Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra adalah hasil dari pemikiran orang yang dibentuk ke

dalamberbagai macam bentuk seperti puisi, novel, film, dan lain-lain. Karya

sastraberupa novel saat ini sangat diminati oleh para pecinta sastra. Dengan

sebuahnovel, para pembaca dapat diajak berkeliling ke dalam dunia yang

diciptakan olehpengarang novel tersebut. Terkadang cerita dalam sebuah novel

dapat membuatpara pembaca merasa nyaman dan menjadi bagian dari cerita novel

tersebutsehingga novel menjadi karya sastra yang paling banyak

peminatnyadibandingkan karya sastra yang lain.

Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita, sejak

tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi (inspiredby) atau

(adaptedfrom) karya-karya sastra yang telah ada sebelumnya. Prosespemindahan

sebuah karya sastra (novel) ke dalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di

Indonesia. Pengadaptasian dari novel ke dalam film (ekranisasi) biasanya

dikarenakan novel tersebut sudah terkenal sehingga masyarakat pada umumnya

sudah tidak asing lagi terhadap cerita tersebut yang pada akhirnya mendukung

aspek komersial. Selain itu, ada juga yang menitikberatkan pada ide cerita yang

1
2

dianggap bagus. Sementara untuk penulis skenario, proses adaptasi cukup

membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

Tidak jarang setelah sebuah karya sastra (novel) diangkatkan ke layar

putih, pengarang karya sastra (novel) tersebut merasa kecewa. Kekecewaan

tersebut tumbuh karena jalan cerita yang tidak sesuai antara film dengan yang ada

di dalam novel. Beberapa anggapan juga sering muncul dari masyarakat

(penikmat karya sastra) seperti cerita dalam film yang tidak sama atau melenceng

dari karya sastranya (novel). Ada juga yang beranggapan bahwa film tidak

mampu menangkap inti cerita dari karya sastra (novel) sehingga ceritanya

berbeda, anggapan tersebut bukan saja muncul dari penonton, tetapi juga dari

pengarang karya sastra itu sendiri. Meskipun demikian, bukan berarti ekranisasi

selalu berorientasi pada kekecewaan yang menyelimuti pengarang dan

masyarakat. Proses pemindahan dari sebuah karya sastra (novel) ke layar putih

sedikit banyaknya akan menimbulkan berbagai perubahan. Pemindahan bentuk

atau media ini tentu tidak bisa menghindari munculnya perubahan. Cerita, tokoh,

alur, latar, dan bahkan tema, bisa mengalami perubahan dari bentuk asli karya

sastra (novel) dalam bentuk film. Apabila teks karya sastra berbicara melalui

bahasa dan kata-kata, maka film berbicara menggunakan bentuk visual (gambar).

Eneste (1991:60) mengemukakan bahwa pada proses penggarapan dari

karya sastra (novel) ke film terjadi perubahan. Novel adalah kreasi individual dan

merupakan hasil kerja perseorangan. Seseorang yang mempunyai pengalaman,

pemikiran, dan ide, dapat saja menuliskannya di atas kertas dan jadilah sebuah
3

novel yang siap untuk dibaca atau tidak dibaca orang lain. Tidak demikian

pembuatan film, film merupakan hasil kerja gotong-royong.

Kenyataannya, novel dan film merupakan dua media yang berbeda. Di

dalam novel pengarang menyampaikan imajinasinya melalui rangkaian kata-kata

yang membentuk sebuah cerita, sedangkan dalam film seorang sutradara

membutuhkan tokoh-tokoh nyata untuk menunjang karyanya. Imajinasi yang

dibayangkan oleh pembaca akan berbeda dengan imajinasi yang terdapat dalam

pikiran seorang sutradara. Di dalam novel, pengarang dengan bebas

menyampaikan apa yang terbayang olehnya dan apa yang dirasakannya melalui

kata-kata tersebut, sedangkan dalam film lebih banyak mengambil inti cerita yang

menarik yang dianggap dapat menarik perhatian penonton, serta menimbulkan

emosi penonton ketika menonton film. Terkadang film yang didaptasi dari novel

tidak pernah sesuai dengan harapan pembaca. Banyak perbedaan yang timbul

dalam film yang diangkat dari sebuah novel, hal tersebut dikarenakan adanya

keterbatasan durasi film bagi sutradara sehingga cerita yang terdapat dalam novel

tidak bisa dijelaskan secara terperinci dalam film.

Saat ini sudah banyak novel Yang diadaptasi menjadi film dan tayang

di bioskop Indonesia seperti Dilan(2017), penulis novel adalah Pidi Baiq dan

sutradara Fajar Bustomi, AnantaPrahadi(2018), penulis noveladalahRisa

Sarawati dan sutradara Rizki Baiki, Hujan Bulan Juni(2017),penulis novel adalah

Sapardi Djoko Damono dan sutradara Reni NurcahyoHestu Saputra,

Danur(2017), penulis novel adalah Risa Saraswati dan sutradara Awi Suryadi,

dan Sabtu Bersama Bapak(2016)penulis novel adalah Aditya Mulya dan Monty
4

Tiwa. Film tersebut bisa di akses saat ini melalui aplikasi Viu, Netflix, WeTV,

Vidio_id, Disney+Hotstar dan yang lainnya. Film yang mengangkat cerita

dari novel mengalami perubahan baik dari segi latar, alur dan tokoh. Perubahan

cerita novel menjadi film menarik untuk dikaji agar pembaca danpenonton

mengetahui hal apa saja yang menjadi pembeda, sehingga dapat mengambil

hal baik dan buruk pada bagian-bagian yang berubah antara novel dan film.

Ekranisasi, menurut Eneste (1991:60)adalah pelayarputihan atau

pemindahan sebuah novel ke dalam film. Ekranisasi adalah suatu proses

pelayarputihan atau pemindahan atau pengangkatan sebuah novel ke dalam film.

Pemindahan dari novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya

berbagai perubahan. Oleh karena itu, ekranisasi juga bisa disebut sebagai proses

perubahan bisa mengalami penciutan, penambahan (perluasan), dan perubahan

dengan sejumlah variasi. Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya

sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang

bermediumkanbahasaatau kata-kata, ke dalam film yang bermediumkan gambar

audio visual. Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan

dilakukan dengan menggunakan media bahasa atau kata-kata, dalam film semua

itu diwujudkan melalui gambar-gambar bergerak atau audio visual yang

menghadirkan suatu rangkaian peristiwa. Perbedaan media dua genre karya seni,

memiliki karakteristik yang berbeda pula. Bahasa sebagai medium karya sastra

memiliki sifat keterbukaan pada imajinasi pengarang. Proses mental lebih banyak

terjadi dalam hal ini. Bahasa yang digunakan memungkinkan memberi ruang yang

luas bagi pembaca untuk menafsir dan mengimajinasi tiap-tiap yang ditontonnya.
5

Faktor lain yang berpengaruh adalah durasi waktu dalam penikmatan film.

Terbatasnya waktu memberikan pengaruh tersendiri dalam proses penerimaan dan

pembayangan

Eneste menambahkan, pemindahan novel ke layar putih, berarti mengubah

dunia kata menjadi dunia gambar yang bergerak berkelanjutan. Apa yang awalnya

dilukiskan dengan kata-kata, kini harus diterjemahkan ke dalam bentuk gambar.

Kata-kata yang ditulis pengarang akan menimbulkan imajinasi bagi pembacanya,

selanjutnya mengerti apa yag hendak disampaikan pengarang, namun tidak

dengan film. Penonton film disuguhi gambar-gambar hidup, kongkret, dan visual,

seakan-akan penonton sedang menyaksikan barang atau benda sesungguhnya.

Dengan demikian ekranisasi berarti terjadinya peubahan pada proses penikmatan,

yakni dari membaca menjadi menonton (Eneste, 1991:61)

Dari uraian di atas penulis tertarik untuk membandingkan novel dan film

kkn di desa penari dengan teori struktural untuk menemukan perbedaan sehingga

penulis dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan darikedua karya tersebut

yang kemudian penulis paparkan ke dalam Penelitian berjudul “Perbandingan

Struktur Novel dan Film kkn desa penari .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

dan dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. bagaimana persamaan dan perbedaan struktur novel dan film kkn desa penari

karya sumpleman?
6

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan novel dan film kkn di desa

penari karya sumpleman

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini penulis berharap dapat memberi

manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

Adapun manfaat secara teoritis yaitu:

1. Memberikan kontribusi kepada pembaca dalam memahami karya sastra dalam

novel yang diadaptasi ke dalam film.

