Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

AKUNTANSI PEMERINTAH KONTEMPORER

“AKUNTANSI BELANJA DAN BEBAN”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1, DENGAN ANGGOTA:

No. Urut
No Nama Mahasiswa NPM Paraf
Daftar Hadir

1 Adetya Candra Yuwana Putra 1401180093 1


2 Arin Perwitasari 1401180098 6
3 Gema Otheliansyah 1401180103 11
4 Mahaini Fitria Aprilyana 1401180108 16
5 Refita Putriana 1401180113 21
6 Sarjoko Dwi Hatmojo 1401180118 26

KELAS 8-2
PRODI D-IV AKUNTANSI ALIH PROGRAM (NON AKT)
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
BULAN MARET TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang - Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan negara untuk menyusun anggaran dan laporan keuangan pemerintah
sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Penganggaran dan pelaporan keuangan harus disusun secara cermat agar dapat
merepresentasikan arah kebijakan pemerintah pada periode pengaggaran disusun.
Selain pendapatan, bagian penting lainnya dalam pengelolaan keuangan negara
adalah belanja. Prinsip penganggaran mengatur kewajiban pemerintah untuk
mengalokasikan belanja secara tepat, efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Perencanaan belanja harus dipertimbangkan secara seksama melalui
prosedur yang ditetapkan dalam UU dan melibatkan berbagai pihak antara lain Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga
terkait, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik
Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).
Sama halnya dengan penganggaran, laporan pertanggungjawaban belanja juga harus
disusun secara benar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku agar dapat
menyajikan laporan belanja yang informatif. Oleh karena itu, standar akuntansi belanja
pemerintah harus disusun secara seksama sebagai acuan penyusunan anggaran dan
laporan keuangan pemerintah yang baik.
Ketentuan standar teknis mengenai belanja negara yang saat ini digunakan
merujuk pada beberapa dasar peraturan yang telah ditetapkan antara lain International
Public Sector Accounting Standards (IPSAS), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71
tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 224/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas PMK 219/PMK.05/2013
Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Adapun yang diatur di dalamnya
antara lain definisi, klasifikasi, pengakuan, pengukuran, penyajian hingga contoh kasus.
Di dalam PP 71 Tahun 2010, telah diatur penggunaan standar akuntansi berbasis
akrual sebagaimana yang dikehendaki oleh UU No. 17 tahun 2003. Saat ini, basis
akrual digunakan untuk menyusun Laporan Operasional, Neraca, dan Laporan
Perubahan Ekuitas. Pada praktiknya, dalam mencatat pendapatan dan belanjanya,
pemerintah menggunakan dua basis yakni kas dan akrual untuk dua laporan yang
berbeda. Laporan Operasional (LO) yang berbasis akrual dan Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) untuk pelaporan berbasis kas. Kedua laporan tersebut mencatat
belanja dengan nomenklatur yang berbeda. Pada Laporan Operasional, digunakan
istilah beban, sedangkan pada Laporan Realisasi Anggaran digunakan istilsh belanja.
Perbedaan perlakuan belanja dalam dua jenis laporan ini harus dapat dipahami
secara seksama agar tidak terdapat kekeliruan dalam penyajiannya. Perbedaan beban
dan belanja perlu dipahami secara menyeluruh mulai dari definisi, klasifikasi,
pengakuan, pengukuran hingga penyajiannya dalam laporan keuangan. Oleh karena
itu, penulis akan membahas Akuntansi Beban dan Belanja berdasarkan standar-standar
yang digunakan di Indonesia.

2
B. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Pembahasan akan disajikan dalam susunan sebagai berikut:
1. Definisi belanja dan beban
2. Klasifikasi belanja dan beban
3. Pengakuan belanja dan beban
4. Pengukuran belanja dan beban
5. Jurnal standar dan contoh kasus

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI BELANJA DAN BEBAN


1. Terminologi
Pemakaian istilah untuk transaksi atau kejadian yang mengakibatkan keluarnya
aliran kas/sumber daya keluar memiliki bentuk dan istilah yang beragam.Ada yang
menyebut sebagai expense, expenditure dan ada juga yang menggunakan istilah
disbursement. Karena memiliki arti yang hampir sama, maka seringkali terjadi
kerancuan dalam penggunaanya . Secara harafiah, apabila kata- kata tersebut
diartikan, akan memiliki makna sebagai berikut:
 Expense : bea, beban, biaya, pengeluaran, belanja
 Expenditure : belanja, pembelanjaan, pengeluaran
 Disbursement : pembayaran, pengeluaran
Dari arti tersebut terlihat bahwasanya ketiganya memiliki arti yang hampir
identik. Ketiganya memiliki makna sebagai pengeluaran. Kemudian jika merujuk
pada definisi masing-masing kata, maka ketiga istilah tersebut dapat
diperbandingkan sebagai berikut:

Dalam akuntansi pemerintah, penggunaan istilah “beban” memiliki tempat


masingmasing. Sesuai dengan studi yang dikeluarkan IFAC PSC, melalui Study 2,
Elements of the Financial Statements of National Government-nya, penggunaan
istilah “beban” mengalami pergeseran sesuai dengan basis akuntansi yang dipakai
oleh suatu negara. Sebagai contoh, bentuk “disbursement” lebih dipakai daripada
“expenditure” pada basis kas atau kas modifikasi. Berdasarkan sistem akuntansi
akrual dimodifikasi, dipakai istilah “expenditure”.
Istilah beban kadang-kadang digunakan untuk merujuk kepada pembayaran
tunai maupun biaya barang dan jasa yang diperoleh, terlepas dari waktu pembayaran
yang terkait. Jika basis akuntansi yang diadopsi adalah akrual penuh, maka
terminologi akan bergeser ke “expense”. IFAC Studi 2 merangkum perbedaan utama
antara masing-masing basis sebagai berikut:

4
a. Basis Kas
Pada pelaporan keuangan dengan sistem akuntansi pemerintah berbasis
kas, lebih cenderung mengunakan terminologi “disbursement” karena
menyangkut pencatatan atas aliran kas keluar yang terjadi pada suatu periode.
Pengeluaran kas yang dilaporkan dengan dasar ini mencakup arus kas yang
dihasilkan dari, misalnya, akuisisi aset, pembayaran kembali utang atau
pembayaran untuk jasa yang diterima.
b. Basis kas Modifikasi
Terminologi “disbursement” dipakai pada pelaporan keuangan dengan
basis kas modifikasi. Karakteristik basis kas modifikasi (modified cash basis)
yaitu sebagai berikut:
• Pembukuan masih dibuka pada akhir periode dengan ditambah suatu
jangka waktu tertentu setelah tahun buku.
• Penerimaan dan pengeluaran yang terjadi selama periode perpanjangan
tersebut, berasal dari transaksi sebelumnya, diakui sebagai pendapatan
dan pengeluaran dari tahun fiskal sebelumnya.
• Arus kas pada awal periode pelaporan, yang telah
dipertanggungjawabkan pada periode sebelumnya dikurang aliran kas
pada periode saat ini.
c. Basis Akrual Modifikasi
Dengan basis akuntansi akrual modifikasi, “expenditure” dibandingkan
dengan “expense” umumnya dianggap sebagai elemen. “Expenditure” adalah
biaya yang terjadi selama periode terkait dengan perolehan barang dan jasa,
terlepas dari pembayaran telah dibuat maupun tidak dibuat, dan termasuk
jumlah ditransfer atau oleh karena penerimaan manfaat oleh yang berhak
sesuai dengan kebijakan pemerintah. Tidak seperti basis kas dan basis kas
modifikasi, pengakuan belanja tidak bergantung pada waktu arus kas terkait.
Namun, tidak ada penangguhan beban yang akan dikonsumsi di masa
mendatang; aset fisik yang akan memberikan layanan selama beberapa
periode yang akan datang "dihapuskan" pada periode yang diakuisisi. Oleh
karena itu, “expenditure” cenderung mencerminkan beban sumber daya yang
diperoleh dan / atau dialihkan selama periode daripada beban sumber daya
yang dikonsumsi dalam penyediaan barang dan jasa selama periode tersebut.
d. Basis Akrual Penuh
IFAC PSC Studi 2 menyatakan bahwa “The full accrual basis of
accounting reports on the economic resources or service potentials (assets)
and obligations (liabilities) of the entity, and changes therein. It requires the
capitalization of expenditures on the acquisition of all capital assets and the
depreciation of those assets as their service potential is consumed.” (paragraph
.026) Dasar akrual penuh akuntansi mengakui semua aset, kewajiban,
pendapatan dan beban dari entitas. Fokusnya adalah pada pengukuran dan
pelaporan biaya barang dan jasa yang dikonsumsi selama periode pelaporan.
Penyusutan berkaitan dengan penggunaan aset tetap dan penyesuaian

5
penilaian untuk semua aset akan menjadi contoh dari transaksi atau peristiwa
yang diakui sebagai “expense” tetapi tidak dimasukkan sebagai “expenditure”.

2. Perbandingan Definisi Beban dan Belanja


a. Definisi Beban berdasarkan SAP
Menurut PP No.71 Tahun 2010, yang dimaksud dengan beban adalah
penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang
menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau
timbulnya kewajiban.
b. Definisi Beban berdasarkan IPSAS
IPSAS 1 mendefinisikan beban sebagai penurunan manfaat ekonomi
atau layanan yang potensial yang terjadi selama periode pelaporan dalam
bentuk arus keluar atau konsumsi aset atau terjadinya kewajiban yang
menyebabkan turunnya nilai bersih aset atau ekuitas, selain yang berhubungan
dengan kepemilikan pemilik (distribution of owners). Definisi ini berbeda
dengan pengertian beban pada akuntansi sektor swasta. Beban pada
akuntansi sektor swasta terjadi karena konsumsi aset atau terjadinya beban
yang disebabkan oleh produksi atau pengantaran barang atau penyerahan
jasa. Dengan kata lain, beban pada akuntansi sektor swasta berhubungan
langsung dengan perolehan pendapatan. Ini juga bersesuaian dengan prinsip
revenue matching cost. Prinsip ini tidak diketemukan dalam akuntansi beban di
sektor publik terutama sektor pemerintah. Salah satu penyebabnya karena
sulitnya menelusuri beban-beban yang berkaitan dengan perolehan
pendapatan pemerintah dan tujuan kegiatan operasional pemerintah untuk
melayani masyarakat.
c. Definisi belanja berdasarkan SAP
Menurut SAP, belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode
tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah.

B. KLASIFIKASI BELANJA DAN BEBAN


Salvatore dan Tommasi (1999) menyatakan bahwa klasifikasi belanja sangat
diperlukan dalam penganggaran dan pelaporan keuangan pemerintah, dalam rangka:
1. memformulasikan kebijakan dan mengindentifikasi alokasi sumber daya
sektor-sektor
2. mengidentifikasi tingkatan kegiatan pemerintah melalui penilaian kinerja
pemerintah, dan
3. membangun akuntabilitas atas ketaatan pelaksanaan dengan otorisasi yang
diberikan oleh legislatif
Melalui klasifikasi belanja/beban, pembaca informasi dapat melihat arah kebijakan
pemerintah selama tahun anggaran bersangkutan, mengevaluasi perencanaan dan
realisasi belanja apakah telah tepat sasaran dan telah dilaksanakan sesuai yang telah
disahkan dalam perencanaan. PMK No. 224 tahun 2016 membagi klasifikasi belanja

6
dan beban secara terpisah. Pemisahan tersebut sesuai dengan karakteristik yang
melekat pada basis yang digunakan. Belanja yang berbasis kas akan diklasifikasikan
berbeda dengan beban yang berbasis akrual.

1. Klasifikasi Belanja
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 11 ayat (5), belanja dirinci menurut
organisasi, fungsi dan jensi belanja. Klasifikasi tersebut dipertegas dalam PSAP 02
tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas yang membagi belanja
berdasarkan organisasi, fungsi, dan ekonomi (jenis belanja). Sedangkan rincian
klasifikasi anggaran belanja diatur dalam PMK No. 127/PMK.02/2015 tentang
Klasifikasi Anggaran. Dalam buletin teknis SAP nomor 04 dinyatakan bahwa
klasifikasi tersebut memiliki tujuan, yaitu:
 klasifikasi organisasi diperlukan untuk keperluan akuntabilitas
 klasifikasi fungsi digunakan untuk analisis historis dan formulasi kebijakan
 klasifikasi ekonomi (jenis belanja) diperlukan untuk tujuan statistik dan
obyek (jenis belanja), ketaatan (compliance), pengendalian (control) dan
analisis ekonomi.
a. Klasifikasi Belanja Menurut Organisasi
Klasifikasi organisasi adalah pengelompokan anggaran belanja negara
berdasarkan struktur organisasi kementerian negara/lembaga dan bendahara
umum negara. Klasifikasi organisasi dibagi atas Kode Bangian Anggaran (BA),
mulai dari BA 001 untuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sampai dengan BA 120 untuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
dan BA 999 untuk Bendahara Umum Negara. Rincian klasifikasi Organisasi
dapat dilihat dalam Lampiran I PMK No. 127/PMK.02/2015.
b. Klasifikasi Belanja Menurut Fungsi
Klasifikasi Fungsi adalah pengelompokan anggaran belanja negara
berdasarkan fungsi-fungsi pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian
negara/lembaga dan bendahara umum negara. Lampiran II PMK No.
127/PMK.02/2015 menetapkan rincian fungsi, subfungsi, dan kegiatan yang
termasuk di dalamnya. Adapun belanja berdasarkan fungsi dibagi menjadi 11,
yaitu:
o Pelayanan umum
o Pertahanan
o Ketertiban dan keamanan
o Ekonomi
o Perlindungan lingkungan hidup
o Perumahan dan fasilitas umum
o Kesehatan
o Pariwisata
o Agama

7
o Pendidikan, dan
o Perlindungan sosial.

