Anda di halaman 1dari 24

KONFLIK DI LIBYA DAN INTERVENSI ASING MASA MUAMMAR KHADDAFI

(2011)

Abstrak

Makalah ini menjelaskan konflik Libya pada masa Muammar Khadafi. Konflik tersebut antara
rakyat yang anti pemerintah dengan pasukan pro pemerintah. Rakyat ingin agar pemerintahan
Khadafi berakhir karena terdapat pengekangan dalam kebebasan bersuara dan kesulitan
ekonomi. Pada masa pemerintahannya ia menerapkan kebijakan-kebijakan yang sangat otoriter
terhadap rakyatnya. Sehingga dengan kebijakannya tersebut ia mampu mempertahankan
kekuasaannya selama 42 tahun. Pada 2011 konflik Libya menghasilkan berakhirnya
pemerintahan Khadafi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, meliputi proses
pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan penulisan. Dalam hasil
penelitian ini konflik Internal Libya mengakibatkan banyak warga sipil yang menjadi korban.
Dalam situasi tersebut, pihak asing memanfaatkannya dengan melakukan intervensi terhadap
perang tersebut. Intervensi ini didalangi oleh Amerika Serikat dengan tujuan untuk
menyelematkan hak asasi manusia rakyat Libya. Selain itu, terdapat keterlibatan NATO dalam
intervensi tersebut. Akan tetapi dalam intervensi ini terdapat tujuan lainnya ialah keinginan untuk
menguasai sektor minyak Libya. Keterlibatan pihak asing membuat rakyat Libya mendapatkan
bantuan untuk menurunkan pemerintahan Khadafi. Konflik ini berakhir setelah terbunuhnya
Khadafi.
Kata Kunci : Muammar Khadafi , Konflik Libya , Intervensi Asing

Abstract

This paper describes the Libyan conflict at the time of Muammar Gaddafi. The conflict was
between anti-government people and pro-government troops. The people want Gaddafi's rule to
end because there are restrictions on freedom of speech and economic hardship. During his reign,
he implemented very authoritarian policies towards his people. So that with this policy he was
able to maintain his power for 42 years. In 2011 the Libyan conflict resulted in the end of
Gaddafi's rule. This research uses historical research methods, including the process of selecting
topics, collecting sources, verification, interpretation and writing. In the results of this study, the
Libyan Internal conflict resulted in many civilians becoming victims. In this situation, foreign
parties took advantage of it by intervening in the war. This intervention was orchestrated by the
United States with the aim of preserving the human rights of the Libyan people. In addition,
there is NATO involvement in the intervention. However, in this intervention there is another
objective, namely the desire to control the Libyan oil sector. The involvement of foreign parties
to get the Libyan people to get help to bring down Gaddafi's government. This conflict ended
after the killing of Gaddafi.

Keywords : Muammar Gaddafi, Libyan Conflict, Foreign Intervention

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Sebelum pemerintahaan Libya dipimpin oleh Muammar Khadafi (1969-2011), bentuk


pemerintahan Libya adalah monarki. Pemimpin Libya sebelum Khadafi adalah Raja Idris I
(1951-1969). Dalam masa kepemimpinan Raja Idris I, masyarakat Libya tidak mengalami
kesejahteraan. Walaupun pada saat itu Libya memiliki kekayaan minyak yang melimpah, hasil
dari kekayaan tersebut tidak dipergunakan dengan baik untuk memakmurkan negaranya.

Kolusi dan nepotisme merupakan perbuatan yang sering dilakukan oleh Raja Idris I.
Keadaan seperti ini membuat rakyat marah dan melakukan perlawanan sehingga pada 1
September 1969 terjadi peristiwa penggulingan kekuasaan Raja Idris I. Peristiwa tersebut
dipimpin oleh Muammar Khadafi. Pada peristiwa tersebut, terdapat tiga tujuan utama dari
Muammar Khadafi, yaitu kebebasan, sosialisme, dan persatuan (Harris : 1986).

Setelah berhasil menurunkan jabatan Raja Idris I, Muammar Khadafi resmi sebagai
pemimpin Libya. Kemudian, dia mengubah nama negara Libya menjadi Republik Arab Libya.
Selain itu, tujuannya dalam memimpin Libya adalah agar paham Nasionalisme Arab dapat
terjalankan dengan baik dan ia bercita-cita agar semua Negara Arab bersatu sesuai dengan Pan-
Arabisme. Paham Nasionalisme Arab tersebut terinspirasi dari sosok Gamal Abdul Nasser di
Mesir, sehingga ia menerapkannya ketika menjadi pemimpin Libya.

Pada masa awal pemerintahannya, Muammar Khadafi dikenal sangat memperdulikan


rakyat, berkharisma, dan anti Barat. Berbagai perubahan ia lakukan pada masa pemerintahannya,
seperti Arabisasi, penggunaan syariat Islam dan Al-Quran sebagai dasar utama hukum di Negara
Libya, pelarangan penjualan minuman beralkohol, serta kebijakan-kebijakan luar negeri. Selain
itu, terdapat beberapa gebrakan yang dilakukan Muammar Khadafi dalam bidang ekonomi,
antara lain pengurangan tarif sewa, peningkatan upah tenaga kerja, dan adanya kerja sama antara
bank dalam negeri dengan bank-bank asing.
Muammar Khadafi merupakan sosok pemimpin yang sosialis. Berbagai kebijakan ia buat
dengan tujuan agar rakyatnya makmur dan mendapatkan keadilan dalam segala hal dan
berkecukupan dari segi jasmani dan rohaninya. Selain itu, ia menjadikan rakyat ikut berperan
serta di dalam negara Libya pada masa kepemimpinannya. Dalam program pemerintahannya, ia
menerapkan demokrasi rakyat. Dalam demokrasi rakyat tersebut terdapat kongres rakyat dan
komite rakyat (Baidhawy : 2000).

Pada Kongres rakyat, rakyat ikut berperan dalam membuat keputusan-keputusan terkait
pelaksanaan pemerintahan. Pada Komite rakyat, rakyat memiliki peran sebagai pelaksana
keputusan-keputusan yang sudah ditetapkan oleh Kongres rakyat. Jadi, prinsip pemerintahan
Muammar Khadafi adalah pemerintahan itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu sendiri.

Pada 2011, gaya kepemimpinan Muammar Khadafi yang otoriter membuat rasa simpati
rakyat kepadanya luntur dan menimbulkan konflik internal di Libya. Selain itu, terdapat
kebijakan-kebijakan yang ia buat dengan melarang kebebasan hidup rakyatnya, seperti
kebebasan pers dalam menyuarakan berita dan rakyat harus selalu tunduk patuh terhadapnya. Ia
tidak segan untuk menghilangkan nyawa rakyatnya apabila tidak mengikuti perintahnya.
Pemerintahannya berakhir ketika ia tewas terbunuh saat terjadi konflik dengan pihak asing.
Kemudian, jasadnya dibawa keliling kota Libya. Rakyat Libya sangat senang dengan situasi
tersebut karena mereka menganggap telah berhasil meruntuhkan rezim Mummar Khadafi.
Adanya berbagai peristiwa yang terjadi di Libya, mendorong penulis untuk melakukan penelitian
terhadap faktor-faktor pendorong terjadinya konflik Libya, seperti gaya kepemimpinan dan
kebijakan Muammar Khadafi di Libya, serta kronologi kejadian konflik di Libya pada masa
kepemimpinan Muammar Khadafi. (Ayoub : 2004).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, penulis merumuskan beberapa
rumusan masalah yakni:

1. Apa saja kebijakan-kebijakan Muammar Khadafi yang merugikan Rakyat Libya?


2. Mengapa muncul Intervensi Asing dalam Konflik Libya pada masa Muammar
Khadafi?

3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan kebijakan yang dibuat Muammar Khadafi di Libya