2. Memberikan alternatif lain dalam mengapresiasi karya sastra.

Manfaat secara praktis yaitu:

1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa

untuk memotivasi gagasan baru yang lebih kreatif di masa yang akan datang.

2. penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-

penelitian lain yang telah ada sebelumnya khususnya tentang persamaan dan

perbedaan novel yang diadaptasi ke dalam bentuk film.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian diperlukan teori atau pendekatan sebagai

acuanbagi penulis dalam menganalisis. Landasan teori diperlukan agar penelitian

tetapberada pada jalur yang sistematis. Landasan teori tersebut digunakan untuk

menganalisis perbandingan antara novel dengan film. Teori ini akan menganalisis

perbedaan serta dampak yang terjadi pada kedua hasil karya tersebut

1. Ekranisasi

Ekranisasi ialah suatu proses pengangkatan novel ke dalam bentuk film.

Pemindahan novel ke bentuk film dilakukan karena biasanya novel tersebut sudah

terkenal dikalangan masyarakat sehingga diadaptasikan dalam bentuk film. Eneste

(1991: 60) mengatakan bahwa ekranisasi ialah suatu proses pengangkatan sebuah

novel ke dalam bentuk film dan pada saat pemindahan novel ke film akan ada

beberapa perubahan yang terjadi pada film. Dapat dikatakan bahwa

ekranisasiyaitu proses perubahan dan proses perubahan tersebut terjadi pada alat

yang digunakan, yakni mengubah kata-kata yang ada pada novel menjadi gambar

bergerak dalam film.

7
8

Eneste (1991: 61-66) juga menyatakanbahwa pengangkatan sebuah novel

ke dalam film akan ada beberapa perubahan yang terjadi dalam film dan

perubahan tersebut antara lain sebagai berikut.

a) Penciutan

Penciutan merupakan suatu proses pengurangan atau pemotongan unsur

cerita dalam sebuah karya sastra ketika hendak diekranisasi. Eneste(1991: 61)

mengatakan bahwa reduksi unsur sastra dapat dilakukan melalui unsur alur cerita,

latar, tokoh maupun penokohan, dan melalui reduksi tersebut maka semua cerita

dalam novel tidak akan muncul dalam film. Oleh karena itu, beberapa bagian

dalam novel akan dihapus dalam film.

b) Penambahan

Penambahan merupakan perubahan dalam proses transformasi karya sastra

ke dalam bentuk film. Proses penambahan bisa terjadi pada ranah cerita, alur,

latar, penokohan maupun suasana. Penambahan yang dilakukan dalam proses

ekranisasi tentunya mempunyai alasan, Eneste (1991: 64) mengatakan bahwa

seorang sutradara mempunyai alasan tertentu untuk melakukan penambahan

dalam filmnya karena penambahan itu penting dari sudut filmis.

Dalam proses ekranisasi akan ada beberapa penambahan yang

tidakterdapat sama sekali dalam novel tetapi ditampilkan dalam film misalnyaalur,

latar tokoh, penokohan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, penambahan hanya

akan terfokus pada penambahan alur saja, karena penambahan alur dalam film

dirasa sudah mewakili dari segi aspek penambahan.


9

c) Perubahan Bervariasi

Menurut Eneste (1991: 65) ekranisasi memungkinkan terjadinya variasi-

variasi tertentu antara novel dan film. Berbagai perubahan bisa saja terjadi dalam

ranah ide cerita, dan lain sebagainya. Variasi yang terjadi dalam ekranisasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain durasi waktu pemutaran, media yang

digunakan, persoalan penonton.

Eneste (1991: 67) mengatakan bahwa dalam mengekranisasikan novel

kedalam bentuk film, seorang sutradara merasa perlu membuat beberapa variasi

dalam film, sehingga film hasil ekranisasi dari novel tersebut tidak sama seperti

novel aslinya. Selain itu, dalam pemutaran film pun mempunyai waktu yang

terbatas agar penonton tidak bosan saat menonton film hingga selesai, sehingga

semua konten dalam novel tidak bisa dialihkan ke dalam film. Dalam penelitian

ini, perubahan bervariasi hanya akan terfokus pada unsur atar tempat saja, karena

latar tempat dalam film dirasa sudah cukup mewakili dari segi aspek perubahan

bervariasi.

