Anda di halaman 1dari 10

Ekranisasi Novel Bumi Manusia Karya

Pramoedya Ananta Toer ke dalam Film


NOVIA NUR AFSANI

Universitas Sebelas Maret


afsaninov@gmail.com

ABSTRACT
The phenomenon of the appointment of a literary work into a film is a phenomenon that
is rife by filmmakers. This is further strengthened by the number of films that are in
demand in the market resulting from the adaptation of the novel. The purpose of this
study is to describe the process of ekranisasi plot, setting, figures both in the category of
aspects of shrinkage, addition, or variation in the transfer of a novel vehicle to the form
of film. The research method used is the method of literary research. The data sources of
this research are the novel of This earth of Mankind by Parmoedya Ananta Toer and the
film This Earth of Mankind by director Hanung Bramantyo. Data obtained by reading,
then watching, then taking notes. The results showed that the ecranization process that
occurred in the elements of the plot, setting, characters, namely the shrinking of several
parts of the story, variations. As for the changes to the variations that occur at the end
towards the end of the film, many scenes seem to be accelerated by the removal of
some scenes in the novel. Overall variations in the plot of the film do not deviate from
the novel and these changes add to the essence of human earth film.

Keywords: ecranisation, novels, movies, this earth of mankind, creation.

ABSTRAK
Fenomena pengangkatan sebuah karya sastra menjadi sebuah film adalah fenomena
yang marak dilakukan oleh insan perfiliman. Hal ini semakin dikuatkan dengan
banyaknya film-film yang laris dipasaran hasil dari adaptasi dari novel. Tujuan dari
penelitian ini untuk mendeskripsikan proses ekranisasi alur, latar, tokoh baik dalam
kategori aspek penciutan, penambahan, maupun variasi dalam alih wahana novel ke
bentuk film. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sastra. Sumber
data penelitian ini adalah novel Bumi Manusia karya Parmoedya Ananta Toer dan film
Bumi Manusia karya sutradara Hanung Bramantyo. Data diperoleh dengan teknik
membaca, lalu menonton, kemudian mencatat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
proses ekranisasi yang terjadi pada unsur alur, latar, tokoh yaitu adanya penciutan
beberapa bagian cerita, variasi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses ekranisasi
yang terjadi pada unsur alur, tokoh, dan latar yaitu adanya penciutan, penambahan, dan
perubahan bervariasi. Adapun untuk perubahahan variasi yang terjadi pada akhir
menjelang berakhirnya film, banyak adegan yang terkesan dipercepat dengan
penghilangan beberapa adegan yang ada di novel. Secara keseluruhan variasi alur dari
film tidak melenceng dari novel dan perubahan tersebut menambah esensi dari film
bumi manusia.

Kata Kunci : ekranisasi, novel, film, bumi manusia, karya.

PENDAHULUAN
Fenomena perubahan karya sastra ke dalam bentuk film telah banyak dilakukan
oleh insan perfilman. Di Indonesia sendiri, peubahan karya sastra dari novel ke
film atau sebaliknya film ke novel, novel ke sinteron atau dari cerpen ke film
banyak diadaptasi dengan variasi imajinasi dalam proses penggarapan.“Film-film
yang diangkat dari novel menciptakan anemo yang sangat tinggi dibandingkan
dengan film-film di Indonesia oleh para penikmat film. Film Indonesia (FI)
mencatat “pada tahun 2015, film dengan judul Surga yang Tak Dirindukan
memuncaki peringkat tertinggi kategori jumlah film lainnya yaitu Comic 8:
Casino Kings Part 1, Magic Hour, Di Balik 98, 3 Dara dan seterusnya. Jumlah
penonton mencapai 1.523.570 penonton”. Sebuah fenomena yang luar biasa
yang membuktikan bahwa karya sastra yang difilmkan memiliki tempat
tersendiri bagi masyarakat Indonesia (Praharwati dan Romadhon, 2017).”
“Ekranisasi tidak lepas dari keterkenalan awal suatu karya. Pemindahan
dari novel ke film akan menyebabkan perubahan. Hal itu disebabkanproses
pembuatan novel dan film sangat berbeda. Proses yang berbeda sedikit
banyaknya akan membuahkan hasil yang berbeda juga (Martin, 2017).”“Alih
wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain
(Damono, 2009: 128).”“Alih wahana merupakan salah satu upaya
pengembangan sastra Indonesia sebagaimana dikemukakan dalam peraturan
pemerintah nomor 57 tahun 2014 tentang pengembangan, pembinaan,
pelindungan bahasa dan sastra, serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia.
Dalam hal ini, pengalihwahanaan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan
mutu sastra agar dapat dimanfaatkan sebagai media ekspresi, pencerminan, dan
pencarian jati diriuntuk membangun kebudayaan baru. Alih wahana merupakan
kegiatan yang sah dan bermanfaat bagi pemahaman yang lebih dalam mengenai
hakikat sastra. Pengalihan sebuah karya sastra ke bentuk atau media lain telah
lama dilakukan, misalnya perubahan bentuk puisi menjadi sebuah lagu atau
lukisan, drama diubah menjadi cerpen dan tari.”
“Proses alih wahana adalah bahwa setiap hasil alih wahana merupakan
karya baru karena adanya pengalihan dari satu karya menjadi karya yang lain.
Pengalihan bentuk karya sastra menjadi karya seni adalah perubahan bentuk
(media) karya sastra berupa novel menjadi karya seni yang berupa film.
Pemunculan film-film yang diadaptasi dari novel akhir-akhir ini semakin marak,
para sineas kini menggunakan karya sastra dalam hal tersebut novel sebagai ide
penggarapan film, hal tersebut membuktikan bahwa novel kaya akan cerita-
cerita yang menarik.”
Menurut Ismail (2004: 2)“novel berasal dari bahasa Italia, “Novella” yaitu
sebuah prosa naratif fiksional yang panjang dan kompleks yang secara imajinatif
saling berhubungan dengan pengalaman manusia melalui suatu rangkaian
peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain dengan melibatkan
sekelompok atau sejumlah orang.”Sebagai unsur yang membangun sebuah
karya sastra, kehadiran unsur intrinsik sangat diperlukan.” Esten (2013:25)
mengemukakan“Ada beberapa unsur struktur cerita rekaan sebagai berikut: (1)
alur, (2) penokohan/perwatakan, (3) latar, (4) pusat pengisahan, (5) gaya
bahasa.” Setiap unsur tersebut harus terdapat dalam sebuah karya sastra
berupa novel, karena hal tersebut dapat menentukan sebuah karya disebut
sastra. Muhardi dan Hasanudin WS (1992:20-21) mengatakan bahwa“Fiksi
mempunyai unsur yang membangun dari dalam fiksi itu sendiri.” Unsur intrinsik
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu unsur utama dan unsur penunjang.
Menurut Eneste (1991:18)“Film merupakan hasil kerja kolektif atau gotong
royong.”Baik dan tidaknya sebuah film akan sangat bergantung pada
keharmonisan kerja unit-unit yang ada didalamnya (produser, penulis skenario,
sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para pemain, dan lain-
lain). Pratista (2008:3) mengatakan“Bahasa film adalah kombinasi antara bahasa
suara dan bahasa gambar.”Sineas meawarkan sebuah solusi melalui filmnya
dengan harapan tentunya bisa diterima dengan baik oleh yang menonton.
Melalui pengalaman mental dan budaya yang dimilikinya, penonton berperan
aktif secara sadar maupun tidak sadar untuk memahami sebuah film. Secara
umum terdapat dua unsur pembentuk film, yaitu unsur naratif dan unsur
sinematik”.Unsur naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah, adapun
unsur sinematik adalah gaya atau cara untuk mengolahnya. Unsur sinematik
terbagi menjadi empat elemen pokok yakin, mis-en-scene, sinematograffi,
editing, dan suara. Ahmad Iskak dan Yustinah (2008:24) mengemukakan bahwa
“unsur-unsur pokok film sebagai karya seni ada beberapa macam yaitu,penulis
skenario, sutradara, aktor/aktris, juru kamera/sinematografer, editor/penyunting,
produser, dan penata artistik.”“Novel dan film merupakan dua karya dengan
medium yang berbeda. Sehingga novel yang diangkat menjadi film sudah pasti
ditemukan perbedaan. Dibandingkan dengan novel, film relatif lebih banyak
memakai perlambangan sebagai alat pengucapannya. Novel melambangkan
suatu kehidupan baru memerlukan penjelasan panjang lebar dan berhalaman-
halaman. Sedangkan film hanya membutuhkan beberapa detik(Armiati, 2018).”
Salah satu novel yang diadaptasi ke dalam film adalah Bumi Manusia
karya Pramoedya Ananta Toer.“Sejak diumumkannya rencana Hanung
Bramantyo untuk menjadikan novel Bumi Manusia sebagai karya film, setidaknya
sejak tanggal 18 Oktober 2017, nama Pramoedya Ananta Toer kembali menjadi
pembicaraan di berbagai media massa, termasuk media sosial di internet.
Pembicaraan itu menjadi semakin ramai ketika si sutradara film menetapkan
bintang muda yang dikenal sebagai bintang film cinta remaja, yaitu Iqbaal
Ramadhan, sebagai pemeran Minke, tokoh utama novel Bumi Manusia. Pada
umumnya, pembicaraan tersebut berisi peringatan dan kekhawatiran akan
terjadinya pencemaran terhadap sebuah karya sastra yang selama ini mendapat
pujian yang tinggi apalagi dari seorang pengarang sekelas Pramoedya. Karena
itu, tidaklah mengherankan apabila di dalam pembicaraan itu terlibat pula Ariel
Heryanto, seorang ahli kajian budaya dengan reputasi internasional, dan seorang
aktivis yang sekaligus politikus terkenal seperti Budiman Sudjatmiko (Faruk,
2019)..”
“Novel Bumi Manusia sendiri adalah karya pertama dari tetralogi buru
yang ditulis oleh sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, ketika berada di
penjara di pulau Buru,1975 (Hardiningtyas, 2015).”“Popularitas roman-roman
tersebut tidak perlu dijelaskan lagi di sini karena sudah ditulis banyak orang.
Dapat dipahami apabila ada orang berpendapat bahwa keterkenalan roman-
roman itu bukan semata-mata karena isinya, melainkan karena nama
pengarangnya. Novel ini penuh dengan kritik sosial akan kedua nilai tradisional
dan modern. Ambiguitas setiap karakter membuat novel ini tidak hanya berhasil
menggambarkan revolusi budaya di negara terjajah tapi juga merupakan sebuah
penolakan akan pengagungan absolut sebuah nilai budaya dan sosial. Bumi
manusia diterbitkan pertama kali oleh Hasta Mitra (Jakarta) pada pertengahan
tahun 1980, tidak lama setelah pengarang Pramoedya Ananta Toer dibebaskan
(oleh penguasa Orde Baru) dari pengasingannya di Pulau Buru (Yudiono,
2007:302).”Novel ini dinyatakan “terlarang” oleh pemerintah karena dianggap
mengandung ajaran marxisme atau komunis. Padahal roman ini mengajarkan
tentang nasionalisme kepada bangsa sendiri.”Novel Bumi Manusia adalah novel
yang bercerita tanntang sejarah tatkala zaman kononial Belanda. Supriyono dkk
(2017) mengungkapkan Sejarah adalah fakta kemanusiaan yang harus dijadikan
sebagai pembelajaran sekaligus pijakan dalam membangun peradaban
selanjutnya. Rohmadi dan Sejarah adalah bagian dari budaya berkembang di
dalam masyarakat sebagai wujud perilaku yang membentuk suatu kebiasaan
(Rondiyah dkk, 2017). Seiring dengan bermunculannya novel-novel baru yang
sangat signifikan, terdapat beberapa novel yang mengangkat kebudayaan suatu
tempat ( Rahardjo dkk, 2017). Saddhono (2014) menyatakan bahwa novel
memiliki nilai-nilai pendidikan dan inspirasi yang luar biasa bagi para generasi
muda. Karakter, dipandang sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi
(character is personality evaluated). Karakter adalah tabiat atau watak yang
telah terbentuk dan melekat pada seseorang (Supriyono dkk, 2017).
“Novel Bumi Manusia menceritakan tokoh Minke seorang prinyai, putra
Bupati Kota B. siswa H.B.S., sebagai siswa Pribumi Minke tidak begitu disukai
oleh siswa-siswa lainnya. Namun Minke adalah seorang siswa yang pandai dan
dia juga seorang penulis. Karena menulis pula lah Pramoedya disukai oleh
gurunya Magda Peters. Sebagai seorang penulis, Minke menggunakan tulisannya
sebagai senjata untuk melawan kesemenang-menangan kolonial Belanda. Sosok
Minke adalah tokoh revolusioner, melawan ketidakadilan pada bangsanya dan
bahkan memberontak terhadap budayanya sendiri, budaya Jawa yang dirasanya
menghinakan kemanusiaan manusia (Rahmi, 2014).”“Novel Bumi Manusia Karya
Pramoedya Ananta Toer, bahwa novel tersebut mengungkapkan cerminan
kehidupan masyarakat peralihan abad 20 di Jawa Timur,di mana gambaran
hubungan sosial masyarakat Jawa dan Eropa atau Sebaliknya antara kelas atas
(borjuis) dan kelas bawah (proleta)sangat jelas terlihat perlakuan sikap pada
masa itu (Hastuti, 2018).”“Hal yang menarik dari novel Bumi Manusia yaitu latar
utamanya yang erjadi pada masa awal abad ke-20 tepatnya pada tahun 1900
(Rahayu, 2014).”“Hal ini didorong oleh kesadaran Pramoedya akan kedudukan
sejarah pada perkembangan manusia (Risnawati dkk, 2016).”“Bumi Manusia
dalam beberapa bagian berusaha menggambarkan bagaimana keadaan
masyarakat ideal meletakkan perempuan sebagai makhluk yang dihormati hak-
haknya. Menjadi seutuhnya manusia yang hidup dengan hasil keringat sendiri,
tidak perlu hanya bertumpu pada nasib dan kemurahan kaum laki-laki (Taqwiem,
2018).”
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah
penciutan, penambahan, dan variasi tokoh, alur dan latar terhadap novel Bumi
Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer ke film Bumi Manusia karya sutradara
Hanung Bamantyo.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi pustaka.
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian benda mati. Subjek yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu novel yang berjudul Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Lentara Dipantara pada tahun
2005 dengan jumlah 535 halaman. Selain itu, ada juga film Bumi Manusia yang
diproduksi oleh rumah produksi Falcon Pictures dengan sutradara Hanung
Bramantyo. Film Bumi Manusia rilis perdana di Surabaya pada 9 Agustus 2019
dan tayang pada 15 Agustus 2019 di seluruh bioskop di Indonesia dengan durasi
3 jam 1 menit. Objek dalam penelitian ini dibatasi pada unsur intrinsik alur,
tokoh, dan film yang terdapat dalam novel Bumi Manusia.
Data penelitian ini diperoleh dengan teknik membaca, teknik menonton
dan teknik mencatat. Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peneliti itu sendiri (human instrument). Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Nazir (2003:62) menyatakan bahwa, Penelitian kualitatif adalah
memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan
masalah tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang ada. Cara deskripsi
disampaikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang
alami, dan dengan memanfaatkan metode ilmiah. Ratna (2006:53) menyatakan
bahwa“Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menguraikan atau
menggambarkan objek penelitian dengan cara mendeskripsikan fakta fakta.
Selanjutnya, uraian dilakukan dengan cara analisis.”Analisis data penelitian ini
menggunakan metode content analysis atau analisis isi. Menurut Jabrohim
(2014:7)“Metode content analysis adalah suatu metode yang menganalisis
dokumen untuk diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen
tersebut.”Menurut Sangidu (2004:61) data penelitian sastra adalah“Bahan
penelitian, atau lebih tepatnya bahan jadi penelitian yang terdapat dalam karya
satra yang diteliti.”Jadi, data dalam penelitian ini berupa bagian bagian kalimat
yang mengandung penambahan dan penciutan novel ke film berupa: (1) tokoh,
(2) alur, dan (3) latar. Ekranisasi novel ke film tersebut diperoleh dari sumber
data penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Ekranisasi Alur dan Latar
Pada penanyangan di bioskop tanggal 15 Agustus 2019, menjadi peringatan
sekaligus perayaan hari kemerdekaan Indonesia, maka sebelum film mulai
ditayangkan, penonton diminta berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan
Indonesia Raya. Pada bagian awal film, diputar rekaman kehidupan di Hindia
Belanda sekitar awal abad ke-20. Selama pemutaran, terdengar senandika Minke
yang diperankan Iqbaal Ramadhan terkagum-kagum dengan kemoderan Eropa
hingga ia terlena dengan bangsanya sendiri. Adegan pertama yang ditayangkan
di dalam film sama dengan apa yang ada di novel. Hal tersebut menjadi sebuah
pembukaan yang sesuai antara novel dan film. Namun tentunya ada beberapa
perbedaan yang terjadi antaa novel dan film. Pada novel setebal 535 halaman
yang kemudian diadaptasi menjadi film berdurasi 3 jam 1 menit, tidak semua
adegan yang ada di dalam novel mencakup secara keseluruhan di film.
Penciutan alur menjadi satu hal yang sangat terlihat dalam film, namun
bukan hanya penciutan saja, penambahan dan variasi adegan terlihat dalam film
melalui arahan sutradara Hanung bramantyo. Ada 15 catatan perbedaan antara
novel dan film yang meliputi alur, adegan dan latar. Di antaranya (1) adegan
ketika teman sekolah ELS yang mencubit dan membuatnya berteriak, sehingga
gurunya marah lalu teman-teman sekelasnya memanggil Minke. Pada cerita
novel diceritakan teman sebangku Minke adalah perempuan, namun ada variasi
pada film yaitu teman yang sebangku dengan Minke adalah anak laki-laki. (2)
Adegan ciuman pertama Minke ke Annelies. Dalam novel adegan ciuman
tersebut terjadi saat Minke menangkap Annelies yang mengikutinya melompat
selokan, tetapi pada adegan di film ciuman yang dilayangkan Minke kepada