2. Menjelaskan konflik di Libya yang terjadi pada masa pemerintahan Muammar
Khadafi

4. Tinjauan Pustaka
Libya dalam masa kepemimpinan Muammar Khadafi sangat menjadi sorotan sehingga
banyak sekali penelitian mengenai negara tersebut. Terdapat berbagai penelitian yang membahas
mengenai Khadafi, baik dari gerakan-gerakannya maupun ideologinya. Namun, belum ada
penelitian yang membahas mengenai gaya kepemimpinan dan kebijakan Muammar Khadafi
yang pada akhirnya menyebabkan konflik di Libya. Pada penelitian ini, penulis akan membahas
secara detail mengenai gaya kepemimpinan Muammar Khadafi yang mampu mempertahankan
kekuasaannya selama 42 tahun dan kebijakan-kebijakannya yang menjadikan Libya sebagai
negara yang besar dan disegani oleh dunia internasional. Akan tetapi, gaya kepemimpinannya
tersebut membuat pihak-pihak asing merasa terganggu. Gaya kepemimpinannya tersebut memicu
konflik di Libya. Dalam Konflik tersebut terdapat intervensi yang dilakukan pihak Asing.
Konflik Internal Libya yang mengalami Intervensi pihak Asing yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
Terdapat tinjauan terdahulu yang digunakan penulis sebagai sumber pustaka pada
penelitian ini, yaitu berupa buku dan jurnal ilmiah. Buku dan jurnal tersebut membahas
pemikiran dan siasat Muammar Khadafi dalam menjalankan kekuasaannya. Tinjauan tersebut
akan diuraikan sebagai berikut.

Buku yang digunakan penulis berjudul “Politik Berbasis Agama: Perlawanan Muammar
Qaddafi terhadap Kapitalisme” karya Endang Mintarja yang diterbitkan pada 2006. Endang
menjelaskan pemikiran seorang Muammar Khadafi yang merupakan sosialis. Selain itu, Endang
juga menjelaskan mengenai kehidupan Muammar Khadafi dan sejarah Libya. Pembahasan pada
buku ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis. Penulis akan membahas mengenai
konflik Libya yang mengalami Intervensi pihak Asing, sedangkan Endang lebih membahas
mengenai sosok Muammar Khadafi yang melawan kapitalisme di Libya.
Selain buku, penulis juga menggunakan jurnal berjudul “The Political Belief System of
Qaddafi Power Politics and Self-Fulfilling Prophecy” yang ditulis oleh Mohammed Barween
dan diterbitkan oleh The Journal of Libyan pada 2003. Barween membahas mengenai seorang
Muammar Khadafi yang menjadi pahlawan bagi masyarakat Libya. Selain itu, Barween juga
membahas mengenai siasat Muammar Khadafi dalam melangsungkan kekuasaannya dan
beberapa peristiwa kudeta yang terjadi pada saat pemerintahannya. Pembahasan pada jurnal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis. Barween lebih menjelaskan mengenai siasat
Muammar Khadafi dalam bidang politik, sedangkan penulis akan membahas mengenai konflik
Libya yang mengalami Intervensi pihak Asing.
B. Metode dan Kerangka Teori
Dalam metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Penelitian sejarah
merupakan penelitian yang fokus pembahasannya terkait dengan masa lalu. Terdapat beberapa
tahapan penelitian yakni heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi (Kuntowijoyo :
2003).
Heuristik merupakan kegiatan menemukan terkait sumber-sumber sejarah baik tertulis
maupun lisan. Selain itu terdapat verifikasi yakni menguji sumber sejarah yang digunakan agar
sumber sejarah tersebut dapat dipastikan kebenarannya dan sesuai dengan fakta sejarah.
Selanjutnya terdapat interpretasi yang merupakan penafsiran dari sumber-sumber sejarah yang
telah ada.
Dalam melakukan penafsiran terdapat dua tahapan yakni analisis dan sintesis. Pada
analisis dilakukan sebagai cara untuk mendapatkan fakta terkait sejarah yang ditemukan.
Selanjutnya pada sintesis yakni menggabungkan fakta-fakta sejarah yang berhasil ditemukan.
Tahapan selanjutnya historiografi yakni fakta-fakta sejarah yang telah dikumpulkan dan telah
dipastikan kebenarannya disusun secara sistematis dalam bentuk penulisan. Melalui tahapan
pada metode ini memudahkan penulis mendapatkan informasi terkait isu-isu mengenai Libya dan
Muammar Khadafi (Kuntowijoyo : 2003).
Pada penelitian ini menggunakan teori konflik. Menurut Dahrendorf (1986), Konflik
terjadi pada setiap kelompok yang berada dalam posisi dominan yang berusaha untuk
mempertahankan status jabatannya. Sedangkan masyarakat yang dalam posisi terpinggirkan
menginginkan adanya sebuah perubahan. Teori konflik akan penulis gunakan untuk menganalisis
konflik di Libya yang mengalami intervensi Pihak Asing.
C. PEMBAHASAN

A. Kebijakan-Kebijakan Pemerintahan Muammar Khadafi

Muammar Khadafi lahir pada 7 Juni 1942 di Sirte, desa Qasr Abu Hadi. Nama
lengkapnya yaitu Muammar Muhammad Abu Minyar Al-Qaddafi. Ayahnya bernama Muhammad
Abdul Salam bin Hamid bin Muhammad. Ibunya bernama Aisha Al-Qaddafi. Pekerjaan ayahnya
sebagai pedagang dan penggembala. Sosok Muammar Khadafi memiliki kelebihan dari anak-
anak pada umumnya. Kelebihannya memiliki sifat keingintahuan yang tinggi, sosok yang serius
dan memiliki jiwa pemberani, tidak ada yang ditakuti selain Allah S.W.T. Dengan kondisi
ekologi di Libya yang terdiri dari gurun pasir itulah yang membentuk kepribadiannya (Ayoub :
2004).

Pendidikan dasarnya dimulai dari pendidikan mengenai Al-Quran yang diajarkan oleh
guru di tempat ia tinggal. Pendidikan dasarnya dilanjutkan ke Sirte selama 4 tahun. Kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama dan berhasil menyelesaikannya di Misrata. Pada
tahun 1956-1961 ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Sebha. Pada jenjang SMA, ia mulai
aktif dalam isu-isu politik. Kemudian dengan teman-teman sekolahnya ia sudah mulai
merencanakan untuk membentuk kelompok militer yang bertujuan sebagai bentuk perlawanan
dalam menjatuhkan rezim Raja Idris I (Bahaudin, 2012). Ia melakukan pidato dalam
menanamkan ideologi-ideologi politik yang ia miliki.

Pada 1961, ia melanjutkan pendidikan militer di Benghazi. Awalnya Ia berencana


melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, akan tetapi ia memilih untuk mengundurkan diri
karena lebih tertarik dengan militer. Melalui militer ia beranggapan dapat melakukan revolusi
Libya dari pemerintahan Raja Idris I yang merupakan pemimpin Libya pada saat itu. Setelah
menyelesaikan pendidikan militernya, ia aktif dalam bidang politik.