2. Sastra Bandingan

Salah satu kajian yang telah meluas di dunia akademik ialah sastra

bandingan. Sastra bandingan mula-mula dilahirkan dan dikembangkan di Eropa

pada awal abad ke-19. Kegiatan sastra bandingan pertama kali dicetuskan oleh

Sante-Beuve dalam sebuah artikel yang dimuat di RevuedesDeuxMondes yang

terbit tahun 1868. Dalam artikel tersebut dijelaskannya bahwa cabang studi sastra

bandingan berkembang pada awal abad ke-19 di Prancis. Adapun pada abad ke-
10

20, pengukuhan terhadap sastra bandingn terjadi ketika jurnal

RevueLitteratureComparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921 (Damono,

2005: 14-15).Damono (2005:1) dalam bukunya Pegangan Penelitian Sastra

Bandingan (2005)mengatakan bahwa sastra bandingan adalah pendekatan dalam

ilmu sastra yang tidak dapat menghasilkan teori sendiri. Boleh dikatakan teori apa

pun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan objek

dan tujuan penelitiannya. Dalam beberapa tulisan, sastra bandingan juga disebut

sebagai studi atau kajian. Dalam langkah-langkah yang dilakukannya, metode

perbandingan adalah yang utama. Prinsip sastra bandingan yang utama adalah

prinsip untuk memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya

tersebut diprediksi sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya yang

lain. Sastra bandingan lebih dari sekedar pengaruh, ambilan, atau jiplakan,

melainkan bagaimana memperoleh makna yang penuh dalam kontrasnya dengan

karya lain yang menjadi hipogram sebuah karya (Endraswara, 2011:146).Menurut

SuripanSadi Hutomo (1993: 5) pada dasarnya sastra bandingan itu berlandaskan

sastra nasional suatu negara.

Studi sastra bandingan menurut Hutomo (1993: 11-12) melandaskan diri

pada 3 hal yaitu:

(a) Afinitas, yaitu keterkaitan unsur-unsur intrinsik (unsur dalaman) karya sastra,

misalnya unsur struktur, gaya, tema, mood (suasana yang terkandung dalam karya

sastra) dan lain-lain, yang dijadikan bahan penulisan karya sastra.


11

(b) Tradisi, yaitu unsur yang berkaitan dengan kesejarahan penciptaan karya

sastra.

(c) Pengaruh.

3. Novel

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994:9-10) menyatakan bahwa novelberasal

dari bahasa Italia novella (dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiahnovella

berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai “cerita

pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini pengertian novella atau

novellemengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia yaitu

novelet(Inggris: novellette) yang berarti sebuah karya prosa yang panjang

cukupannya,tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Karya sastra

yang disebutnovellette adalah karya yang lebih pendek daripada novel tetapi lebih

panjangdaripada cerpen, yaitu pertengahan dari keduanya.

Berdasarkan sudut pandang seni, Waluyo menyatakan bahwa novel

adalahlambang kesenian yang baru yang berdasarkan fakta dan pengalaman

pengarangnya. Susunan yang digambarkan novel adalah suatu yang realistis

danmasuk akal. Kehidupan yang dilukiskan bukan hanya kehebatan dan

kelebihantokoh (untuk tokoh yang dikagumi), tetapi juga cacat dan

kekurangannya. Lebihlanjut, beliau menyatakan bahwa novel bukan hanya alat

hiburan, tetapi jugasebagai bentuk seni yang mempelajari dan melihat segi-segi

kehidupan dan nilaibaik buruk (moral) dalam kehidupan dan mengarahkan kepada

pembaca tentangpekerti yang baik dan budi yang luhur (Waluyo, 2002:36-37).
12

Pengertian yang lebih rinci disampaikan oleh Sumardjo (1999:2)

yangmenyatakan bahwa novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem

bentuk.Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari

masing- masing unsur. Unsur-unsur ini membentuk sebuah struktur cerita besar

yangdiungkapkan lewat materi bahasa tadi.Novel lebih mudah sekaligus lebih

sulit jika dibandingkan dengan cerpen.Dikatakan lebih mudah karena novel tidak

dibebani tanggung jawabmenyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk

padat dan dikatakan sulitkarena novel dituliskan dalam skala besar sehingga

mengandung satu kesatuanorganisassi yang lebih luas daripada cerpen. Stanton

(2007:90) menyatakan bahwafisik novel yang panjang akan mengurangi kepekaan

pembaca terhadap bagian- bagian dari alur cerita. Keteledoran ini akan menjadi

penghalang ketika pembacaberusaha memahami struktur perluasan tersebut.

Harus sadar bahwa setiap babdalam novel mengandung berbagai episode.

Episode-episode dan topik-topiktersebut dapat dilebarkan dalam satu bab karena

suatu alasan tertentu.Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa pada dasarnya

kebanyakan orangmengira bahwa cara termudah untuk memahami dunia novel

adalah denganbertanya kepada pengarangnya (Stanton, 2007:100). Kenyataannya,

pandangan inimalah gagal ketika dipraktikkan. Sebagian besar pengarang akan

menolak ketikadiminta menjelaskan karya mereka secara mendalam, atau

mungkin novel tersebutjustru menjelaskan banyak hal, lebih dari perkiraan

pengarang sendiri.

Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwanovel adalah cerita yang mengangkat permasalahan yang kompleks


13

tentangkehidupan dan tersusun atas unsur intrinsik dan ekstrinsik yang padu dan

salingterikat dalam mengungkapkan setiap jalinan peristiwa yang diceritakan.

4. Film

Berbeda dengan novel yang merupakan hasil karya individu, sebuah film

merupakan hasil karya kolektif atau bersama. Oxford Advanced Learner’s Dictary

menyebutkan bahwa film adalah serangkaian gambar bersuara yang bergerak,

membentuk sebuah cerita, ditayangkan di televisi atau gedung bioskop.A series of

moving picture recordedwith sound that tells a story, show non television oratthe

cinema/movie theater (Hornby, 2005:573).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), film adalah lakon(cerita)

gambar hidup. Di dalam Undang-Undang Perfilman tahun 1992 Bab I Pasal 1

disebutkan,Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan

mediakomunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan

asassinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video,

dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segalabentuk, jenis, dan

ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atauproses lainnya, dengan atau

tanpa suara, yang dapat dipertunjukkandan/atau ditayangkan dengan sistem

proyeksi mekanik, elektronik,dan/atau lainnya.

Dalam proses pembuatan sebuah film, terlibat beberapa unsur

sepertimisalnya sutradara, penulis skenario, dan pemain. Seorang sutradara

misalnya,harus mampu menerjemahkan atau menginterpretasikan sebuah skenario

yangberbentuk tulisan menjadi sebuah gambar hidup yang bersuara. Sutradara


14

harusbenar-benar memahami konsep cerita. Bisa diibaratkan sutradara adalah

otakmanusia yang kerjanya dibantu oleh beberapa anggota badan. Terdapat

beberapakesamaan unsur dalam struktur novel dan struktur film. Mereka sama-

samamemiliki tokoh, latar, alur, dan juga dialog. Hal inilah yang membuat cerita

dalamsebuah novel banyak diangkat menjadi cerita film. Di Indonesia, proses

adaptasisebuah novel ke dalam bentuk sebuah film sudah lama dilakukan.

B. Pendekatan Struktural

Dalam sebuah penelitian, baik dalam karya sastra maupun tulisan ilmiah

biasanya ditemukan masalah-masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian

tersebut. Dalam karya sastra cerita rakyat, masalah-masalah yang timbul biasanya

berdasarkan unsur-unsur yang ada didalamnya, yaitu unsur-unsur intrinsik

(struktural) dan unsur-unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang menjadi

pembangun karya sastra itu sendiri. Pendekatan struktural yang menurut Satoto

(1993) merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada

unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut

meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang

sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra.

Unsur intrinsik yang dimaksud tersebut menurut Nurgiyantoro (1991) adalah

tema, plot atau alur, perwatakan atau penokahan, latar atau setting, sudut pandang

pengarang, gaya, dan amanat.

Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni

membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra

dari dalam. Teeuw (1984) mengatakan pendekatan struktural mencoba


15

menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai

kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Analisis struktural menurut Teeuw dalam Siswanto (2008) bertujuan untuk

membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, dan semendalam mungkin

keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama

sama menghasilkan makna menyeluruh. Dalam pandangan struktural yang

sebenarnya, tidak mungkin ada pembedaan bentuk dan isi. Bentuk diberi makna

dalam kaitannya dengan isi. Isi diberi pencerahan oleh gejala bentuk yang terpadu

dengannya.