Annelies terjadi di tepi rawa. (3) Adegan Nyai Ontosoroh meminta Minke
mencium Annelies. Terjadi perbedaan adegan yang tampak pada alur dalam
novel dan film. Di novelnya, Annelies yang diminta oleh Nyai Ontosoroh untuk
mendekati Minke agar Minke mencium Annelies, tetapi adegan dalam film, Minke
lah yang diminta Nyai Ontosoroh untuk menghampiri Annelies.(4) Adegan ketika
perbincangan Minke dengan Jean Marais yang sedang melukis dirinya sendiri
saat menjadi serdadu kompeni. Terjadi perubahan latar yang berbeda antara
novel dan film. Pada novel adegan Jean melukis berlokasi di bengkel milik Jean
Marais, akan tetapi dalam film adengan Jean melukis berlokasi di pantai. (5).
Adegan Minke saat dijemput Darsam bersama Annelies dari stasiun setelah dari
Bojonegoro. Adegan penurunan Minke yang dilakukan oleh Darsam pada
novelnya Minke diturunkan di depan rumah Kranggan, namun di film adegan
penurunan Minke dilakukan di tengah jalan. Kedua adegan tersebut sama-sama
menyisakan kesedihan yang dirasakan Annelies.
(6) Adegan Minke dinobatkan menjadi dokternya Annelies oleh Dokter
Martinet. Ketika Annelies sedang sakit, Minke lah sosok yang mampu menjadi
obat kesembuhan untuk Annelies, itulah sebabnya mengapa Dokter martinet,
selaku dokter pribadi keluarga Nyai mengungkapkan bahwa Minke lah dokter
yang tepat untuk kesembuhan Annelies, dan adgan tersebut pada novel Dokter
Martinet mengatakan ketika berada di kamar Annelies, sedangkan di dalam film
adegan tersebut dilakukan di gazebo dekat rawa (7) Adegan “kecelakaan”
Annelies diperkoa sang kakak Robert Mellema. Pada novel adegan menyakitkan
yang dialami Annelies tersebut terjadi di rumput glagah ladang terbuka ketika
Annelies mencari Darsam yang akhirnya bertemu Robert Mellema, mulut
Annelies disumbat oleh tangan Robert terjadilah kecelakan tersebut. Adeegan di
dalam film, kecelakaan tersebut divisualisasikan sosok Annelies yang lari
ketakutan yang mulutnya disumbat tanpa bisa bicara oleh Robert Mellema di
sebuah kandang sapi, penciutan adegan yang seharusnya Annelies menaiki kuda
mencari Darsam, tidak ditemukan di dalam film. (8) Adegan Nyai Ontosoroh
menyelimuti Minke dan Annelies yang tertidur. Kejadian yang dialami Minke dan
Annelies tertidur satu ranjang yang kemudian diketahui oleh Nyai Ontosoroh
menampilkan variasi adegan. Dalam novel Minke dan Annelies tertidur dalam
posisi berpelukan yang kemudian diselimuti oleh Nyai, tetapi dalam film justru
Nyai Ontosoroh menyelimuti Minke dan Annelies dalam posisi keduanya saling
membelakangi. (9) Adegan Darsam mengejar si gendut, Minke mengejar
Darsam, Annelies mengejar Minke & Nyai Ontosoroh mengejar Annelies. Dalam
adegan menengangkan tersebut pada novel digambarkan konde Nyai Ontosoroh
terlepas saat mengejar Annelies, namun dalam film, riasan Nyai Ontosoroh
masih terlihat rapi sampai tiba di dalam rumah pelisir Ah chong. (10) Adegan
Tuan Millema yang mati karena overdosis obat yang diracuni Maiko membuatnya
terkapar tak berdaya. Dalam novel Tuan Mellema ditemukan mati terkapar di
pojok ruang makan rumah Ah Chong, tetapi dalam film Tuan mellema ditemukan
mati di dalam kamar di rumah pelisir Ah Chong. (11)  Adegan Robert Millema
ditemukan di rumah pelisir Ah Chong. Nyai Ontosoroh melarang Darsam
mengejar Robert Mellema ketika mengetahui bahwa Robert berada di rumah
pelisir Ah Chong, kejadian tersebut tertulis dalam novel, namun dalam film
Darsam justru lari mengejar Robert. (12) Adegan Ah Chong divonis oleh hakim,
dalam novel pemvonisan Ah Chong terjadi karena pengakuan babah Ah Chong
sendiri, namun di film pemvonisan babah Ah Chog justru atas dasar kesaksian
dari Maiko. (13.) Adegan Minke dijemput polisi, ketika Minke dijemput oleh polisi
yang ternyata mengharuskan Minke mengahap ke sang ayah, dalam novel Nyai
Ontosoroh menyuruh Annelies untuk mempersiapkan dan membawa koper
Minke, namun dalam film Nyai justru meminta pembantunya untuk mengambil
koper Minke. (14) Undangan pesta pernikahan. Saat Minke usai wisuda
kelulusan, Minke mengumunkan hari pernikahannya dalam undangan pesta
pernikahan, adegan di film ketika Minke dan Annelies melihat hasil
pengumumam ujian, pengumuman pernikahan keduanya diumumkan. (15)
Adegan Robert Suurhof memberikan cincin ke Annelies saat pesta pernikahan.
Robert Suurhof diceritakan adalah sosok laki-laki yang mengagumi Annelies dan
ingin memilikinya, sering kali Suurhof mengirim surat untuk Annelies tapi tak
pernah dibaca oleh Annelies, hingga ketika pernikahan Minke dan Annelies
Suurhof memberikan cincin kepada Annelies dan oleh robert dikenakan ke jari
Annelies lalu kotaknya diberikan ke Minke. Di film Suurhof memberikan cincin
dan kotaknya kepada Annelies sekaligus.

Ekranisasi Tokoh
Sejak diumumkannya Iqbaal Ramadhan sebagai Minke tentu pro dan
kontra terjadi karena kekhawatiran yang membuat nyawa seorang Minke
menjadi tak seusai karakter di novel. Namun Iqbaal mampu keluar dari citranya
sebagai Dilan dari Dilan 1990. Kelihaan sosok Iqbaal Ramadhan yang
menuturkan bahasa Belanda dengan baik menjadikan dia terlihat cerdas
layaknya anak muda milenial, walau penguasaan bahasa Jawanya terkadang
tidak konsisten. Sha Ine yang telah berhasil memerankan Ontosoroh, karakter
yang apik diperlihatkan Sha Ine yang membuat sosok Nyai Ontosoroh tetap
hidup dalam film. Sosok Ayu Laksmi yang dengan apik memerankan ibu
Minke,walaupun kehadiran Ayu hanya sekejap, namun peran ibu Minke yang
diterima Ayu merupakan pilihan yang cocok dan tepat. Sosok Annelies yang
diperankan Mawar menjadi wanita dengan karakter lemah lembut, cantik, dan
pekerja keras. Mawar mampu menjadi karakter Annelies sebagai wanita lembah
lembut dengan kecantikan bak noni Belanda. Kekuatan cinta Minke dan Annelies
yang begitu ditonjolkan menjadikan sosok Panji Darman atau Jan Dapperste tidak
begitu keluar, namun di tangan Hanung Bramantyo, racikan alur dan kekuatan
tokoh menjadi cara tersendiri dalam menyampaikan pesan dalam novel Bumi
Manusia melalui sebuah film.