Keterlibatan Muammar Khadafi dalam bidang politik diawali ketika ia melakukan


perencanaan untuk menjatuhkan rezim pemerintahan Raja Idris I. Peristiwa tersebut didasari
karena kekecewaan terhadap pemerintahannya yang tidak berhasil memimpin Libya menjadi
negara yang lebih baik dan melakukan korupsi pada tahun 1959 dalam sektor minyak. Peristiwa
ini berlangsung dari 31 Agustus 1969 sampai 1 September 1969.
Pada peristiwa menjatuhkan rezim pemerintahan Raja Idris I dilandasi oleh tiga situasi
(Bahaudin : 2012) yakni :

1. Semua pemimpin militer harus bertugas di wilayah Libya

2. Pemimpin Libya pada saat itu Raja Idris I harus berada di luar kota Cyrenaica karena
merupakan kota yang menjadi pusat kekuatan militernya

3. Para pejabat pemerintahan harus berada di satu kawasan

Pada akhirnya Muammar Khadafi dan pasukannya berhasil meruntuhkan rezim


pemerintahan Raja Idris I. Pada 1 September 1969 Khadafi menjadi pemimpin Negara Libya.
Menurut pandangannya hanya ada satu cara untuk menghentikan rakyat dari penderitaan
eksploitasi kaum kapitalis yakni melalui revolusi. Dalam pandangannya revolusi dan kudeta
adalah dua hal yang berbeda. Kudeta adalah menggantikan sebuah rezim yang memerintah,
meskipun pergantian rezim tersebut tetap dipimpin oleh kediktatoran pemimpin lainnya.
Sedangkan revolusi merupakan penataan ulang tatanan pemerintahaan yang ideal dengan tujuan
persatuan, kemerdekaan, dan sosialisme.

Revolusi tersebut bernama revolusi Al-Fatih yang memiliki tujuan untuk menghilangkan
kesenjangan, keterbelakangan dan, kemiskinan. Pemerintahan yang Anti-Barat sangat dijalankan
dengan baik oleh Muammar Khadafi. Segala hal yang berhubungan dengan Barat tidak boleh
diberlakukan di Libya.

Salah satu contohnya ia melarang peredaran buku yang berasal dari Barat karena
menganggap isi buku tersebut terdapat gagasan dan ideologi Barat. Selain itu apabila buku Barat
tersebut beredar dikhawatirkan dapat menghilangkan kecintaan terhadap warisan Arab atau
sejarah leluhur mereka. Bahkan pertentangan ini sampai disuarakan pada saat ia berpidato di
Zwarah :

“Wahai rakyat, robek dan cabik-cabiklah semua buku luar yang tidak sesuai dengan (nilai)
warisan Arab (al-‘urubah) dalam Islam, serta tidak sesuai degan sosialisme dan kemajuan’’
(Ayoub : 2004).

“Wahai rakyat, hancurkan semua perpustakaan dan toko buku yang cahaya kebenaran tidak
bersinar meneranginya, cahaya yang menuntun orang dan membawa mereka ‘keluar dari gelap
menuju terang’ (Quran 2 : 257). Tetapi dukung mereka selain dari itu yang asli, yang diinginkan
rakyat dan menyenangkan Tuhan dan yang demikian itu harus bertahan. Wahai rakyat, bakar
dan hancurkan semua kurikulum yang mengotori akal kita dengan pelajaran yang dangkal.
Hancurkan setiap cabang ilmu pengetahuan yang tak bisa diletakkan untuk mengabdi kepada
rakyat karena itu bukanlah pengetahuan yang benar!”(Ayoub : 2004).

Pada pemerintahannya ia menerapkan ideologi Sosialisme yang berorientasi ke Islam dan


Arab. Sosialisme Arab-Islam yang diusung Khadafi yakni dasar dalam bersosial maupun
berpolitik. Selain itu dalam sosialisme ini rakyat sangat dilibatkan dalam pemerintahan. Dengan
adanya sosialisme yang diterapkan oleh Muammar Khadafi, ia mengubah kebiasaan yang telah
ada sebelumnya dengan menjadikan masyarakat Libya terbebas dari tekanan atau eksploitasi.
Fokus gagasan sosialisme ini mengusung nilai-nilai kemanusiaan. Setiap waga negara berhak
mengatur menentukan masa depannya dan mengolah harta kepemilikannya tanpa adanya campur
tangan dari pihak lain. Berbagai kebijakan dibuat Khadafi ketika menjadi pemimpin Libya.
Berikut ini kebijakan-kebijakan yang ia buat :

1. Kebijakan Politik

1) Pembentukan Dewan Komando Revolusi dan Jamahiriya

Ketika berhasil melakukan revolusi atas pemerintahan Raja Idris I, fokus utama Khadafi
yakni membentuk sistem atau lembaga pemerintahan. Lembaga otoritas tertinggi tersebut ialah
Revolutionary Command Council atau Dewan Komando Revolusi yang didirikan pada 11
Desember 1969. Dewan komando revolusi merupakan dewan yang memiliki hak dalam
mengatur administrasi negara Libya. Kewenangan yang dimiliki lembaga tersebut dapat
memberhentikan pejabat dan memilih pejabat pemerintahan Libya. Selain itu lembaga ini juga
dapat berperan sebagai pembuat kebijakan-kebijakan baru akan tetapi tetap di bawah persetujan
Khadafi. Dalam pembentukan dewan ini bertujuan untuk menjadikan negara Libya sebagai
negara yang independen dan bebas dari pengaruh asing. (Hajjar : 1980). Dewan ini terdiri dari 12
perwira yang berperan dalam mensukseskan revolusi militer.

Setelah membentuk Republik Sosialis Arab Libya kemudian Khadafi mengubah Libya
menjadi negara Jamahiriya. Jamahiriya merupakan sistem politik yang dikeluarkan oleh
Muammar Khadafi pada tahun 1970. Sistem politik ini merupakan sistem politik secara
demokrasi langsung tanpa melibatkan partai politik. Dalam Jamahiriya ini rakyat dapat berperan
dalam pemerintahan Libya karena terdapat Kongres rakyat, Kongres Nasional Rakyat dan
Kongres Rakyat Sha’biyat yang merupakan wadah untuk masyarakat daerah. Akan tetapi pada
praktiknya rakyat tidak dapat memiliki kewenangan dalam berpolitik maupun menyuarakan
pendapatnya. Keterbatasan tersebut terjadi karena pemerintahan Khadafi yang otoriter.
(Tamburaka : 2011).

2) Persatuan Dunia Arab

Persatuan Dunia Arab atau Pan Arabisme dalam pandangan Khadafi dapat menjadi
kekuatan baru dalam menghadapi kekuatan Barat dan menjadikan Bangsa Arab menjadi lebih
kuat. Dengan adanya pan-Arabisme maka terbentuklah suatu perjuangan yang terdiri dari
bersatunya bangsa-bangsa Arab dalam satu Negara (Dawisha : 1986). Persatuan Dunia Arab ini
merupakan keinginan Khadafi yang ia ingin wujudkan sejak ia berhasil melakukan revolusi pada
Bulan September 1969. Penyatuan dunia Arab ini dilandasi karena kejayaan bangsa Arab pada
masa lalu yang memiliki peradaban yang gemilang. Persatuan bangsa Arab mencakup persatuan
bangsa Arab dari Teluk Persia Sampai Samudra Atlantik.

Pada 20 Agustus 1970, Libya bergabung dengan Suriah dan Mesir dalam Federasi
Republik Arab. Pada saat bergabung, peran Libya di dalam Federasi Republik Arab yakni
membangkitkan semangat nasionalisasi Arab yang dicetuskan oleh Nasser. Namun, pada 7
Oktober 1971, Libya keluar dari Federasi Republik Arab. Dengan demikian keluarnya Libya dari
Federasi Republik Arab disebabkan karena Khadafi secara ideologi bertentangan dengan Anwar
Sadat yang merupakan Presiden Mesir setelah Nasser.

