Anda di halaman 1dari 3

Pemerintah

Authoritative power, arm

Pusat

Upper fingers

Provinsi

Upper fingers

Kab/Kota

Lower fingers

Kecamatan

Lower fingers

Desa/Kelurahan

RT/RW
Masyarakat
Y1Y2 Y3 X2 X1
Tumpuan Tumpuan

Gambar 1. Model Penataan RT dan RW sebagai Lembaga Kemasyarakatan: LASF (Y) dan SALF (X)

Model short arm long finger (SALF) pada gambar di atas ditunjukkan oleh tumpuan
X1 dan X2 yang mengabstraksikan bahwa kewenangan dan kekuasaan untuk menata RT dan
RW agar mampu memberdayakan masyarakat dan institusi pemerintahan desa dan kelurahan
berada pada level pemerintahan pusat dan provinsi melalui asas sentralisasi dan
dekonsentrasi. Namun sesungguhnya, kewenangan dan kekuasaan penataan dan
pemberdayaan RT dan RW serta masyarakat berada pada setiap level pemerintahan mulai
dari pemerintahan pusat dan provinsi sampai kabupaten/kota dan kecamatan. Kekuasaan
untuk memberdayakan tidak boleh dimonopoli oleh pemerintahan pada level tertentu, tetapi
harus didistribusi, didelegasi, didevolusi dan didesentralisasikan sampai ketengah masyarakat
dan pemerintahan pada level terdepan, yang terdekat dengan masyarakat. Sentralisasi dan
monopoli kewenangan dan kekuasaan penataan dan pemberdayaan pada pemerintahan pusat
dan provinsi (upper fingers) akan menghambat efektivitas, efisiensi dan responsibilitas
tingkat keberdayaan RT dan RW itu sendiri. Dan pada saat yang sama mendorong
ketidakberdayaan pemerintahan kabupaten dan kota, kecamatan, desa dan kelurahan sebagai
lower fingers, yang terdekat dengan masyarakat karena tidak mempunyai diskresi
kewenangan, kekuasaan dan sumberdaya yang memadai untuk menyelesaikan berbagai
persoalan ketidakberdayaan yang dihadapi masyarakat.
Model long arm short finger (LASF), yang diabstraksikan titik tumpuan Y1, Y2 dan
Y3 menunjukkan bahwa lengan panjang dan berdaya (tuas pemerintah pusat sampai provinsi)
mendukung jari-jemari pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, desa dan kelurahan (lower
fingers) yang juga berkemampuan lebih dan berdaya untuk mengangkat beban tugas menata
dan memberdayakan RT dan RW dan masyarakat di wilayah kerja masing-masing.
Pemerintahan kota/kabupaten, kecamatan, desa dan kelurahan yang berada dekat dengan
masyarakat yang dilayani (short finger) harus diberikan kekuasaan yang memadai untuk
menata dan memberdayakan RT/RW dan masyarakat. Untuk itu, ia harus mempunyai
diskresi kekuasaan yang cukup agar berkemampuan lebih, kuat dan berdaya sehingga bisa
menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakatnya yang powerless dan
undercapacity itu. Artinya, ada sinergi antara pemerintah pusat dan provinsi sebagai
fasilitator, pengarah, dan standarisator kebijakan (upper fingers, long arm), dengan
pemerintahan kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan (short-and lower fingers) dalam
menata dan memberdayakan RT/RW dan masyarakat secara cepat, tepat, adil, efektif, efisien,
akuntabel dan responsibel.
Model pemberdayaan long arm short finger (LASF) di atas, sangat menjelaskan
bahwa yang terlebih dahulu diberdayakan adalah institusi pemberdaya itu sendiri mulai dari
tingkat pusat dan provinsi sampai kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Institusi
pemberdaya dimaksud pada level birokrasi pemerintahan pusat, provinsi dan kabupaten/kota
dikenal dengan Ditjen, badan, dinas, kantor dan bagian pemberdayaan masyarakat, sedangkan
di tingkat kecamatan, desa dan kelurahan dikenal dengan seksi dan urusan pemberdayaan
masyarakat. Institusi ini seyogyanya mempunyai diskresi kewenangan, kekuasaan dan
sumber daya yang cukup dalam mengawal berbagai kebijakan dan program pemberdayaan.
Dengan demikian, ia mampu membangun inisiatif, prakarsa, kreativitas dan inovasi, serta
mampu mengimprovisasi dan mengapresiasi berbagai program pemberdayaan yang sesuai
karakteristik potensi sumber daya yang ada.
Akhirnya, posisi dan peran RT dan RW dapat didorong menjadi Tuas Pengungkit dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan pembinaan
kemasyarakatan. Arah penataan dan pembinaan RT dan RW ditujukan untuk memperkuat
Tuas agar bisa berdaya menyelesaikan persoalan masyarakat. RT dan RW perlu
diberdayakan sehingga bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana yang diharapkan
pemberdayaan. Strategi peningkatan kinerja implementasi kebijakan penataan RT dan RW
melalui pemberdayaan RT dan RW dengan menggunakan konsep Long Arm Short Finger
(LASF) dimaksud. Dalam teori ini, dianalogikan bahwa masyarakat yang mempunyai
berbagai permasalahan laksana sebuah batu yang sangat besar, yang tidak bisa digulingkan
dengan cara biasa. Untuk itu dibutuhkan tuas dan tumpuan tertentu yang bisa diatur
sedemikian rupa sehingga mampu menggulingkan batu masalah dimaksud. Agar tuas
berkemampuan maka tuas itu harus besar, panjang, bertenaga, dan berdaya.Tuas itupun harus
diletakkan sedekat mungkin dengan batu masalah di atas tumpuan yang kuat, keras, berdaya
dan bertenaga sehingga dapat memberikan efek tenaga yang bisa mendorong dan
menggulingkan batu besar masalah dimaksud. Dengan demikian, sebagai Tuas, RT dan RW
harus kuat dan bertenaga untuk meringankan permasalahan masyarakat, bukan semakin
menambah beban masyarakat melalui berbagai KKN dan pungutan liar apalagi sampai
menjadikan RT dan RW sebagai sumber matapencaharian. Ketika berperan sebagai jembatan
penghubung antara pemerintah dengan masyarakat, maka posisi dan peran RT dan RW
berganti dari tuas menjadi Tumpuan yang kuat, untuk menjadi alas pijakan bagi tuas
menggulingkan batu persoalan yang dialami masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai