Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

MENGKAJI JURNAL KEPENDUDUKAN

TEMA : PENGANGGURA, KETENAGAKERJAAN, DAN KORUPSI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kependudukan dan Ketanagakerjaan

Dosen Pembimbing : Satriyo Wibowo, S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh :

Tia Nur Khafifah (18416241043)

Alan Sahara (18416241045)

Diaz Kusuma Wardhani (18416244008)

Putri Ria Indah Hartati (18416244033)

Alvin Sadewa (18416244009)

PENDIDIKAN IPS B 2018

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020
1. JURNAL KEPENDUDUKAN : PENGANGGURAN
➢ Judul jurnal : Upaya Mengentaskan Pengangguran Terdidik Melalui Rintisan Desa
Vokasi Berbasis Unggulan Daerah di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
➢ Tahun : 2013
➢ Penulis : Djony Setiawan
➢ Publikasi : http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/empowerment/article/view/598
➢ Riviewer : Diaz Kusuma Wardhani
➢ Latar belakang :
• Banyaknya pengangguran di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
➢ Teori :
• Mengacu pada UUD.1945 pasal 27 ayat 2 dan UUD No 20 tahun 2003 pasal 13, ayat
(1) bahwa : Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya, pasal
15 Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,vokasi,
keagamaan dan khusus
• Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini. Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan : Misi dan tujuan dari Program Desa Vokasi
adalah mengentaskan kemiskinan, menekan angka pengangguran dan tingkat
urbanisasi dengan memberikan pendidikan keterampilan kepada masyarakat di suatu
desa dengan memanfaatkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dari
sumber daya dan potensi suatu desa berbasis kearifan lokal
• Pendidikan/ pelatihan vokasi dapat membantu pengentasan pengangguran melalui
training anak-anak muda dan orang dewasa dan men-training kembali untuk layanan
keterampilan dan kompetensi teknis. (Thompson, 1973, p .89-116)

➢ Tujuan :
• Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi dan menganalisis rintisan desa Vokasi
berbasis keunggulan daerah sebagai upaya mengentaskan pengangguran terdidik di
kabupaten bandung melalui pelatihan vokasi/ keterampilan
➢ Sampel atau subjek penelitian :
• sampelnya adalah masyarakat penganganguran terdidik
➢ Metode penelitian :
• studi kasus
➢ Langkah :
• observasi
• wawancara/interview
• kuesioner
➢ Kekuatan :
• Minat masyarakat yang cukup kuat untuk mendapatakan pelatihan kecakapan khusus
yang lebih spesifik (vokasi) di daerahnya sendiri dengan alasan lebih ekonomos,
praktis, kekeluargaan dan tidak adanya hambatan komunikasi, untuk menambah
kualitas diri dan keahlian dalam meningkatkan daya saing dan mendapatkan peluang
dalam bekerja dan berwirausaha.
• Kecamatan Ciwidey memiliki bebrapa komoditas unggulan dalam bidang tanaman
pangan, hortikultura, perikanan, peternakan dan pariwisata yang dapat dijadikan modal
dasar untuk dikembangkan sebagai potensi dalam mengembangkan usaha sebagai
upaya meningkatkan pendapatan masyarakatnya.
• Daya tarik dari Sumber Daya Alam (SDA) berupa objek wisata yang berada dijalur
utama, keaneka ragaman hayati yang melimpah (flora dan fauna), Keindahan
pemandangan (bentang alam), udara yang sejuk, sumber mata air panas, potensi
hidrologi yang cukup besar - Pengelola objek wisata umumnya memiliki produk yang
bisa dijadikan souvenir - Banyak pilihan kegiatan wisata yang dapat dilakukan di objek
wisata - Terdapat banyak tempat penginapan dengan beragam tarif dan fasilitas.
• Sarana dan prasarana sebagai penunjang terbentuknya rintisan desa vokasi dari
lembaga keuangan BANK maupun Non BANK ( KOPERASI dan KUD ), yang
memiliki daya tarik, aksesibilitas , fasilitas dan legalitas merupakan infestasi yang
berharga dalam mewujudkan Kecamatan Ciwidey sebagai desa vokasi yang berbasis
unggulan daerah.
➢ Kelemahan :
• Potensi yang ada di Kecamatan Ciwidey belum dimanfaatkan secara optimal didalam
membantu masyarakat yang masih mengagur untuk mendapatkan peluang kerja dan
berwirausaha yang disebabkan oleh belum adanya wadah atau organisasi pelatihan
yang mampu memberikan kebutuhan masyarakatnya, hal ini dapat terlihat dari
minimnya tempat-tempat kursus atau pelatihan yang sesuai dengan keunggulan
daerahnya.
• Tidak adanya inisiator dan motifator sebagai penggerak dalam mengurangi
pengangguran di desa-desa Kecamatan Ciwidey.
➢ Kesimpulan :
• Sesuai dengan judul penelitian “Upaya Mengentaskan Pengangguran Terdidik Melalui
Rintisan Desa Vokasi Berbasis Unggulan Daerah di kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung “, dan mengacu pada pertanyaan penelitian yang menyangkut “ Bagaimana
kondisi angkatan kerja dan pengangguran terdidik dalam hal kecakapan vokasi serta
bagaimana sumberdaya unggulan di daerah dapat di manfaatkan dalam mengentaskan
pengangguran.
• Permasalahan-permasalahan yang ada saat ini, menunjukan bahwa pengagguran
terdidik kecamatan Ciwidey kabupaten bandung dapat di fahami sebagai tidak
memiliki keterampilan vokasional, belum mengoptimalkan pemanfaattan potensi SDA
yang dimiliki, program-program pelatihan dan bantuan finansial tidak teritegrasi
dengan baik.
• Potensi-potensi yang ada seperti Tanaman Pangan, holtikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan dan pariwisata belum diberdayakan secara optimal sebagai
upaya dalam mengentaskan pengangguran terdidik. Pemecahan permaslahannya
adalah melalui analisa kebutuhan training/ pelatihan bagi masyarakat pencari kerja,
analisa unggulan komoditas dan analisa kelayakan rintisan desa vokasi dengan metoda
SWOT analysis.
• Sumberdaya Manusia (SDM) yang terampil dan terlatih yang terorganisir dalam desa
vokasi tentunya diharapkan dapat melakukan pemanfaatan sumber daya alam dan
potensi / keunggulan daerah yang lebih bernilai ekonomis, berdaya saing dan
memberikan hasil maksimum serta mampu membuka / memciptakan peluang
kesempatan kerja bagi dirinya maupun orang lain sebagai upaya mengentaskan
pengangguran terdidik di Kabupaten Bandung.
• Dengan tujuan penelitian adalah menciptakan peluang usaha dan berwira usaha bagi
masyarakat yang membutuhkan lapangan pekerjaan melalui pembentukan kelompok-
kelompok usaha sebagai upaya mengentaskan pengangguran terdidik melalui rintisan
desa vokasi dengan pelatihan-pelatihan yang berdasarkan pada keunggulan daerah.
kesimpulaan dari penelitian ini adalah perintisan desa vokasi yang berbasis keunggulan
daerah sangatlah layak sebagai solusi yang dibutuhkan oleh masyarakat pencari kerja,
dunia usaha dan industri.
2. JURNAL KEPENDUDUKAN : PENGANGGURAN

➢ Judul jurnal : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGGURAN


TERSELUBUNG DI PERDESAAN JAWA TENGAH ANALISIS DATA SAKEMAS
➢ Tahun : 2007
➢ Penulis : Dewi Hartin S.
➢ Publikasi :
https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/175/207
➢ Riviewer : Tia Nur Khafifah

➢ Latar belakang :
• Berdasarkan Sakemas tahun 2007, pengangguran terselubung di perdesaan Jawa
Tengah relatif tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan lainnya di provinsi Pulau
Jawa.
• Penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan cenderung menjadi pengangguran
karena keterbatasan lapangan kerja. Sebaliknya, di perdesaan mencerminkan
kesempatan kerja relatif lebih besar untuk bekerja akan tetapi dengan jam kerja yang
relatif rendah dan pendapatan yang rendah, sehingga pengangguran di perdesaan lebih
bersifat semu hanya akibat dari jam kerja dan pendapatan.

➢ Teori :
• Pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari
pekerjaan. Sedangkan pengangguran adalah orang yangful/ timer mencari pekerjaan
atau orang yang sedang mempersiapkan usaha atau mereka yang sudah mempunyai
pekerjaan namun belum mulai bekerja. ( Menurut Badan Pusat Statistika )
• Penduduk dikelompokkan menjadi dua yaitu penduduk usia kerja dan bukan usia kerja.
Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia
kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja meliputi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang melakukan kegiatan
bekerja, dan mereka yang tidak meniiliki pekerjaan atau tidak bekerja tetapi sedang
mencari pekerjaan. Mereka yang mempunyai pekerjaan sementara tidak bekerja atau
mereka yang sedang menyiapkan suatu usaha dan mereka yang tidak bekerja, atau
sedang tidak mencari pekerjaan dan tidak yakin mendapatkan pekerjaan dikategorikan
sebagai angkatan kerja. Kelompok yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang
masih sekolah, mengurus rumah tangga dan lain-lain, termasuk pensiunan dan cacat
tubuh. ( Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional yang diselenggarakan oleh Badan
Pusat Statistik )
• Konsep setengah pengangguran menurut BPS, terbagi menjadi tiga kelompok. Ketiga
kelompok tersebut adalah sebagai berikut :
1) Setengah pengangguran kentara adalah orang yang beketja dengan jumlah jam
kerja di bawah jam normal.
2) Setengah pengangguran takkentara adalah orang yang bekerja memenuhi jam
kerja normal, namun ia bekerja pada jabatan/posisi yang sebetulnya membutuhkan
kualifikasi kapasitas di bawah yang ia miliki.
3) Setengah pengangguran potensial adalah orang yang bekerja memenuhi jam
kerja normal dengan kapasitas kerja normal, namun menghasilkan output yang
rendah yang disebabkan oleh faktor-faktor organisasi, teknis dan ketidakcukupan
lain pada tempat/perusahaan tempat ia bekerja.

➢ Tujuan :

• Mengkaji gambaran mengenai pengangguran terselubung di perdesaan Jawa Tengah


dan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi pengangguran terselubung
yang dilihat berdasarkan variabel sosial ekonomi dan demografi, seperti umur, jenis
kelamin, pendidikan, status dalam rumah tangga, status perkawinan, dan jenis
pekerjaan.

➢ Metode penelitian dan analisis data :


• Pendekatan pemanfaatan angkatan kerja yang diajukan oleh Sullivan, and Hauser
(1979). Pendekatan ini melihat aspek jumlah jam kerja, besar pendapatan maupun
aspek pendidikan terakhir yang ditamatkan. Pendekatan ini membagi angkatan kerja
menjadi beberapa kelompok, yaitu angkatan kerja yang telah dimanfaatkan secara
ekonomi dan merka yang kurang dimanfaatkan
• Analisis regresi logistik untuk mempelajari hubungan variabel bebas dengan variabel
terikat, untuk mendapatkan nilai probabilitas masing-masing variabel bebas dengan
pembatasan nilai-p sama dengan 0,05. Analisis regresi logistik menggunakan odd ratio
untuk melihat perbedaan resiko antar kelompok individu (Agung, 2004).

➢ Langkah :
1. Mencari data :
• Perkembangan Garis Kemiskinan Perdesaan di Pulau Jawa (2002-2007)
• Statistik Keadaan Angkatan Kerja J awa Tengah, 2007
• Statistik Keadaan Angkatan Kerja Perdesaan di Pulau Jawa, 2007
• Perkembangan Tingkat Pengangguran Perdesaan Jawa Tengah (2002- 2007)
2. Menganalisis data
3. Menyajikan hasil analisis
4. Menyimpulkan

➢ Hasil Penelitian :
1. Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah :
• Tingkat partisipasi angkatan kerja di perdesaan Jawa Tengah (73,28%) lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja di perkotaan (68,29%).
Akan tetapi, tingkat pengangguran terbuka eli perkotaan Jawa Tengah lebih tinggi
dibandingkan di perdesaan. Sebaliknya tingkat pengangguran tak kentara (yang
bekerja kurang dari 35 jam perminggu) di pedesaan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan perkotaan. ( Menurut data Sakemas 2007 )
• Di Jawa Tengah terdapat 14.593.766 jiwa penduduk yang berusia produktif dan
bertempat tinggal di pedesaan, dengan 6,13% pengangguran terbuka (open
unemployment rate), 39,41% pengangguran tak kentara (underemployment rate),
dan 31,66% pengangguran terselubung (disguised unemployment rate).
Dibandingkan dengan perdesaan lainnya, tingkat pengangguran terselubung
perdesaan di Provinsi Jawa Tengah relatiflebih tinggi dibanding dengan provinsi
lain di Pulau Jawa (Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Banten), meskipun lebih rendah
dibandingkan dengan tingkat pengangguran terselubung di perdesaan Jawa Timur.
• Pengangguran terselubung terus mengalami kenaikan dari 3,16 juta jiwa pada tahun
2002 menjadi 3,31 juta jiwa pada tahun 2007. ( data Sakernas 2007 )
• Secara umum rata-rata jam kerja per minggu penduduk usia kerja di Indonesia
adalah 38 jam per minggu, lebih rendah dari rata-rata jam kerja per minggu di
perdesaan Indonesia yaitu 47 jam per minggu (Sugiyarto, 2007). Keadaan terse but
dapat menggarnbarkan pengangguran terselubung umumnya terjadi di perdesaan
dengan jumlah kerja yang rendah dan tingkat pendapatan (upah) yang rendah pula.
2. Pengangguran Terselubung dan Fakor-Faktor yang Berpengaruh :
• Jenis Kelamin
• Tingkat Pendidikan
• Umur Tenaga Kerja
• Lapangan Pekerjaan

➢ Kekuatan :
• Jurnal menjadi bermanfaat karena mengkaji masalah yang terjadi di Indonesia, yang
secara umum perlu diketahui oleh masyarakat dan pemerintah.
• Menjadi rujukan atau penelitian terdahulu, pada penelitian yang akan dilakukan pada
tahun selanjutnya.

➢ Kelemahan :
• Jurnal tersebut bersifat sementara, sehingga akan memberi perubahan argumen pada
tahun-tahun selanjutnya.

➢ Kesimpulan :
• Tingkat pengangguran terselubung di pedesaan Jawa Tengah relatif lebih besar
dibandingkan di perkotaan
• Penganguran terselubung sangat berkaitan dengan jenis kelamin, umur tenaga kerja,
tingkat pendidikan, dan lapangan pekerjaan
• Sektor pertanian dan skill tenaga kerja menjadi faktor banyaknya pengangguran
terselubung di daerah pedesaan Jawa Tengah
• Langkah strategis untuk memcahkan permasalah :
1. Pengembangan usaha tani,
2. Komoditas komersil yag bersifat padat tenaga kerja,
3. Usaha-usaha konsolidasi laban dan manajemen usaha tani,
4. Pengembangan dan pendalaman agroindustri berbasis bahan baku setempat
3. JURNAL KEPENDUDUKAN : KETENAGAKERJAAN
➢ Judul Jurnal : Penciptaan Mata Pencaharian Alternatif: Strategi Pengurangan Kemiskinan
Dan Perlindungan Sumber Daya Laut (Studi Kasus Kota Batam Dan Kabupaten
Pangkajene Dan Kepulauan)
➢ Tahun : 2015
➢ Penulis : Mita Noveria dan Meirina Ayumi Malamassam
➢ Publikasi :
https://scholar.google.com/scholar?oi=bibs&cluster=16867167354028163068&btnl=1&h
l=en
➢ Reviewer : Alan Sahara

➢ Latar Belakang :
• Kemiskinan di kalangan nelayan

➢ Tujuan :
• Mengkaji upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh Coremap
di dua lokasi, yaitu Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.
➢ Sampel dan subjek penelitian :

• Data diperoleh dari narasumber-narasumber yang berasal dari berbagai kalangan,


antara lain penerima bantuan MPA (mata pencaharian alternatif) dan pengelola
kegiatan tersebut.
➢ Metode Penelitian :
• Teknik wawancara mendalam dan FGD (focus group discussion). Data yang digunakan
berupa data kualitatif
➢ Langkah :
• Bantuan modal untuk kelompok kegiatan MPA disalurkan melalui Dinas Kelautan dan
Perikanan kabupaten yang bekerjasama dengan pihak lembaga swadaya masyarakat
(LSM) atau organisasi non-pemerintah untuk pelatihan dan bimbingan teknis.
➢ Kekuatan :
• Semua program penanggulangan kemiskinan memiliki berbagai kegiatan yang secara
langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan peningkatan pendapatan
masyarakat targetnya. Kegiatan yang bersifat langsung adalah pemberian bantuan
untuk usaha ekonomi produktif berupa (tambahan) modal usaha dan pendampingan
teknis dalam pelaksanaan kegiatan, serta bantuan untuk memasarkan produk-produk
yang dihasilkan masyarakat penerima bantuan. Sementara itu, kegiatan yang tidak
langsung antara lain pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan untuk
menghilangkan keterisolasian daerah. Kegiatan MPA yang pada gilirannya
memberikan penghasilan tambahan tidak hanya diperlukan untuk memberikan jaminan
ketahanan finansial bagi masyarakat di wilayah pesisir, melainkan juga dibutuhkan
untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya kelautan.
➢ Kelemahan :
• Meskipun telah memperlihatkan hasil yang positif, program MPA tidak terlepas dari
hambatan. Berbagai hambatan muncul, baik akibat faktor alam, kendala teknis yang
berpengaruh terhadap aktifitas ekonomi maupun karena faktor manusia yang menerima
bantuan. Kendala teknis bisa diatasi melalui pemberian pendampingan/bimbingan
teknis dalam menjalankan aktifitas ekonomi dan kendala alam diatasi dengan
melakukan berbagai penyesuaian terhadap kondisi alam. Selanjutnya, hambatan yang
berasal dari faktor manusia, khususnya karena sikap dan kebiasaan serta pandangan
terhadap kegiatan MPA, hanya dapat diatasi melalui perubahan sikap, kebiasaan, dan
pandangan mereka. Upaya ini sulit dilakukan dalam waktu singkat. Diperlukan waktu
yang lama serta pendekatan khusus agar dapat merubah sikap, kebiasaan, dan
pandangan yang sudah lama dilakukan dan dianut.
➢ Kesimpulan :
• Upaya-upaya untuk menanggulangi kemiskinan telah menjadi perhatian pemerintah
sejak lama, terbukti dari banyaknya program sejenis yang telah dilakukan. Beberapa di
antara kegiatan yang dilaksanakan dalam program penanggulangan kemiskinan
menunjukkan keberhasilan, misalnya dari peningkatan pendapatan penduduk yang
menjadi target program. Namun, ada pula yang tidak berhasil mencapai tujuannya,
misalnya kegiatan MPA yang pada umumnya menumbuhkan usaha-usaha ekonomi
produktif yang berbasis kelompok.
4. JURNAL KEPENDUDUKAN : KETENAGAKERJAAN
➢ Judul : PENANAMAN MODAL ASING DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI
SEKTOR INDUSTRI
➢ Tahun : 2009
➢ Penulis : Vanda Ningrum
➢ Publikasi : Jurnal Kependudukan.
https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/168/200
➢ Riviewer : Putri Ria Indah Hartati dan Tia Nur Khafifah
➢ Latar Belakang :
• Pengangguran menjadi permasalahan di Indonesia, investasi menjadi solusi dalam
menyelesaikan permasalahan pengangguran, namun kegiatan investasi di Indonesia
masih belum intensif permasalahan terjadi karena adanya perlambatan pertumbuhan
investasi di Indonesia yang berasal dari faktor ekonomi dan nonekonomi.
➢ Teori :
• PMA adalah penanaman alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
devisa Indonesia atau alat-alat untuk perusahaan yang dimasukkan dari luar ke dalam
negeri yang tidak dibiayai oleh devisa Indonesia.
• Faktor yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan investasi di Indonesia adalah
faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor ekonomi yang sangat berpengaruh pada
investasi adalah tingkat suku bunga, kebijakan perpajakan, regulasi perbankan, dan
infrastruktur dasar. Sedangkan faktor nonekonomi adalah kestabilan politik, penegakan
hukum, masalah pertanahan untuk laban usaha, tingkat kriminalitas dalam masyarakat,
demonstrasi perburuhan dan mahasiswa, komitmen pemerintah, komitmen perbankan,
infrastruktur dan layanan birokrasi pemerintah daerah khususnya perijinan usaha
➢ Tujuan :
• Untuk mengkaji perkembangan penanaman modal asing pada sektor industri di
Indonesia dan besamya penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat diketahui sektor mana
yang memberikan manfaat ekonomi terbesar khususnya dalam penciptaan lapangan
kerja.
➢ Sampel atau subjek penelitian :
• Investor
• Tenaga kerja

➢ Metode Penelitian :
• Metode eksplorasi digunakan untuk menjelaskan karakteristik industri dan regresi
panel untuk menghitung elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap Penanaman
Modal Asing (PMA)
• Analisis ini menggunakan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun
2002 sampai 2007 tentang besaran PMA dan penyerapan tenaga kerja yang telah
disetujui BKPM.
➢ Hasil Penelitian :
1. PERKEMBANGAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA
• Persentase penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri
(PMDN) di Indonesia. Indonesia sejak tahun 1998 hingga 200 I terus mengalami
arus netto investasi asing yang negatif ( Sumber BKPM 1997-2005, Subroto
(2007))
• Perkembangan aliran penanaman modal asing di beberapa negara kawasan Asia.
Selama tahun 2002-2007, investasi PMA mencapai 104.173.540 (000 US$) yang
meliputi 24 sektor.
• Industri yang menjadi sasarana investasi asing : Industri Kimia dan Farmasi,
Industri pengangkutan, gudang dan komunikasi, Industri kertas dan percetakan
• Industri yang paling sedikit menarik minat investor asing alat kedokteran, optik,
dan alat ukur

2. INVESTASI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA


• Elastisitas besamya tenaga kerja yang terserap oleh PMA di Indonesia selama tahun
2002 hingga 2007 menunjukkan angka 0,37 yang berarti setiap penyerapan satu
tenaga kerja diperlukan rata-rata US$ 370 dari PMA.
• Industri yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah industri tekstil ( 311.774
orang), kemudian diikuti industri tanaman pangan dan perkebunan (221.178 orang),
industri logam mesin dan elektronik (198.172), industri makanan (148.056), dan
industri perdagangan dan reparasi (132.551 ). Sementara industri kimia dan farmasi
yang merupakan industri terbesar dalam kontribusi investasi asing, hanya mampu
menyerap 98.622 tenaga ketja dan industri yang paling sedikit menyerap tenaga
kerja yaitu konstruksi ( 4.152). Industri tanaman pangan dan perkebunan juga
mampu menyerap tenaga kerja sebesar 221.178 orang (12,6%) selama 2002 hingga
2007, denganjumlah investasi sebesar 3,05% dari total investasi.
• Industri yang memiliki angka efisiensi tinggi antara lain industri kulit, tekstil, dan
pertanian.
• Sektor industri padat modal, biaya yang dibutuhkan untuk menyerap tenaga kerja
relatif besar, karena dibutuhkan penambahan kapital untuk peningkatan teknologi.
➢ Kekuatan :
• Industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja adalah industri tekstil. Industri ini
mampu menyerap 26,88% tenaga kerja terserap selama 2002 hingga 2007. Secara
keseluruhan, dibutuhkan US$ 370 PMA untuk menyerap setiap satu tenaga kerja.
Hingga saat ini industri tekstil masih dihadapkan pada permasalahan besar seperti
produktivitas mesin industri yang rendah, impor ilegal, dan mahalnya biaya energi
seperti listrik dan buruh. Dari sisi upah tenaga kerja, Indonesia pada dasarnya belum
mampu bersaing dengan produsen tekstil negara lain seperti Bangladesh, Vietnam, dan
India yang mampu memberi upahjauh lebih murah dibandingkan Indonesia. Industri
tekstil adalah industri strategis yang mampu menyerap tenaga kerja di Indonesia karena
sifatnya yang padat karya. Industri yang paling efisien dalam menyerap tenaga kerja
per jumlah investasi terjadi pada industri barang dari kulit dan sepatu. Untuk setiap
penyerapan satu orang tenaga kerja yang diserap dibutuhkan US$ 3,8 juta penambahan
investasi. Sektor lainnya yang juga efisien adalah industri tekstil. Sedangkan industri
yang paling banyak membutuhkan penambahan investasi dibandingkan denganjumlah
tenaga kerja yang mampu diserap adalah industri listrik, gas, dan penyedia air.
➢ Kelemahan :
• Permasalahan yang masih dihadapi oleh industri ini adalah kurangnya sarana
infrasruktur untuk kelancaran proses produksi dan ketidakstabilan nilai rupiah yang
menyebabkan mahalnya biaya bahan baku impor industri tersebut. Dilihat dari
kemampuan menyerap tenaga kerja, terlihat bahwa industri kimia dan farmasi tidak
banyak menyerap pekerja dari investasi yang ditambahkan walaupun industri ini paling
memberikan kontribusi PMA terbesar. Berdasarkan angka efisiensi untuk menyerap
setiap satu satuan tenaga kerja, industri ini termasuk dalam industri yang membutuhkan
biaya besar dalam menyerap tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena sifat industri yang
rnerupakan capital intensive sehingga mampu menambah capital inflow Indonesia,
namun kurang mampu untuk mengurangi angka pengangguran.
➢ Kesimpulan :
• Tujuan pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran masih sulit terwujudjika
peningkatan industri padat modal hanya mampu menyerap sedikit tenaga kerja dengan
kualifikasi pendidikan dan keterampilan tinggi. Padahal kondisi angkatan kerja
Indonesia masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan dan keterampilan
yang kurang kompetitif. Bahkan berdasarkan angka efisiensi dibutuhkan penanaman
modal yang relatif tinggi untuk melakukan penyerapan tenaga kerja pada industri yang
menjadi sasaran investor asing. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya daya saing
Indonesia dalam menarik investor asing.
• Upaya yang diperlukan untuk menghadapi kondisi tersebut adalah peningkatan peran
pemerintah dalam menciptakan iklim investasi, antara lain melalui peningkatan sarana
infrastruktur dan menjadikan peraturan tentang penanaman modal dalam. satu paket
terpadu dengan peraturan lainnya terkait kegiatan usaha di Indonesia. Selain itu,
pemerintah juga dapat memastikan bahwa pendampingan tenaga kerja lokal untuk
asing menitikberatkan pada alih teknologi dan keahlian sehingga secara bertahap dapat
meningkatkan keahlian yang dibutuhkan sesuai pengembangan teknologi.
5. JURNAL KEPENDUDUKAN : KORUPSI
➢ Judul jurnal : Korupsi dan Pembangunan Pendidikan di indonesia
➢ Tahun : 2009
➢ Penulis : Titik Handayani
➢ Publikasi (link) :
https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/175/207
➢ Riviewer : Putri Ria Indah Hartati (18416244033)
➢ Latar belakang :
• Pencapaian pembangunan pendidikan dan permasalahannya serta bagaimana korupsi
di sektor pendidikan berimplikasi terhadap pembangunan pendidikan. Meskipun dalam
realitasnya, institusi pendidikan tidak terlepas dari persoalan korupsi, namun lembaga
ini merupakan media strategis untuk menanamkan nilai
• Nilai moral tennasuk antikorupsi. Siswa yang akan menjadi generasi penerus bangsa di
masa mendatang sejak dini harus dididik untuk menjauhi dan memerangi praktek
korupsi. Untuk itu substansi pendidikan antikorupsi perlu diberikan pada siswa sejak
dini. Selain itu perbaikan tata kelola di sektor pendidikan perlu dilakukan dengan
membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya guna mendorong tranparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dan perumusan kebijakan pendidikan
sehingga dapat menghindari penyimpangan dan penyelewengan pada anggaran
pendidikan.
➢ Teori :
• Adanya kebocoran anggaran di sektor pendidikan merupakan salah satu sebab kurang
maksimalnya layanan pendidikan terhadap kelompok miskin dan di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia korupsi sering kali merupakan masalah endemik
seluruh masyarakat. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang termasuk
kategori rentan terhadap korupsi, karena relatif besarnya anggaran pendidikan,
sehingga cenderung memberi peluang untuk praktik korupsi yang semakin besar pula
➢ Tujuan :
• Mengemukak:an bahasan tentang capaian dan permasalahan pembangunan pendidikan
pada umumnya, dan persoalan korupsi dibidang pendidikan.serta akan dibahas pula
peran pendidikan dalam memerangi korupsi. Diharapkan melalu pendidikan di sekolah
mampu melahirkan generasi-generasi yang berakhlak untuk memerangi korupsi.
Tulisan ini juga akan diakhiri dengan penutup yang berisi alternatif-altematif bagi
rumusan kebijakan. Sumber data yang digunakan dalam tulisan ini terutama berasal
dari Depdiknas dan Indonesia Corruption Watch (ICW) serta tulisan, kajian lain yang
relevan.
➢ Sampel atau subjek penelitian :
• Orang yg didalam sektor pendidikan di pemerintah ada kepala dinaspendidika, pegawai
dinas pendidikan, kepala sekolah dan juga komite sekolah.
➢ Metode penelitian :
• Metode kuantitatif
➢ Hasil penelitian :
• Temuan dari kajian pemetaan korupsi pendidikan oleh ICW pada tahun 2009
menunjukkan bahwa pendidikan merupakan sektor yang relatif cukup rawan korupsi.
Banyak obyek korupsi yang terdapat disektor pendidikan seperti dana untuk
pembangunan gedung sekolah, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan,
operasional satuan pendidikan, gaji dan honor guru, aset pendidikan serta kegiatan
pendidikan lainnya. Institusi dengan kewenangan yang tinggi dan didukung oleh
anggaran yang besar berpeluang paling besar melakukan penyelewengan. Dengan
dasar ini, maka peluang korupsi terbesar dalam sektor pendidikan terletak pada
Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) yang saat ini telah berganti nama
dengan Kementerian Pendidikan Nasional. lnstitusi ini memiliki banyak kewenangan
dalam penyelenggaraan pendidikan yang berpengaruh pada seluruh sektor pendidikan
Indonesia. Selain itu, kewenangan ini juga didukung oleh anggaran besar. Kementerian
Pendidikan Nasional merupakan Kementerian/Lembaga yang mengelola anggaran
paling besar setiap tahunnya dibandingkan dengan Kementerian/Lembaga lainnya.
➢ Kekuatan :
• lnstitusi pendidikan merupakan lembaga terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan
nilai-nilai antikorupsi dengan cara melakukan pembinaan pada aspek mental, spiritual
dan moral. Karena, orientasi pendidikan nasional kita mengarahkan manusia Indonesia
untuk menjadi insan yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Peserta didik
yang akan menjadi generasi penerus bangsa di masa mendatang sejak dini harus dididik
untuk menjauhi bahkan memerangi praktek korupsi dan diharapkan dapat turut aktif
memeranginya. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas Pasal 4, diantaranya mengemukakan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Memerangi
korupsi melalui pendidikan dapat dilakukan baik melaluijalur formal maupun informal.
Padajalur pendidikan fonnal dapat dilakukan melalui pengembangan kurikulum
maupun kegiatan ekstrakurikuler. Pada jalur pendidikan informal dapat dilakukan
melalui beragai inisiatif seperti kampanye masyarakat, maupun program-program
pembentukan forum seperti seminar mahasiswa dan acara lainnya yang melibatkan
semua pemangku kepentingan mulai dari KPK, kepolisian, kejaksaan, kementerian
Pendidikan Nasional hingga kalangan masyarakat madani seperti LSM, ormas-onnas,
dan lain sebagainya. Untuk pendidikan formal yang diimplementasikan. melalui
kurikulum, tidak harus diwujudkan dalam suatu mata pelajaran khusus, tetapi dapat
diintegrasikan dalam pelajaran yang relevan, yaitu pelajaran agama, dan PPKN.
Penerapan kurikulum ini tentu saja menuntut kreativitas yang lebih dari para guru dan
harus mampu mengaitkan persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dengan
tema-tema atau materi pelajaran.
➢ Kelemahan :
• Fenomena korupsi di sektor pendidikan dapat berdampak negatif terhadap kuantitas,
kualitas dan efisiensi layanan pendidikan.
➢ Kesimpulan :
• Korupsi di sektor pendidikan telah menyebabkan kenaikan anggaran kurang
berdampak signifikan terhadap layanan pendidikan, karena penyimpangan dan
kebocoran anggaran. Kenaikan anggaran pendidikan justru meningkatkan potensi
korupsi disektor pendidikan, hal ini terjadi karena buruknya tata kelola, sehingga
masyarakat terutama dari kelompok miskin harus menanggung beban berkurangnya
dana pendidikan. Korupsi juga terjadi akibat rendahnya partisipasi publik dalam
penetapan, monitoring dan evaluasi kebijakan dan anggaran pendidikan. Desentralisasi
pendidikan yang seharusnya mendekatkan pelayanan pada masyarakat dan
meningkatkan partisipasi masyarakat, bahkan telah memunculkan aktor-aktor korupsi
pendidikan yang baru terutama pada tingkatan Pemda Bupati/walikota. Kepala Dinas
Pendidikan, pegawai Dinas Pendidikan dan kepala sekolah.Dengan demikian, perlu
dilakukan rekontrstruksi dalam lembaga pendidikan formal yang merupakan institusi
strategis dalam pemberantasan korupsi. Hal itu dapat dilakukan secara paralel
bersamaan dengan masuknya muatan-materi pendidikan karakter, anti korupsi dalam
kurikulum. Pencegahan perilaku korupsi dengan Pendidikan antikorupsi, yang
semestinya sejak kecil ditanamkan, baik di lingkungan keluarga maupun lembaga
pendidikan formal, terutama juga dari lingkungan masyarakat. Apabila semua elemen
seperti keluarga, masyarakat, pelaku pendidikan, dan pemegang kebijakan menyadari
pentingnya pendidikan antikorupsi, maka bukan hal mustahil persoalan korupsi dapat
diberantas dari negara kita.
6. JURNAL KEPENDUDUKAN : KORUPSI
➢ Judul Jurnal : KORUPSI
➢ Tahun : 2015
➢ Penulis : Dwi Maria Handayani
➢ Publikasi : https://doaj.org/article/0d72a5b562a841b6a8a7d888dd2c345c
➢ Reviewer : Alvin Sadewa
➢ Latar Belakang :
• Korupsi merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
➢ Tujuan :
• Banyak buku dan artikel yang telah membahas masalah ini, namun masih sangat
sedikit yang membahas dari perspektif Alkitabiah. Korupsi telah terjadi sejak zaman
Mesir Kuno dan praktik korupsi itu sangat terkait dengan praktik penyembahan
berhala yang populer di zaman itu. Israel yang dipengaruhi oleh bangsa-bangsa di
sekitarnya pun tidak kebal terhadap korupsi dan penyembahan berhala. Oleh karena
itu hukum Perjanjian Lama dan para nabi menyuarakan kritik dan peringatan terhadap
para pelaku korupsi. Gereja hari ini perlu mengembangkan pengajaran antikorupsi
dan memikirkan ulang peran kenabiannya di tengah-tengah masyarakat yang penuh
dengan praktik korupsi.
➢ Sampel dan subjek penelitian :
• Data diperoleh dari narasumber-narasumber yang berasal dari berbagai kalangan,
antara lain adalah penghuni gereja dan masyarakat
➢ Metode Penelitian :
• Teknik wawancara mendalam dan FGD (focus group discussion). Data yang digunakan
berupa data kualitatif
➢ Langkah :
• Tidak ada cara lain, korupsi harus diberantas. Selain merusak sendi- sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara, korupsi juga merusak sistem perekonomian. Imbasnya, apa
lagi kalau bukan membuat negeri kita yang kaya raya itu masih belum juga bisa
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan. Segala potensi yang dimiliki pun seakan
tidak berarti. Layanan publik masih buruk, tingkat kesehatan rendah, pendidikan yang
tidak terjamin, tingkat pendapat masyarakat yang masih memprihatinkan, dan banyak
lagi indikator negara makmur yang belum bisa dicapai. Dengan kata lain, harapan
untuk mewujudkan Indonesia sebagaimana negeri impian pun, bak jauh panggang dari
api.
➢ Kekuatan :
• Salah satu hal penting dalam pemberantasan korupsi, adalah kesamaan pemahaman
mengenai tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan adanya persepsi yang sama,
pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat dan terarah. Sayangnya, tidak
semua masyarakat memiliki pemahaman seperti itu. Contoh paling mudah, adalah
pandangan mengenai pemberian “uang terima kasih” kepada aparat pelayan publik,
yang dianggap sebagai hal yang wajar. Contoh lain, tidak semua orang memiliki
kepedulian yang sama terhadap korupsi. Hanya karena merasa “tidak kenal” si pelaku,
atau karena merasa “hanya masyarakat biasa,” banyak yang menganggap dirinya tidak
memiliki kewajiban moral untuk turut berperan serta. Itulah sebabnya, edukasi dan
kampanye penting dilakukan. Sebagai bagian dari pencegahan, edukasi dan kampanye
memiliki peran strategis dalam pemberantasan korupsi. Melalui edukasi dan
kampanye, lembaga anti korupsi membangkit kesadaran masyarakat mengenai dampak
korupsi, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi,
serta membangun perilaku dan budaya antikorupsi. Tidak hanya bagi mahasiswa dan
masyarakat umum, namun juga anak usia dini, taman kanak-kanak, dan sekolah dasar.
➢ Kelemahan :
• Sayangnya, tidak semua masyarakat memiliki pemahaman seperti itu. Contoh paling
mudah, adalah pandangan mengenai pemberian “uang terima kasih” kepada aparat
pelayan publik, yang dianggap sebagai hal yang wajar. Contoh lain, tidak semua orang
memiliki kepedulian yang sama terhadap korupsi. Hanya karena merasa “tidak kenal”
si pelaku, atau karena merasa “hanya masyarakat biasa,” banyak yang menganggap
dirinya tidak memiliki kewajiban moral untuk turut berperan serta.
➢ Kesimpulan :
• Upaya-upaya untuk menanggulangi kkrupsi telah menjadi perhatian pemerintah sejak
lama, terbukti dari banyaknya program sejenis yang telah dilakukan. Beberapa di antara
kegiatan yang dilaksanakan dalam program penanggulangan korupsi menunjukkan
keberhasilan.

Anda mungkin juga menyukai