Klasifikasi-klasifikasi tersebut didasarkan pada fungsi-fungsi utama


pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
c. Klasifikasi Belanja Menurut Ekonomi
Klasifikasi ekonomi atau jenis belanja adalah pengelompokan anggaran
belanja negara berdasarkan jenis belanja pada kementerian negara/lembaga
dan bendahara umum negara. Jenis belanja untuk pemerintah pusat yaitu
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Rincian klasifikasi ekonomi dalam
Lampiran III PMK No. 127/PMK.02/2015 adalah sebagai berikut:
1) Belanja Pegawai (Kode 51)
Belanja Pegawai adalah kompensasi terhadap pegawai baik dalam
bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai
pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat negara, Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang
belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi
pemerintah.
Contoh: belanja gaji, tunjangan, pensiun, uang duka, dll.
2) Belanja Barang dan Jasa (Kode 52)
Belanja Barang merupakan pengeluaran untuk menampung
pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang
dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan
barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat
dan belanja perjalanan. Belanja barang pada umumnya difokuskan untuk
pembiayaan operasional kantor, pemeliharaan aset, biaya perjalanan, dan
termasuk dengan biaya honor pengelola anggaran. Selain itu, pengadaan
aset yang nilainya di bawah nilai kapitalisasi juga digolongkan dalam belanja
barang.
Contoh: belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja
perjalanan dinas, belanja barang BLU dan belanja, barang untuk diserahkan
kepada masyarakat.
3) Belanja Modal (Kode 53)
Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran dalam rangka
memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang
memberi manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi (12 (dua
belas) bulan) serta melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap
atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Contoh: Tanah, peralatan dan mesin, gedung, jalan, irigasi, modal
BLU.
4) Belanja Pembayaran Kewajiban Utang (Kode 54)

8
Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan
pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang
dalam maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman
jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu belanja pembayaran bunga
utang juga dipergunakan untuk pembayaran denda/biaya lain terkait
pinjaman dan hibah dalam maupun luar negeri, serta imbalan bunga. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara.
5) Belanja Subsidi (Kode 55)
Belanja Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang
diberikan pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau
pihak tiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor atau
mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak
sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada
masyarakat melalui perusahaan negara dan/atau perusahaan swasta dan
perusahaan swasta yang diberikan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
6) Belanja Hibah (Kode 56)
Belanja Hibah merupakan pengeluaran pemerintah berupa transfer
dalam bentuk uang/barang/jasa, yang dapat diberikan kepada pemerintah
negara lain, organisasi internasional, pemerintah daerah, atau kepada
perusahaan negara/daerah yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat yang dilakukan
dengan naskah perjanjian antara pemerintah selaku pemberi hibah dan
penerima hibah, serta tidak terus menerus kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundangundangan.
7) Belanja Bantuan Sosial (Kode 57)
Bantuan Sosial merupakan Pengeluaran berupa transfer uang, barang
atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat guna
melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan
kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
8) Belanja Lain-Lain (Kode 58)
Belanja Lain-lain merupakan pengeluaran/belanja pemerintah pusat
yang sifat pengeluarannya tidak masuk dalam pos-pos pengeluaran di atas
serta bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Belanja
lain-lain tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam,
bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah,
bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Contoh: Lain-lain dana cadangan dan risiko fiskal, lain-lain lembaga
nonkemeterian, lain-lain BUN, lain-lain tanggap darurat, dan lainnya.

2. Klasifikasi Beban

9
Pembagian beban menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) diatur dalam
PSAP 12 tentang Laporan Operasional serta PMK No. 224/PMK.05/2016. Namun di
dalam PMK tidak disebutkan definisi per jenis beban, sedangkan PSAP hanya
mendefiniskan beberapa jenis beban. Klasifikasi beban untuk pemerintah pusat yaitu:
 beban pegawai
 beban persediaan
 beban barang dan jasa
 beban pemeliharaan
 beban perjalanan dinas
 beban barang untuk diserahkan kepada masyarakat
 beban bunga
 beban subsidi
 beban hibah
 beban bantuan sosial
 beban transfer
 beban lain-lain
 beban penyusutan dan amortisasi
 beban penyisihan piutang tidak tertagih
Sebagai pembanding, International Public Sector Accounting Standards
(IPSAS) tidak membedakan antara belanja atau beban. Dalam IPSAS, hanya dikenal
istilah expense (beban) yang merujuk pada basis akrual. IPSAS juga tidak mengatur
secara rinci klasifikasi beban melainkan hanya memaparkan garis besar
klasifikasinya yang terdiri atas beban berdasarkan sifat (nature) dan fungsi (function).
Klasifikasi beban dijelaskan dalam bagian presentation of financial statement dalam
Handbook IPSAS volume I.
a. Klasifikasi beban berdasarkan nature
Klasifikasi berdasarkan sifat memiliki pencatatan yang sama dengan
klasifikasi ekonomi (jenis belanja) karena dicatat sesuai tujuan pengeluaran.
Contohnya antara lain:
o wages, salaries, and employee benefits
o purchases of materials
o transport costs
o advertising costs
o supplies and consumable used
o impairment of property, plant, and equipment
o grants and other transfer payments
o depreciation and amortization expense
o finance costs

10
o other expense
b. Klasifikasi berdasarkan function
Klasifikasi beban berdasarkan fungsi menggolongkan beban berdasarkan
program atau tujuan atas beban tersebut, antara lain:
o general public services
o education
o housing and community amenities
o environmental protection
o defense
o health
o recreational, cultural, and religion
o public order and safety
o social protection
o economic affairs
o finance costs
o other expense
Pemerintah dapat memilih penggunaan klasifikasi yang sesuai dengan latar
belakang dan peraturan tiap negara. Sehubungan dengan hal tersebut, IPSAS
mensyaratkan pilihan yang paling relevan dan handal dalam pelaporan. Namun,
karena klasifikasi sifat diperlukan untuk penyusunan perkiraan cash flow, negara
yang memilih klasifikasi fungsi diminta untuk menambahkan pengungkapan yang
diperlukan.

C. PENGAKUAN BELANJA DAN BEBAN


1. Pengakuan Beban Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan Lampiran 1 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah
paragraf 88 disebutkan bahwa kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada
nilai uang akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Ada
kalanya juga pengukuran didasarkan pada estimasi yang layak, tetapi jika tidak
memungkinkan cukup diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam
paragraf selanjutnya, penundaan pengakuan dapat terjadi bila kriteria pengakuan
baru terpenuhi atau tidak terjadi peristiwa di masa mendatang.
Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi kriteria
pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. Kriteria minimum yang perlu
dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa untuk diakui yaitu:
 terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan
kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke
dalam entitas pelaporan yang bersangkutan
 kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dan dapat diestimaasi dengan andal

11
Selanjutnya, dalam praragraf 96, Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban,
terjadinya konsumsi aset, terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa
(dijelaskan lebih rinci pada PMK-224). Paragraf 97 menyebutkan tentang pengakuan
belanja berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui bendahara
pengeluaran, pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas
pengeluaran tesebut disahkan oleh unit yang mempunya gfungsi perbendaharaan.

Metode Pengakuan Beban:


a. Pendekatan Beban, dimana setiap pembelian barang dan jasa akan
diakui/dicatat sebagai beban jika pembelian barang atau jasa itu dimaksud
untuk digunakaan atau dikonsumsi sesegera mungkin
b. Pendekatan Aset, dimana setiap pembelian barang dan jasa akan
diakui/dicatat sebagai persediaan jika pembelian barang dan jasa tersebut
dimaksudkan untuk digunakan dalam satu periode anggaran atau sifatnya
berjaga-jaga.
Pengembalian belanja atas belanja tahun anggaran berjalan diakui sebagai
pengurang belanja tahun anggaran berjalan. Sedangkan, pengembalian belanja atas
belanja pada tahun anggaran sebelumnya diakui sebagai pendapatan lain-lain (LRA).