Selain itu Anwar Sadat menganggap persatuan dunia Arab ini bukan hanya sekedar
persatuan antar negara-negara Arab. Akan tetapi ada maksud lain dari Muammar Khadafi yang
ingin menjadi penguasa bangsa-bangsa Arab. Maka Anwar Sadat lebih memilih tidak
melanjutkan persatuan Arab dan lebih memilih melakukan perjanjan damai dengan perdana
menteri Israel yakni Menachen Begin pada 17 september 1978 dengan Amerika Serikat sebagai
saksi (Nuseibeh : 1969). Dengan mendatangani perjanjian antara Mesir dan Isrel, Anwar Sadat
dikecam oleh seluruh negara Arab. Penandantangan tersebut dianggap sebagai sebuah
pengkhianatan terhadapat bangsa Arab, seolah Mesir tidak peduli dengan Palestina yang sedang
berperang melawan Israel. Dengan demikian cita-cita menyatukan bangsa Arab tidak dapat
terealisasikan karena masing-masing memiliki pandangan politik yang tidak sejalur.

3) Menerapkan Syariat Islam sebagai hukum dan penggunaan bahasa Arab

Pada 1972, penerapan syariat Islam dalam hukum di Libya mulai diberlakukan. Kasus-
kasus kejahatan diselesaikan berdasarkan syariat Islam dan Al-Quran. Penyelesaian hukumannya
seperti hukuman potong tangan apabila mencuri. Namun, dalam aturan ini terdapat banding
apabila hukuman tersebut dirasa tidak sesuai. Selain hukum potong tangan, pada tahun 1973
terdapat aturan terhadap larangan minum minuman keras, prostitusi dan tempat bar ditutup
(Harris : 1986).

Kebijakan yang dibuat Khadafi berdasarkan hukum Al-quran dan syariat Islam karena
menurut pandangannya Al-quran berisi penyelesaian dari berbagai masalah dan juga dijelaskan
tata cara bernegara. Selain itu, dalam kepemimpinannya, ia melarang adanya Sufisme.
Pelarangan tersebut karena kekhawatirannya kepada umat Islam yang ingin menjadikan
Muhammad sebagai Tuhan seperti yang dilakukan umat Kristen terhadap yesus. Sehingga ia
menjelaskan bahwa umat Islam berpegang teguh saja kepada Al-Quran. (Ayoub : 2004).

Penggunaan bahasa Arab diterapkan untuk menggantikan bahasa Latin. Penggunaan


bahasa Arab ini diterapkan juga dalam dunia pendidikan. Dengan demikian penerapan aturan
bahasa Arab ini bertujuan untuk menghilangkan bekas kolonialisme yang terdapat di Libya
(Sullivan : 2008). Selain itu, bahasa Arab digunakan sebagai nama jalan, hotel, dan kantor.
Peraturan mengenai penggunaan Bahasa Arab tidak hanya berlaku untuk masyarakat Libya, akan
tetapi warga negara Asing juga. Penggunaan Bahasa Arab untuk warga negara Asing berlaku
ketika ingin membuat visa. Ketika pembuatan visa, surat kunjungan untuk ke Libya ditulis dalam
bahasa Arab.

4) Penghapusan Parlemen, Partai dan Pembatasan Pers

Dalam pandangan Khadafi, parlemen lahir berdasarkan kemenangan partai dalam ajang
pemilihan umum. Ketika parlemen berhasil memenangkan pemilu, fokusnya hanya kepada partai
yang mengusungnya, sehingga kepentingan rakyat tidak diperhatikan. Dengan demikian
kinerjanya tidak untuk rakyat akan tetapi menuruti keinginan partainya. Sistem parlemen atau
perwakilan seperti ini hanya menguntungkan untuk orang yang memiliki kekayaan karena ketika
menang aspirasi rakyat tidak didengar, maka rakyat harus berjuang menyuarakan keinginannya
agar diperhatikan parlemen. Jadi ketika masa pemerintahan Khadafi sistem parlemen dihapuskan
dan diganti dengan sistem demokrasi yang melibatkan rakyat dalam pemerintahannya.

Selain parlemen, Khadafi juga membubarkan partai-partai yang ada di Libya. Partai yang
ada di Libya dalam pandangannya hanya sebagai alat penunjang anggota-anggota partainya
untuk melakukan dominasi politik dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Penghapusan
partai ini merupakan hal baru untuk sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Padahal
penghapusan partai hanya terjadi pada sebuah negara yang menganut sistem monarki. (Mintarja :
2006).

Peniadaan partai di Libya terjadi karena Muammar Khadafi menginginkan Libya dalam
satu komandonya. Sehingga dengan adanya partai politik dianggap sebagai alat penunjang
kepentingan individu dan dapat menimbulkan konflik kepentingan. Dengan demikian adanya
seseorang yang memiliki keterlibatan dalam bidang politik dianggap sebagai pengkhianat
pemerintahan Khadafi. (Agung : 2011).

Dalam pemerintahan Khadafi hanya terdapat satu partai yang boleh berdiri yakni partai
Arab Sosialist Union. Partai tersebut merupakan partai yang didirikan oleh Khadafi pada 12 Juni
1971. Partai ini bertujuan sebagai wadah rakyat dalam ikut serta di ranah politik. Akan tetapi
dalam perkembangannya partai tersebut tidak bertahan lama. Pada 1975 partai Arab Sosialist
Union resmi dibubarkan Khadafi karena tidak mampu menjadi wadah berekspresi masyarakat
dalam bidang politik. Selain sebagai wadah berekspresi, partai ini tetap harus tunduk kepada
kekuasaan Khadafi sehingga kebebasan bersuara dibungkam. Akibatnya Khadafi memilih untuk
membubarkannya sebagai langkah agar tidak ada yang melakukan pertentangan terhadap
pemerintahannya. (Dirk Vandewalle : 2011)

Pers merupakan sebuah sarana media dalam menyuarakan pendapat dan


mengekspresikan diri. Berekspresi di negara Libya tetap diperbolehkan oleh Muammar Khadafi,
akan tetapi apabila perbuatan tersebut dapat dianggap sebagai suatu ancaman terhadap
pemerintahan. Maka pihak pemerintahan tidak segan untuk menghentikan aksi dari pers tersebut.
Dalam pengawasan tersebut pers diawasi oleh Komite rakyat sebagai perwakilan dari rakyat.

2. Kebijakan Bidang Sosial


Dalam pemerintahan Khadafi pelayanan sosial diberikan secara gratis. Pelayanan sosial
tersebut mencakup layanan kesehatan, biaya listrik dan tunjangan bagi pengangguran yang dapat
dinikmati secara gratis oleh seluruh rakyat Libya. Namun dengan adanya kebijakan seperti ini
menyebabkan migrasi dengan jumlah yang besar. Dengan demikian sumber daya manusia di
desa berkurang untuk mengolah pertanian. Oleh karena itu, keadaan seperti ini membuat Libya
defisit dalam bidang pertanian sehingga menimbulkan ketergantungan pada bahan pangan impor
(Harris : 1986).

Selain itu, dengan menerapkan syariat Islam sebagai hukum yang berlaku di Libya,
segala aktivitas sosial masyarakat Libya dibatasi sesuai ajaran Islam. Pembatasan aktivitas sosial
tersebut seperti larangan minuman beralkohol. Produksi dan penjualan minuman beralkohol
dilarang oleh Muammar Khadafi pada 1994. Dengan adanya kebijakan ini sebagai langkah tegas
Khadafi dalam menegakkan aturan Islam yang telah ia tetapkannya. Dalam Islam telah
dijelaskan pada ayat Al-Maidah 90-91 :

‫نصابُ َوٱأْل َ ْزلَٰ ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل‬


َ َ ‫ين َءا َمنُوٓ۟ا إِنَّ َما ٱ ْل َخ ْم ُر َوٱ ْل َم ْي ِس ُر َوٱأْل‬
َ ‫يَٰ ٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
َ ‫طَ ِن فَٱجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬
‫ُون‬ ٰ ‫ٱل َّش ْي‬
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (Depag: 2009).