Penelitian yang Relevan


Penelitian Relevan untuk objek yang sama membahas mengenai Bumi Manusia
belum ditemukan, akan tetapi untuk kajian dengan teori ekranisasi atau
perubahan dari novel ke dalam bentuk film sudah ada. Adapun penelitian serupa
Rara Rezky Setyawati, mahasiswa Universitas Negeri Makassar oleh yaitu sebuah
skripsi tahun 2009 yang berjudul “Alih Wahana Novel Supernova Karya Dewi
Lestari Menjadi Film Supernova Karya Rizal Mantovani Kajian Model Pamusuk
Eneste. Dalam penelitian tersebut, rumusan masalahnya adalah bentuk-bentuk
perbedaan unsur instrinstik antara novel dan film. Dalam penelitian tersebut,
penulis membanding perbedaan antara unsur instristik yang ada pada novel dan
film, termasuk perubahan dari keduanya. Penelitian yang relevan lainnya yaitu,
berupa penelitian skripsi oleh Devi Shyviana Arry Yanti, mahasiswi di Universitas
Negeri Yogyakarta pada tahun 2016 dengan judul “ Ekranisasi Novel ke Bentuk
Film 99 Cahaya di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra.” Penelitian tersebut menggunakan ekranisasi dengan berfokus
pada unsur-unsur intrinsik, adapun unsur intrinsik yang dibahas hanya terfokus
pada alur, tokoh, dan latar dikarenakan ketiga unsur tersebut dirasa cukup
mewakili. Yang ketiga berupa tesis oleh Dyah Ayu Setyorini, mahasiswi di
Universitas Dipenogoro Semarang pada tahun 2009 dengan judul “Transformasi
novel Rebecca (1938) karya Dephne Du Maurier ke bentuk film Rebecca (1940)
karya Albert Hitchcock: Analisis Ekranisasi.” Dalam penelitian tersebut, lebih
menitik beratkan pada struktur naratif antara novel dan filmnya dan berfokus
pada kernel dan satelit yang berdasarkan pada pemikiran Chatman. Penelitian
yang membahas kajian ekranisasi adalah penelitian Oktafiyani, A., Suseno, &
Nuryatin A. tahun 2017 yang berjudul “Transformasi Makna Simbolik Mihrab
pada Novel ke Film dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy: Kajian
Ekranisasi”. Dalam penelitian tersebut fokus utama membahas simbolik utama
mihrab dalam novel dan film, terdapat perbedaan antara simbolik mihrab di
novel dan film tersebut. Penelitian yang relevan selanjutnya jurnal karya Yenni
Armiati tahun 2018 berjudul “Ekranisasi Novel Assalamualaikum Beijing ke
dalam Film Assalamualaikum Beijing”. Dalam penelitian tersebut aspek yang
dibahas meliuti tiga hal yaitu penciutan, penambahan dan perubahan variasi
yang mana terjadi perbedaan bagian antara novel dan film. Relevan dengan
penelitian Yenni, jurnal karya Martin tahun 2017 dengan judul “Ekranisasi Novel
Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia ke Film Surga yang Tak
Dirindukan Karya Sutradara Kuntz Agus” juga berfokus pada penciutan,
penambahan dan perubahan variasi. Kedua penelitian tersebut bahasan atau
kajian sama dengan yang penulis teliti yaitu mencakup perbedaan yang terjadi
antara novel dan film yang mencakup tiga pokok utama kajian ekranisasi yaitu
penciutan, penambahan dan perubahan varisasi, perbedaan antara penelitain ini
dengan ketiga penelitian yang relevan di atas adalah, ekranisasi di penelitian ini
ditulis secara runtut dari awal scene hingga akhir scene. Fokus perbedaan scene
antar novel dan film yang menjadi hasil utama pada penelitian ini.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dan di film tentang
ekranisasi novel bumi manusia ke dalam bentuk film mencakup unsur penciutan,
penambahan, dan perubahan variasi alur, latar dan tokoh. Terdapat lima belas
scene yang berbeda antara bagian di novel dan film. Ada scene yang dihilangkan
dalam film Bumi manusia dikarenakan tebalnya novel utama yang mencapai 500
halaman lebih, dan tidak semua scene dalam novel bisa divisualisasikan dalam
bentuk film berdurasi 3 jam 1 menit tersebut. Proses pengurangan yang begitu
terlihat yaitu dengan mengurangi scene antara Minke dan Jean Maramis, hal
tersebut abnyak yang tak ditampilkan dalam film, dikarenakan dalam film fokus
utama lebih banyak menampilkan scene Minke dengan Annelies ataupun dengan
Nyai Ontosoroh. Perubahan variasi terjadi dengan perbedaan adegan, latar,
hingga alur yang dibuat lebih visual agar penonton lebih menikmati esensi film
tersebut. Penambahan terjadi dengan lebih banyaknya scene Minke dan Annelies
melalui tangan sutradara hanung Bramntyo menjadi cerita yang lebih moderen
tanpa mengubah kepakeman cerita asli. Proses ekranisasi alur secara
keseluruhan masih relevan dangan cerita yang ada dalam novel, hanya saja
pada visualisasi dalam film dibuat lebih menarik. Banyak variasi konflik yang
dimunculkan sehingga alur dalam film menjadi lebih hidup lewat visualisasi
adegan. Kemunculan konflik tersebut untuk menambah esensi film sehingga
penonton akan terbawa masuk dalam alur cerita. Proses ekranisasi tokoh dan
latar dalam novel ke bentuk film Bumi Manusia dilakukan karena mengikuti alur
dalam film.

REFERENSI
Armiati, Y. (2018). Ekranisasi Novel Assalamualaikum Beijing ke dalam Film
Assalamualaikum Beijing. Master Bahasa .6(3):301-310.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/MB/article/view/12435
Damono, S. D. (2009). Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Eneste, P. (1991). Novel dan Film. Flores: Nusa Indah.