2. Pengakuan Belanja Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-


224/PMK.05/2016
Beban diakui pada saat:
a. Terjadinya Penurunan Manfaat Ekonomi atau Potensi Jasa
Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi pada
saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset
persangkutan / berlalunya waktu. Contohnya adalah penyisihan piutang,
penyusutan aset tetap, dan amortisasi aset tidak berwujud.
b. Terjadinya Konsumsi Aset
Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat
pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban
dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah.
Contohnya adalah pembayaran gaji pegawai, pembayaran perjalanan dinas,
pembayaran hibah, pembayaran subsidi, dan penggunaan persediaan
c. Timbulnya Kewajiban
Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari pihak
lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara/daerah.
Timbulnya kewajiban antara lain diakibatkan penerimaan manfaat ekonomi dari
pihak lain yang belum dibayarkan atau perjanjian dengan pihak lain atau
karena ketentuan perundang-undangan. Contohnya adalah tagihan rekening
telepon dari rekening listrik yang belum dibayar pemerintah.

12
Dalam hal Badan Layanan Umum, beban diakui dengan mengacu pada
peraturan perundangan yang mengatur mengenai Badan Layanan Umum.
Pengecualian diberiikan pada aset bersejarah dalam pengakuan beban
sehubungan dengan aset yang dimiliki tersebut. Biaya untuk perolehan, konstruksi,
peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan dalam Laporan Operasional sebagai
beban tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh
beban yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi
dan lokasi yang ada pada periode berjalan. Sehingga, tidak ada penyusutan untuk
pengeluaran aset bersejarah ini.

3. Pengakuan Beban Menurut IPSAS


International Federation of Accountants (IFAC) Study 10 mengacu ke IASC
framework dalam hal pengakuan beban. Pada prinsipnya terdapat 3 pendekatan
pengakuan beban yaitu:
a. Pengakuan Langsung (Recognize Immediately)
Beban langsung diakui pada periode terjadinya beban meliputi seluruh
beban yang dikeluarkan. Biaya yang diakui dengan metode pengakuan ini
adalah biaya pinjaman (borrowing cost) yang lebih lanjut diatur dalam IPSAS 5
dan beban atas perlengkapan.
b. Alokasi Rasional dan Sistematis
Pengalokasian sejumlah beban yang sebenarnya terjadi terkait dengan
perolehan pendapatan namun tidak memenuhi kriteria sebab akibat diatur
menggunakan metode ini. Pada perusahaan swasta, pengakuan beban jenis
ini dilakukan pada alokasi beban penyusutan atas peralatan dan gedung.
c. Pertautan Antara Pendapatan dan Beban
Metode ini juga dikenal dengan istilah hubungan sebab-akibat. Metode ini
menjelaskan bahwa dalam memperoleh pendapatan pasti ada biaya yang
dikeluarkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan secara umum dapat diasosiasikan
pada suatu pendapatan.
IPSAS pada dasarnya tidak memperboehkan offset antara akun pendapatan
dan beban kecuali dinyatakan demikian dalam standard lainnya. Hal ini
menyebabkan pengakuan beban pada sektor pemerintahan tidak memenuhi prinsip
revenue matching concept. Dalam akuntansi pemerintah pun, jenis pengakuan ini
sebenarnya tidak diperbolehkan namun tetap dimungkinkan. Ini terkait kegiatan
pemerintah dalam memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat
dengan membayar sejumlah uang. Namun pengakuan ini tetap dilakukan modifikasi
sesuai tujuan kegiatan pemerintah tersebut.
Contoh penggunaan metode pengakuan beban ini adalah biaya yang dikaitkan
dengan produksi persediaan yang diatur dalam IPSAS 12. Biaya-biaya yang
dikeluarkan terkait produksi barang atau jasa seluruhnya dikapitalisasikan ke nilai
persediaan. Biaya tersebut antara lain biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Ketika persediaan dijual, dipertukarkan atau didistribusikan, nilai tercatat (carrying

13
amount) diakui sebagai beban pada periode dimana pendapatan terkait diakui. Jika
tidak ada pendapatan terkait, beban diakui pada saat barang atau jasa terkait telah
diberikan. Selanjutnya penurunan nilai realisasi bersih (net realizable value) diakui
sebagai beban pada periode kerugian atau penurunan terjadi. Pembalikan yang
timbul dari kenaikan nilai realisasi bersih diakui sebagai pengurang beban
persediaan pada periode dimana mereka terjadi. Penggunaan metode ini agaknya
hanya terbatas pada transaksi penyerahan barang atau jasa kepada masyarakat.
Terkait dengan penyusutan, dalam akuntansi sektor pemerintahan, standar
yang digunakan adalah IPSAS 17 yang menerangkan bahwa beban penyusutan
dibebankan secara sistematis selama masa manfaat aset. Adanya tambahan kata
sistematis mengharuskan bahwa penyusutan dilakukan dengan suatu metode
tertentu yang sistematis untuk mengalokasikan beban. Tujuan pembebanan ini tidak
berkaitan dengan perolehan pendapatan sebagaimana yang terjadi disektor swasta
tetapi ditujukan untuk mengetahui dan mencerminkan manfaat ekonomis atau
layanan potensial aset di masa depan.

D. PENGUKURAN BELANJA DAN BEBAN


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan mendefinisikan pengukuran sebagai proses penetapan nilai uang untuk
mengakui dan memasukkan setiap pos ke dalam laporan keuangan. Oleh sebab itu,
setelah sebuah aktivitas/transaksi dikategorikan dan diakui sebagai beban/belanja
entitas, perlu dilakukan pengukuran nilainya untuk selanjutnya dapat dimasukkan dalam
laporan keuangan.
1. Pengukuran Beban dan Belanja menurut PP Nomor 71 Tahun 2010
a. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (berbasis akrual)
1) Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan (termasuk beban dan
belanja) menggunakan nilai perolehan historis. Nilai Historis (Historical
Cost) adalah nilai pengeluaran kas atau setara kas yang dibayar atau
sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh asset
pada saat perolehan. Nilai historis digunakan karena lebih dapat
diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih obyektif dan dapat
diverifikasi.
2) Pengukuran pos pos laporan keuangan (termasuk beban dan belanja)
menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata
uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Ketentuan atas transaksi dalam mata uang asing adalah sebagai
berikut:
a) Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang
rupiah.
b) Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama dengan
yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang
asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang
rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

14
c) Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang digunakan
dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah,
maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah
berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan
untuk memperoleh valuta asing tersebut.
d) Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang digunakan
dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan mata
uang asing lainnya, maka: (1) Transaksi mata uang asing ke mata
uang asing lainnya dijabarkan dengan menggunakan kurs transaksi,
dan (2) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat
dalam rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal
transaksi.
b. Transaksi beban dalam bentuk barang/jasa pengukurannya dilakukan dengan
cara menaksir nilai wajar (fair value) atas barang/jasa tersebut pada tanggal
transaksi. Transaksi semacam ini dilaporkan dalam Laporan Operasional dan
diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat
memberikan semua informasi yang relevan mengenai semua bentuk beban.
c. Beban Persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use of goods),
disesuaikan berdasarkan metode pencatatannya, yaitu:
1) Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran
pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang
dipakai dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan.
2) Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran
pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik (stock
opname), yaitu dengan cara saldo awal persediaan ditambah pembelian
atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan
dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang digunakan.
d. Beban Penyusutan merupakan nilai penyusutan untuk masing-masing periode
yang diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan
beban penyusutan dalam laporan operasional.
Besarnya beban penyusutan diukur secara sistematik berdasarkan
metode penyusutan yang digunakan. Metode penyusutan yang digunakan
harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan jasa
(service potential) yang akan mengalir ke pemerintah.
Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
1) Metode garis lurus (straight line method);
2) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method);
3) Metode unit produksi (unit of production method)
Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.