Melalui ayat tersebut menjadikan prinsip Khadafi dalam menerapkan larangan minuman
beralkohol. Selain itu, kebijakan lainnya terkait kepemilikan rumah. Dalam pengelolaan
kepemilikan rumah, Muammar Khadafi telah membuat kebijakan agar semua rakyatnya
memiliki tempat tinggal atas nama pribadi. Dengan demikian kebijakan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan adanya tuan tanah yang melakukan eksploitasi di atas tanah orang lain.
(Baidhawy : 2000).

Sebelum pemerintahan Khadafi, kaum feodal melakukan kapitalisme terhadap aset yang
dimiliki rakyat Libya. Dengan begitu rakyat Libya hidup di bawah tekanan dan eksploitasi.
Keadaan seperti itu membuat ia menerapkan ideologi sosialismenya di Libya. Tujuannya agar
rakyat Libya dapat merasakan kepemilikan asetnya sendiri tanpa mengalami gangguan dari pihak
lain. Selain itu, ia ingin agar rakyatnya berkecukupan dan mendapatkan hasil kekayaan milik
Libya secara merata. Gagasanya mengenai kepemilikan tanah ini tertuang dalam buku hijau
Volume II. Isi buku tersebut menjelaskan bahwa tanah itu milik tuhan dan setiap orang berhak
memanfaatkannya (Harris : 1986).

Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai Khadafi yakni rakyat Libya harus sejahtera
dan tercukupi segala kebutuhan hidupnya. Maka dari itu dominasi maupun eksploitasi atas
kepemilikan sesorang harus dihilangkan. Apabila gagasan ini berjalan maka visi Khadafi yang
ingin menjadikan Libya sebagai negara maju tidak akan terhambat karena rakyat sudah hidup
berkecukupan tanpa adanya dominasi dari pihak lain.

3. Kebijakan Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan Khadafi melakukan modernisasi dengan menambahkan


pendidikan keterampilan. Oleh karena itu terdapat pelatihan mengenai pertanian yang ditujukan
untuk guru dan terdapat pelatihan industri pada Sekolah Menengah. (Collins : 1975) Dalam hal
lain terdapat kebijakan yang dibuat yakni kebijakan wajib belajar selama enam sampai sembilan
tahun. Dengan demikian pemerintah melakukan perbaikan dari segi teknis pengajaran, perbaikan
sarana dan prasarana pendidikan secara merata sampai ke pedasaan, dan adanya program
mengurangi buta huruf. Dalam melakukan kebijakan ini Khadafi memberikan dana untuk
pendidikan sebanyak 12 persen dari APBN (Harris : 1986).

Pemerintah dalam bidang pendidikan tidak terlibat dalam pembahasan kurikulum


sekolah. Dengan demikian kurikulum pelajaran ditentukan oleh rakyatnya sendiri. Oleh karena
itu terdapat kebebasan terhadap pembelajarannya dan pendidikan dapat diperoleh untuk semua
rakyat Libya. Pendidikan di Libya tidak hanya belajar mengenai ilmu agama saja seperti pada
pemerintahan Raja Idris I.

Menurut pandangannya, rakyat berhak dalam mendapatkan segala ilmu pengetahuan


karena kebebasan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Segala ilmu pengetahuan dapat
dipelajari rakyat Libya mulai dari ilmu bumi, ilmu hitung dan ilmu pengetahuan lainnya.
Mempelajari berbagai ilmu pengetahuan tertuang dalam pemikiran Khadafi dalam buku
Hijaunya
“This doesn’t mean that schools are to be closed and that peole should turn their backs on
education, as it may seem to superficial readers. On the contrary, it means that society should
provide all type of education, giving people the chance to choos freely and subject they wish to
learn. This requires a sufficient number of schools for all types of education. Insufficient
numbers of schools restrict human freedom of choice, forcing them to learn only the subjects
available, while depriving them of the natural right to choose because of the unavailability of the
subjects. Societies which ban or monopolize knowledge are reactionary societies which are
biased towards ignorance and are hostile are freedom” (Baidhawy : 2000).

Dengan diberikannya pendidikan gratis untuk rakyat menjadikan tingkat kemampuan


baca tulis Libya menjadi paling tinggi di wilayah Afrika Utara. Rakyat Libya memiliki 82 %
kemampuan membaca dan menulis. Pengembangan pendidikan dilakukan secara serius sampai
ke jenjang universitas. Pada 1975, terdapat sembilan universitas yang didirikan. Melalui
pembangunan universitas tersebut diperkirakan terdapat 13.418 mahasiswa yang mengenyam
pendidikan tinggi tersebut. Pada 2004, terjadi peningkatan jumlah mahasiswa menjadi 200.000.
Peningkatan ini terjadi karena meratanya pembangunan pendidikan sampai ke sektor perguruan
tinggi (Nuseibeh : 1969). Universitas-universitas ternama di Libya antara lain Garyounis
University (Benghazi), Al Fateh University (Tripoli), dan Universitas Omar Al-Mukhtar (Al
Bayda). Dengan demikian pengembangan dalam sektor pendidikan membuat rakyat Libya
memiliki kesempatan mendapatkan pengetahuan dari ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.

4. Kebijakan Ekonomi

Dalam sektor ekonomi fokus utamanya yaitu sektor perminyakan. Dengan demikian
dibuatlah berbagai kebijakan untuk menyelesaikan ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak
asing dalam mengelola minyak di Libya. Dengan pengelolaan yang baik dari sektor minyak,
Libya dapat berkembang menjadi negara maju dan minyak menjadi sumber pemasukan terbesar.
Selain melalui sektor minyak, sumber pemasukan Libya didukung dari sektor pertanian.

Dalam memperkuat sektor pertanian, Muammar Khadafi membuat sistem pengairan yang
digunakan sebagai sarana irigasi ke pertanian. Sistem pengairan tersebut berasal dari gurun pasir
yang diubah oleh Khadafi menjadi bendungan-bendungan (Sihbudi : 1990). Selain itu Khadafi
menetapkan kebijakan untuk semua bank di Libya dialihkan kepemilikannya menjadi milik
negara. Semua perusahaan asing dinasionalisasikan menjadi milik Libya, seperti perusahaan
Shell, selain itu terdapat bank-bank asing seperti Barclay’s Bank, Arab Bank, dan Banco Bank.
(Long: 2002).

Pada 1970, nasionalisasi terhadap perusahaan asing dilakukan karena keinginan Khadafi
agar mendapatkan pendapatan yang lebih dari sektor minyak. Dengan adanya nasionalisasi
tersebut, Khadafi dapat mengontrol perusahaan-perusahaan minyak tersebut. Selain itu, ia juga
melakukan perjanjian ulang terkait kontrak perusahaan-perusahaan minyak di Libya. Perjanjian
kontrak tersebut menghasilkan bahwa perusahaan minyak asing hanya memiliki kesempatan 12
% saja untuk mengelola minyak Libya, sisanya dimiliki oleh pemerintah. Melalui perjanjian
kontrak baru tersebut membuat rakyat Libya lebih dapat memanfaatkan kekayaan minyaknya.
Sehingga dapat meningkatkan perekonomian melalui sektor minyak tersebut (Ricardo : 2011).

Kebijakan lainnya terkait ekonomi, ia menerapkan kebijakan upah. Menurutnya dalam


sosialis itu tidak ada buruh upah yang ada itu partner kerja. Dengan adanya partner kerja,
seseorang dibayar berdasarkan hasil kerja yang diperbuatnya. Sehingga sesama partner kerja
tidak ada saling dirugikan karena hasil dibagikan sesuai berdasarkan kinerjanya. Berbagai
kebijakan ekonomi yang dibuat Khadafi lebih untuk memikirkan kesejahteraan rakyatnya.
Sehingga potensi-potensi kekayaan di Libya dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Libya.

5. Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri yang dilakukan Khadafi dijalankan berdasarkan ideologinya yakni
Arabisme. Melalui Arabisme ia berusaha untuk mendamaikan perang antara Israel-Palestina.
Apabila Arabisme berjalan sesuai rencananya maka bangsa Arab akan bersatu dan dapat
membebaskan Palestina dari perang melawan Israel. Akan tetapi, rencana Arabisme tersebut
hanya impian belaka karena setiap bangsa-bangsa Arab memiliki kepentingan politik yang
berbeda.

Keinginan Khadafi untuk mewujudkan persatuan dunia Arab tidak berhenti sampai disitu
saja. Ia memilih jalan lain dengan ikut aktif membantu negara-negara Arab yang sedang
mengalami kesusahan ataupun sedang dilanda konflik baik itu konflik internal atau dengan
bangsa Barat. Khadafi tidak suka apabila ada suatu negara mengalami eksploitasi oleh bangsa
Barat dan adanya pembatasan kehidupan pada suatu negara. Perbuatan tersebut ia lakukan
sebagai bentuk mencari dukungan untuk melawan Barat. Negara yang dibantunya yakni Kongo,
Somalia, Sudan yang sedang mengalami konflik internal. Bantuan yang dilakukan Khadafi tidak
hanya sekadar untuk bangsa Arab saja, akan tetapi terkait dengan umat Muslim, salah satu
contoh peristiwanya yakni ketika Muammar Khadafi menyokong bantuan untuk gerakan
pembebasan Muslim di Filipina dan Chicago. (Sihbudi : 1990).

Dengan keaktifan Khadafi tersebut membuat Amerika geram atas kebijakan yang
dikeluarkan oleh Libya. Kebijakan yang dianggap meresahkan Amerika ketika Libya memainkan
dan menaikan harga minyak dunia. Selain itu, dalam perang Palestina-Israel membuat hubungan
Libya dan Amerika semakin memburuk. Dukungan perdamaian kepada Palestina karena
menganggap Israel sebagai musuh yang harus ditaklukan.

Dengan kondisi seperti itu, Amerika Serikat membuat propaganda yakni menganggap
Muammar Khadafi sebagai teroris dan sosok yang keras. Propaganda tersebut membuat Khadafi
menerapkan kebijakan-kebijak baru. Setelah tidak berhasil membuat Persatuan Arab, 1989
Khadafi membentuk kembali Persatuan Arab bersama Suriah, Yaman, Aljazair dan Iran dengan
tujuan Anti-Barat (Gerges : 2002).

B. ANALISIS KONFLIK LIBYA

1. Konflik Libya

Pada 2011 rakyat Libya melakukan demonstrasi yang bertujuan untuk mengakhiri
kekuasaan pemimpin diktator di negara mereka. Dalam peristiwa ini dikenal dengan Gerakan
Revolusi Libya yang melibatkan antara tentara yang pro terhadap kekuasaan Khadafi melawan
rakyat Libya yang anti kekuaasan Khadafi. Dengan demikian konflik ini dilandasi dengan
adanya keinginan masyarakat mengenai perubahan sistem politik.

Konflik ini dimulai dengan aksi protes pada 15 Februari 2011 yang kemudian mendapat
balasan serangan dari militer Libya. Oleh sebab itu, dari aksi tersebut menjadikan semua
masyarakat Libya bersatu untuk melakukan pemberontakan bersenjata dalam menurunkan
kekuasaan Khadafi (Dahl : 1971). Konflik ini diawali dengan demonstrasi rakyat Libya karena
merasa tidak mendapatkan kesejahteraan dalam hal kebebasan untuk menyatakan pendapat,
kebebasan dari ketakutan, kebebasan dari kemiskinan. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan
rakyat Libya berani dalam menyuarakan konflik ini karena adanya gejolak Arab Spring. Oleh
karena itu, demonstrasi yang dilakukan rakyat Libya terjadi karena terinsprasi oleh keberhasilan
Mesir dan Tunisa dalam meruntuhkan para pemimpinnya.

Pada konflik ini, Khadafi menganggap para demonstran telah berkhianat kepada
pemerintahannya. Akibatnya ia melakukan perlawanan dengan mengerahkan kekuatan militer
melalui pesawat tempur dengan melancarkan serangan udara ke tempat pihak oposisi. Dalam
serangan tersebut mengakibatkan warga sipil banyak menjadi korban. Dengan demikian aksi dari
Khadafi mendapat sorotan dari seluruh dunia, terutama Amerika Serikat dan sekutunya. Pada
konflik ini pihak asing juga terlibat untuk menjatuhkan Khadafi. Dalam hal ini Khadafi dianggap
sebagai pemimpin yang membuat kebijakannya sukar ditebak dan memiliki sikap yang represif
terhadap rakyatnya. Dalam bidang ekonomi ia selalu memainkan pajak minyak secara tiba-tiba
sehingga membuat Amerika gusar.

Selama kurang lebih 42 tahun menjadi pemimpin Libya terdapat faktor- faktor yang
memicu rakyat untuk melakukan penurunan kekuasaan Muammar Khadafi. Beberapa hal yang
menjadi faktor pemicu konflik di Libya adalah sebagai berikut.

1) Desakan Indenpensi Rakyat Terhadap Kekuasaan Muammar Khadafi

Selama kekuasaanya ia tidak memperbolehkan adanya partai politik dan membatasi


aktivitas pers. Dalam pandangannya, partai politik merupakan sebuah alat yang digunakan
penguasa sebagai rencana memuluskan kekuasaan dan partai politik dianggap tidak
merepresentasikan rakyat. Kemudian ketika awal kekuasaanya ia membubarkan afiliasi-afiliasi
wanita dan organisasi pengacara (Harris : 1986). Selain itu kebijakan lain yang ia buat yakni
menutup tempat ibadah non-Muslim dan membatasi kegiatan Tarekat Sanusiyah. Dalam
kekuasaannya rakyat tidak diperbolehkan protes ataupun menentang kebijakannya. Oleh sebab
itu kebijakan-kebijakan yang ia buat bertujuan agar mempertahankan stabilitas negara.

Dalam gaya kepemimpinannya dikenal sebagai seorang yang tidak demokratis. Oleh
karena itu membuat tidak adanya ruang untuk rakyat menyuarakan pendapatnya dan terdapat
batasan media dalam menyampaikan berita. Dengan demikian apabila suatu negara jika peran
pemerintah lebih besar dibandingkan peran rakyat, maka negara tersebut termasuk negara dengan
sistem otoriter (Budiman : 1996).

2) Persoalan Ekonomi
Dalam persoalan ekonomi, rakyat meminta agar pihak asing dapat terlibat dalam
berbisnis di Libya. Persoalan lain yang rakyat keluhkan yakni tidak meratanya dengan baik
kekayaan kepada seluruh rakyat. Dengan demikian sebagian rakyat dalam situasi yang sulit
secara ekonomi, padahal Libya dikenal sebagai negara terkaya di benua Afrika. Dalam
pandangan rakyat, kekayaan hasil minyak di Libya hanya untuk para aparat pemerintah dan
keluarganya.

Kesenjangan tersebut terlihat dari kehidupan keluarga Muammar Khadafi yang hidup
dengan kemewahan. Padahal di sisi lain, rakyat Libya hidup dalam kemiskinan. Pembangunan
dalam insfrastruktur menjadi terbengkalai karena dana yang harusnya digunakan dialihkan untuk
memperkaya dirinya. Dalam mempertahankan kekayaannya tersebut, pihak keluarga dan kolega
dari Muammar Khadafi dilibatkan dalam pemerintahan. Ia mengangkat mereka tanpa
mempertimbangkan kemampuannya dalam mengelola negara (Afred : 2012). Perbuatan
kolusinya tersebut yang membuat rakyat Libya ingin agar pemerintahannya segera berakhir.
Dengan adanya kesenjangan dan tidak membaiknya taraf kehidupan rakyat Libya, membuat
rakyat Libya melakukan demonstrasi. Tujuannya agar pemerintahan Khadafi dapat berakhir.
Namun Khadafi pun tak kunjung turun dari jabatannya sehingga menimbulkan konflik internal di
Libya.

Kebijakan yang mengalihkan kepemilikan perusahaan-perusahaan Asing menjadi milik


Libya berdampak pada kurang berkembangnya lapangan kerja. Kesempatan kerja di Libya
menjadi sangat sedikit, hal itu terjadi karena semua perusahaan-perusaahaan dikelola secara
lokal. Sehingga menimbulkan tingkat pengangguran. Berdasarkan High Development Index
tingkat pengangguran di Libya mencapai 30 %. Dengan begitu kesiapan pekerja di Libya sangat
rendah karena kurangnya pelatihan dan keterampilan. Oleh karena itu, pilihan mempekerjakan
pekerja asing diambil oleh Khadafi. Pekerja asing dianggap lebih mumpuni dan memiliki
pengetahuan yang cukup dalam pekerjaan. Dengan demikian situasi ini membuat rakyat Libya
menjadi resah karena tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya (Ricardo:
2011).

Selain itu, ia sibuk memperbaiki citranya di negara-negara Arab. Usaha tersebut


dilakukan agar negara-negara Arab yang dibantunya merasa memiliki hutang budi. Sehingga
ketika ia butuh bantuan, maka Khadafi memiliki bantuan pasukan dari negara-negara Arab. Citra
yang dibangun Khadafi tersebut membuatnya lalai dalam memperhatikan kebutuhan rakyatnya.
Sehingga rakyat Libya merasa tidak dipedulikan dan menimbulkan pergolakan internal di Libya
(Mintarja : 2006).

2. Intervensi Asing Dalam Konflik Libya

Intervensi yakni tindakan yang dilakukan secara terencana oleh sebuah negara terhadap
negara lain (Coady : 2002). Menurut J.L Holzgrefe, Intervensi kemanusiaan merupakan gerakan
melibatkan militer yang bertujuan untuk mencegah pelanggaraan yang terjadi pada hak asasi
manusia. Dalam konflik internal yang terjadi di Libya membuat pihak asing terlibat dalam
perang tersebut. Keterlibatan tersebut karena di dasari asas kemanusiaan yang dialami pada
rakyat Libya. Selain unsur kemanusiaan, negara yang terlibat melakukan intervensi kepada Libya
seperti Amerika, Inggris, dan Prancis memanfaatkan situasi ini dengan tujuan agar dapat
menguasai sektor minyak yang merupakan sektor ekonomi utama di Libya. Pada masa
kekuasaaan Khadafi, Libya menjadi sebuah negara yang anti kolonialisme, imperialisme dan anti
Barat. Dengan demikian pihak asing selalu mencari celah dan cara untuk menaklukan Libya dan
menggulingkan Muammar Khadafi yang telah berkuasa selama 42 tahun.

Dalam konflik internal di Libya, Amerika sangat berperan dalam mengintervensi Libya.
Amerika melalui Obama kala itu mengecam aksi yang dilakukan oleh Khadafi yang telah
melakukan genosida terhadap rakyatnya sendiri. Aksi intervensi Amerika dalam konflik Libya
tersebut yakni berusaha untuk menyelamatkan warga negaranya terlebih dahulu. Setelah itu
mulai berperan aktif menyuarakan perlindungan hak asasi manusia. Intrvensi yang dilakukan
Amerika Serikat mulai terlihat ketika PBB mengeluarkan Dekrit Revolusi Keamanan No. 1973.
Dalam dekrit tersebut berisi bahwa negara anggota PBB dapat bertindak secara mandiri maupun
secara organisasi dalam melindingi warga sipil Libya, Dengan adanya kesempatan yang
diberikan PBB ini menjadikan senjata bagi negara-negara asing untuk melakukan serangan dan
desakan kepada pemerintahan Khadafi dengan alasan untuk melindungi warga sipil (Kuperman :
2013).

Peran Amerika dalam intervensi ini bukan sebagai penentu masa depan kepemimpinan
Muammar Khadafi. Akan tetapi intervensi yang dilakukan Amerika di dasari sebagai
perlindungan hak asasi manusia. Walaupun demikian, dalam kenyataannya pihak-pihak yang
melakukan intervensi terhadap Libya menginginkan pemerintahan Muammar Khadaffi ini
berakhir. Ketika penggulingan pemerintahan Muammar Khadafi, pihak-pihak asing mendapat
bantuan dari rakyat Libya yang tidak menginginkan kepemimpinan dari Khadafi. Rakyat Libya
sudah kehilangan kepercayaan terhadap khadafi dan banyak aksi protes dari rakyat yang
menginginkan Khadafi untuk turun.

Keadaan seperti itu membuat Khadafi memberikan respon dengan meningkatkan


serangannya di Libya. Peningkatan serangan tersebut ditujukan kepada rakyat yang tidak setia
terhadap pemerintahannya dan sekaligus memberikan perlawanan terhadap pihak asing yang
melakukan intervensi kepada Libya. Meskipun telah diintervensi oleh berbagai pihak asing, akan
tetapi ia tetap kukuh dalam mempertahankan Libya. ia pun berkata “Saya bersedia mati syahid!
(Ricardo : 2011). Respon yang diberikan Khadafi membuat pihak-pihak asing semakin murka
kepadanya.

Setelah kejadian tersebut NATO mengeluarkan kebijakan larangan terbang untuk Libya
sebagai tujuan untuk mengurangi serangan udara pada warga sipil. Selain itu terdapat embargo
senjata kepada negara Libya yang bertujuan sebagai menghentikan peperangan antara
pemerintahan Libya dengan rakyatnya. Selain mendapat kecaman dari Amerika, Inggris, Prancis,
Liga Arab memiliki peranan atau intervensi dalam konflik internal Libya tersebut.

Pada awalnya sikap liga Arab terhadap konflik Libya yakni tidak menyetujui adanya
intervensi yang dilakukan pihak asing. Akan tetapi, setelah konflik internal di Libya menyangkut
tentang hak asasi manusia membuat Liga Arab bergerak untuk melakukan intervensi juga
terhadap Libya. Pergerakan tersebut bertujuan untuk menghentikan pembunuhan terhadap warga
sipil Libya. Beberapa negara Liga Arab yang terlibat dalam intervensi tersebut yakni Qatar, Arab
Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Uni Afrika juga turut andil dalam penyelesaian konflik di Libya tersebut. Keterlibatan
Uni Afrika ini sebagai pencegahan agar konflik yang terjadi di Libya tidak menimbulkan
semangat baru untuk menerapkan perlawanan terhadap negara-negara Afrika yang sedang
mengalami hal yang sama seperti di Libya. Selain itu, tujuan lain dari Uni Afrika turut ikut dalam
intervensi tersebut yakni sebagai pengontrol agar harga minyak dan gas di Libya stabil dan tidak
berpengaruh terhadap harga minyak di wilayah Afrika. Adanya intervensi yang dilakukan pihak
asing tidak hanya terfokus pada hak asasi manusia di Libya saja. Akan tetapi, terdapat politik
kepentingan di dalamnya dengan menginginkan Khadafi turun dari jabatannya. Sehingga pihak
yang terlibat dalam intervensi dapat mengeksploitasi Libya dari sektor yang utamanya yakni
sektor minyak. (Sullivan : 2008).

