzie), Andrew Scott
(Letnan Leslie), Colin Firth
(sumber: id.wikipedia.org) (sebagai Jendral Erinmore),
Richard Madden (sebagai
Letnan Joseph Blake)
Penghargaan : Best Film
Best Director
Outstanding British Film
Best cinematography
Product Design
Film Scoring
Special Visual Effect

Mengambil latar Perang Dunia I, film 1917 menceritakan sepenggal kisah melalui
sudut pandang kesatuan militer Inggris yang berperang di medan pertempuran utama di
Perancis. Horor peperangan itu diolah sang sutradara ke dalam pengalaman dua serdadu
muda berpangkat Kopral II: William Schofield (George MacKay) dan Tom Blake (Dean-
Charles Chapman). Mereka mendapat perintah langsung dari panglima tertinggi militer
Inggris Jenderal Erinmore (Colin Firth) untuk menerobos no man’s land (tanah kosong di
antara dua garis pertahanan militer yang berlawanan) demi mengantarkan surat perintah
penangguhan seranggan kepada Kolonel Mackenzie (Benedict Cumberbatch) yang
memimpin resimen Devonshire di garis depan. "Tugas kalian untuk mengirim pesan yang
membatalkan serangan besok. Jika tidak, kita akan kehilangan 1.600 pria, saudaramu di
antara mereka," perintah sang Jendral. Tugas tersebut dianggap mustahil karena
mengharuskan kedua tentara itu untuk melewati daerah teritorial musuh.