2. Pengukuran Beban dan Belanja menurut PMK Nomor 224/PMK.05/2016


a. Pengukuran Beban

15
1) Beban Pegawai
Beban Pegawai dicatat sebesar resume tagihan belanja pegawai
dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja pegawai berdasarkan
dokumen Kepegawaian, Daftar Gaji, peraturan perundang-undangan,
dan dokumen lain yang menjadi dasar pengeluaran Negara kepada
pegawai dimaksud yang telah disetujui KPA/ PPK.
2) Beban Persediaan
Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan
berdasarkan transaksi mutasi keluar penggunaan persediaan, dan pada
akhir tahun beban persediaan dilakukan penyesuaian dalam hal
berdasarkan hasil inventarisasi fisik terdapat perhitungan perbedaan
pencatatan persediaan.
3) Beban Barang dan Jasa
Beban barang dan jasa dicatat sebesar resume tagihan belanja
barang dan jasa, tagihan kewajiban pembayaran belanja barang dan jasa
oleh pihak ketiga yang telah disetujui KPA/PPK dan/ atau perhitungan
akuntansi belanja modal yang tidak memenuhi kapitalisasi asset
4) Beban Pemeliharaan
Beban pemeliharaan dicatat sebesar resume tagihan belanja
pemeliharaan, tagihan kewajiban pembayaran belanja pemeliharaan oleh
pihak ketiga yang telah disetujui KPA/PPK dan/ atau pemakaian
persediaan untuk pemeliharaan berdasarkan transaksi mutasi keluar
penggunaan persediaan untuk pemeliharaan.
5) Beban Perjalanan Dinas
Beban perjalanan dinas dicatat sebesar resume tagihan belanja
perjalanan dinas dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja
perjalanan dinas oleh pihak ketiga yang telah disetujui KPA/PPK.
6) Beban Barang untuk diserahkan kepada masyarakat
Beban barang untuk diserahkan kepada masyarakat dicatat
sebesar resume tagihan belanja barang untuk diserahkan kepada
masyarakat, tagihan kewajiban pembayaran belanja barang diserahkan
kepada masyarakat yang telah disetujui KPA/PPK dan/ atau pemakaian
persediaan untuk barang yang diserahkan kepada masyarakat
berdasarkan transaksi mutasi keluar penggunaan persediaan yang
diserahkan kepada masyarakat.
7) Beban Bunga
Beban bunga dicatat sebesar resume tagihan belanja bunga dan/
atau perhitungan akuntansi atas beban bunga akrual yang belum jatuh
tempo yang telah disetujui KPA/PPK
8) Beban Subsidi

16
Beban subsidi dicatat sebesar resume tagihan belanja subsidi dan/
atau tagihan kewajiban pembayaran belanja subsidi oleh pihak ketiga
yang disetujui KPA/PPK.
9) Beban Hibah
Beban hibah dicatat sebesar resume tagihan belanja hibah dan/
atau tagihan kewajiban pembayaran belanja hibah oleh pihak ketiga yang
disetujui KPA/PPK.
10) Beban Bantuan Sosial
Beban bantuan sosial dicatat sebesar resume tagihan belanja
bantuan sosial dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja bantuan
sosial oleh pihak ketiga yang disetujui KPA/PPK.
11) Beban Transfer
Beban transfer dicatat sebesar resume tagihan belanja transfer ke
daerah dan dana desa dan/ atau perhitungan estimasi atas kurang salur
transfer yang belum ditetapkan peraturan dan ketentuan mengenai
kurang salur transfer.
12) Beban Lain-lain
Beban lain-lain dicatat sebesar resume tagihan belanja lain-lain
dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja lain-lain oleh pihak
ketiga yang disetujui KPA/PPK.
13) Beban Penyusutan dan amortisasi
Beban penyusutan dan amortisasi dicatat sebesar perhitungan
akuntansi atas perlakuan penyusutan masing¬masing jenis aset tetap
dalam operasional dan tidak dalam operasional (kecuali tanah) dan
amortisasi aset tidak berwujud.
14) Beban Penyisihan piutang tak tertagih
Beban penyisihan piutang tidak tertagih dicatat sebesar
perhitungan akuntansi atas perlakuan penyisihan piutang tidak tertagih
dengan memperhatikan masing-masing kualitas piutang.
b. Pengukuran Belanja
Belanja diukur berdasarkan azas bruto dari nilai nominal sesuai dengan
SPM/SP2D atau dokumen pengeluaran negara yang dipersamakan dan/ atau
dokumen pengesahan belanja yang diterbitkan oleh Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

3. Pengukuran Beban dan Belanja menurut IPSAS


a. Pengukuran Beban
Konsep pengukuran beban tidak diatur secara khusus dalam standar
yang ditetapkan IPSAS. IPSAS menyebutkan bahwa beban diukur dan dicatat
sebesar beban yang terjadi selama periode pelaporan dan harus dapat diukur
secara andal.
b. Pengukuran Belanja

17
Konsep pengukuran belanja tidak terdapat dalam IPSAS. Hal ini dapat
dipahami karena IPSAS merupakan standar akuntansi berbasis akrual penuh,
sedangkan belanja dicatat menggunakan basis kas.

E. STUDI KASUS : JURNAL STANDAR BEBAN DAN BELANJA


Pencatatan jurnal beban dan belanja dilakukan dalam buku besar kas dan buku
besar akrual, baik oleh satuan kerja (SAI) maupun oleh Kuasa BUN (SAKUN). Satker
membukukan belanja dalam buku besar kas ketika pengeluaran kas terjadi dan
membukukan beban dalam buku besar akrual ketika kewajiban timbul, konsumsi aset
terjadi, atau ketika terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. Di sisi lain,
Kuasa BUN membukukan beban/belanja dalam buku besar kas dan akrual saat
terjadinya pengeluaran uang.
1. Jurnal Beban Sehubungan dengan Timbulnya Kewajiban
Beban yang diakui pada saat kewajiban timbul akibat adanya penggunaan
barang/jasa pihak ketiga yang belum dibayar. Transaksi ini akan menimbulkan utang
beban yang disebut “Beban yang Masih Harus Dibayar”. SAI akan membukukan
transaksi tersebut dalam buku besar akrual saja sedangkan dalam buku besar kas
tidak. Jurnal tersebut adalah sebagai berikut:
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban… (sesuai jenisnya) XXX
Beban yang Masih Harus Dibayar XXX

Contoh: Pada tanggal 31 Desember 2017 terdapat tagihan listrik sebesar


Rp35.000.000,00 yang belum dibayar. Jurnal yang dibuat SAI dalam buku besar
akrualnya adalah:
Tgl Uraian Debit Kredit
31 Des Beban Jasa 35.000.000
Beban yang Masih Harus Dibayar 35.000.000

2. Transaksi Beban/Belanja Operasional


Dokumen sumber transaksi Beban/ Belanja Operasional adalah SPM/SP2D.
Terhadap SPM/SP2D tersebut satuan kerja melakukan perekaman tran saksi
belanja. Kemudian setelah dilakukan validasi dan proses posting maka akan
terbentuk jurnal sebagai berikut:

Contoh 1:

18
Dibayar belanja pegawai sebesar Rp750.000 dengan menerbitkan SPM dan
SP2D. Berdasarkan SPM/ SP2D satuan kerja memproses dokumen tersebut
sehingga terbentuk jurnal sebagai berikut:

19
Contoh 2:
Dibayar belanja langganan daya dan jasa listrik sebesar Rp l00.000 dengan
menerbitkan SPM dan SP2D. Berdasarkan SPM/SP2D maka satuan kerja
memproses dokumen tersebut sehingga terbentuk jurnal sebagai berikut:

Contoh 3 :
Dibayar belanja pemeliharaan kendaraan operasional sebesar Rp200.000
dengan menerbitkan SPM dan oleh KPPN diterbitkan SP2D. Berdasarkan
SPM/SP2D maka satuan kerja memproses dokumen tersebut, sehingga terbentuk
jurnal sebagai berikut:

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain XXX
Kas di KUN XXX

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
08 Apr Ditagihkan ke Entitas Lain 1.050.000
Kas di KUN 1.050.000

3. Jurnal Belanja Modal


Pengeluaran untuk membeli aset tetap atau aset lainnya harus dicatat dalam
buku besar kas di SAI maupun SAKUN. Pembelian aset tetap/aset lainnya tidak akan
dilaporkan sebagai beban modal dalam Laporan Operasional sehingga tidak
dibukukan sebagai beban dalam buku besar akrual. Buku besar akrual hanya
mencatat perolehan/penambahan aset tetapnya saja.
Transaksi Belanja Modal terjadi dengan adanya pengadaan Aset Non Lancar
dan diikuti dengan penerbitan SPM dan SP2D. Terhadap dokumen sumber tersebut
satuan kerja melakukan perekaman dan posti ng, sehingga terbentuk jurnal sebagai
berikut:

20
Contoh:
Satuan kerja membeli peralatan dan mesm berupa printer sebanyak 1 unit
seharga Rp6.000.000. Barang sudah diterima dan telah diterbitkan SPM dan SP2D
sejumlah tersebut. Berdasarkan SPM/SP2D tersebut, maka satuan kerja merekam
dokumen tersebut sehingga terbentuk jurnal sebagai berikut:

Setelah dilakukan perekaman pembelian Peralatan dan Mesin melalui Aplikasi


SIMAK BMN dan dikirimkan datanya ke Aplikasi SAIBA maka terbentuk jurnal
sebagai berikut:

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain 6 juta
Kas di KUN 6 Juta

21
4. Jurnal Beban Persediaan
Pencatatan beban persediaan hanya dilakukan di SAI dalam buku besar akrual
saja dengan jurnal sebagai berikut.
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Persediaan XXX
Persediaan XXX

Contoh: Pada tanggal 30 Juni 2017 diketahui pemakaian persediaan semester


I sebesar Rp40.000.000,00. Jurnal yang akan dibuat oleh SAI dalam buku besar
akrualnya adalah:
Tgl Uraian Debit Kredit
30 Jun Beban Persediaan 40.000.000
Persediaan 40.000.000

Sedangkan Penyerahan / penjualan persediaan kepada masyarakat akan


membentuk jurnal akrual sebagai berikut:

Dan terakhir penyerahan barang yang dilakukan dalam rangka bantuan sosial
akan membentuk jurnal akrual sebagai berikut:

5. Jurnal Beban Penyisihan Piutang


Pencatatan beban penyisihan piutang hanya dilakukan di SAI dalam buku
besar akrual saja dengan jurnal sebagai berikut.
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Penyisihan Piutang Tak XXX
Tertagih
Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX

Contoh: Berdasarkan analisis piutang, ditaksir bahwa jumlah beban penyisihan


piutang pada tahun anggaran 2017 adalah Rp4.000.000,00. Jurnal yang akan dibuat
oleh SAI dalam buku besar akrualnya adalah:
Tgl Uraian Debit Kredit
31 Des Beban Penyisihan Piutang Tak 4.000.000
Tertagih
Penyisihan Piutang Tak Tertagih 4.000.000

22
6. Jurnal Transaksi Uang Persediaan
a. Transaksi Penyediaan Uang Persediaan / Tambahan Uang Persediaan
(UP/TUP)
Transaksi UP /TUP terjadi dengan adanya permintaan UP /TUP kepada
KPPN melalui SPM, dan diterbitkan SP2D oleh KPPN. Pada saat terbit SP2D,
setelah dilakukan perekaman SP2D akan terbentuk jurnal sebagai berikut:

Contoh:
Satuan kerja mengajukan SPM Penyediaan Uang Persediaan sebesar
Rp40.000.000 dan diterbitkan SP2D pada hari yang sama. Berdasarkan SPM/
SP2D tersebut, satuan kerja merekam dokumen tersebut dan akan terbentuk
jurnal sebagai berikut:

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Pengeluaran Transito 40 juta
Kas di KUN 40 Juta

b. Transaksi Penggantian Uang Persediaan (GU)


Transaksi penggantian uang persediaan (GU) hanya mencatat
pengeluarannya saja, tidak mencatat mutasi uang persediaan yang ada.
Sehingga akan terbentuk jurnal sebagai berikut:

Contoh:
21
Satuan kerja mengajukan penggantian UP atas belanja barang
langganan daya dan jasa sebesar Rp3 .000.000 dengan menerbitkan SPM GU
dan diterbitkan SP2D oleh KPPN. Berdasarkan SPM/SP2D tersebut, maka
satuan kerja memproses dokumen tersebut dan terbentuk jurnal sebagai
berikut:

c. Transaksi Pengembalian Uang Persediaan


Transaksi Pengembalian Uang Persediaan terjadi apabila satuan kerja
mengajukan SPM GU Nihil dan Pertanggung Jawaban Tambahan Uang
Persediaan (PTUP) atau menyetor kembali sisa UP /TUP ke Kas Negara. Atas
transaksi diatas akan mengurangi jumlah kas yang ada di Bendahara
Pengeluaran.
Contoh 1:
Satuan kerja mengajukan penggantian belanja pemeliharaan kendaraan
operasional sebesar Rp350.000 dengan menerbitkan SPM GU Nihil dan KPPN
menerbitkan SP2D GU Nihil. Berdasarkan SPM/ SP2D Nihil maka Satuan kerja
memproses dokumen terse but dan terbentuk jurnal sebagai berikut:

Apabila pengembalian uang persediaan dilakukan dengan penyetoran ke


kas negara, akan dijurnal dengan mengurangi akun kas di Bendahara
Pengeluaran dan uang muka dari KPPN saja.

22
Contoh:
Satuan kerja melakukan penyetoran sisa uang persediaan dengan BPN
sebesar Rp50.000. Atas pere kaman tran saksi tersebut dihasilkan jurnal
sebagai berikut:

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Kas di KUN 50.000  
Penerimaan Transito   50.000

7. Jurnal Beban Penyusutan Aset Tetap


Pencatatan beban penyusutan aset tetap hanya dilakukan di SAI dalam buku
besar akrual saja dengan jurnal sebagai berikut.
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Penyusutan… (sesuai XXX
akunnya)
Akumulasi Penyusutan XXX

Contoh: Berdasarkan perhitungan, jumlah penyusutan aset tetap mesin dan


peralatan pada tahun anggaran 2017 adalah sebesar Rp45.000.000,00. Jurnal yang
akan dibuat oleh SAI dalam buku besar akrualnya adalah:
Tgl Uraian Debit Kredit
31 Des Beban Penyusutan Mesin dan 45.000.000
Peralatan
Akumulasi Penyusutan Mesin 45.000.000
dan Peralatan

8. Jurnal Beban Amortisasi Aset Tak Berwujud


Pencatatan beban amortisasi aset tak berwujud hanya dilakukan di SAI dalam
buku besar akrual saja dengan jurnal sebagai berikut.
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Amortisasi Aset Tak XXX
Berwujud
Akumulasi Amortisasi Aset Tak XXX
Berwujud

Contoh: Berdasarkan perhitungan, jumlah penyusutan aset tak berwujud pada


tahun anggaran 2017 adalah sebesar Rp37.000.000,00. Jurnal yang akan dibuat
oleh SAI dalam buku besar akrualnya adalah:
Tgl Uraian Debit Kredit

23
31 Des Beban Amortisasi Aset Tak 37.000.000
Berwujud
Akumulasi Amortisasi Aset Tak 37.000.000
Berwujud

9. Jurnal Koreksi Belanja


Pengembalian belanja adalah kelebihan pembayaran atas belanja/beban yang
menimbulkan hak untuk menerima kembali kelebihan pembayaran tersebut. Koreksi
pengembalian belanja yang terjadi pada periode berjalan atau sebelum laporan
keuangan diterbitkan dilakukan sebagai pengurang belanja/beban pada periode
tersebut dengan jurnal sebagai berikut:
Jurnal di Buku Besar Kas SAI
Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain XXX
Belanja… (sesuai MAK-nya) XXX

Jurnal di Buku Besar Akrual SAI


Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain XXX
Beban … (sesuai MAK-nya) XXX

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Kas di KUN XXX
Ditagihkan ke Entitas Lain XXX

Contoh: Pada tanggal 17 November 2017, Satker ABC membayar biaya


perbaikan mesin absen sebesar Rp6.500.000,00 padahal jumlah seharusnya adalah
Rp5.600.000,00. Kelebihan pembayaran tersebut sudah diterima kembali tanggal 29
November 2017 tahun berjalan di Kas Negara. Jurnal yang akan dibuat oleh SAI
dalam buku besar akrualnya adalah:
Jurnal di Buku Besar Kas SAI
Tgl Uraian Debit Kredit
29 Nov Ditagihkan ke Entitas Lain 900.000
Belanja Barang 900.000

Jurnal di Buku Besar Akrual SAI


Tgl Uraian Debit Kredit
29 Nov Ditagihkan ke Entitas Lain 900.000
Beban Jasa 900.000

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
24
29 Nov Kas 900.000
Ditagihkan ke Entitas Lain 900.000

Adapun Koreksi pengembalian belanja yang terjadi pada periode anggaran


sebelumnya atau setelah laporan keuangan diterbitkan dicatat sebagai pendapatan
lain-lain dengan jurnal sebagai berikut:
Jurnal di Buku Besar Kas SAI
Tgl Uraian Debit Kredit
Diterima dari Entitas Lain XXX
Pendapatan Lain-lain - LRA XXX

Jurnal di Buku Besar Akrual SAI


Tgl Uraian Debit Kredit
Diterima dari Entitas Lain XXX
Pendapatan Lain-lain – LO XXX

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Kas XXX
Diterima dari Entitas Lain XXX

Contoh: Pada tanggal 15 Desember 2017, Satker ABC membayar biaya


pemeliharaan taman sebesar Rp5.400.000,00 padahal jumlah seharusnya adalah
Rp4.500.000,00. Kelebihan pembayaran tersebut baru diterima tanggal 30 Maret
2018 di Kas Negara setelah laporan keuangan diterbitkan. Jurnal yang akan dibuat
oleh SAI dalam buku besar akrualnya adalah:
Jurnal di Buku Besar Kas SAI
Tgl Uraian Debit Kredit
30 Mar Diterima dari Entitas Lain 900.000
Pendapatan Lain-lain - LRA 900.000

Jurnal di Buku Besar Akrual SAI


Tgl Uraian Debit Kredit
30 Mar Diterima dari Entitas Lain 900.000
Pendapatan Lain-lain – LO 900.000

Jurnal di Buku Besar Kas dan Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
30 Mar Kas 900.000
Diterima dari Entitas Lain 900.000

Koreksi Kurang Bayar Belanja/Beban Setelah Laporan Keuangan Terbit


Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (yang mengakibatkan
penambahan belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
25
sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun Saldo Anggaran Lebih
(PASP 10 Par. 14).
Jurnal koreksi ini hanya dibukukan dalam Buku Besar Kas SAKUN karena SAI tidak
memliki akun SAL. Jurnal yang dibuat SAKUN dalam Buku Besar Kas
Tgl Uraian Debit Kredit
Saldo Anggaran Lebih xxx
Kas di KUN xxx

Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga mengakibatkan


penambahan beban, yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain
kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan
pembetulan pada akun ekuitas (PSAP 10 Paragraf 18). Jurnal koreksi ini dibuat di
SAI dan SAKUN dalam buku besar akrual, dengan jurnal sebagai berikut.
Jurnal di Buku Besar Akrual SAI
Tgl Uraian Debit Kredit
Ekuitas xxx
Ditagihkan ke Entitas Lain xxx

Jurnal di Buku Besar Akrual SAKUN


Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain xxx
Kas di KUN xxx

10. Jurnal Standar Transfer Keluar


Transfer keluar dicatat dalam buku besar kas dan buku besar akrual di satker
pengelola transfer maupun SAKUN. Jurnal yang dibuat ketika terjadi transfer dana
perimbangan ke daerah adalah sebagai berikut.
Jurnal Ketika SPM Transfer Terbit
Ketika SPM transfer terbit, transaksi ini hanya dibukukan dalam Buku Besar
Akrual satker pengelola transfer saja, dengan jurnal sebagai berikut.
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Transfer ke Daerah xxx
Beban Transfer yang Masih xxx
Harus Dibayar

Jurnal Ketika SP2D atas SPM Transfer Terbit


Ketika SP2D atas SPM transfer terbit, maka satker pengelola transfer akan
membukukannya dalam buku besar kas maupun buku besar akrual. Di sisi lain,
SAKUN juga akan membukukan SP2D tersebut dalam Buku Besar Kas dan
Akrualnya. Jurnal yang dibuat satker pengelola transfer dalam Buku Besar Kasnya:
Tgl Uraian Debit Kredit
Transfer ke Daerah xxx
Ditagihkan ke Entitas Lain xxx

dan dalam Buku Besar Akrualnya:


26
Tgl Uraian Debit Kredit
Beban Transfer yang Masih Harus xxx
Dibayar
Ditagihkan ke Entitas Lain xxx

Di sisi lain SAKUN akan membuat jurnal berikut dalam Buku Besar Kas dan
Akrualnya.
Tgl Uraian Debit Kredit
Ditagihkan ke Entitas Lain xxx
Kas di KUN xxx

11. Transaksi Pengembalian Belanja


Pengembalian belanja adalah transaksi pengembalian atas belanja satuan
kerja yang telah terjadi sebelumnya, yang dilakukan oleh satuan kerja atau pihak
ketiga atas nama satuan kerja, karena satu atau beberapa sebab sehingga harus
dikembalikan ke kas negara. Dokumen yang digunakan untuk pengembalian belanja
adalah Bukti Penerimaan Negara (BPN). Akun yang digunakan untuk pengembalian
belanja tahun anggaran berjalan sama dengan akun yang digunakan untuk belanj
anya. Sedangkan akun yang digunakan untuk pengembalian belanja tahun anggaran
yang lalu adalah akun Penerimaan Kembali Belanja TAYL, yang terdiri atas :
a. 423951, untuk Penerimaan Kembali Belanja Pegawai TAYL
b. 423952, untuk Penerimaan Kembali Belanja Barang TAYL
c. 423953, untuk Penerimaan Kembali Belanja Modal TAYL
d. 423956, untuk Penerimaan Kembali Belanja Subsidi TAYL (khusus untuk BA
999.07)
e. 423957, untuk Penerimaan Kembali Belanja Bantuan Sosial TAYL
f. 423958, untuk Penerimaan Kembali Belanja Lain-lain TAYL (khusus untuk BA
999.08)

Contoh:
Pada satuan kerja ABC terdapat kelebihan belanja perjalanan dinas bulan
Maret 20 16, yang kemudian dikembalikan pada tanggal 10 April 20 16 sebesar
Rp200.000 dengan BPN. Atas perekaman BPN tersebut, akan terbentuk jurnal
sebagai berikut:

27
Jurnal di Buku Besar Akrual SAKUN
Tgl Uraian Debit Kredit
Kas di KUN 200.000
Pengembalian Belanja Barang 200.000

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

28
1. SAP dan IPSAS mendefinisikan beban dengan cara yang serupa. Kedua standar
tersebut mendefinisikan beban sebagai penurunan manfaat ekonomi atau potensi
jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa
pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Terkait belanja, SAP
mendefinisikan belanja sebagai seluruh pengeluaran oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam
periode tahu anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah. Sedangkan IPSAS tidak memiliki definisi khusus terkait
belanja dikarenakan belanja menurut SAP dicatat dengan basis kas sedangkan
IPSAS hanya mengatur basis akrual.
2. SAP mengelompokkan jenis beban berdasarkan klasifikasi ekonominya, yaitu beban
pegawai, beban barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan
social, beban penyusutan asset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak
terduga. Berbeda dengan SAP, IPSAS melakukan pennggolongan beban
berdasarkan fungsi (general public services, defense, public order and safety,
education, health, social protection, housing and community amenities,
recreational/cultural/religion, economic affairs, environmental protection, other
expense, and finance cost) dan berdasarkan sifatnya (wages, salaries, and
employee benefits, grants and other transfer payments, supplies and consumables
used, depreciation and amortization expense, impairment of property plant
equipment, other expenses, and finance cost). Terkait belanja, SAP melakukan
belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi yaitu belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga.
3. Berdasarkan SAP, beban diakui pada saat timbulnya kewajibam terjadinya konsumsi
asset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa sedangkan
belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau entitas pelaporan (khusus pengeluaran melalui bendahara
pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran
tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. IPSAS
menagkui beban berdasarkan Alokasi Rasional dan Sistematis, Pertautan Antara
Pendapatan dan Beban, dan Pengakuan Langsung (Recognize Immediately).
4. Menurut SAP, cara pengukuran beban dibedakan menurut jenis bebannya. Masing-
masing beban memiliki karakterisitik yang berbeda sehingga cara pengukurannya
pun dapat berbeda. Namun pada umumnya, beban dicatat sebesar resume tagihan
belanja dan/ atau tagihan kewajiban pembayaran belanja berdasarkan dokumen
dokumen yang menjadi dasar pengeluaran Negara yang telah disetujui KPA/ PPK. Di
sisi lain, IPSAS tidak mengatur secara khusus konsep pengukuran beban dalam
standarnya. Dalam IPSAS disebutkan bahwa beban diukur dan dicatat sebesar
beban yang terjadi selama periode pelaporan dan harus dapat diukur secara andal.
Terkait Belanja, SAP menyebutkan bahwa belanja diukur berdasarkan azas bruto
dari nilai nominal sesuai dengan SPM/SP2D atau dokumen pengeluaran negara
yang dipersamakan dan/ atau dokumen pengesahan belanja yang diterbitkan oleh
Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
5. Berdasarkan SAP, beban disajikan dalam Laporan Operasional. Beban dinilai
sebesar akumulasi beban yang terjadi selama satu periode pelaporan dan disajikan
pada Laporan Operasional sesuai dengan klasifikasi ekonomi sedangkan belanja
belanja pada laporan keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

29
a. disajikan sebagai pengeluaran belanja pada Laporan Realisasi Anggaran
(LRA);
b. disajikan sebagai kelompok Arus Kas Keluar dari Aktivitas Operasi dan
Aktivitas Investasi Aset Non Keuangan pada Laporan Arus Kas.
Penyajian menurut IPSAS, pendapatan dan beban disajikan terpisah, tidak saling
menutup/menghapus (offset) agar pengguna laporan memahami maksud transaksi
yang terjadi sehingga dapat menilai arus kas di masa mendatang. Beban yang
disajikan dalam statement of financial performance dapat diklasifikan menurut
klasifikasi ekonomi maupun klasifikasi fungsi.

DAFTAR PUSTAKA

30
International Public Sector Accounting Standards Boards (IPSASB). 1993. Study 2 -
Elements of the Financial Statements of National Governments. International
Federation of Accountants (IFAC).
International Public Sector Accounting Standards Boards (IPSASB). 1996. Study 10 –
Definition and Recognition of Expenses/Expenditures. International Federation of
Accountants (IFAC).
Kuncoro, Arya, dkk. 2018. Akuntansi Beban dan Belanja. Tangerang Selatan: Politeknik
Keuangan Negara STAN.
Suryanovi, Sri. 2014. Buku Seri Akuntansi Pemerintah – Akuntansi Pemerintah Pusat
(Buku 2). Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 215/PMK.05/2013 tentang Jurnal
Akuntansi Pemerintah pada Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 224/PMK.05/2016 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 225/PMK.05/2016 tentang
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Pusat.

31

Anda mungkin juga menyukai