Selain itu, terdapat kepentingan geopolitik dalam intervensi ini. Kepentingan ini terjadi
karena strategisnya wilayah Libya di antara negara-negara Arab di Afrika. Libya merupakan
gerbang utama di Afrika Tengah. Dengan begitu intervensi di Libya memudahkan pihak asing
untuk melakukan pengaruhnya ke negara Arab lainnya seperti Chad, Niger, Aljazair, dan Tunisia
(NBC News, 2011).

3. Berakhirnya Kekuasaan Muaammar Khadafi

Pada Agustus 2011, wilayah Tripoli, Misrata, Sirte, dan wilayah lainnya berhasil dikuasai
lawan. Situasi tersebut membuat Khadafi kehilangan wilayah dan membuat pertahanannya
semakin melemah untuk menghadapi lawan-lawannya. Ia pun mengasingkan diri dan
keberadaannya sangat dicari oleh rakyat dan pihak asing.

Usaha untuk menemukan Khadafi dengan melibatkan Interpol. Interpol menerbitkan surat
penangkapan Khadafi atas dasar tuntutan dari Luis Moreno-Ocampo. Ia merupakan seorang
Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional yang berada di Belanda. Tuntunan tersebut atas dasar
perbuatan Khadafi yang telah melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya. Surat ini diterbitkan
di 118 negara anggota Interpol (BBC News : 2011).

Pada 20 Oktober 2011, Khadafi mengalami serangan senjata yang dilakukan Dewan
Transisi Nasional (NTC) dengan bantuan pasukan NATO. Dalam serangan tersebut, ia tertembak
pada kedua kakinya. Meninggalnya pemimpin Libya ini menjadi berita besar untuk seluruh
dunia. Berita meninggalnya Muammar Khadafi menjadikan rakyat Libya melakukan perayaan
turun ke jalan. Jenazah Khadafi dibawa keliling kota Libya oleh rakyat sebagai bentuk perayaan
kemenangan atas pemimpin yang diktator.

Setelah jasadnya dibawa keliling kota, ia dimakamkan di suatu tempat rahasia di Libya.
Perahasiaan tempat makam sebagai bentuk keaamanan dan menghindari hal yang tidak
diinginkan (BBC News : 2011). Dalam prosesi pemakaman, ia tidak mendapatkan upacara adat
kenegaraan atau penghormataan terakhir. Peristiwa itu terjadi karena sudah tidak adanya rasa
kepercayaan lagi dari rakyat kepada Muammar Khadafi yang telah dikecewakan dan dibatasi
ruang publiknya melalui kepemimpinannya.
Kesimpulan :

Konflik di Libya merupakan pergolakan yang muncul dari rakyat terhadap pemeritahan
Muammar Khadafi. Rakyat menginginkan pergantian pemimpin. Kepemimpinan Khadafi selama
42 tahun telah meresahkan rakyat Libya. Rakyat Libya tidak memiliki kesempatan untuk
bersuara karena segala hal di Libya harus sesuai dengan kebijakan Muammar Khadafi. Selain itu
berbagai usaha dilakukan Khadafi untuk melakukan dominasi politik. Dalam konflik tersebut,
Khadafi memberikan perlawanan agar tidak mudah diturunkan dari jabatannya.

Perlawanan militer ia lakukan dalam konflik tersebut sehingga banyak warga sipil yang
menjadi korban. Serangan yang dilakukan Khadafi terhadap rakyatnya yang tidak bersenjata
merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan. Aksi dari Khadafi mengundang Pihak Asing untuk
melakukan intervensi. Intervensi tersebut bertujuan untuk mengamankan hak asasi manusia
rakyat Libya. Selain itu, terdapat tujuan lainnya untuk melakukan kolonialisme di Libya. Sumber
daya alam yang melimpah khususnya minyak menjadi salah satu daya tarik pihak asing ingin
menguasai Libya.

Selain itu kondisi strategis wilayah Libya memudahkan pihak asing untuk menguasai
negara Afrika lainnya. Maka dari itu kepentingan intervensi Pihak Asing yang berlandaskan
kemanusiaan hanya kedok belaka. Perhatian paling utama mereka yakni membantu rakyat Libya
dalam menurunkan kekuasaan Muammar Khadafi. Dengan begitu jatuhnya pemerintahan
Khadafi tidak ada lagi yang menghalangi pihak asing untuk dapat menyebarkan pengaruhnya di
Libya.

Referensi :

Buku :

Agung, D. H. 2011. Khadafi, Anjing Gila dari Sahara. Yogyakarta: Narasi.

Apriadi Tamburaka. 2011. Revolusi Timur Tengah Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-
negara Timur Tengah. Yogyakarta: Narasi.

Ayoub, M. (2004). Islam dan Teori Dunia Ketiga: Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi.
Bogor: Humaniora Press.
Bahaudin, Ahmad. (2012). Menyingkap Perjalanan Hidup Tokoh-tokoh kejam Dunia.
Yogyakarta: Narasi.

Budiman, Arief. 1996. Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Dahl, Robert A. 1971. Polyarchy : Participation and Opposition, Yale University Press, New
Heaven.

Dahrendorf, Ralf. 1986 Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri. Jakarta: CV Rajawali

Dawisha, Adeed, 1986 . The Arab Radicals, Council on Foreign Relations; First Edition edition,
December 1.

Gerges, Fawaz A. 2002. Amerika dan Islam Politik: Benturan Peradaban atau Benturan
Kepentingan. Terj, Hamid Basyaib dan Kili Pringgodigdo. Jakarta: Alvabet.

Harris, Lillian Craig. 1986. Libya : Qadhafi's Revolution and The Modern State. London:
Westview Press.

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Mintarja, E. 2006. Politik Berbasis Agama : Perlawanan Muammar Qadhafi terhadap


Kapitalisme. Yogyakarta : Pustaka Islam.

Nuseibeh, Hazem Zaki. 1969. Gagasan-gasan Nasionalisme Arab diterjemahkan oleh Sumantri
Mertodipuro. Jakarta : Bhratara.

Ricardo, David Akhmad. 2011 . Khadafi Jagoan Tanah Arab . Editor : Andi Wanua Tangke .
Kelompok pustaka Refleksi .

Sihbudi, M. Riza. 1990. Bara di Timur Tengah (Islam, Dunia Arab, Israel), Jakarta: Mizan.

Sullivan, Kimberly L. 2008. Muammar Al. Qaddafi’s Libya Dictatorship Series. USA: Twenty
First Century Books.

Qadhafi, Muammar. 2000. The Green Book. diterjemahkan oleh Zakiyuddin Baidhawy dengan
judul Menapak Jalan Revolusi. Yogyakarta: INSIS Press dan Pustaka Pelajar.

Jurnal :
Berween, Mohamed. 2003. The Political Belief System of Qaddafi : Power Politics and Self-
Fulfilling Prophecy. The Journal of Libya Studies Vol.4, No.1

Coady, C.A.J 2002. The ethics of arned humanitarian intervention.Washington : United States
Institute of Peace.

Collins, Carole. 1975. “Imperialism and Revolution in Libya.” Middle East Research and
Information Project No.2.

David E. Long dan Bernard Reich . 2002.The Government and politics of the Middle East and
North Africa, Westview Press, United Stades of America.

Hajjar, Sami G. 1980. “Jamahiriya Experiment in Libya: Qadhafi and Rousseau.” The Journal of
Modern African Studies Vol.2 No.18

Kuperman, Alan J. 2013. “A Model Humanitarian Intervention? Reassessing NATO’s Libya


Campaign. “International Security 38, no. 1.

Vandewalle, Dirk. 2011. "From International Reconciliation to Civil War: 2003-2011", Libya


Since 1969: Qadhafi's Revolution Revisited. Palgrave Macmillan. 

Internet :

https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2011/03/110326_muammargaddafistory

https://www.nbcnews.com/news/world/libya-plagued-war-decade-after-u-s-backed-forces-
toppled-n1231010

Anda mungkin juga menyukai