Dalam video behind the scene IMBD, Sam Mendes sebagai sutradara mengaku
sengaja memilih aktor pendatang baru untuk memberi kesan bahwa mereka hanya dua
pemuda di antara jutaan serdadu Inggris yang bertempur di medan peperangan pada tahun
1917. Meski aktor pendatang baru, George MacKay dan Dean-Charles Chapman berhasil
menghidupkan karakter dua orang yang bertolak belakang. Dimana  Blake digambarkan
sebagai pemuda naif yang tidak sepenuhnya paham bahaya medan perang. Demi
menyelamatkan kakaknya, Letnan Joseph Blake (Richard Madden), yang bertugas di resimen
Devonshire, Blake tidak berpikir dua kali saat menerima perintah. Sedangkan Schofield
justru sangat berhati-hati. Dia tidak percaya pada informasi intelejen yang menyebut parit-
parit pertahanan Jerman sudah benar-benar ditinggalkan.  Dalam film diceritakan optimisme
berlebihan Blake yang dimainkan Chapman justru membuatnya gagal. Sementara, peran
MacKay yang awalnya peragu bisa berubah menjadi sangat loyal hingga berani menantang
bahaya.
Film 1917 memang mengusung premis dan alur cerita yang sederhana, namun teknik
sinematografi long take yang digunakan oleh Sam Mendes (sutradara film 1917) membuat
banyak penonton dan kritikus film terkesan. Sehingga film ini berhasil meraih tujuh
penghargaan sekaligus pada ajang British Academy Film Awards (BAFTA) 2020 dan
menjadi film box office tahun 2020. Long take adalah salah satu teknik pengambilan gambar
dengan durasi yang panjang. Pada praktiknya, teknik long take rumit untuk diterapkan pada
sebuah produksi film karena menggabungkan beberapa aspek sinematografi, yang meliputi
pergerakan kamera (camera movement), sudut pengambilan gambar (camera angle), dan
kesinambungan gambar (continuity) dengan panjang durasi pengambilan gambar. Dalam satu
kali pengambilan gambar, adegan demi adegan terus bersambung tanpa adanya pemotongan
gambar. Tingkat kesulitannya terletak pada, jika ada kesalahan di tengah-tengah adegan,
maka proses pengambilan gambar harus diulang kembali dari awal, sehingga sampai adegan
terakhir tidak lagi ada kesalahan. Teknik ini sebenarnya sudah diterapkan sejak era film
klasik, namun pengaplikasiannya terbatas hanya pada film-film bergenre drama, thriller, dan
horror dengan setting tempat yang terbatas pada lokasi-lokasi indoor. Namun, sutradara Sam
Mendes menggandeng sinematografer terkenal Hollywood Roger Deakins, membuat
gebrakan baru menggunakan teknik ini dalam memproduksi film perang yang penuh dengan
adegan action dengan setting tempat luas dan terbuka.
Penggunaan teknik long take merupakan sebuah pencapaian teknis yang impresif,
karena selain menghasilkan visual yang cantik dan memanjakan mata, penonton seakan bisa
merasakan pengalaman penuh dari cerita film. Pengambilan gambar long take dapat
membangun kesan nyata bagi para penonton. Karena dengan teknik ini pandangan penonton
selalu mengikuti pergerakan pemain maupun kamera, sehingga penonton tidak akan
melepaskan perhatiannya terhadap apa yang akan terjadi. Secara tidak sadar penonton akan
terbawa masuk ke dalam cerita seolah-olah terlibat langsung di dalam cerita, dan ikut
bergerak sesuai dengan pergerakan pemain maupun kamera yang disajikan pada layar. Kisah
yang terfokus pada dua karakter ini, seakan bertambah menjadi tiga bersama dengan
keikutsertaan penonton. Sama seperti karakter Kopral Schofield dan Blake, penonton akan
terus mengikuti perjalanan mereka menyusuri parit-parit peperangan yang berlumpur dan
dapat merasakan segala pengalaman menegangkan di tengah medan perang, mulai dari
ancaman gas kimia, ranjau darat, hingga musuh bersenjata yang bersembunyi di balik
reruntuhan. Selain membuat perasaan dekat dengan kejadian, variasi teknik yang dituangkan
dalam film ini juga mampu menggambarkan berbagai sisi emosional dan psikologis para
karakter kepada penonton.
Meski film ini dikatakan menggunakan teknik long take, tetapi sebenarnya tidak
digunakan secara utuh sepanjang film. Untuk menyiasatinya, selain ditekankan pada aspek
durasi penggunaaan teknik ini juga harus menjaga continuity (kesinambungan) gambar.
Untuk menjaga continuity, sutradara harus pandai menyamarkan letak potongan-potongan
gambar. Untuk menyiasati long take dengan menjaga continuity ini juga bukan pekerjaan
yang mudah, karena setiap selesai satu kali pengambilan gambar panjang, Kru memulai
pengambilan gambar selanjutnya dengan memastikan kondisi lighting masih sama, kondisi
aktor masih sama, dan apa yang terlihat sebelumnya masih sama persis termasuk seluruh
properti yang digunakan. Penyelarasan continuity pada film 1917 merupakan pekerjaan yang
berat ketika sebagian besar adegan diambil pada setting ruang terbuka dengan cahaya
matahari yang tidak selalu sama, cuaca yang berubah ubah, dan ditambah dengan ledakan-
ledakan dan kepulan asap tebal untuk membangun suasana perang. Dan yang patut diacungi
jempol, ditengah maraknya penggunaan efek Computer Generated Image (CGI) pada film-
film Hollywood, film ini mengusung teknik rumit dengan minim penggunaan efek CGI. Hal
ini dapat dilihat pada video behind the scene yang dirilis resmi oleh IMBD. Dalam video
tersebut terlihat ratusan pemeran tantara figuran yang dikerahkan pada proses shooting film
ini. Menggunakan studio alam, parit-parit dan medan pertempuran yang disetting secara
nyata.
Tidak berhenti disitu, untuk mendukung teknik sinematografinya, Sam Mendes juga
menggandeng Thomas Newman seorang komposer musik untuk mengolah music scoring
film 1917 ini. Newman berhasil melengkapi ketegangan kisah perjalanan Schofield dan Blake
dengan mengkolaborasikan suara-suara ambience seperti suara langkah kaki pada lumpur
becek, dengungan kerumunan lalat yang mengerubungi bangkai kuda, suara angin yang
berhembus tipis, serta ledakan bom dan tembakan dengan soundtrack film. Olahan music
scoring Newman mampu mendukung luapan emosi dan suasana dimedan pertempuran,
sehingga kisah epik perjalanan dua kopral muda tersebut dapat tersampaikan secara nyata
kepada penonton.

Anda mungkin juga menyukai