Analisis dengan menggunakan pendekatan struktural dapat dilakukan

dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dari

masingmasing unsur yang terdapat di dalam cerita yang dianalisis. Struktur karya

sastra menurut Sumardjo (1997) terdiri atas unsur-unsur alur, penokohan, tema,

latar, dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan

dalam membangun karya sastra (fiksi).

Stanton dalam Nurgiyantoro (1995) mengartikan tema sebagai makna

sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan

cara sederhana. Atau singkatnya, tema adalah ide pokok atau utama dalam sebuah

karya sastra. Tokoh menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995), adalah orang

(orang-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Namun

pada karya sastra seperti dongeng atau fabel, tokoh tidak hanya diperankan oleh
16

manusia. Aminuddin (2008) mengatakan bahwa tokoh dalam karya rekaan selalu

mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Dengan kata lain,

setiap tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita memiliki karakternya

masingmasing.

Selanjutnya plot menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (1995), plot sebagai

peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana,

karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab

akibat. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995), setting atau latar disebut

juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Sudut

pandang (pointofview) menurut Booth dalam Nurgiyantoro (1995), merupakan

teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan

makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.

Kemudian, Aminuddin (2008) menerangkan bahwa gaya adalah cara

seorang pengarang menyampaikan gagasannya lewat media bahasa yang indah

dan harmonis meliputi aspek-aspek : (1) pengarang,

(2) ekspresi,

(3) gaya bahasa.

Sebab itulah ada pendapat yang menjelaskan bahwa gaya adalah orangnya

atau pengarangnya karena lewat gaya kita dapat mengenal bagaimana sikap dan

endapan pengetahuan, pengalaman dan gagasan pengarangnya.


17

Terdapat pula unsur amanat yang menurut Nurgiyantoro (1995),

merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan

lewat cerita. Pengertian amanat menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (1995)

adalah dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral

tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita

yang bersangkutan oleh pembaca.

Langkah-langkah dalam melakukan kajian sastra bandingan dengan

pendekatan struktural sebagai berikut:

1) Membaca karya sastra yang akan dikaji

2) Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian

3) Menganalisis data berdasarkan pendekatan struktural

4) mengungkapkan perbedaan unsur intrinsik seperti tema, penokohan, dan alur.

Menginterpretasi hasil analisisMenyimpulkanStruktural dalam karya sastra

bertujuan memaparkan secermat mungkinfungsi dan keterkaitan antar berbagai

unsur karya sastra yang secara bersamaanmenghasilkan sebuah satu kesatuan yang

utuh (Nurgiyantoro 2009:37). Dalammembandingkan struktural novel dan film

Kkn desa penari , penulis akanmembahas perbandingan atau perbedaan unsur

struktural novel dan film yang terdiri atas unsurtokoh dan penokohan, alur dan

pengaluran, latar dan pelataran, serta tema dan amanat.

a. Tokoh dan penokohan

Nurgiyantoro (2009:176-177) membagi tokoh dalam sebuah ceritayang

dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya seorang tokohyang tergolong
18

penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasamendominasi sebagian

besar cerita. Tokoh yang disebut pertamaadalah tokoh utama cerita

(centralcharacter, main character). Tokohutama paling banyak diceritakan dan

selalu berhubungan dengantokoh-tokoh lain dan sangat menentukan

perkembangan plot secarakeseluruhan. Sedang yang kedua adalah tokoh tambahan

(peripheralcharacter), kemunculan tokoh dalam cerita tambahan lebih sedikit,tidak

dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannyadengan tokoh utama,

secara langsung maupun secara tidak langsung.

b. Alur dan pengaluran

Alur dalam cerita merupakan kesatuan setiap kejadian yangdihasilkan oleh

para tokoh yang membentuk sebuah jalan cerita. Alurjuga bisa disebut plot atau

struktur cerita atau merupakan penjelasanwaktu yang digunakan dalam cerita.

Alur merupakan unsur fiksi yangsangat penting, karena semakin jelas hubungan

antara peristiwa ataukejadian yang ditampilkan maka semakin mudah dan jelas

pembacamemahami jalan cerita yang telah dikisahkan. Burhan

Nurgiyantoro(2009:114) berpendapat bahwa alur merupakan peristiwa-

peristiwadalam cerita yang digambarkan lewat perbuatan, tingkah laku dansikap-

sikap tokoh dalam cerita. Semua peristiwa yang ditampilkandalam cerita tak lain

dari perbuatan dan tingkah laku para tokoh, baikyang bersifat verbal maupun

nonverbal, baik yang bersifat fisikmaupun batin.

c. Latar dan pelataran


19

Latar merupakan istilah untuk menjelaskan kejadian yang telahdilakukan

oleh masing-masing tokoh. Latar dalam suatu ceritaberhubungan dengan

pengertian tempat, waktu dan lingkungan sosialyang terjadi. Sehingga latar adalah

rangkaian peristiwa yangberhubungan dengan tempat, waktu dan lingkungan

sosial yangdilakukan oleh tokoh. Dengan menampilkan gambaran baru

yangseolah-olah nyata dalam cerita bisa menimbulkan imajinasi bagipembaca dan

akan mempermudah untuk memahami jalan cerita.Nurgiyantoro menjelaskan

tentang unsur latar yang terdapat dalamcerita. Unsur latar dapat dibedakan ke

dalam tiga unsur pokok, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwayang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yangdigunakan biasanya berupa tempat-

tempat dengan namatertentu. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya

berupapenyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu.

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah terjadinyaperistiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Masalah kapan terjadinya peristiwa

tersebut dihubungkandengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya

denganperistiwa yang pernah terjadi.

3. Latar Sosial

Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungandengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempatyang diceritakan dalam karya fiksi.


20

Selain itu, latar sosial jugaberhubungan dengan status sosial tokoh yang

bersangkutan.

d. Tema dan Amanat

Tema merupakan unsur dasar dalam membangun sebuah karyasastra.

Sebelum menganalisis tokoh, alur dan latar pengarang akanmenentukan tema

terlebih dahulu yang kemudian akan diterapkandalam pengembangan sebuah

cerita. Dalam karya sastra pengarang ingin menyampaikan pesan moral dan pesan

sosial yang nantinya akanmenjadi amanat bagi pembaca atau penikmat karya

sastra.

C. Penelitian Relevan

Penulis menemukan penelitian yang menggunakan objek formal berupa

sastra bandingan dan kajian ekranisasi yaitu penelitian dari Faradilla Romli,

mahasiswa universitas pendidikan indonesia skripsi yang Berjudul Pergeseran

Makna Tabu Karena Penciutan dalam ekranisasi dari novel ke film kkn di desa

penari persamaan tersebut dari segi penggunaan teori kajian ekranisasi dan di teliti

untuk menemukan perbedaaan pada aspek unsur instrinsik .

Penelitian lainnya yang menggunakan objek formal berupa sastra

bandingan yaitu penelitian dari Prastika Aderia mahasiswa Program Studi Bahasa

dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang dengan judul penelitian yaitu

Ekranisasi Novel ke Film Surat Kecil Untuk Tuhan. Tetapi dengan novel dan film

yang berbeda.
21

Penelitian di atas mempunyai relevansi dengan penelitian ini, yaitu sama-

sama menggunakan objek formal kajian ekranisasi. Yang menjadi perbedaan pada

penelitian ini yaitu penulis menggunakan objek novel dan film kkn desa penari.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini

menggunakan penelitian benda mati subjek yang dilakukan dalam penelitian ini

yaitu novel “kkn di desa penari” karya sumpleman yang diterbitkan oleh pt.

bukune kreatif cipta yang diterbitkan pada tahun 2019 dengan jumlah 256

halaman. selain itu, ada juga film” kkn di desa penari” yang diproduksi oleh md

pictures dan pichouse films dengan sutradara awi suryadi. film “kkn di desa

penari” dirilis pertama kali pada 30 april 2022 dengan durasi 121 menit.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif mengenai ekranisasi

novel ke dalam film kkn di desa penari karya sumpleman : sebuah kajian sastra

bandingan. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis

(Ratna,2006:53).
22

Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, penulis

bermaksud mengetahui struktur dari novel dan film, lalu membandingkannya

untuk dianalisis persamaan dan perbedaannya. Urutan kerja dari metode

deskriptif ini adalah, mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan,

kemudian menginterpretasikan.

21
C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang di lakukan dalam penelitian ini adalah

teknik membaca, menonton, dan mencatat. Adapun langkah-langkah yang

digunakan dalam teknik tersebut adalah sebagai berikut.

1. Teknik membaca

a. Membaca Novel “kkn di desa penari” karya sumpleman secara cermat untuk

memeroleh pemahaman mengenai Alur, Tokoh/penokohan,latar dan tema yang

digambarkan dalam Novel.

b. Menafsirkan serta membuat deskripsi dari data yang sudah di dapat sehinggah

diperoleh pemahaman mengenai Alur, Tokoh/penokohan,latar dan tema yang

digambarkan dalam Novel .

2. Teknik menonton

a. Menonton film “kkn di desa penari” karya sutradara awi suryadi secara cermat

untuk memeroleh pemahaman mengenai Alur, Tokoh/penokohan,latar dan tema

yang digambarkan dalam film.


23

b. Menafsirkan dan membuat deskripsi dari data yang sudah didapat sehinggah

diperoleh pemahaman mengenai Alur, Tokoh/penokohan,latar dan tema yang

digambarkan dalam film.

3. Teknik Mencatat

Mencatat data-data dari sumber data, dalam hal ini Novel “Kkn Di Desa Penari”

Dan Film “Kkn Di Desa Penari” Sesuai Dengan Permasalahan Yang Dikaji Yaitu

Mengenai Alur,Tokoh/Penokohan,Latar dan tema.

D. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik yang gunakan untuk menganalisis data yang

telah diperoleh adalah teknik deskriptif. Teknik ini sangat mendukung

tercapainya tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan atau memperoleh

gambaran yang jelas atau memaparkan dan membandingkan struktur antara

novel dan Film Kkn Di Desa Penari

Karya sumpleman.

E. Teknik Penyajian Data

Menurut Rasyad (2002, hlm.15) “Penyajian data dilakukan untuk

menganalisis masalah agar mudah dicari pemecahannya”. Penyajian data juga

dilakukan untuk mempermudah melihat gambaran di lapangan secara tertulis.

Penyajian data dapat dilakukan ke dalam beberapa bentuk.

Pada tahap penyajian data, peneliti berusaha menyusun data yang relevan

untuk menghasilkan informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna

tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat


24

hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa

yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Penyajian data yang

baik dan jelas alur pikirnya merupakan hal yang sangat diharapakan oleh setiap

peneliti. Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju

tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.


25

DAFTAR PUSTAKA

Aderia, Prastika. dkk. 2013. Ekranisasi Novel ke Film Surat Kecil Untuk Tuhan.

Jurnal: Bahasa dan Sastra. Vol. 1 (2). Hlm. 46-59.

Afri, P. N., Nurizzati, N., & Nasution, M. I. (2014). Transformasi Novel ke Film

Bidadari-Bidadari Surga: Kajian Ekranisasi. Jurnal Bahasa dan

Sastra, 2(3), 13-26.

Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan Film. Jakarta: Nusa Indah.

Hartati, A. R. W., Kurnia, E., & Hartati, D. (2021). Transformasi Novel Tujuh

Misi Rahasia Sophie Karya Aditia Yudis dalam Film Tujuh Misi Rahasia

Sophie Karya Sutradara Billy Christian Kajian Sastra Bandingan:

Pendekatan Psikologi Sastra. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Undiksha, 11(3), 327-337.

Ibrasma, R., WS, H. W. H., & Zulfadhli, Z. (2013). Perbandingan Cerita Novel

dengan Film Di Bawah Lindungan Kabah. Jurnal Bahasa dan

Sastra, 1(2), 1-13.

Malau, D. C., & Hartati, D. (2022). Analisis Transformasi Novel Marmud Merah

Jambu dengan Film Marmud Merah Jambu Karya Raditya Dika. Jurnal

Onoma: Pendidikan, Bahasa, Dan Sastra, 8(1), 55-62.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar


26

Faidah, C. N. (2019). Ekranisasi sastra sebagai bentuk apresiasi sastra penikmat

alih wahana. Hasta Wiyata, 2(2), 1-13.

25

20

22

Anda mungkin juga menyukai