PENDAHULUAN
Karya Sastra merupakan salah satu bentuk ekspresi jiwa yang didasari oleh
Terciptanya sebuah karya tidak lepas dari peran pengarang itu sendiri atas
Purba,2012:3) ciri tentang sastra salah satunya ialah merupakan sebuah ciptaan,
sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah hasil imitasi. Karya sastra merupakan
suatu hasil luapan emosi yang muncul secara spontan. Dapat disimpulkan proses
penciptaan karya sastra terjadi dari hasil pemikiran, renungan, terhadap sebuah
pandangan yang terjadi di kehidupan sekitar. Hasil dari perenungan tersebut akan
dicampur adukkan dengan ilmu pengetahuan, dan dari proses itu terjadi sebuah
karya sastra bukan hanya mengejar bentuk ungkapan yang indah. Karya sastra
ekspresinya. Wujud keindahan tersebut dilihat sebagai suatu nilai yang tinggi bagi
ungkapannya.
1
2
mengatakan bahwa estetika itu pada dasarnya merupakan suatu kenyataan yang
telah diberi interpretasi oleh pengamatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sastra
merupakan ilmu yang memiliki unsur keindahan pada cerita yang memiliki
sebuah pemaknaan dalam kata-katanya. Sastra terdiri dari dua jenis, yaitu fiksi
dan nonfiksi. Sastra fiksi terdiri dari karya prosa, puisi, naskah drama dan novel.
Sastra nonfiksi terdiri dari esai, kritik sastra, biografi, otobiografi. Objek
berbentuk prosa yang fiktif dengan panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh,
gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu
keadaan yang agak kacau atau kusut. Jadi dapat disimpulkan bahwa novel
merupakan karya sastra prosa hasil peniruan terhadap kegiatan sekitar yang
berisikan suatu pesan maupun nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam
hidup. Amanat dan nilai yang terkandung nantinya akan dikemas dengan alur
cerita dan koflik-konflik novel yang membuat cerita tersebut lebih berkesan dan
tidak monoton.
kepada suatu novel. Novel yang memiliki alur cerita yang bagus yang akan
sebuah novel menjadi best seller. Salah satu contohnya dan menjadi objek
penelitian kali ini adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 1948. Beliau dikenal
sebagai penulis yang menggunakan gaya bahasa lugas, jernih dan sederhana selain
3
disamping kekuatannya yaitu metafora dan ironi. Kekuatan lain yang beliau miliki
ialah terletak pada penggambaran latar alam pedesaan yang lengkap dengan potret
Fungsi media sangat besar terhadap karya sastra. Nyoman (2014:205) berpendapat
baik itu radio dan televisi. Jadi dapat disimpulkan bahwa, seiring berjalannya
waktu pada era kali ini tidak hanya sastra tulis yang banyak digemari tetapi karya
sastra mulai sering untuk dikenalkan melalui film. Oleh karena itu, film dan sastra
sangat berhubungan baik dan erat karena banyak karya novel yang dialih
Film merupakan gabungan dari berberapa macam jenis kesenian yaitu seni
musik, seni rupa, drama, sastra serta ditambah dengan sedikit unsur fotografi.
Salah satu media penyebarluasan karya sastra ialah melalui media film. Menurut
Eneste (1991:60) baik tidaknya suatu film akan sangat bergantung pada
sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para pemain, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suksesnya sebuah karya film
Secara umum pembentuk film memiliki dua unsur, yaitu unsur naratif dan
unsur sinematik (Pratista,2008:1). Unsur naratif adalah bahan atau materi yang
akan diolah, unsur sinematik adalah gaya atau cara untuk mengolahnya. Unsur
sinematografi, editing, dan suara. Sastra dengan film tidak akan berhenti sebagai
4
salah satu lembaga sosial, melainkan sekaligus juga sebagai sosialisasi tata nilai.
Sosialisasi tata nilai terjadi karena adanya campur tangan unsur pengetahuan dan
kemajuan teknologi dan informasi yang dikemas dengan baik dan apik melalui
Ekranisasi. Ekranisasi dapat diartikan lebih tajam dari pada istilah adaptasi. Hal
itu berarti sebuah adaptasi hanya mengangkat cerita atau tokoh novel, sedangkan
ekranisasi berarti pemindahan novel ke layar putih atau dengan kata lain,
hanya alih wahana dari sebuah novel menjadi film tetapi alih wahana dari film
diangkat menjadi suatu novel. Dalam karya film sutradara juga berhak memberi
resepsi.
sehingga terjadilah resepsi atas sebuah resepsi. Sebuah novel atau cerpen yang
perubahan bentuk karya seni tersebut adalah hal yang biasa (Istadiyantha,2015:4).