Esten, M. (2013). Kesusastraan, Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa


Faruk. (2019). Humanisme Karya-Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer: Sebuah
Pergulatan Diskursif. Jurnal Atavisme. 22 (1): 1-14.
Hardiningtyas P.R. (2015). Manusia Dan Budaya Jawa Dalam Roman Bumi
Manusia: Eksistensialisme Pemikiran Jean Paul Sartre. Jurnal Aksara.
27(1):83-98.
Hastuti, N. (2018). Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Kajian
Sosiologi Sastra. Humanika. 25(1):64-74. DOI:
10.14710/humanika.v25i1.18128
Martin, M.(2017). Ekranisasi Novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia
ke Film Surga yang Tak Dirindukan Karya Sutradara Kuntz Agus. Jurnal
Kata. 1(1):94-100. http://doi.org/10.22216/jk.v1i1.1547
Muhardi & Hasanuddin W.S. (1992). Prosedur Analisis Fiksi: Kajian
Strukturalisme. Padang: Citra Budaya Indonesia.
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia.
Oktafiyani, A., Suseno, & Nuryatin A. (2017). Transformasi Makna Simbolik
Mihrab pada Novel ke Film dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El
Shirazy: Kajian Ekranisasi. Jurnal Sastra Indonesia. 6(3):39-45.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/
Praharwati, D. W. & Romadhon, S. (2017). Ekranisasi Sastra: Apresiasi Penikmat
Sastra Alih Wahana. Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan
Agama - Vol. 23(.2): 267-285. DOI : 10.15408/bat.v23i2.5756
Raharjo, Y. M. , Waluyo, H. J., & Saddhono, K. (2017). Kajian Sosiologi Sastra dan
Pendidikan Karakter dalam Novel Nun pada Sebuah Cermin Karya Afifah
Afra Serta Relevansinya dengan Materi Ajar di Sma. Jurnal Pendidikan
Indonesia. 6(1):16-16. DOI: http://dx.doi.org/10.23887/jpi-
undiksha.v6i1.8627
Rahayu, I. (2014). Analisis Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Dengan
Pendekatan Mimetik. Deiksis - Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra
Indonesia. 1(1): 44-59.
https://www.fkip-unswagati.ac.id/ejournal/index.php/deiksis/article/view/50
Rahmi. (2014). Studi Pendidikan Karakter dalam Media (Analisis Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta
Toer). Journal Of Rural And Development. 5(2):167-180.
https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/view/818
Ratna, N. K. (2006). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Risnawati, Anshari, & Abidin, A. (2016). Pertentangan Dan Kesadaran Kelas
Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Pendekatan
Teori Marxis). Jurnal Retorika. 9(1):68-79. DOI:
https://doi.org/10.26858/retorika.v9i1.3795
Rohmadi, M. & Saddhono, K. (2014). Novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere
Liye Dalam Rangka Pembentukan Generasi Indonesia Yang Unggul. Jurnal
Karsa. 22(1):82-92. DOI: http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v22i1.546
Rondiyah, A. A., Wardani, N. E., & Saddhono K. (2017). Pembelajaran Sastra
Melalui Bahasa dan Budaya untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter
Kebangsaan di Era Mea (Masayarakat Ekonomi Asean). Proceedings
Education and Language International Conference. 1(1): 141-147.
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ELIC/article/view/1230
Sangiduwan. (2013). Penelitian Sastra Pendekatan Teori, Metode, Teknik, Kita.
Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Setiawati, R. R (2017). Alih Wahana Novel Supernova Karya Dewi Lestari Menjadi
Film Supernova Karya Rizal Mantovani Kajian Model Pamusuk Eneste.
Skripsi Universitas Negeri Makassar
Setyorini , D. A. (2009) Transformasi Novel Rebecca (1938) Karya Daphne
Dumaurier Ke Bentuk Film Rebecca (1940) Karya Alfred Hitchcock: Analisis
Ekranisasi. Tesis Ilmu Susastra Universitas Diponegoro Semarang.
Supriyono, S., Wardani, N. E., & Saddhono, K. (2017). Pendidikan Karakter
BerbasaisSastra Sejarah Dalam Puisi “Aku Tidak Bisa Menulis Puisi Lagi”
Karya Subagio Sastrowardoy. Jurnal Artefak. 4(2):153-160. doi:
http://dx.doi.org/10.25157/ja.v4i2.835
(2018). Nilai Pendidikan
Karakter Sajak “Bulan Ruwah” Karya Subagio Sastrowardoyo dalam
Pembelajaran Sastra . Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 8 (2):
120-131. DOI: https://doi.org/10.24246/j.js.2018.v8.i2.p120-131
Taqwiem A. (2018). Perempuan Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya
Ananta Toer. Jurnal Tarbiyah. 7(2): 133-143. DOI:
http://dx.doi.org/10.18592/tarbiyah.v7i2.2217
Toer, P.A. (2015). Bumi Manusia. Jakarta : Lentera
Yanti, D. S. A. (2016). Ekranisasi Novel ke Bentuk Film 99 Cahaya di Langit Eropa
Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Doctoral
dissertation, Universitas Negeri Yogyakarta.
Yudiono, K.S. (2007). Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai