DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1, DENGAN ANGGOTA:
No. Urut
No Nama Mahasiswa NPM Paraf
Daftar Hadir
KELAS 8-2
PRODI D-IV AKUNTANSI ALIH PROGRAM (NON AKT)
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
BULAN MARET TAHUN 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang - Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan negara untuk menyusun anggaran dan laporan keuangan pemerintah
sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Penganggaran dan pelaporan keuangan harus disusun secara cermat agar dapat
merepresentasikan arah kebijakan pemerintah pada periode pengaggaran disusun.
Selain pendapatan, bagian penting lainnya dalam pengelolaan keuangan negara
adalah belanja. Prinsip penganggaran mengatur kewajiban pemerintah untuk
mengalokasikan belanja secara tepat, efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Perencanaan belanja harus dipertimbangkan secara seksama melalui
prosedur yang ditetapkan dalam UU dan melibatkan berbagai pihak antara lain Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga
terkait, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik
Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).
Sama halnya dengan penganggaran, laporan pertanggungjawaban belanja juga harus
disusun secara benar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku agar dapat
menyajikan laporan belanja yang informatif. Oleh karena itu, standar akuntansi belanja
pemerintah harus disusun secara seksama sebagai acuan penyusunan anggaran dan
laporan keuangan pemerintah yang baik.
Ketentuan standar teknis mengenai belanja negara yang saat ini digunakan
merujuk pada beberapa dasar peraturan yang telah ditetapkan antara lain International
Public Sector Accounting Standards (IPSAS), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71
tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 224/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas PMK 219/PMK.05/2013
Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Adapun yang diatur di dalamnya
antara lain definisi, klasifikasi, pengakuan, pengukuran, penyajian hingga contoh kasus.
Di dalam PP 71 Tahun 2010, telah diatur penggunaan standar akuntansi berbasis
akrual sebagaimana yang dikehendaki oleh UU No. 17 tahun 2003. Saat ini, basis
akrual digunakan untuk menyusun Laporan Operasional, Neraca, dan Laporan
Perubahan Ekuitas. Pada praktiknya, dalam mencatat pendapatan dan belanjanya,
pemerintah menggunakan dua basis yakni kas dan akrual untuk dua laporan yang
berbeda. Laporan Operasional (LO) yang berbasis akrual dan Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) untuk pelaporan berbasis kas. Kedua laporan tersebut mencatat
belanja dengan nomenklatur yang berbeda. Pada Laporan Operasional, digunakan
istilah beban, sedangkan pada Laporan Realisasi Anggaran digunakan istilsh belanja.
Perbedaan perlakuan belanja dalam dua jenis laporan ini harus dapat dipahami
secara seksama agar tidak terdapat kekeliruan dalam penyajiannya. Perbedaan beban
dan belanja perlu dipahami secara menyeluruh mulai dari definisi, klasifikasi,
pengakuan, pengukuran hingga penyajiannya dalam laporan keuangan. Oleh karena
itu, penulis akan membahas Akuntansi Beban dan Belanja berdasarkan standar-standar
yang digunakan di Indonesia.
2
B. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Pembahasan akan disajikan dalam susunan sebagai berikut:
1. Definisi belanja dan beban
2. Klasifikasi belanja dan beban
3. Pengakuan belanja dan beban
4. Pengukuran belanja dan beban
5. Jurnal standar dan contoh kasus
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
a. Basis Kas
Pada pelaporan keuangan dengan sistem akuntansi pemerintah berbasis
kas, lebih cenderung mengunakan terminologi “disbursement” karena
menyangkut pencatatan atas aliran kas keluar yang terjadi pada suatu periode.
Pengeluaran kas yang dilaporkan dengan dasar ini mencakup arus kas yang
dihasilkan dari, misalnya, akuisisi aset, pembayaran kembali utang atau
pembayaran untuk jasa yang diterima.
b. Basis kas Modifikasi
Terminologi “disbursement” dipakai pada pelaporan keuangan dengan
basis kas modifikasi. Karakteristik basis kas modifikasi (modified cash basis)
yaitu sebagai berikut:
• Pembukuan masih dibuka pada akhir periode dengan ditambah suatu
jangka waktu tertentu setelah tahun buku.
• Penerimaan dan pengeluaran yang terjadi selama periode perpanjangan
tersebut, berasal dari transaksi sebelumnya, diakui sebagai pendapatan
dan pengeluaran dari tahun fiskal sebelumnya.
• Arus kas pada awal periode pelaporan, yang telah
dipertanggungjawabkan pada periode sebelumnya dikurang aliran kas
pada periode saat ini.
c. Basis Akrual Modifikasi
Dengan basis akuntansi akrual modifikasi, “expenditure” dibandingkan
dengan “expense” umumnya dianggap sebagai elemen. “Expenditure” adalah
biaya yang terjadi selama periode terkait dengan perolehan barang dan jasa,
terlepas dari pembayaran telah dibuat maupun tidak dibuat, dan termasuk
jumlah ditransfer atau oleh karena penerimaan manfaat oleh yang berhak
sesuai dengan kebijakan pemerintah. Tidak seperti basis kas dan basis kas
modifikasi, pengakuan belanja tidak bergantung pada waktu arus kas terkait.
Namun, tidak ada penangguhan beban yang akan dikonsumsi di masa
mendatang; aset fisik yang akan memberikan layanan selama beberapa
periode yang akan datang "dihapuskan" pada periode yang diakuisisi. Oleh
karena itu, “expenditure” cenderung mencerminkan beban sumber daya yang
diperoleh dan / atau dialihkan selama periode daripada beban sumber daya
yang dikonsumsi dalam penyediaan barang dan jasa selama periode tersebut.
d. Basis Akrual Penuh
IFAC PSC Studi 2 menyatakan bahwa “The full accrual basis of
accounting reports on the economic resources or service potentials (assets)
and obligations (liabilities) of the entity, and changes therein. It requires the
capitalization of expenditures on the acquisition of all capital assets and the
depreciation of those assets as their service potential is consumed.” (paragraph
.026) Dasar akrual penuh akuntansi mengakui semua aset, kewajiban,
pendapatan dan beban dari entitas. Fokusnya adalah pada pengukuran dan
pelaporan biaya barang dan jasa yang dikonsumsi selama periode pelaporan.
Penyusutan berkaitan dengan penggunaan aset tetap dan penyesuaian
5
penilaian untuk semua aset akan menjadi contoh dari transaksi atau peristiwa
yang diakui sebagai “expense” tetapi tidak dimasukkan sebagai “expenditure”.
6
dan beban secara terpisah. Pemisahan tersebut sesuai dengan karakteristik yang
melekat pada basis yang digunakan. Belanja yang berbasis kas akan diklasifikasikan
berbeda dengan beban yang berbasis akrual.
1. Klasifikasi Belanja
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 11 ayat (5), belanja dirinci menurut
organisasi, fungsi dan jensi belanja. Klasifikasi tersebut dipertegas dalam PSAP 02
tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas yang membagi belanja
berdasarkan organisasi, fungsi, dan ekonomi (jenis belanja). Sedangkan rincian
klasifikasi anggaran belanja diatur dalam PMK No. 127/PMK.02/2015 tentang
Klasifikasi Anggaran. Dalam buletin teknis SAP nomor 04 dinyatakan bahwa
klasifikasi tersebut memiliki tujuan, yaitu:
klasifikasi organisasi diperlukan untuk keperluan akuntabilitas
klasifikasi fungsi digunakan untuk analisis historis dan formulasi kebijakan
klasifikasi ekonomi (jenis belanja) diperlukan untuk tujuan statistik dan
obyek (jenis belanja), ketaatan (compliance), pengendalian (control) dan
analisis ekonomi.
a. Klasifikasi Belanja Menurut Organisasi
Klasifikasi organisasi adalah pengelompokan anggaran belanja negara
berdasarkan struktur organisasi kementerian negara/lembaga dan bendahara
umum negara. Klasifikasi organisasi dibagi atas Kode Bangian Anggaran (BA),
mulai dari BA 001 untuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sampai dengan BA 120 untuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
dan BA 999 untuk Bendahara Umum Negara. Rincian klasifikasi Organisasi
dapat dilihat dalam Lampiran I PMK No. 127/PMK.02/2015.
b. Klasifikasi Belanja Menurut Fungsi
Klasifikasi Fungsi adalah pengelompokan anggaran belanja negara
berdasarkan fungsi-fungsi pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian
negara/lembaga dan bendahara umum negara. Lampiran II PMK No.
127/PMK.02/2015 menetapkan rincian fungsi, subfungsi, dan kegiatan yang
termasuk di dalamnya. Adapun belanja berdasarkan fungsi dibagi menjadi 11,
yaitu:
o Pelayanan umum
o Pertahanan
o Ketertiban dan keamanan
o Ekonomi
o Perlindungan lingkungan hidup
o Perumahan dan fasilitas umum
o Kesehatan
o Pariwisata
o Agama
7
o Pendidikan, dan
o Perlindungan sosial.
8
Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan
pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang
dalam maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman
jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu belanja pembayaran bunga
utang juga dipergunakan untuk pembayaran denda/biaya lain terkait
pinjaman dan hibah dalam maupun luar negeri, serta imbalan bunga. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara.
5) Belanja Subsidi (Kode 55)
Belanja Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang
diberikan pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau
pihak tiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor atau
mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak
sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada
masyarakat melalui perusahaan negara dan/atau perusahaan swasta dan
perusahaan swasta yang diberikan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
6) Belanja Hibah (Kode 56)
Belanja Hibah merupakan pengeluaran pemerintah berupa transfer
dalam bentuk uang/barang/jasa, yang dapat diberikan kepada pemerintah
negara lain, organisasi internasional, pemerintah daerah, atau kepada
perusahaan negara/daerah yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat yang dilakukan
dengan naskah perjanjian antara pemerintah selaku pemberi hibah dan
penerima hibah, serta tidak terus menerus kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundangundangan.
7) Belanja Bantuan Sosial (Kode 57)
Bantuan Sosial merupakan Pengeluaran berupa transfer uang, barang
atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat guna
melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan
kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
8) Belanja Lain-Lain (Kode 58)
Belanja Lain-lain merupakan pengeluaran/belanja pemerintah pusat
yang sifat pengeluarannya tidak masuk dalam pos-pos pengeluaran di atas
serta bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Belanja
lain-lain tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam,
bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah,
bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Contoh: Lain-lain dana cadangan dan risiko fiskal, lain-lain lembaga
nonkemeterian, lain-lain BUN, lain-lain tanggap darurat, dan lainnya.
2. Klasifikasi Beban
9
Pembagian beban menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) diatur dalam
PSAP 12 tentang Laporan Operasional serta PMK No. 224/PMK.05/2016. Namun di
dalam PMK tidak disebutkan definisi per jenis beban, sedangkan PSAP hanya
mendefiniskan beberapa jenis beban. Klasifikasi beban untuk pemerintah pusat yaitu:
beban pegawai
beban persediaan
beban barang dan jasa
beban pemeliharaan
beban perjalanan dinas
beban barang untuk diserahkan kepada masyarakat
beban bunga
beban subsidi
beban hibah
beban bantuan sosial
beban transfer
beban lain-lain
beban penyusutan dan amortisasi
beban penyisihan piutang tidak tertagih
Sebagai pembanding, International Public Sector Accounting Standards
(IPSAS) tidak membedakan antara belanja atau beban. Dalam IPSAS, hanya dikenal
istilah expense (beban) yang merujuk pada basis akrual. IPSAS juga tidak mengatur
secara rinci klasifikasi beban melainkan hanya memaparkan garis besar
klasifikasinya yang terdiri atas beban berdasarkan sifat (nature) dan fungsi (function).
Klasifikasi beban dijelaskan dalam bagian presentation of financial statement dalam
Handbook IPSAS volume I.
a. Klasifikasi beban berdasarkan nature
Klasifikasi berdasarkan sifat memiliki pencatatan yang sama dengan
klasifikasi ekonomi (jenis belanja) karena dicatat sesuai tujuan pengeluaran.
Contohnya antara lain:
o wages, salaries, and employee benefits
o purchases of materials
o transport costs
o advertising costs
o supplies and consumable used
o impairment of property, plant, and equipment
o grants and other transfer payments
o depreciation and amortization expense
o finance costs
10
o other expense
b. Klasifikasi berdasarkan function
Klasifikasi beban berdasarkan fungsi menggolongkan beban berdasarkan
program atau tujuan atas beban tersebut, antara lain:
o general public services
o education
o housing and community amenities
o environmental protection
o defense
o health
o recreational, cultural, and religion
o public order and safety
o social protection
o economic affairs
o finance costs
o other expense
Pemerintah dapat memilih penggunaan klasifikasi yang sesuai dengan latar
belakang dan peraturan tiap negara. Sehubungan dengan hal tersebut, IPSAS
mensyaratkan pilihan yang paling relevan dan handal dalam pelaporan. Namun,
karena klasifikasi sifat diperlukan untuk penyusunan perkiraan cash flow, negara
yang memilih klasifikasi fungsi diminta untuk menambahkan pengungkapan yang
diperlukan.
11
Selanjutnya, dalam praragraf 96, Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban,
terjadinya konsumsi aset, terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa
(dijelaskan lebih rinci pada PMK-224). Paragraf 97 menyebutkan tentang pengakuan
belanja berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui bendahara
pengeluaran, pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas
pengeluaran tesebut disahkan oleh unit yang mempunya gfungsi perbendaharaan.
12
Dalam hal Badan Layanan Umum, beban diakui dengan mengacu pada
peraturan perundangan yang mengatur mengenai Badan Layanan Umum.
Pengecualian diberiikan pada aset bersejarah dalam pengakuan beban
sehubungan dengan aset yang dimiliki tersebut. Biaya untuk perolehan, konstruksi,
peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan dalam Laporan Operasional sebagai
beban tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh
beban yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi
dan lokasi yang ada pada periode berjalan. Sehingga, tidak ada penyusutan untuk
pengeluaran aset bersejarah ini.
13
amount) diakui sebagai beban pada periode dimana pendapatan terkait diakui. Jika
tidak ada pendapatan terkait, beban diakui pada saat barang atau jasa terkait telah
diberikan. Selanjutnya penurunan nilai realisasi bersih (net realizable value) diakui
sebagai beban pada periode kerugian atau penurunan terjadi. Pembalikan yang
timbul dari kenaikan nilai realisasi bersih diakui sebagai pengurang beban
persediaan pada periode dimana mereka terjadi. Penggunaan metode ini agaknya
hanya terbatas pada transaksi penyerahan barang atau jasa kepada masyarakat.
Terkait dengan penyusutan, dalam akuntansi sektor pemerintahan, standar
yang digunakan adalah IPSAS 17 yang menerangkan bahwa beban penyusutan
dibebankan secara sistematis selama masa manfaat aset. Adanya tambahan kata
sistematis mengharuskan bahwa penyusutan dilakukan dengan suatu metode
tertentu yang sistematis untuk mengalokasikan beban. Tujuan pembebanan ini tidak
berkaitan dengan perolehan pendapatan sebagaimana yang terjadi disektor swasta
tetapi ditujukan untuk mengetahui dan mencerminkan manfaat ekonomis atau
layanan potensial aset di masa depan.
14
c) Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang digunakan
dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah,
maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah
berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan
untuk memperoleh valuta asing tersebut.
d) Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang digunakan
dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan mata
uang asing lainnya, maka: (1) Transaksi mata uang asing ke mata
uang asing lainnya dijabarkan dengan menggunakan kurs transaksi,
dan (2) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat
dalam rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal
transaksi.
b. Transaksi beban dalam bentuk barang/jasa pengukurannya dilakukan dengan
cara menaksir nilai wajar (fair value) atas barang/jasa tersebut pada tanggal
transaksi. Transaksi semacam ini dilaporkan dalam Laporan Operasional dan
diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat
memberikan semua informasi yang relevan mengenai semua bentuk beban.
c. Beban Persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use of goods),
disesuaikan berdasarkan metode pencatatannya, yaitu:
1) Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran
pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang
dipakai dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan.
2) Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran
pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik (stock
opname), yaitu dengan cara saldo awal persediaan ditambah pembelian
atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan
dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang digunakan.
d. Beban Penyusutan merupakan nilai penyusutan untuk masing-masing periode
yang diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan
beban penyusutan dalam laporan operasional.
Besarnya beban penyusutan diukur secara sistematik berdasarkan
metode penyusutan yang digunakan. Metode penyusutan yang digunakan
harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan jasa
(service potential) yang akan mengalir ke pemerintah.
Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
1) Metode garis lurus (straight line method);
2) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method);
3) Metode unit produksi (unit of production method)
Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
15
1) Beban Pegawai
Beban Pegawai dicatat sebesar resume tagihan belanja pegawai
dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja pegawai berdasarkan
dokumen Kepegawaian, Daftar Gaji, peraturan perundang-undangan,
dan dokumen lain yang menjadi dasar pengeluaran Negara kepada
pegawai dimaksud yang telah disetujui KPA/ PPK.
2) Beban Persediaan
Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan
berdasarkan transaksi mutasi keluar penggunaan persediaan, dan pada
akhir tahun beban persediaan dilakukan penyesuaian dalam hal
berdasarkan hasil inventarisasi fisik terdapat perhitungan perbedaan
pencatatan persediaan.
3) Beban Barang dan Jasa
Beban barang dan jasa dicatat sebesar resume tagihan belanja
barang dan jasa, tagihan kewajiban pembayaran belanja barang dan jasa
oleh pihak ketiga yang telah disetujui KPA/PPK dan/ atau perhitungan
akuntansi belanja modal yang tidak memenuhi kapitalisasi asset
4) Beban Pemeliharaan
Beban pemeliharaan dicatat sebesar resume tagihan belanja
pemeliharaan, tagihan kewajiban pembayaran belanja pemeliharaan oleh
pihak ketiga yang telah disetujui KPA/PPK dan/ atau pemakaian
persediaan untuk pemeliharaan berdasarkan transaksi mutasi keluar
penggunaan persediaan untuk pemeliharaan.
5) Beban Perjalanan Dinas
Beban perjalanan dinas dicatat sebesar resume tagihan belanja
perjalanan dinas dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja
perjalanan dinas oleh pihak ketiga yang telah disetujui KPA/PPK.
6) Beban Barang untuk diserahkan kepada masyarakat
Beban barang untuk diserahkan kepada masyarakat dicatat
sebesar resume tagihan belanja barang untuk diserahkan kepada
masyarakat, tagihan kewajiban pembayaran belanja barang diserahkan
kepada masyarakat yang telah disetujui KPA/PPK dan/ atau pemakaian
persediaan untuk barang yang diserahkan kepada masyarakat
berdasarkan transaksi mutasi keluar penggunaan persediaan yang
diserahkan kepada masyarakat.
7) Beban Bunga
Beban bunga dicatat sebesar resume tagihan belanja bunga dan/
atau perhitungan akuntansi atas beban bunga akrual yang belum jatuh
tempo yang telah disetujui KPA/PPK
8) Beban Subsidi
16
Beban subsidi dicatat sebesar resume tagihan belanja subsidi dan/
atau tagihan kewajiban pembayaran belanja subsidi oleh pihak ketiga
yang disetujui KPA/PPK.
9) Beban Hibah
Beban hibah dicatat sebesar resume tagihan belanja hibah dan/
atau tagihan kewajiban pembayaran belanja hibah oleh pihak ketiga yang
disetujui KPA/PPK.
10) Beban Bantuan Sosial
Beban bantuan sosial dicatat sebesar resume tagihan belanja
bantuan sosial dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja bantuan
sosial oleh pihak ketiga yang disetujui KPA/PPK.
11) Beban Transfer
Beban transfer dicatat sebesar resume tagihan belanja transfer ke
daerah dan dana desa dan/ atau perhitungan estimasi atas kurang salur
transfer yang belum ditetapkan peraturan dan ketentuan mengenai
kurang salur transfer.
12) Beban Lain-lain
Beban lain-lain dicatat sebesar resume tagihan belanja lain-lain
dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja lain-lain oleh pihak
ketiga yang disetujui KPA/PPK.
13) Beban Penyusutan dan amortisasi
Beban penyusutan dan amortisasi dicatat sebesar perhitungan
akuntansi atas perlakuan penyusutan masing¬masing jenis aset tetap
dalam operasional dan tidak dalam operasional (kecuali tanah) dan
amortisasi aset tidak berwujud.
14) Beban Penyisihan piutang tak tertagih
Beban penyisihan piutang tidak tertagih dicatat sebesar
perhitungan akuntansi atas perlakuan penyisihan piutang tidak tertagih
dengan memperhatikan masing-masing kualitas piutang.
b. Pengukuran Belanja
Belanja diukur berdasarkan azas bruto dari nilai nominal sesuai dengan
SPM/SP2D atau dokumen pengeluaran negara yang dipersamakan dan/ atau
dokumen pengesahan belanja yang diterbitkan oleh Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
17
Konsep pengukuran belanja tidak terdapat dalam IPSAS. Hal ini dapat
dipahami karena IPSAS merupakan standar akuntansi berbasis akrual penuh,
sedangkan belanja dicatat menggunakan basis kas.
Contoh 1:
18
Dibayar belanja pegawai sebesar Rp750.000 dengan menerbitkan SPM dan
SP2D. Berdasarkan SPM/ SP2D satuan kerja memproses dokumen tersebut
sehingga terbentuk jurnal sebagai berikut:
19
Contoh 2:
Dibayar belanja langganan daya dan jasa listrik sebesar Rp l00.000 dengan
menerbitkan SPM dan SP2D. Berdasarkan SPM/SP2D maka satuan kerja
memproses dokumen tersebut sehingga terbentuk jurnal sebagai berikut:
Contoh 3 :
Dibayar belanja pemeliharaan kendaraan operasional sebesar Rp200.000
dengan menerbitkan SPM dan oleh KPPN diterbitkan SP2D. Berdasarkan
SPM/SP2D maka satuan kerja memproses dokumen tersebut, sehingga terbentuk
jurnal sebagai berikut:
20
Contoh:
Satuan kerja membeli peralatan dan mesm berupa printer sebanyak 1 unit
seharga Rp6.000.000. Barang sudah diterima dan telah diterbitkan SPM dan SP2D
sejumlah tersebut. Berdasarkan SPM/SP2D tersebut, maka satuan kerja merekam
dokumen tersebut sehingga terbentuk jurnal sebagai berikut:
21
4. Jurnal Beban Persediaan
Pencatatan beban persediaan hanya dilakukan di SAI dalam buku besar akrual
saja dengan jurnal sebagai berikut.
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Persediaan XXX
Persediaan XXX
Dan terakhir penyerahan barang yang dilakukan dalam rangka bantuan sosial
akan membentuk jurnal akrual sebagai berikut:
22
6. Jurnal Transaksi Uang Persediaan
a. Transaksi Penyediaan Uang Persediaan / Tambahan Uang Persediaan
(UP/TUP)
Transaksi UP /TUP terjadi dengan adanya permintaan UP /TUP kepada
KPPN melalui SPM, dan diterbitkan SP2D oleh KPPN. Pada saat terbit SP2D,
setelah dilakukan perekaman SP2D akan terbentuk jurnal sebagai berikut:
Contoh:
Satuan kerja mengajukan SPM Penyediaan Uang Persediaan sebesar
Rp40.000.000 dan diterbitkan SP2D pada hari yang sama. Berdasarkan SPM/
SP2D tersebut, satuan kerja merekam dokumen tersebut dan akan terbentuk
jurnal sebagai berikut:
Contoh:
21
Satuan kerja mengajukan penggantian UP atas belanja barang
langganan daya dan jasa sebesar Rp3 .000.000 dengan menerbitkan SPM GU
dan diterbitkan SP2D oleh KPPN. Berdasarkan SPM/SP2D tersebut, maka
satuan kerja memproses dokumen tersebut dan terbentuk jurnal sebagai
berikut:
22
Contoh:
Satuan kerja melakukan penyetoran sisa uang persediaan dengan BPN
sebesar Rp50.000. Atas pere kaman tran saksi tersebut dihasilkan jurnal
sebagai berikut:
23
31 Des Beban Amortisasi Aset Tak 37.000.000
Berwujud
Akumulasi Amortisasi Aset Tak 37.000.000
Berwujud
Di sisi lain SAKUN akan membuat jurnal berikut dalam Buku Besar Kas dan
Akrualnya.
Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain xxx
Kas di KUN xxx
Contoh:
Pada satuan kerja ABC terdapat kelebihan belanja perjalanan dinas bulan
Maret 20 16, yang kemudian dikembalikan pada tanggal 10 April 20 16 sebesar
Rp200.000 dengan BPN. Atas perekaman BPN tersebut, akan terbentuk jurnal
sebagai berikut:
27
Jurnal di Buku Besar Akrual SAKUN
Tgl Uraian Debit Kredit
Kas di KUN 200.000
Pengembalian Belanja Barang 200.000
BAB III
KESIMPULAN
28
1. SAP dan IPSAS mendefinisikan beban dengan cara yang serupa. Kedua standar
tersebut mendefinisikan beban sebagai penurunan manfaat ekonomi atau potensi
jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa
pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Terkait belanja, SAP
mendefinisikan belanja sebagai seluruh pengeluaran oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam
periode tahu anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah. Sedangkan IPSAS tidak memiliki definisi khusus terkait
belanja dikarenakan belanja menurut SAP dicatat dengan basis kas sedangkan
IPSAS hanya mengatur basis akrual.
2. SAP mengelompokkan jenis beban berdasarkan klasifikasi ekonominya, yaitu beban
pegawai, beban barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan
social, beban penyusutan asset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak
terduga. Berbeda dengan SAP, IPSAS melakukan pennggolongan beban
berdasarkan fungsi (general public services, defense, public order and safety,
education, health, social protection, housing and community amenities,
recreational/cultural/religion, economic affairs, environmental protection, other
expense, and finance cost) dan berdasarkan sifatnya (wages, salaries, and
employee benefits, grants and other transfer payments, supplies and consumables
used, depreciation and amortization expense, impairment of property plant
equipment, other expenses, and finance cost). Terkait belanja, SAP melakukan
belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi yaitu belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga.
3. Berdasarkan SAP, beban diakui pada saat timbulnya kewajibam terjadinya konsumsi
asset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa sedangkan
belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau entitas pelaporan (khusus pengeluaran melalui bendahara
pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran
tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. IPSAS
menagkui beban berdasarkan Alokasi Rasional dan Sistematis, Pertautan Antara
Pendapatan dan Beban, dan Pengakuan Langsung (Recognize Immediately).
4. Menurut SAP, cara pengukuran beban dibedakan menurut jenis bebannya. Masing-
masing beban memiliki karakterisitik yang berbeda sehingga cara pengukurannya
pun dapat berbeda. Namun pada umumnya, beban dicatat sebesar resume tagihan
belanja dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja berdasarkan dokumen
dokumen yang menjadi dasar pengeluaran Negara yang telah disetujui KPA/ PPK. Di
sisi lain, IPSAS tidak mengatur secara khusus konsep pengukuran beban dalam
standarnya. Dalam IPSAS disebutkan bahwa beban diukur dan dicatat sebesar
beban yang terjadi selama periode pelaporan dan harus dapat diukur secara andal.
Terkait Belanja, SAP menyebutkan bahwa belanja diukur berdasarkan azas bruto
dari nilai nominal sesuai dengan SPM/SP2D atau dokumen pengeluaran negara
yang dipersamakan dan/ atau dokumen pengesahan belanja yang diterbitkan oleh
Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
5. Berdasarkan SAP, beban disajikan dalam Laporan Operasional. Beban dinilai
sebesar akumulasi beban yang terjadi selama satu periode pelaporan dan disajikan
pada Laporan Operasional sesuai dengan klasifikasi ekonomi sedangkan belanja
belanja pada laporan keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
29
a. disajikan sebagai pengeluaran belanja pada Laporan Realisasi Anggaran
(LRA);
b. disajikan sebagai kelompok Arus Kas Keluar dari Aktivitas Operasi dan
Aktivitas Investasi Aset Non Keuangan pada Laporan Arus Kas.
Penyajian menurut IPSAS, pendapatan dan beban disajikan terpisah, tidak saling
menutup/menghapus (offset) agar pengguna laporan memahami maksud transaksi
yang terjadi sehingga dapat menilai arus kas di masa mendatang. Beban yang
disajikan dalam statement of financial performance dapat diklasifikan menurut
klasifikasi ekonomi maupun klasifikasi fungsi.
DAFTAR PUSTAKA
30
International Public Sector Accounting Standards Boards (IPSASB). 1993. Study 2 -
Elements of the Financial Statements of National Governments. International
Federation of Accountants (IFAC).
International Public Sector Accounting Standards Boards (IPSASB). 1996. Study 10 –
Definition and Recognition of Expenses/Expenditures. International Federation of
Accountants (IFAC).
Kuncoro, Arya, dkk. 2018. Akuntansi Beban dan Belanja. Tangerang Selatan: Politeknik
Keuangan Negara STAN.
Suryanovi, Sri. 2014. Buku Seri Akuntansi Pemerintah – Akuntansi Pemerintah Pusat
(Buku 2). Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 215/PMK.05/2013 tentang Jurnal
Akuntansi Pemerintah pada Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 224/PMK.05/2016 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 225/PMK.05/2016 tentang
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Pusat.
31