Proses perubahan yang terjadi dianggap wajar karena perbedaan sistem sastra
dengan sistem film. Oleh karena itu dapat disimpulkan, menganalisis mengenai
proses perbedaan dan proses penikmatan pada novel ke bentuk film bukan hanya
disebabkan oleh perbedaan sistem sastra dan sistem film, tetapi terpenting ialah
karya sastra yang menghasilkan sebuah karya baru dengan makna dan cara
penyampaian yang baru pula, serta menjadi konsumsi para penikmat karya sastra.
5
Dalam proses penikmatan tersebut terjadi pro dan kontra terhadap karya
kekecewaan yang tidak hanya datang dari pihak pengarang, penonton film bahkan
sering kecewa menonton film yang didasarkan pada novel tertentu. Eneste
yang disutradarai David Lean. Filmnya tidak sebagus novel Doctor Zhivago karya
sangat halus dan menyentuh sisi kemanusiaan, sedangkan dalam film tidak di
jumpai hal tersebut. Contoh lainnya, novel Cintaku di Kampus Biru karya
Ashandi Siregar difilmkan oleh Ami Prijono (1976). Jadi dapat disimpulkan,
Sebagian para penonton menyatakan bentuk rasa kecewa yang terjadi karena tidak
cocoknya jalan cerita film ataupun karakter tokoh dibandingkan dengan novel
aslinya.
unsur intrinsik jalan cerita/alur, penokohan, latar, suasana, gaya, dan tema/amanat
film mempunyai keterbatasan teknis dan mempunyai waktu putar yang sangat
terbatas. Oleh karena itu, tidak mungkin memindahkan cerita novel secara
tertentu dalam film, walaupun bagian yang ditambahi itu tidak ditemui dalam
pembuat film. Ketiga, dalam proses mengekranisasi pembuat film merasa perlu
untuk membuat variasi dalam film, sehingga kesan film yang didasarkan atas
Pada penelitian ini difokuskan pada Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk
yang diangkat menjadi sebuah film dengan judul Sang Penari. Ketiga novel
tersebut yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera
kesatuan pemikiran besar yang dikemas secara terpadu dan menarik. Film tersebut
berlatar di sebuah pedesaan, garis besar cerita diangkat dari salah satu cerita
rakyat daerah Banyumas Jawa Tengah. Baik novel maupun film, keduanya
dan penonton. Novel Ronggeng Dukuh Paruk dipilih sebagai objek kajian dalam
penelitian ini karena beberapa hal. Pertama, cerita pada novel Ronggeng Dukuh
Paruk diangkat menjadi karya film atau bisa disebut mengalami ekranisasi.
Kedua, dalam proses ekranisasi tersebut cerita pada novel mengalami proses
perubahan. Dengan demikian, cerita yang ada di novel ke film berbeda. Novel
Ronggeng Dukuh Paruk mengalami proses ekranisasi menjadi film Sang Penari.
menjadi film Sang Penari oleh sutradara Ifa Isfansyah, novel tersebut
bernama Srintil. Semangat Dukuh Paruk kembali sejak Srintil dinobatkan menjadi
ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun lalu.
Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil dan bersahaja itu, ronggeng adalah
7
perlambangan. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Di tengah cerita,
Srintil demi tugas sebagai seorang prajurit. Malapetaka politik tahun 1965
membuat Dukuh Paruk hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena
kebodohan warganya, mereka semua terbawa arus dan divonis sebagai manusia
yang telah mengguncangkan negara ini. Pengalaman pahit menjadi tahanan politik
membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena setelah bebas, ia
berniat memperbaiki citra dirinya. Di samping itu, Srintil kembali jatuh, kali ini
bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil apapun, bahkan
cinta.
Nyoman Oka Antara sebagai Rasus. Oka Antara, dapat dipercaya dapat
layaknya prajurit tapi rapuh dalam permasalahan cinta. Perubahan terjadi pada
tokoh tersebut, tidak hanya dari segi fisik namun perubahan dari karakter. Dalam
proses ekranisasi tersebut tidak dipungkiri bahwa akan terjadi berbagai perubahan.
Oleh karena itu, penggunaan sistem media yang berbeda yang menjadi alasan
kuat. Pada proses pembuatan film dibatasi dengan durasi waktu sehingga perlu
Perubahan karakter tokoh utama yang terjadi pada film yang menjadi salah
satu latar belakang peneliti untuk mencoba meneliti novel Ronggeng Dukuh Paruk
dan film Sang Penari. Walaupun terdapat beberapa kesamaan antara novel dan
film dalam kisah yang disampaikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
novel dan film merupakan dua media yang berbeda, sehingga berbeda pula cara
tokoh utama yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari tetapi tidak muncul pada film Sang Penari karya Ifa Isfansyah.
Penelitian tersebut meliputi alur, tokoh dan penokohan, setting dan konflik
tersebut menganalisis perbedaan dari beberapa peristiwa yang ada di novel yang
tidak diwujudkan ke dalam film. penelitian ini juga mengkaitkan hasil perbedaan
analisis tersebut ke teori humaniora yang menjadi kajian lanjutan dari teori
struktural.
dengan judul Ekranisasi Novel ke Film Surat Kecil untuk Tuhan. Penelitian
episode cerita dari novel dan episode cerita dari film. Fokus penelitian tersebut
pada perubahan episode atau alur cerita yang terkandung. Selanjutnya, kedua hal
perbedaan dari beberapa peristiwa yang ada di novel yang tidak diwujudkan ke
dalam film.
sebelumnya adalah sumber data yang diperoleh. Peneliti mengambil sumber data
melalui novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang Penari. Peneliti juga
mengambil fokus pada perbandingan perubahan karakter tokoh utama yang terjadi
9
pada novel dan film. Perubahan karakter dilakukan dengan menggunakan metode
dialog, lokasi dan situasi percakapan, nada suara, tekanan, dialek dan kosa kata
serta tindakan para tokoh. Kedua hasil perbandingan tersebut akan menjadi
menarik untuk diteliti. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan terpenting yang
terdapat dalam penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, peneliatan ini menjadi
perlu untuk dikaji dalam mengetahui deksripsi perbedaan bentuk karakter tokoh
utama dalam novel maupun film. Proses pencarian bentuk karakter tokoh utama
Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari ke Film Sang Penari Karya
Fokus Masalah dalam sebuah penelitian diperlukan agar penelitian ini dapat
mengarah pada sasaran penelitian. Sebuah penelitian sangat perlu dibatasi ruang
Sebuah cerita novel yang di alihwahanakan menjadi film akan mengalami proses
Pada ekranisasi akan terdapat proses perubahan yang terjadi pada tokoh, alur,
latar/setting dan juga tema. Penelitian akan membatasi analisisnya pada aspek
unsur-unsur pendukungnya terhadap cerita asli pada novel. Hal ini menjadi faktor
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan film Sang Penari karya Ifa
Isfansyah?
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan film Sang Penari
Penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat
1) Manfaat Teoritis
2) Manfaat Praktis
yang terjadi dalam Novel Ronggeng Dukuh Parukke Film Sang Penari.
Indonesia dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra selanjutnya.
terdapat dalam suatu karya fiksi. Proses ini memiliki dua metode yaitu
3) Film adalah gabungan dari berbagai ragam kesenian, yaitu musik, seni rupa, drama,
sastra ditambah dengan unsur fotografi. Film juga termasuk alat audio visual yang
menarik perhatian orang banyak, karena dalam film itu memuat adengan yang
terasa hidup dan di kombinasi dengan suara, tata warna, dan kostum.
dalam ekranisasi ialah cerita novel yang di angkat menjadi sebuah scene
atau adegan dalam film yang dimana cerita tersebut tidak semuanya
antara novel dan film berbeda, dan juga keperluan dari film agar ceritanya
tokoh, latar dan suasana yang terjadi dalam adegan. Penambahan ini
sendiri merupakan penting dilihat dari sudut films atau penambahan itu
6) Perubahan bervariasi adalah munculnya ide-ide baru yang terjadi pada saat
jalan cerita di akhir cerita film. Sutradara tidak meninggalkan tema besar atau
sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri secara
langsung melalui tingkah laku mereka. Pada metode tidak langsung terdiri
tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara,