Anda di halaman 1dari 105

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris. H,

2012). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), balita adalah istilah

umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat

usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan

kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara

dan berjalan sudah bertambah baik, namun kemampuan lain masih terbatas.

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya.

Anak balita ini justu merupakan kelompok umur yang paling sering menderita

akibat kekurangan zat gizi karena masih dalam taraf perkembangan dan kualitas

hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2014).

Di Indonesia anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi

untuk penyakit kurang energi protein (KEP) dan defisiensi vitamin A serta

anemia defesiensi Fe.Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagaaai upaya

kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan laiinnya, karena tidak dapat datang

sendiri ke tempat berkurang yang ditentukan tanpa diantar, padahal yang

mengantar sedang sibuk semua (Sedioetama, 2014).


B. Status Gizi

1. Pengertian Gizi

Pengertian gizi dalam kesehatan reproduksi adalah bagaimana

seoarang individu, mampu untuk mencukupi kebutuhan gizi yang

diperlukan oleh tubuhnya, agar individu tersebut tetap berada dalam

keadaan sehat dan baik secara fisik atau mental. Serta mampu

menjalankan sistem metabolisme dan reproduksi, baik fungsi atau

prosesnya secara alamiah dengan kesan tubuh yang sehat (Marmi, 2013).

2. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang

dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis

(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan,

dan lainnya) (Suyanto, 2009). Status gizi dapat pula diartikan sebagai

gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan

energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (Marmi, 2013).

a. Energi

Energi merupakan kebutuhan yang terutama apabila tidak

tercapai, diet protein, vitamin, dan mineral tidak dapat

dipergunakan secara efektif dalam berbagai fungsi metabolik.

Energi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan,

aktifitas otot, fungsi metaboliknya (menjaga suhu tubuh,


menyimpan lemak tubuh). Sumber energi berasal dari karbohidrat,

protein, lemak menghasilkan kalori masing-masing, sebagai

berikut: karbohidrat 4 kkal/g, protein 4 kkal/g dan lemak 9 kkal/g.

b. Protein

Protein merupakan zat yang dibutuhkan tubuh dalam

pertumbuhan balita (Widjaja, 2008). Protein merupakan zat

pembentuk jaringan tubuh seperti otot, otak, dan jaringan tubuh

lainnya. Makanan yang kaya akan protein seperti telur, ayam,

daging, susu, keju, kedelai, dan makanan laut, sedangkan makanan

yang mengandung cukup protein seperti kacang polong, kacang

buncis, kacang tanah, sayuran hijau, biji-bijian, serta kacang-

kacangan lainnya (Werner, Thuman, & Maxwell, 2010).

Protein berfungsi sebagai zat energi dan pembangun, apabila

karbohidrat dan lemak didalam tubuh tidak dapat memenuhi

kebutuhan energi maka protein diubah menjadi sumber energi.

Akibat yang dapat ditimbulkan apabila protein tidak menjalankan

fungsi sebagai zat pembangun, pertumbuhan dan perkembangan

pada balita dapat terhambat (Sutomo & Anggraeni, 2010).


c. Lemak

Lemak berperan penting sebagai komponen struktural dan

fungsional membran sel, yang meliputi berbagai segi dari

metabolisme. Lemak juga sebagai sumber asam lemak esensial

yang diperlukan oleh pertumbuhan, karena merupakan sebagai

sumber suplai energi yang berkadar tinggi dan pengangkut vitamin

yang larut dalam lemak.Lemak esensial juga dibutuhkan oleh tubuh

sekitar 3% dari total energi. Kebutuhan lemak dihitung sekitar 37%

dari asupan energi total remaja, baik laki-laki maupun perempuan.

Asupan lemak yang kurang adekuat, akan terjadi defisiensi asal

lemak esensial dan nutrien yang larut dalam lemak, serta terjadinya

pertumbuhan yang buruk sebaliknya, jika kelebihan asupan akan

berisiko kelebihan berat badan (BB), obesitas, mungkin bisa

meningkatkan penyakit kardiovaskuler nantinya. Sumber lemak

yang dapat dikonsumsi adalah lemak jenuh (mentega), asam lemak

tak jenuh tak tunggal (minyak olive), asam lemak tak jenuh ganda

(minyak kacang kedelai), kolestrol (hati, ginjal, otak, kuning telur,

daging, unggas, ikan, dan keju) (Soetjiningsih, 2004).

d. Karbohidrat

Sumber terbesar energi tubuh adalah karbohidrat yang

menjadi bagian dari bermacam-macam struktur sel dan substan dan

komponen primer diet serat. Karbohidrat disimpan sebagai glikogen


atau diubah menjadi lemak tubuh. Sumber karbohidrat yang baik

adalah karbohidrat simple atau (buah-buahan, sayur-sayuran, susu,

gula, pemanis berkalori lainnya), dan karbohidrat kompleks (produk

padi-padian dan syur-sayuran). Asupan yang tidak adekuat

menyebabkan ketosis. Ketosis adalah suatu keadaan tubuh, yang

terjadi sebagai akibat dari kurangnya kadar karbohidrat dalam

tubuh. Sebaliknya asupan yang berlebihan mengarah pada

kelebihan kalori (Soetjiningsih, 2004).

e. Serat

Fungsi serat pada tubuh adalah untuk melancarkan proses

pengeluaran dari tubuh. Sumber yang baik dari diet adalah, produk

padi-padian, beberapa jenis buah dan sayur, kacang-kacangan

kering, dan biji-bijian. Bila kekerungan asupan serat makan akan

menyebabkan konstipasi, sebaliknya jika kelebihan mungkin

menimbulkan absorbsi mineral berkurang (Soetjiningsih, 2004).

f. Mineral

Kebutuhan mineral seluruhnya meningkat pada masa kerja

tumbuh remaja. Mineral berperan penting pada kesehatan, kalsium,

zat besi, dan seng, khususnya penting pada masa pertumbuhan dan

perkembangan (Soetjiningsih, 2004).


g. Vitamin

Vitamin A merupakan nutrien yang larut dalam lemak,

esensial untuk mata, tulang, pertumbuhan, pertumbuhan gigi,

diferensial sel, reproduksi dan integritas sistem imun. Sumber

vitamin A yang baik adalah, karoten (sayur daun hijau tua, buah dan

sayur kuning dan orange), makanan yang diperkaya dengan vitamin

A dan susu.

Vitamin C berfungsi dalam pembentukan kolagen tulang dan

gigi, dan melindungi vitamin lain dan mineral dari oksidasi

(antioksidan). Asupan perhari vitamin C yaitu, 50 mg/hari untuk

remaja usia 11-14 tahun pada laki-laki, dan 60 mg/hari untuk usia

15-18 tahun pada perempuan. Sumber vitamin C yaitu, buah-

buahan segar seperti jeruk, tomat, kentang, sayur hijau tua dan

strawberi yang dijus merupakan sumber vitamin C yang sangat

baik.

Vitamin E fungsinya sebagai antioksidan.Sumber vitamin E

yang baik dalam diet, minyak dan lemak sayur-sayuran, beberapa

produk sereal, kacang-kacangan dan beberapa ikan laut

(Soetjiningsih, 2004).
3. Klasifikasi dan Indikator Status Gizi

Klasifikasi status gizi anak balita dapat dibedakan menjadi :

a. Gizi Baik

Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai

dengan kebutuhan aktifitas tubuh. Adapun ciri-ciri anak berstatus

gizi baik dan sehat adalah sebagai berikut (Zulaikhah, 2010) :

1) Tumbuh dengan normal

2) Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya

3) Mata bersih dan bersinar

4) Bibir dan lebih tampak segar

5) Nafsu makan baik

6) Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering

7) Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan

b. Gizi Kurang

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang, status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh

memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secar efisien,

sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin.
Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat

tidak terpenuhinya asupan makanan. Gizi kurang dapat terjadi

karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau

lebih dalam tubuh (Almatsier, 2005).

Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain

menurunnya kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi),

terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan,

kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga

kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan

pengetahuan mengenai gizi (Jalal dan Atmojo, 2005).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak

dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini

dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan

yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status

gizi. Contoh masalah kekurangan gizi antara lain KEP (Kekurangan

Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurang Iodium),

Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 2012).

c. Gizi Lebih

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang

mengalami kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan

jumlah asupan energi yang disimpan dalam beentuk cadangan

berupa lemak. Ada yang menyebutkn bahwa masalah gizi lebih


indentik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan

dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit

degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner,

hipertensi, gangguan ginjal dam masih banyak lagi (Soerjodibroto,

2004).

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan

obesitas. Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antar

25,1-27,0 kh/mg2, sedangkan obesitas adalah >27,0 kg/m2.

Kegegmukan (obesitas) dapat terjadi mukai dari masa bayi, anak-

anak, sampai usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi

karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama

kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika

menjadi dewasa akan mengalami kegemukan pula.

Kegemukaan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut

berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara

terhadap akan terus mengalami kegemukan dari masa anak-anak

terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak

usia remaja dan secara terhadap akan terus mengalami kegemukan

sampai usia dewasa. Kegemukan pada manusi dewasa terjadi

karena seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak

(Suyono, 2012).
4. Kelompok Rentan Masa Gizi

Kelompok-kelompok rentan gizi ini menurut (Notoatmodjo, 2005) :

a. Kelompok bayi, umur 0-1 tahun

b. Kelompok dibawah 5 tahun (balita), umur 1-5 tahun

c. Kelompok anak sekolah, umur 6-12 tahun

d. Kelompok remaja, umur 13-20 tahun

e. Kelompok ibu hamil dan menyusui

f. Kelompok lansia (lanjut usia)

Kelompok-kelompok rentan gizi ini menurut (Sediaoetama, 2007) :

a. Bayi (0-1 tahun)

b. Balita (1-5 tahun)

c. Anak sekolah (6-13 tahun)

d. Remaja (14-20 tahun)

e. Ibu hamil dan ibu menyusui

f. Manula (usia lanjut)

Kelompok-kelompok rentan gizi ini menurut (Rimbawan dan Baliwati,

2004) :

a. Lokasi tempat tingkat (rawan ekologis/daerah terpencil)

b. Rawan biologis (umur dan jenis kelamin)

c. Bayi dan anak sekolah

d. Wanita hamil dan menyusui

e. Penderita penyakit dan orang yang sedang dalam penyembuhan


5. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data

yang diperoleh dengan mengunakan berbagai macam cara untuk

menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi

kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2010). Penilaian

status gizi terdiri dari dua jenis yaitu :

a. Penilaian Langsung

1) Antropometri

Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Secara umum

digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein

dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,

otot dan jumlah air dalam tubuh. Pengukuran antropometri

memiliki beberapa kelebihan, yaitu :

a) Prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan dalam

jumlah sampel yang benar

b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli

c) Alatnya murah, mudah dibawa dan tahan lama

d) Metode ini tepat dan akurat

e) Dapat menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau


f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang,

kurang dan buruk

g) Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode

tertentu

Disamping itu pengukuran antropometri juga memiliki

kelemahan yaitu :

a) Tidak sensitif

b) Faktor diluar gizi (penyakit, genetik) dapat menurunkan

spesifikasi dan sensitifitas pengukuran.

c) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat

mempengaruhi presisu dan akrasi serta validasi

pengukuran antropometri.

d) Kesalahan dapat terjadi karena pengukuran, perubahan

hasil pengukuran, baik fisik maupun komposisi

jaringan.

e) Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan

petugas yang tidak cukup, kesalahan alat dan kesulitan

pengukuran.

Ada 2 jenis ukuran antropometri yaitu ukuran linier dan

ukuran massa jaringan. Ukuran linier adalah yang

berhubungan dengan panjang.Contoh ukuran linier adalah

panjang badan, lingkar dada dan lingkar kepala, ukuran linier


yang rendah biasanya menunjukkan keaddaan gizi yang yang

kurang baik akibat kekurangan energi dan protein yang

diderita waktu lampau (Poltekkes Depkes Malang, 2010).

Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh.

Contoh ukuran massa jaringan adalah berat badan, lingkar

lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit. Apabila ukuran

ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang

akibat kekurangan akibat kekurangan energi dan protein yang

diderita pada waktu pengukuran dilakukan (Poltekkes Depkes

Malang, 2010).

b. Penilaian Tidak Langsung

1) Survey Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah suatu metode

penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat

jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.Pengumpulan data

konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang

konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan

individu.Survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan

kekurangan zat gizi (Supariasa, 2012).

Secara umum survey konsumsi makanan dimaksudkan

untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat

kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat


kelompok, rumah tangga dan perorangan umum survey

konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan

makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan

zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan

serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi

makanan tersebut. Secara lebih khusus, survey konsumsi

digunakan untuk berbagai macam tujuan yaitu menentukan

tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok

masyarakat, menentukan status kesehatan dan gizi keluarga

dan individu, menentukan pedoman kecukupan makanan dan

program pengadaan pangan, sebagai dasar perencanaan dan

program pengembangan gizi, sebagai sarana pendidikan gizi

masyarakat, khususnya golongan yang berisiko tinggi

mengalami kekurangan gizi dan menentukan perundan-

undangan yang berkenan dengan makanan, kesehatan dan gizi

masyarakat (Supariasa, 2012).

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka

pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data

konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif :


a) Metode Kualitatif

Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk

mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi

menurut jenis makanan dan menggali informasi tentang

kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara

memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode

pengukuran konsumsi mkanan bersifat antara lain :

1) Metode frekuensi makanan (food frequency)

2) Metode dietary history

3) Metode telpon

4) Metode pendaftaran makanan (food list)

b) Metode Kuantitatif

Untuk mengetahui jumlah makanan yang

dikonsumsi dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan

menggunakan daftar komposisi bahan makanan

(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar

Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi

Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan

Minyak. Metode pengukuran konsumsi secara

kuantitatif antara lain :

- Metode recall 24 jam

- Perkiraan makanan (estimated food records)


- Penimbangan makanan (food weighing)

- Metode food account

- Metode inventaris (inventoru method)

- Pencatatan (Household food record)

6. Jenis dan Parameter Status Gizi

Parameter antropometri adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia.

Dalam antropometri gizi, beberapa parameter yang banyak dikenal, yaitu

umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar

kepala, dan jaringan lunak (Poltekkes Depkes Malang, 2014).

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.

Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap

satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan

tingkat gizi.

Parameter yang berkaitan dengan pengukuran indeks massa tubuh,

terdiri dari :

a. Berat Badan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air,

dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung

meningkat, dan protein otot menurun. Berat badan adalah salah satu

memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif

terhadap perubahan-perubahan yang sangat mendadak. Berat badan

adalah parameter antropometri sangat labil.


Dengan keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,

berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.Sebaliknya

dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan

besar badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari

keadaan normal (Supriasa, 2012).

Cara mengukur berat badan yaitu letakkan timbangan pada

lantai yang datar, pakaian seminimal meungkin, sepatu atau sandal

harus dilepaskan, periksa timbangan yang akan dipakai, harus selalu

diingat bahwa jarum harus menunjukkan skala 0 (nol), sampel

berdiri diatas timbangan. Sampel harus berdiri tegak dengan

pandangan kedepan, lihat angka pada timbangan yang menunjukkan

berat badan dan catat berat badan yang didapat dengan teliti.

Kelebihan parameter berat badan adalah lebih mudah dan lebih

cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur

status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berkualitas, sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dapat mendeteksi

kegemukan, sedangkan kelemahan parameter berat badan adalah

dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila

terdapat edema maupun asites, didaerah pedesaan yang masih

terpencil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara baik

karena pencatatan umur yang belum baik, memerlukan data umur


yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun, sering

terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan pada saat pertimbangan, secara operasional sering

mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat

(Supariasa, 2012).

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang.

Alat yang digunakan dilapangan sebaiknya memenuhi beberapa

persyaratan yaitu mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke

tempat yang lainnya, mudah diperoleh dan relatif murah harganya,

ketelitian penimbangan sebaiknya maksimal 0,1 kg, skala mudah

dibaca.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang penting

bagi keadaan yang telalh lalu dan keadaan yang

sekarang.Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang

penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap

tinggi badan (Quick stick), factor umu dapat dikesampingkan

(Supariasa, 2012).

Cara mengukur tinggi badan yaitu tempelkan mikrotoice

dengan paku pada dinding yang harus datar setinggi 2 meter. Angka

0 (nol) pada lantai yang datar rata, sepatu atau sandal dilepas,

responden harus berdiri tegak seperti sikap siap dalam baris-


berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian

belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus

dengan pandangan ke depan, turunkan mikrotoice sampai rapat

pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel panda

dinding, baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam

gulungan mikrotoice. Angka tersebut menunjukkan tinggi

responden yang diukur (Supariasa, 2012).

Keuntungan parameter tinggi badan adalah baik untuk menilai

status gizi masa lalu, ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah

dan mudah dibawa. Sedangkan, kelemahan parameter tinggi badan

adalah tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun,

pengukuran relatif sulit dilakukan karena harus berdiri tegak,

sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya, ketepatan

umur sulit didapat, Indeks Massa Tubuh (IMT) (Supariasa, 2012).

7. Indikator Status Gizi

a. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan, termasuk

air, lemak, tulang, otot, dan diantara beberapa macam indeks

antropometri, indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum

digunakan. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi

saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Untuk anak pada

umumnya, indeks ini merupakan cara baku yang digunakan untuk


mengukur pertumbuhan. Kurang berat badan tidak hanya

menunjukkan konsumsi pangan yang tidak cukup tetapi juga

mencerminkan keadaan sakit yang baru saja dialami, seperti

mencret yang mengakibatkan berkurangnya berat badan.

Pengukuran berat badan menurut umur secara teratur dan seiring

dapat dipergunakan sebagai indikator kurang gizi.Hasil pengukuran

ini dapat menunjukkan keadaan kurang gizi akut atau gangguan-

gangguan yang mengakibatkan laju pertumbuhan terhambat.

b. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan kurang peka dipengaruhi oleh pangan

dibandingkan dengan berat badan. Oleh karena itu, tinggi badan

menurut umur yang rendah biasanya akibat dari keadaan kurang

gizi yang kronis, tetapi belum pasti memberikan petunjuk bahwa

konsumsi zat gizi pada waktu ini tidak cukup.

TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Keadaan

tinggi badan anak usia sekolah (7 tahun) menggambarkan status gizi

pada masa balita adalah sama dengan seperti pada masa sudah

dibahas sebelumnya menyangkut pengukuran itu sendiri maupun

ketelitian data umur. Masalh-masalah ini akan berkurang bila

dilakukan terhadap anak yang lebih tua dimana proses pengukuran

dapat lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang 11 (range).


Umur yang lebih panjang (setengah tahunan atau tahunan)

memperkecil kemungkinan kesalahan data umur. Indeks TB/U

disamping dapat memberikan gambaran tentang status gizi masa

lampau juga lebih erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi

(Beaton dan Bengoa, 2004). Oleh karena itu, indeks TB/U selain

digunakan sebagai indikator status gizi dapat pula digunakan

sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi

masyarakat.

c. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan

BB/TB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan

lebih sensitive dan spesifik.Berat badan memiliki hubungan linier

dengan berat badan. Dalam keadaan normal akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.

Pada tahun 1966 Jeliffe memperkenalkan penggunaan indeks

BB/TB untuk identifikasi status gizi, indeks BB/TB merupakan

indikator yang baik untuk menanyakan status gizi saat ini, terlebih

bila data umur akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB

disebut pula indikator status gizi yang independen terhadap umur.

Karena indeks BB/TB dapat memberikan gambaran tentang

proporsi berat badan relatif terhadap indikator kekurangan, seperti

halnya dengan indeks BB/U.


d. Z-Score

Z-score merupakan indeks antropometri yang digunakan

secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan,

yang diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi

rujukan.Untuk pengukuran z-score pada populasi yang

didistribusinya normal, umumnya digunakan pada indikator panjang

atau tinggi badan anak. Dengan rumus sebagai berikut :

(nilai yang di amati−referensi median)


Z-Score =
Z−score populasi referensi( SD)

8. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagimana

terdapat pada label di bawah ini :

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks
Kategori Status Ambang Batas (Z-
Indeks
Gizi score)
Sumber:
Gizi Buruk < - 3 SD
(WHO-NCHS) Berat Badan - 3 SD sampai dengan –
Gizi Kurang
Menurut Umur 2 SD
2010.
(BB/U) Anak - 2 SD sampai dengan 2
Gizi Baik
Umur 0-60 Bulan SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan Sangat Pendek < - 3 SD
Menurut Umur - 3 SD sampai dengan –
Pendek
(PB/U) atau 2 SD
Tinggi Badan - 2 SD sampai dengan 2
Menurut Umur Normal
SD
(TB/U) Anak
Tinggi > 2 SD
C. Umur 0-60 Bulan
Berat Badan Sangat Kurus < - 3 SD
Faktor Menurut Panjang - 3 SD sampai dengan –
Kurus
Badan (BB/PB) 2 SD
atau Berat Badan - 2 SD sampai dengan 2
Menurut Tinggi Normal
SD
Badan (BB/TB)
Anak Umur 0-60 Gemuk > 2 SD
Bulan
Sangat Kurus < - 3 SD
Indeks Massa
- 3 SD sampai dengan –
Tubuh Menurut Kurus
2 SD
Umur (IMT/U)
- 2 SD sampai dengan 2
Anam Umur 0-5 Normal
SD
tahun
Gemuk > 2 SD
Sangat Kurus < - 3 SD
- 3 SD sampai dengan –
Indeks Massa Kurus
2 SD
Tubuh Menurut
- 2 SD sampai dengan 2
Umur (IMT/U) Normal
SD
Anam Umur 5-18
- 1 SD sampai dengan 2
tahun Gemuk
SD
Obesitas > 2 SD

Faktor Yang Mempengaruhi

1. Asupan makan
Asupan makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi

kebutuhan gizi sebagai sumber tenaga, mempertahankan ketahanan tubuh

dalam menghadapi serangan penyakit dan untuk pertumbuhan

(Departemen FKM UI, 2008).

Manusia membutuhkan 20 energi untuk mempertahankan hidup,

menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.Asupan tersebut

diperoleh dari bahan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan

protein (Almatsier, 2004).

a. Asupan Energi

Energi dibutuhkan tubuh untuk memelihara fungsi dasar

tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari

kebutuhan energi total.Kebutuhan energi diperlukan untuk

metabolisme basal dan fungsi tubuh seperti mencerna, mengolah

dan menyerap makanan serta untuk bergerak, berjalan, bekerja dan

beraktivitas lainnya (Soekirman, 2000). Proporsi makanan sehat

berimbang terdiri atas 60-65% karbohidrat, 20% lemak dan 15-20%

protein (Irianto, 2007).

b. Asupan Karbohidrat
Sumber energi terbesar tubuh adalah karbohidrat yang

menjadi bagian dari berbagai macam struktur komponen primer.

Karbohidrat disimpan sebagai glikogen atau diubah menjadi lemak

tubuh.Karbohidrat merupakan senyawa sumber energi utama bagi

tubuh.Karbohidrat menyumbang 80% kalori yang didapat tubuh

(Irianto, 2007).

Karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah

sebagai glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan sebagai

glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagian diubah menjadi

lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam

jaringan lemak (Almatsier, 2004).

Tabel Kategori Asupan Karbohidrat dibandingkan dengan AKG

Kategori Ambang batas


Di atas kebutuhan >120%
Normal 90 – 119%
Defisiensi ringan 80 – 89%
Defisiensi sedang 70 – 79%
Defisiensi berat <70%

c. Asupan Lemak

Lemak merupakan garam yang terbentuk dari penyatuan asam

lemak dengan alkohol organik yang disebut gliserol. Kelebihan


makanan dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak terutama

pada jaringan bawah kulit, sekitar otot, jantung, paru-paru, ginjal

dan organ tubuh lainnya (Irianto, 2007). Asupan lemak memiliki

densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain. Satu

gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan

berlemak pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika

mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak mengatur

sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan,

menunda dan mencegah pada waktu seseorang mengonsumsi

makanan berlemak (WHO, 2000). Manfaat lemak didalam tubuh

antara lain ; sebagai sumber energi yaitu 1gram lemak

menghasilkan 9kalori, melarutkan vitamin sehingga dapat diserap

usus dan memperlama rasa kenyang. Kategori asupan lemak dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kategori Asupan Lemak dibandingkan dengan AKG

Kategori Ambang Batas


Di atas kebutuhan >120%
Normal 90 – 119%
Defisiensi ringan 80 – 89%
Defisiensi sedang 70 – 79%
Defisiensi berat <70%

Konsumsi makanan merupakan faktor yang mempengaruhi status

gizi secara langsung. Konsumsi yang kurang dari makanan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas akan memberikan kondisi keadaan gizi yang

kurang. Sebaliknya konsumsi makan yang baik akan memenuhi semua

zat-zat gizi yang diperlukan tubuh sehingga akan mendapatkan kondisi

kesehatanyang sebaik-baiknya.Jadi keadaan gizi masyarakat tergantung

pada tingkat konsumsi.Sedangkan tingkat konsumsi di tentukan oleh

kualitas hidangan.Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi

yang diperlukan tubuh.

2. Penyakit Infeksi

a. PengertianPenyakit Infeksi

Menurut Notoatmojo (2009), infeksi adalah terjadinya suatu

penyakit pada seseorang sebagai akibat kekebalan atau resistensinya

yang menurun. Bayi dan balita sangat rentan untuk terjangkit

penyakit infeksi. Oleh sebab itu, sangat perlu menjaga kesehatan

bayi dan balita karena status kesehatan anak akan mempengaruhi

tumbuh kembangnya. Anak yang sering sakit infeksi akan

terganggu tumbuh kembangnya (Kemenkes RI, 2015).

Penyakit infeksi berkaitan dengan status gizi yang rendah,

hubungan kekurangan gizi dengan penyakit infeksi antara lain dapat

dijelaskan melalui mekanisme pertahanan tubuh dimana balita yang

mengalami kekurangan gizi dengan asupan energi dan protein yang

rendah, maka kemampuan tubuh untuk membentuk protein yang

baru berkurang. Tubuh akan rawan terhadap serangan infeksi


karena terganggunya pembentukan kekebalan tubuh seluler (Jelliffe,

1989 dalam Sari, 2016).

b. Jenis – Jenis Penyakit Infeksi

1) ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok

penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh

berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di

sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). ISPA merupakan salah

satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan

angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.

Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut

akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan

dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang

termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis,

bronkhitis akut, brokhiolitis, danpneumonia.

Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi

menjadi saluran pernafasan atas, yaitu mulai dari hidung

sampai laring, dan saluran pernafasan bawah, mulai dari

laring sampai alveoli (Nelson, 1983; Said dkk, 1989). Dengan

demikian, infeksi saluran pernafasan akut dapat dibagi

menjadi ISPA atas dan ISPA bawah. Yang dimaksud ISPA

atas ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi


susunan saluran pernafasan di atas laring, sedangkan ISPA

bawah ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi

saluran pernafasan bawah laring (Nelson, 1983).

2) TBC (Tuberculosis)

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular

langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium

Tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang

paru tetapijuga dapat menyerang organ tubuh lainnya

(Depkes, 2008). Tuberkulosis merupakan infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat

menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan

organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput

otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan

ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

3) HIV / AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired

Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah

sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul

karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat

infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip

yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).


Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk

dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-

organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini

dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi

patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.

4) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan

suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya PPOK adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas

yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial.

PPOK terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau

gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran

napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3

bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-

turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah

kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga

udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding

alveoli.
5) Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan

air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau

200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu

buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar

encer tersebut dapat disertai lendir dan darah.

Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar

encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah

diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat,

dalam beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare yang

berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare

yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus

menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten

merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang

menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan

berlangsung terus menerus.

6) Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk anophelesdengan

gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik,


anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh

karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati

dan ginjal.

7) Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf

yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani.Penyakit ini ditandai oleh

adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat

dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot

umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi

dan ketidakstabilan kardiovaskular.Gejala klinis tetanus

hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan

saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem

saraf perifer atau otot.

3. Ketersediaan Pangan

a. Pengertian Ketersediaan Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang

pemenuhannnya adalah Hak Asasi Manusia. Pangan harus Aman,

Bermutu, Bergizi, Beragam dan Tersedia serta berimbang sebagai

prasyarat utama dalam pembahasan pangan (sistem pangan), untuk

perlindungan kesehatan, kemakmuran dan kesejahteraan.


Pangan sebagai komoditas dagang yang dalam sistem

perdagangan dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat. Pangan

adalah bahan makanan yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang di olah maupun yang tidak di olah. Pangan sebagai makanan

atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan

makanan, bahan baku pangan dan bahan lainnya. Digunakan

melalui proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan

makanan atau minuman dengan cara yang baik dan benar.

Menurut FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability

Information and Mapping Systems, 2005) Ketahanan Pangan adalah

kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial

dan ekonomi memilki akses pada pangan yang cukup, aman dan

bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietery needs) dan

pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan

sehat. Ketahanan pangan merupakan suatu system yang terdiri dari

subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.

Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan

pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari

segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya.

Ketersediaan pangan mencerminkan pangan yang tersedia

untuk dikonsumsi masyarakat, yang merupakan produksi domestik

yang dikoreksi dengan penggunaan untuk bibit/benih, industri,


kehilangan/susut, ekspor dan stok ditambah impor. Perkembangan

ketersediaan pangan di indonesia secara keseleruhan masih di atas

yang dianjurkan WNPG, yakni utuk energi sebesar 2200

kkal/kg/hari dan untuk protein sebesar 57 gr/kap/hari (WNPG,

2018).

Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik

disuatu wilayah dari segala sumber, baik dengan pangan melalui

mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh itu

produksi pangan domestic, perdagangan pangan dan bantuan

pangan.Ketersediaan pangan diktentukan oleh produksi pangan di

wilayah tersebut, perdaga pedagang dan cadangan pemerintah, dan

bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya.Produksi

pangan tergantung pada berbagai factor seperti iklim, jenis tanah,

curah hujan, irigasi, komponen produksi pertanian yang digunakan,

dan bahkan insentif bagi para petani untuk menghasilkan tanaman

pangan.Pangan meliputi produk serealia, kacang-kacangan, minyak

nabati, sayur-sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produksi

hewani. Karena porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal

dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar saparu dari kebutuhan

energy perorang perhari, maka yang digunakan dalam analisa

kecukupan pangan yaitu karbohidrat yang berseumber dari produksi

pangan pokok serealia, yaitu padi, jagung, dan umbu-umbian (ubi


kayu dan ubi jalar) yang digunakan untuk memahami tingkat

kecukupan pangan pada tingkat provinsi maupun kabupaten

(WNPG, 2018).

b. Strategi Untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan

Kebijakan ketersediaan pangan secara maksimal tahun 2005

sampai 2009 diarahkan kepada beberapa hal yaitu: (i) meningkatkan

kualitas sumber daya alam dan lingkungan ; (ii) mengembangkan

infrastruktur pertanian dan pedesaan ; (iii) meningkatkan produksi

pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri; dan (iv)

mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan

pemerintah dan masyarakat.

Dibawah ini adalah kegiatan operasional kunci yang

dilakukan untuk menjamin dan meningkatkan ketersediaan pangan

adalah (Dewan Ketahanan Pangan, 2006):

1) Pengembangan lahan abadi 15 juta Ha lahan sawah beririgasi

dan 15 juta Ha lahan kering .

2) Pengembangan konservasi dan rehabilitasi lahan

3) Pelestarian sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran

sungai

4) Pengembangan dan penyediaan benih, bibit unggul, dan alat

mesin pertanian

5) Pengaturan pasokan gas untuk memproduksi pupuk


6) Pengembangan skim permodalan bagi petani atau nelayan

7) Peningkatan produksi dan produktivitas (perbaikan genetic

dan teknologi budaya)

8) Pencapaian swasembada 5 komoditas strategs : padi

(swasembada berkelanjutan), jagung (2008), kedelai (2011),

gula (2009), dan daging (2010).

9) Penyediaan insentif infestasi dibidang pangan termasuk

industry gula, peternakan, dan perikanan

10) Penguatan penyuluhan, kelembagaan petani atau nelayan dan

kemitraan.

Selain itu juga dilakukan kebijakan lain yaitu (Dewan

Ketahanan Pangan, 2006):

1) Menata pertanahan dan tata ruang dan wilayah, melalui :

a) Pengembangan revormasi agrarian

b) Penyususnan tata ruang daerah dan wilayah

c) Perbaikan administrasi pertanan dan sertifikasi lahan

d) Pengawasan system perpajakan progresif bagi pelaku

konversi lahan pertanian subur dan yang mentelantarkan

lahan pertanian
2) Mengembangkan cadangan pangan

a) Pengembangan cadangan pangan pemerintah (nasional,

daerah dan desa) sesuai dengan Peraturan

PemerintahNomor 68 Tahun 2002 tentang Pertahanan

Pangan Pasal 5

b) Pengembangan lumbung pangan masyarakat

3) Menjaga stabilitas harga pangan

a) Pemantauan harga pangan pokok secara berkala untuk

mencegah jatuhnya harga gabah atau beras dibawah

Harga Pembelian Pemerintah (HPP)

b) Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga

untuk stabilitas harga pangan seperti yang tercantum

dalam Inpres Nomor 13 Tahun 2005 tentang Kebijakan

Perberasan ; SKB Men Koordinator Bidang

Perekonomian dan Mentri Koordinator

BidangKesejahteraan Rakyat No. KEP

-45/M.EKON/08/2005 dan Nomor 34/KEP-

34/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2005 tentang Pedoman

Umum Koordinasi Pengelolaan Cadangan Beras

Pemerintah ; Peraturan Pemerintah Perdangan Nomor

22 Tahun 2005 tentang Penggunaan Cadangan Pangan

Pemerintah untuk Pengendalian Harga dan Surat Mentri


Pertanian kepada Gubernur dan Bupati

Walikota/Indonesia Nomor 64/PP.310/M/3/2006

tanggal 13 Maret 2006 tentang pengelolaan cadangan

pangan).

4) Meningkatkan aksebilitas rumah tangga terhadap pangan

a) Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan

b) Peningkatan efektivitas program raskin

5) Melakukan diversifikasi pangan

1) Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dengan gizi

seimbang (Perpres N0. 22 Tahun 2009)

2) Pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah

(PMTAS)

3) Pengembangan teknologi pangan

4) Devisrifikasi usaha tani dan pengembangan pangan

local

c. Cara Mengukur Ketersediaan Pangan

Ketersedian pangan secara kuantitatif menurut FAO (2003) dalam

Tanziha (2005) dapat diukur melalui tingkat ketidak cukupan energi yang

menunjukan keparahan defisit energi yang ditunjukaan oleh defisit

jumlah kalori pada individu dibawah energi yang dianjurkan (<70%).


Berdasarkan ukuran tersebut, akan dikatakan kelaparan apabila

tingkat kecukupan energinya kurang dari 70% dan disertai penurunan

berat badan, dikatakan rawan pangan tingkat kecukupan energinya kurang

70% dan tidak disertai penurunan berat badan, bila tingkat kecukupan

energinya 70 – 80% maka dikatakan tahan pangan. Kemiskinan identik

dengan ketidak tahanan pangan.Sajogyo secara manomental merumuskan

batas kemiskinan dengan pengeluaran setara beras 320 kg/kapasita/tahun

di pedesaan 480 kg diperkotaan.khomsan (1997) dalam Khomsan (2002)

mengkaji indikator kemiskinan, ditemukan bahwa konsumsi daging sapi

<4 kali sebulan dan konsumsi telur <4 kali seminggu dapat dimasukkan

dalam kategori miskin. Dengan ikan asin sebagai indikator, seseorang

dikatakan miskin bila konsumsinya >= 110 gr/kapita/minggu. Semakin

banyak konsumsi ikan asin semakin besar peluangnya untuk masuk ke

dalam ketegori sebagai orang miskin. Rupanya secara sosial ikan asin

dianggap oleh masyarakat sebagai komoditas inferor.Padahal dari segi

gizi, ikan asin sebenarnya superior karena kandungan proteinnya sekitar

35 – 40%.

d. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi

Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Status Gizi dapat

ditunjukkan oleh konsep yang dikeluarkan oleh Unicef bahwa 

ketersediaan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga akan

mempengaruhi dikonsumsi makanan semua anggota keluarga dan


selanjutnya status gizi yang baik atau seimbang dapat diperoleh tubuh

untuk tumbuh kembang, aktifitas, kecerdasan, pemeliharaan kesehatan,

penyembuhan penyakit dan proses  biologis lainnya.

Akibat yang terjadi bila status gizi tidak didukung oleh ketersediaan

pangan ditingkat rumah tangga adalah “Gizi Buruk!?” kata peserta

pelatihan. Bukan Gizi Buruk, yang pertama-tama terjadi ketika dirumah

tangga tidak ada pangan atau makanan untuk dimakan adalah kelaparan.

Kelaparan adalah Rasa “tidak enak” dan sakit akibat kurang atau

tidak makan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja diluar

kehendak dan terjadi berulang-ulang, serta dalam jangka waktu tertentu

menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan kesehatan. (E.

Kennedy, 2002).

Saat ini di Indonesia terdapat dua kelompok gizi akibat pengaruh

dari pola konsumsi dan ketersediaan pangan yang ada.  Kelompok Gizi

pertama adalah Gizi kurang (malnutrisi) permasalahan yang biasa terjadi

adalah Kurang Energi protein (KEP), Kurang Vitamin A, GAKY dan

Anemia, disebabkan karena mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi

yang kurang, masalah malnutrisi ini juga bisa disebabkan oleh

ketersediaan pangan yang belum tercapai baik karena faktor distribusi

yang kurang merata, produksi pangan yang menurun maupun dikarenakan

pendapatan masyarakat yang rendah, sehingga masyarakat tidak mampu

memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik. Pada kelompok gizi kurang ini
biasanya didominasi oleh masyarakat dengan pendapatan golongan

menengah ke bawah dan masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari

pusat kota atau di daerah-daerah terpencil. Kelompok gizi yang kedua

adalah kelompok gizi lebih (Obesitas), masalah Obesitas ini ditandai

dengan pola konsumsi makanan yang kurang seimbang dan

berlebihan.Sebagaian besar masyarakat Indonesia yang mengalami Gizi

lebih ini diderita oleh kelompok masyarakat dengan pendapatan golongan

menengah ke atas.Biasanya pada kelompok gizi lebih ini diikuti dengan

kemunculan penyakit-penyakit seperti Diabetes, Hipertensi, Kolesterol,

dan Jantung coroner (Yuniastuti, 2008).

Jadi hubungan antara ketersediaan pangan pola konsumsi terhadap

status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1) Jenis dan Banyaknya Pangan yang Diproduksi dan Tersedia

Jika Produksi pangan meningkat dan masyarakat mampu

menjangkau pangan tersebut maka kebutuhan gizi masyarakat akan

terpenuhi.

2) Tingkat Pendapatan

Jika tingkat pendapatan masyarakat tinggi, maka daya beli

masyarakat juga akan meningkat sehingga kemampuan pemenuhan

kebutuhan pangan juga akan meningkat dan kebutuhan gizi

masyarakat juga akan terpenuhi.


3) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.

Pola konsumsi masyarakat haruslah mengandung Unsur 3B

(Bergizi, Berimbang, Beragam). Jika pengetahuan tentang gizi

masyarakat tinggi, maka kesadaran akan pentingnya makan

makanan bergizi juga meningkat sehingga kebutuhan gizi

masyarakat juga akan terpenuhi.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

status gizi masyarakat dalam kaitannya dengan ketersediaan pangan

dan pola konsumsi diantaranya (Suhardjo, 1985):

a) Memperluas Lahan Pertanian dan sektor sektor lain yang

mampu menunjang produksi pangan Indonesia (Peternakan,

perikanan)

b) Memperbanyak Jumlah Petani, peternak dan tenaga ahli di

bidang pangan dan gizi

c) Memperbaiki Pola konsumsi masyarakat

d) Pemerintah harus mampu menyediakan pangan yang bergizi

dan mudah dijangkau, baik secara fisik maupun ekonomis

e) Distribusi pangan yang baik

f) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi.


4. Pola Asuh Ibu

a. Pengertian

Pola asuh tersusun atas dua kata yaitu pola dan asuh. Pola

memiliki arti struktur, cara kerja, sistem, model, corak, sedangkan

asuh memiliki arti merawat, menjaga, mendidik, dan membimbing

(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pola asuh adalah hubungan anak

dengan orang tua dalam proses pembelajaran maupun pendidikan

yang akan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan

(Habibi, 2015).

Pola asuh yang baik dapat mendorong orang tua dan anak

dalam melakukan interaksi timbal balik secara terbuka sehingga

terjalin kepercayaan dan kedekatan antara orang tua dan anak. Salah

satu pola asuh yang dapat mempertahankan keadaan gizi balita

yaitu pola asuh makan yang baik meliputi memberikan makanan

sesuai dengan usia balita, kepekaan seorang ibu saat anak ingin

makan, upaya dalam menumbuhkan nafsu makan anak balita, serta

menciptakan suasana makan yang nyaman untuk anak balita. Pola

asuh makan yang responsif meliputi upaya orang tua memotivasi

anak untuk makan, memperhatikan nafsu makan dan waktu makan

anak mempengaruhi asupan gizi sehingga mempengaruhi keadaan

status gizi anak (Putri & Kusbaryanto, 2012).


b. Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam Praktek Pemberian

Makanan

Semua orangtua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua

anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan

apa yang mungkin dicapainya dan sesuai dengan kemampuan tubuhnya.

Untuk itu perlu perhatian/dukungan orangtua. Untuk tumbuh dengan baik

tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan

asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak membutuhkan sikap

orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan

apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak

cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak sudah mulai

disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan yang

boleh dimakan.Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam

memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk

perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika makan,

mandi dan sakit (Nadesul, 1995).

Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran

ganda dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah

seperti bekerja ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial.

Wanita yang bekerja di luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu

tidak terlalu memperhatikan keadaan gizinya, tetapi cenderung

menekankan dalam jumlah atau banyaknya makanan. Sedangkan gizi


mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan bagi pertumbuhan

dan perkembangan mental maupun fisik anak. Selama bekerja ibu

cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh anggota keluarga

lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau anak yang

sudah besar bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya

(Sunarti, 1989).

c. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Anak

Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan

karena ASI merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan

gizi selama 3 – 4 bulan pertama.ASI yang diproduksi pada 1 – 5 hari

pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna

kekuningan.Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi karena

mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A.

Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat.Produksi

ASI dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang.Disamping

itu perlu diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan

perawatan payudara.Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan

setiap saat terutama ASI eksklusif (As’ad, 2002). ASI eksklusif adalah

bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu

formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat

seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara

eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan,


tetapi bila mungkin sampai 6 bulan.Setelah bayi berumur 6 bulan harus

mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat

diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun

(Roesli, 2000).

5. Kesehatan lingkungan

a. Persiapan dan Penyimpanan Makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan

perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan

sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak.

Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai

seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat

menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang diperhatikan

dalam mempersiapkan dan menyimpan makanan adalah (Soenardi,

2000) :

1) Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran

dari debu dan binatang.

2) Alat makan dan memasak harus bersih.

3) Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus

mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan.

4) Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.


b. Perawatan Kesehatan

1) Praktek Kebersihan / Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan

anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak

kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan

rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan

ruang (bermainanak), pergantian udara, sinar matahari,

penerangan, air bersih, pembuangan sampah/limbah, kamar

mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan

perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang

peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan

perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya

penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare

dan cacingan. Sedangkan kebersihan lingkungan erat

hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan, saluran

pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu

penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh

kembang anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu

atau pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi

anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan.


2) Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para

orang tua yaitu dengann cara segera membawa anaknya yang

sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat

(Soetjiningsih, 1995).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit

seperti flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak

sering menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu

proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab

seorang anak mudah terserang penyakit adalah :

a) Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit

makan dan nafsu makan menurun. Akibatnya daya

tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan

terhadap penyakit.

b) Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu

diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.

c) Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses

tumbuh kembang anak oleh karena itu perlu memantau

dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak

secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera

memeriksakan kedokter jika anak menderita sakit.


Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh

yang dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik.

Status kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk

menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan

penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan

kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan

penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan

pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai

terkena suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh

dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan

imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana

anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan

terhadap anakapabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya

ibu membawanya ketempat pelayanan kesehatan seperti

rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin et al,

1990).

c. Sanitasi

1) Pengertian sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari

subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan

mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak


dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi sering juga

disebut dengan sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan,

sebagai suatu usaha pengendalian semua faktor yang ada pada

lingkungan fisik manusia yang diperkirakan dapat

menimbulkan hal-hal yang mengganggu perkembangan fisik,

kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya (Adisasmito,

2006).

Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan meliputi

penyehatan air, dan udara, penanganan limbah padat, limbah

cair, limbah gas, radiasi, dan kebisingan, pengendalian faktor

penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya. Melihat

luasnya ruang lingkup kesehatan lingkungan, sangatlah

diperlukan adanya multi disiplin kerja agar kegiatannya dapat

berjalan dengan baik.Misalnya diperlukan tenaga ahli di

bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik dan

sebagainya (Mukono, 2006).

Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan

lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang

mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang

berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang

merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 2000).


Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah

penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan

melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk

perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit

menular, pendidikan kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo,

2007).

2) Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan

masyarakat yang menitik beratkan usaha preventif dengan

usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar manusia

terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan

lingkungan adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu kesehatan

lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar

kesehatan masyarakat (Kusnoputranto, 1986).

Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan

dengan istilah sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), menyebutkan

pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah

suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan

fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap

hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik,


kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto,

1986).

Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah

bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan

usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan

mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya

bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan

hidup manusia.

Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari

kesehatan lingkungan meliputi:

a) Penyediaan air minum.

b) Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran

air.

c) Pengelolaan sampah padat.

d) Pengendalian vektor penyakit.

e) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.

f) Hygiene makanan.

g) Pengendalian pencemaran udara.

h) Pengendalian radiasi.

i) Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-

bahaya fisik, kimia dan biologis.

j) Pengendalian kebisingan.
k) Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan

masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-

bangunan umum dan institusi.

l) Perencanaan daerah dan perkotaan.

m) Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut

dan darat.

n) Pencegahan kecelakaan.

o) Rekreasi umum dan pariwisata.

p) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan

keadaan epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk

dan keadaan darurat.

q) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin

agar lingkungan pada umumnya bebas dari resiko

gangguan kesehatan.

Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-

tempat umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu

mendapat perhatian dalam pengawasannya (Kusnoputranto,

1986).

3) Sanitasi dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan

untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat

kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai


faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan

manusia (Azwar, 1995).

Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih,

pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan

pengelolaaan air limbah.

a) Penyediaan air bersih

Air adalah sangat penting bagi kehidupan

manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks

antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan

sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-

negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120

liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang,

termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara

30-60 liter per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat,

penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang

terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di

masyarakat.
Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per

hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon.

Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada

keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan

masyarakat (Chandra, 2007).

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia

harus berasal dari sumber yang bersih dan aman.

Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman

tersebut, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.

- Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan

beracun.

- Tidak berasa dan tidak berbau.

- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan

domestik dan rumah tangga.

- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh

WHO atau Departemen Kesehatan RI.

Persyaratan tersebut juga tertuang dalam

Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 .

Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu

kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).


4) Pembuangan Kotoran Manusia

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari

tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses

pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan

lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih

dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena

kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan

dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam

penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin,

2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia

merupakan masalah yang sangat penting, karena jika

pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari

lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan

manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran

manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Hal ini

dapat diilustrasikan sebagai berikut :


Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja

dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat

langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air,

tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan

bagiannagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari

seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu

merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Kurangnya

perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya

pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran

penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit-

penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain

tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing

gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita),

schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).


Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja

terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia

harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran

harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia

antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing,

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

5) Pengelolaan sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang

sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang

sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan

dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat

batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang

berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan

sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2003):

a) Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Pengumpulan

sampah dimulai di tempat sumber dimana sampah


tersebut dihasilkan. Dari lokasi sumbernya sampah

tersebut diangkut dengan alat angkut sampah. Sebelum

sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu

adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini

sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar

dan lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau

dari gerobak ke truk pemadat.

b) Pemusnahan dan pengolahan sampah

- Ditaman (Landfill), yaitu pemusnahan sampah

dengan membuat lubang ditanah kemudian

sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

- Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan

sampah dengan jalan membakar di dalam tungku

pembakaran (incenerator).

- Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengolahan

sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya

untuk sampah organik daun-daunan, sisa

makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk

(Mubarak dan Chayatin, 2009).


c) Pengelolaan air limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah

cairan buangan yang berasal dari rumah tangga,

industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat

membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu

kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir

harus menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk

dapat melaksanakan pengelolaan air limbah yang efektif

perlu rencana pengelolaan yang baik. Sistem

pengelolaan air limbah yang diterapkan harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap

sumber-sumber air minum.

- Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

- Tidak menimbulkan pencemaran air untuk

perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi

serta untuk keperluan sehari-hari.


- Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus

dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya

berbagai bibit penyakit dan vektor.

- Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah.

- Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan

untuk mengelola air limbah, diantaranya

(Kusnoputranto, 2000):

- Pengenceran (disposal by dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai

konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru

dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin

bertambahnya penduduk, yang berarti makin

meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air

limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan

diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula,

maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan

kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi

terhadap badan-badan air masih tetap ada,

pengendapan yang akhirnya menimbulkan

pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti


selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga

dapat pula menimbulkan banjir.

- Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah

pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae),

bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan

alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam

berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-

2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu

diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh

dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka,

sehingga memungkinkan sirkulasi angin yang

baik.

- Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka

yang digali, dan air akan merembes masuk

kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit

tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan

dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian

atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk

pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan

untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan


susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya

dimana kandungan zat-zat organik dan protein

cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-

tanaman.

6. Tingkat Pendapatan Keluarga

a. Data Ekonomi Keluarga

Data ekonomi keluarga meliputi (Supariasa, Bakri, & Fajar,

2012):

1) Pekerjaan (pekerjaan utama, misalnya pekerjaan pertanian,

dan pekerjaan tambahan, misalnya pekerjaan musiman).

2) Pendapatan keluarga (gaji, upah, imbalan, industri rumah

tangga, pertanian pangan/non pangan, dan hutang).

3) Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, mobil,

motor, dan lain-lain).

4) Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makanan, pakaian,

listrik, pendidikan, minyak/bahan bakar, transportasi, rekreasi,

dan lain-lain).

5) Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi

musim.
b. Sumber Pendapatan Keluarga

Pendapatan Keluarga adalah jumlah pendapatan tetap dan

sampingan dari kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga lain

dalam 1 bulan dibagi jumlah seluruh anggota keluarga yang

dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan (Ernawati, 2006).

Sumber-sumber pendapatan keluarga didapatkan dari upah,

gaji, imbalan, industri rumah tangga, dan pertanian pangan/non

pangan. Kekayaan berbeda dengan pendapatan, karena kekayaan

menandakan kepemilikan saham asset, sedangkan pendapatan

merupakan aliran daya beli. Kekayaan mewakili kapasitas yang

lebih permanen dalam jangka panjang, sedangkan pendapatan

mewakili kapasitas dalam jangka pendek. Kekayaan dan pendapatan

berkorelasi positif, karena pendapatan yang disimpan dan / atau

diinvestasikan dapat menjadi kekayaan, dan kekayaan dapat

menjadi sumber penghasilan, keluarga dengan berpenghasilan lebih

dapat menambah kekayaan, dan keluarga dengan kekayaan lebih

dapat memperoleh tambahan pendapatan (Raffalovich, Monnat, &

Tsao, 2009).
c. Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi

pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian

serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan

berpengaruh besar pada konsumsi pangan (Suhardjo, 2002).

Penyebab timbulnya gizi kurang pada balita dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, diantaranya adalah

penyebab langsung, penyebab tidak langsung, akar masalah dan

pokok masalah. Faktor penyebab langsung yaitu makanan dan

penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak. Penyebab tidak

langsung diantaranya adalah ketahanan pangan dalam keluarga,

pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan serta kesehatan

lingkungan (Istiono, Suryadi, Haris, Irnizarifka, Tahitoe,

Hasdianda, Fitria & Sidabutar, 2009).

Status gizi yang buruk mencerminkan ketidak seimbangan

dalam asupan makanan dan / atau penyakit menular. Hal tersebut

dipengaruhi oleh factor lingkungan dan sosial ekonomi, seperti

status ekonomi rumah tangga, pendidikan ibu, kebersihan rumah

tangga, dan akses dalam pelayanan kesehatan (Pongou, Ezzati, &

Salomon, 2006).
Dalam penelitian I. Ozguven, Ersoy, A.Y. Ozguven, & Erbay

(2010) yang berjudul evaluation of nutritional status in turkish

adolescents as related to gender and socioeconomic status,

menyimpulkan bahwa remaja dengan tingkat ekonomi rendah lebih

pendek dan lebih kurus dibandingkan dengan remaja dari kelompok

ekonomi menengah dan tinggi, dan hasil pengukuran antropometri

pada remaja kelompok ekonomi menengah sama dengan remaja

dari kelompok ekonomi tinggi.

Dalam penelitian Shoeps, Abreu, Valenti, Nascimento,

Oliveira, Gallo, Wajnsztejn, & Leone (2011) yang berjudul

Nutritional status of pre school children from low income families

menyimpulkan bahwa anak-anak prasekolah yang berasal dari

keluarga berpenghasilan rendah memiliki prevalensi tinggi untuk

kelebihan berat badan dan obesitas.

7. Pengetahuan ibu

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia,

yang sekedar menjawab pernyataan ‘what’, misalnya apa air, apa

manusia, apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan merupakan hasil

dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan


terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

perasaan, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkatan Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan

pengetahuan yang paling rendah karena tingkatan ini hanya

mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari

selutruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan

atau menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi

atau kondisi riil (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen–komponen, tetapi

masih didalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi – formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau suatu

obyek berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria–kriteria yang telah ada.

c. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dimiliki

seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :


1) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

memberi respon yang datang dari luar. Orang yang

berpendidikan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang

akan mungkin mereka peroleh dari gagasan tersebut.

2) Paparan Media Massa

Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronika

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga

seseorang yang lebih sering terpapan media masa (televisi,

radio, majalah, pamflet) akan memperoleh informasi yang

lebih hanya dibandingkan dengan orang yang tidak pernah

terpapar informasi media masa.

3) Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi

dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini

akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang termasuk

kebutuhan sekunder.

4) Hubungan Sosial

Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan

saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu

yang dapat berinteraksi secara batinnya akan lebih terpapar


informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga

mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi

untuk menerima pesan menurut model komunikasi media.

5) Pengalaman

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal bisa

diperoleh dan lingkungan kehidupan dalam proses

perkembangannya.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam memperoleh

pengetahuan dibagi dalam 2 kelompok :

1) Cara Tradisional

Cara ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau

metode penemuan secara sistemik dan logis. Cara – cara

penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain, meliputi :

a) Cara Coba–Salah (Trial and error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan

dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan

tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

Pengalaman yang diperoleh melalui penggunaan metode

ini banyak membantu perkembangan berpikir dan

kebudayaan manusia kearah yang lebih sempurna.


b) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau

kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemuka agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. Para

pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh

agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya

mempunyai mekanisme yang sama didalam penemuan

pengetahuan.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa

lalu.

d) Melalui jalan pikiran

Kebenaran pengetahuan dapat diperoleh manusia

dengan menggunakan jalan pikirannya, baik melalui

induksi maupun deduksi yang merupakan cara

melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui

pernyataan–pernyataan yang dikemukakan dan dicari

hubungannya sehingga dapat diambil kesimpulan.


2) Cara Modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan

dewasa ini lebih sistematis, logis dan murah.Cara ini disebut

metode penelitian ilmiah atau lebih popular (research

methodology). Setelah diadakan penggabungan antara proses

berpikir deduktif–induktif maka lahirlah suatu penelitian yang

dikenal dengan metode penelitian ilmiah.

e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam tiga

kategori, yaitu :

1) Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% -

100% dari seluruh pernyataan.

2) Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% -

75% dari seluruh pernyataan.

3) Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% -

55% dari seluruh pernyataan.

f. Pola Pemberian Makan Balita

1) Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang

memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan

makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan


merupakan ciri khas suatu keompok masyarakat tertentu.

Pemberian makanan balita adalah segala upaya dan cara ibu

untuk memberikan makanan pada anak balita dengan tujuan

supaya kebutuhan makan anak tercukupi, baik dalam jumlah

maupun nilai gizinya (Karyadi,E. dan Kolopaking, R., 2007).

Pola pemberian makanan balita dapat diartikan sebagai

upaya dan cara yang biasa dipraktekkan ibu untuk

memberikan makanan kepada anak balita mulai dari

penyusunan menu, pengolahan, penyajian dan cara

pemberiannya kepada balita supaya kebutuhan makan anak

tercukupi, baik dalam macam, jumlah maupun nilai gizinya.

Pemberian makanan pada anak bertujuan untuk mencapai

tumbuh kembang anak secara optimal. Pemberian makanan

yang baik dan benar dapat menghasilkan gizi yang baik

sehingga meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan

seluruh potensi genetik yang ada secaraoptimal. Menurut

Judarwanto (2004) pemberian makanan pada anak

mempunyai tiga fungsi, yaitu:


a) Fungsi fisiologis yaitu memberikan nutrisi sesuai

kebutuhan agar tercapai tumbuh kembang yang optimal.

b) Fungsi psikologis, penting dalam pengembangan

hubungan emosional ibu dan anak sejak awal.

c) Fungsi sosial/edukasi yaitu melatih anak mengenal

makanan, keterampilan makan dan bersosialisasi

dengan lingkungannya.

Pemberian makanan pada anak secara tidak langsung

menjadi alat untuk mendidik anak. Kebiasaan dan kesukaan

anak terhadap makanan mulai dibentuk sejak kecil. Jika anak

diperkenalkan dengan berbagai jenis makanan mulai usia dini,

pola makan dan kebiasaan makan pada usia selanjutnya

adalah makanan beragam. Secara dini anak harus dibiasakan

makan makanan yang sehat dan bergizi seimbang sebagai

bekal di kemudian hari (Judarwanto, 2004).

Waktu makan yang teratur membuat anak berdisiplin

tanpa paksaan dan hidup teratur. Seperti halnya membiasakan

anak makan dengan cara makan yang benar tanpa harus

disuapi, makan dengan duduk dalam satu meja sejak dini, dan

membiasakan mencuci tangan sebelum makan serta

menggunakan alat makan dengan benar dapat melatih anak


untuk mengerti etika dan juga mengajarkan anak hidup

mandiri, serta mendidik anak hidup bersih dan teratur

(Judarwanto, 2004).

2) Tahapan Pemberian Menu Makan

a) Penyusunan Menu

Pemberian makan pada balita harus disesuaikan

dengan usia dan kebutuhannya. Pengaturan makan dan

perencanaan menu harus selalu dilakukan dengan hati-

hati sesuai dengan kebutuhan gizi, usia dan keadaan

kesehatannya. Pemberian makan yang teratur berarti

memberikan semua zat gizi yang diperlukan baik untuk

energi maupun untuk tumbuh kembang yang optimal.

Jadi apapun makanan yang diberikan, anak harus

memperoleh semua zat yang sesuai dengan

kebutuhannya, agar tubuh bayi dapat tumbuh dan

berkembang. Artinya, selain tubuh bayi menjadi lebih

besar, fungsi – fungsi organ tubuhnya harus

berkembang sejalan dengan bertambahnya usia bayi.

Oleh karena itu pengaturan makanan harus mencakup

jenis makanan yang diberikan, waktu usia makan mulai

diberikan, besarnya porsi makanan setiap kali makan


dan frekuensi pemberian makan setiap harinya. Mulai

memasuki usia 1 tahun, orang tua perlu membuat jadwal

harian pola makan anak (food diary) agar anak terbiasa

dengan pola makan yang teratur. Selain jadwal

makan, mencatat jenis makanan, porsi serta jumlah yang

dikonsumsi anak dan jenis makanan apa saja yang

disukai atau tidak disukai anak, bahkan bila ada

makanan yang menyebabkan alergi dapat diketahui dari

food diary ini (Karyadi,E. dan Kolopaking,R., 2007).

Diharapkan kebiasaan makan yang teratur, baik, dan

sehat ini akan terus melekat sepanjang hidup anak dan

hal itu merupakan modal bagi pemeliharaan gizi anak

untuk usia selanjutnya.

Pengaturan jenis dan bahan makanan yang

dikonsumsi juga harus diatur dengan baik agar anak

tidak cepat bosan dengan jenis makanan tertentu.

Makanan yang memenuhi menu gizi seimbang untuk

anak bila menu makanan terdiri atas kelompok bahan

makanan sumber zat tenaga, zat pembangun, zat

pengatur serta makanan yang berasal dari susu

(Karyadi,E.dan Kolopaking,R.,2007).
Dalam praktek, keanekaragaman bahan

makanan itu dapat diwujudkan dengan menerapkan pola

susunan hidangan ”empat sehat lima sempurna”, yaitu

diterapkannya penggunaan empat kelompok bahan

makanan dalam menu makanan anak sehari-hari yang

diperkaya dengan segelas susu. Komposisi makanan

anak mulai usia tahun kedua dapat digambarkan dalam

bentuk ”piramida komposisi makanan”. Luas bidang

pada masing–masing petak kelompok bahan makanan

pada piramida menggambarkan perbandingan

banyaknya porsi kelompok bahan makanan pada setiap

kali pemberian makan. Nasi atau sumber karbohidrat

lain seperti kentang atau roti menempati bidang yang

paling luas pada dasar piramida. Hal ini menunjukkan

bahwa nasi atau penggantinya merupakan bahan yang

porsinya paling besar karena merupakan sumber

energi.Sebaliknya, lemak atau minyak dan gula

ditempatkan pada puncak piramida.Makanan yang

mengandung lemak, minyak, dan makanan manis harus

dibatasi sesedikit mungkin karena kurang baik bagi

anak.
Besar porsi makanan setiap kali makan harus

sesuai. Agar kecukupan gizi anak terpenuhi, maka

bukan saja jenis bahan makanan yang diberikan harus

beragam, tetapi juga harus memperhatikan banyaknya

makanan yang dimakan atau besar porsi makanan setiap

kali makan. Porsi makan yang kurang akan

menyebabkan anak kekurangan zat gizi. Sebaliknya

porsi makan yang berlebih juga akan menyebabkan

anakmenjadi kelebihan gizi hingga menjadi kegemukan.

Beberapa penelitian menyimpulkan, mereka yang pada

masa kanak-kanak dan remaja telah mengalami

kegemukan (overweight), lebih rentan terhadap

penyakit diabetes atau kencing manis, penyakit

kardiovaskuler, dan penyakit lainnya (Moehyi, 2008).

Tabel 2.1 Contoh Menu Anak Usia 1 – 3 Tahun


Waktu Menu Bahan Ukuran Kalori
Bangun Tidur Susu 1 gelas Susu 150 ml 100
Jam 07.00 (sarapan) Bubur Ayam Beras 20 g 182
Sayur Kacang merah 20 g
Ayam giling 30 g
Tomat 1 buah
Bayam 20 g
Wortel 20 g
Bawang putih 1 siung
Daun seledri ½ sdm
Garam ½ sdm
Air 150 ml
Waktu Menu Bahan Ukuran Kalori
Jam 10.00 Jus Alpukat Daging alpukat 50 g 196
(makanan selingan) Susu skim bubuk 1 sdm
Madu 50 g
Krim moka 10 g
Air matang 75 ml
Jam 12.00 Nasi Tim Beras 20 g 218
(makan siang) Sayur Daging Daging sapi giling 25 g
Tahu 50 g
Tomat 25 g
Wortel 50 g
Mentega 1 sdt
Jam 16.00 Jus Pepaya Papaya 100 g 93
(makanan selingan) Jeruk Air jeruk 1sdm
Gula pasir 1 sdt
Jam 18.00 Nasi Tim Beras 20 g 119
(makan malam) Brokoli Brokoli cacah 25 buah
halus 10 g
Teri nasi 250 ml
Kaldu ayam 1 sdm
Sebelum tidur Susu 1 Gelas Minyak sayur 150 ml 100
Susu
Total kalori 1008

Sumber : Karyadi, E. dan Kolopaking, R. (2007).


Tabel 2.2 Contoh Menu Anak Usia 3 – 5 Tahun

Waktu Menu Bahan Ukuran Kalori


Jam 06.00 Susu Susu sapi segar 150 ml 100
Jam 07.00 Nasi uduk Nasi uduk 1 mangkok 266
(sarapan) Dadar telur Telur 1 butir
Jam 10.00 Roti isi kacang 1 porsi 258
Nasi Beras 150 gr 400
Jam 12.00 Ayam goreng Ayam 1 potong dada
(makan siang) Sayur bayam Bayam 50 gr
Jagung 30 gr
Tahu tepung Tahu 25 g
Tepung 30 g
Jam 16.00 Pisang segar 1 buah pisang 100 g 95
Jam 18.00 Nasi putih Nasi 150 g 432
(makan malam) 150 g
Tumis jamur Jamur 30 g
Jagung muda 50 g
Nanas potong 30 g
Total Kalori 1551

Sumber : Karyadi, E. dan Kolopaking, R. (2007).

b) Pengolahan

Keamanan pangan untuk balita tidak cukup hanya

menjaga kebersihan tetapi juga perlu diperhatikan

selama proses pengolahan. Proses pengolahan pangan

memberikan beberapa keuntungan, misalnya

memperbaiki nilai gizi dan daya cerna, memperbaiki

cita rasa maupun aroma, serta memperpanjang daya

simpan (Auliana, 1999).

Bahan makanan yang akan diolah disamping

kebersihannya juga dalam penyiapan seperti


dalam membuat potongan bahan perlu

diperhatikan. Hal ini karena proses mengunyah dan

refleks menelan balita belum sempurna sehingga anak

sering tersedak. Penggunaan bumbu dalam pengolahan

juga perlu diperhatikan. Menurut Uripi, V (2004)

pemakaian bumbu yang merangsang perlu dihindari

karena dapat membahayakan saluran pencernaan dan

pada umumnya anak tidak menyukai makanan yang

beraroma tajam. Pengolahan makanan untuk balita

adalah yang menghasilkan tekstur lunak dengan

kandungan air tinggi yaitu direbus, diungkep atau

dikukus. Untuk pengolahan dengan dipanggang atau

digoreng yang tidak menghasilkan tekstur keras dapat

dikenalkan tetapi dalam jumlah yang terbatas.

Disamping itu dapat pula dilakukan pengolahan dengan

cara kombinasi misal direbus dahulu baru kemudian

dipanggang atau direbus/diungkep baru kemudian

digoreng.

c) Penyajian

Penyajian makanan salah satu hal yang dapat

dapat menggugah selera makan anak. Penyajian

makanan dapat dibuat menarik baik dari variasi bentuk,


warna dan rasa.Variasi bentuk makanan misalnya dapat

dibuat bola-bola, kotak, atau bentuk bunga. Penggunaan

kombinasi bentuk, warna dan rasa dari makanan yang

disajikan tersebut dapat diterapkan baik dari bahan yang

berbeda maupun yang sama. Disamping itu juga dapat

menggunakan alat saji atau alat makan yang lucu

sehingga selain anak tergugah untuk makan, anak

tertarik untuk dapat berlatih makan sendiri (Rahmawati,

2016).

d) Cara Pemberian Makanan untuk Anak

Anak balita sudah dapat makan seperti anggota

keluarga lainnya dengan frekuensi yang sama yaitu

pagi, siang dan malam serta 2 kali makan selingan yaitu

menjelang siang dan pada sore hari. Meski demikian

cara pemberiannya dengan porsi kecil, teratur dan

jangan dipaksa karena dapat menyebabkan anak

menolak makanan. Waktu makan dapat dijadikan

sebagai kesempatan untuk belajar bagi anak balita,

seperti menanamkan kebiasaan makan yang baik,

belajar keterampilan makan dan belajar mengenai

makanan. Orang tua dapat membuat waktu makan

sebagai proses pembelajaran kebiasaan makan yang


baik seperti makan teratur pada jam yang sama setiap

harinya, makan di ruang makan sambil duduk bukan

digendongan atau sambil jalan-jalan. Makan bersama

keluarga dapat memberikan kesempatan bagi balita

untuk mengobservasi anggota keluarga yang lain dalam

makan (Febri dan Marendra, 2008).

Anak dapat belajar cara menggunakan peralatan

makan dan cara memakan makanan tertentu. Anak usia

ini mulai mengetahui cara makan sendiri meskipun

masih mengalami kesulitan untuk mengambil atau

menyendok makanan dengan demikian anak dilatih

untuk dapat mengeksplorasi keterampilan makan tanpa

bantuan. Untuk menumbuhkan keterampilan makan

anak secara mandiri anak jangan dibiasakan untuk

selalu disuapi oleh orang tua atau pengasuhnya.Acara

makan bersama juga dapat mengajarkan balita

mengenai makanan. Secara umum anak lebih suka

memakan makanan yang dimakan orang tuanya. Seiring

bertambahnya usia anak balita mulai tertarik dengan

makanan yang dimakan oleh teman-temannya. Dengan

demikian, orang tua sangat berperan dalam memberikan


model atau contoh bagi anak dengan memilih makanan

yang sehat dan bergizi (Juliati, 2017).

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makan

Balita

a) Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita

Pengetahuan gizi merupakan suatu proses belajar

tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan dan

mengapa pangan diperlukan untuk kesehatan.

Pengetahuan pangan dan gizi orang tua terutama ibu

berpengaruh terhadap jenis pangan yang dikonsumsi

sebagai refleksi dari praktek dan perilaku yang

berkaitan dengan gizi (Zulkarnaen,dkk.,2000).

Adanya pengetahuan gizi diharapkan seseorang

dapat mengubah perilaku yang kurang benar sehingga

dapat memilih bahan makanan bergizi serta menyusun

menu seimbang sesuai dengan kebutuhan dan selera

serta akan mengetahui akibat apabila terjadi kurang gizi

(Kusumawati, 2004).

Pengetahuan tentang pangan dan gizi dapat

diperoleh melalui berbagai media baik cetak (majalah,

tabloid) maupun elektronik (radio, televisi, internet)

disamping dari buku-buku.Selain itu juga bisa diperoleh


melalui pelayanan kesehatan seperti posyandu,

puskesmas (Fitria, 2016).

Sumber informasi yang dapat menambah

pengetahuan ibu di luar pendidikan formal yang sering

dipergunakan dan menarik sebagian besar ibu rumah

tangga di pedesaan, sehingga memungkinkan informasi

termasuk pengetahuan pangan, gizi dan kesehatan

adalah media elektronik diantaranya televise dan radio.

Namun, menurut penelitian Zulkarnaen,dkk (2000)

untuk ibu-ibu rumah tangga di desa keberadaan

posyandu justru lebih banyak dimanfaatkan sebagai

sumber informasi pangan, gizi dan kesehatan. Hal ini

karena disamping adanya kegiatankegiatan penyuluhan

(penyampaian pesan-pesan gizi), posyandu juga

merupakan tempat pertemuan ibu-ibu yang memiliki

balita sehingga sangat memungkinkan adanya

pertukaran informasi dan pengalaman dalam mengasuh

balitanya.

4) Pendidikan

Menurut UU No.2 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada bab I pasal 1 menyatakan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta


didik melalui kegiatan pendidikan, pengajaran dan latihan

bagi peranannya di masa yang akandatang. Berkaitan dengan

jenjang atau tingkatan yang ada dalam pendidikan sekolah,

sikap dan kepribadian seseorang akan berubahsetelah

memperoleh pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikan

yang berbeda- beda.

Menurut Kusumawati, Yuli (2004) latar belakang

pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan. Tingkat pendidikan itu sangat mempengaruhi

kemampuan penerimaan informasi gizi.

Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah

akan lebih baik mempertahankan tradisi-tradisi yang

berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima

informasi baru bidang gizi. Tingkat pendidikan ikut

menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang

menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan

maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi-

informasi gizi (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama

dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan

dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga.

Wahidah (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan


formal ibu rumah tangga berhubungan positif dengan

perbaikan pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian

makanan pada bayi dan anak. Hal ini dikarenakan tingkat

pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan

bahan pangan.

5) Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa

uang maupun barang dari pihak lain maupun hasi sendiri

dengan jalan dinilai dengan uang atas dasar harga saat itu

(Mulyono,dkk 1985). Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tahun

2007 naik 17% menjadi US$ 1.946 atau sekitar 17,9 juta

rupiah per tahun (kurs 9.200), berarti pendapatan per kapita

rata – rata masyarakat Indonesia per bulan sekitar 1,46 juta

rupiah.

Struktur pendapatan rumah tangga di pedesaan

bervariasi tergantung pada keragaman sumber daya pertanian.

Variasi itu tidak hanya disebabkan oleh faktor potensi daerah,

tetapi juga karakteristik rumah tangga. Akses ke daerah

perkotaan yang merupakan pusat kegiatan ekonomi seringkali

merupakan faktor dominan terhadap variasi struktur

pendapatan rumah tangga pedesaan. Secara garis besar ada


dua sumber pendapatan rumah tangga pedesaan yaitu sektor

pertanian dan non- pertanian. Struktur dan besarnya

pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usaha tani/ternak

dan berburuh tani. Sedangkan dari sektor nonpertanian berasal

dari usaha nonpertanian, profesional, buruh non pertanian dan

pekerjaan lainnya di sektor non pertanian.

Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah

dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga.Akan

tetapi mutu makanan tidak selalu membaik jika diterapkan

pada tanaman perdagangan.

Tanaman perdagangan menggantikan produksi pangan

untuk rumah tangga dan pendapatan yang diperoleh dari

tanaman perdagangan itu atau peningkatan pendapatan yang

lain mungkin tidak digunakan untuk membeli pangan atau

bahan-bahan berkualitas gizi tinggi. Pendapatan keluarga

menurut Wahidah (2005) adalah jumlah semua hasil

perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk

uang sebagai hasil pekerjaannya. Pendapatan keluarga

mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan

pengaruh dalam taraf hidup keluarga.

Pengaruh di sini lebih diorientasikan pada kesejahteraan

dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan


meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan

menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain

(pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat

mempengaruhi status gizi.

6) Besar Keluarga

Wahidah (2005) menyatakan bahwa besar keluarga

yaitu banyaknya anggota suatu keluarga akan mempengaruhi

pengeluaran rumah tangga. Termasuk dalam hal ini

akanmempengaruhi konsumsi pangan. Sehingga jumlah

anggota keluarga yang semakin besar akan menyebabkan

pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata

tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan.

Menurut Zulkarnaen, dkk (2000) jumlah anggota rumah

tangga yang sedikit akan lebih mudah meningkatkan

kesejahteraan, pemenuhan pangan dan sandang serta upaya

meningkatkan pendidikannya lebih tinggi. Keluarga miskin

dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk

memenuhi kebutuhan pangannya jika dibandingkan keluarga

dengan jumlah anak yang sedikit. Jika besar keluarga

bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan

banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang


sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak dari

pada anak yang lebih tua.

7) Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau

kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya

sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial

dan budaya (Suhardjo, 2003).

Mengembangkan kebiasaan makan, berarti mempelajari

cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan

menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu

dimulai dari permulaan hidupnya dan akan menjadi perilaku

yang berakar diantara kelompok penduduk. Kebiasaan makan

adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi

gambaran perilaku dari nilai – nilai yang dianut oleh

seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Pada masyarakat

kota modern dimana hampir semua orang menghabiskan

waktu dari pagi sampai sore di tempat kerja sudah tentu tidak

banyak mempunyai waktu untuk memasak makanan.

Biasanya pada masyarakat seperti ini akan berkembang

kebiasaan makan di restoran cepat saji dimana nilai gizi yang

terkandung dalam makanan belum tentu sesuai dengan

kebutuhan. Hal sebaliknya terjadi pada masyarakat pedesaan


dimana kebiasaan makan keluarga dari makanan yang diolah

dan dimasak sendiri. Kebiasaan makan seseorang terbentuk

dari proses belajar (learning behavior). Apabila sejak dini

orang tua tidak memperkenalkan atau membiasakan makan

dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga anak dewasa.

Hal ini karena bersamaan dengan pangan yang disajikan dan

diterima baik langsung atau tidak langsung, anak-anak

menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan,

sikap dan tingkah laku serta kebiasaan yang dapat mereka

kaitkan dengan pangan.

8) Penilaian Pola Pemberian Makan

Menurut jurnal tentang Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Usia Prasekolah Di

Taman Kanak-Kanak Nurul Huda Kecamatan Indra Jaya

Kabupaten Pidie Tahun 2012 oleh Junaidi penilaian pola

pemberian makan dapat dilakukan menggunakan rumus:

Sp
𝑁= × 100 %
Sm

Keterangan:

N : nilai pola makan

Sp : skor yang didapat


Sm : skor maksimum

Persentase diinterpretasikan dengan nilai patokan:

- Kategori baik => 15 mean

- Kategori kurang baik = 15 mean

9) Perilaku

a) Pengertian

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu

stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan

mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik

disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan

berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan &

Dewi, 2010).

Perilaku manusia pada dasarnya adalah suatu

aktivitas dari pada manusia itu sendiri sehingga perilaku

manusia mempunyai bentangan yang sangat luas

mencangkup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian

dan lain sebagainya.

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada

kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor

genetik (keturunan) dan lingkungan.

b) Faktor – faktor dibalik Perilaku Manusia


Perilaku manusia cenderung bersifat holistik

(menyeluruh), sebagai arah analisa kita terdapat tiga

aspek yaitu aspek fisiologi, psikologi dan sosial.

Perilaku manusia adalah merupakan refleksi dari pada

berbagai gejala kejiwaan seperti keinginan, minat,

kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir sikap, motivasi,

dan reaksi. Faktor lain yang berhubungan dengan

perilaku adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan

sosial. Hal ini dapat di ilustrasikan sebagai berikut

(Notoatmodjo,2003):

c) Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan

suatu respons organisme atau seseorang terhadap

rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Respon

ini terbentuk dua macam yakni (Notoatmodjo,2003):

- Bentuk Pasif adalah respon internal, yaitu yang

terjadi didalam diri manusia dan tidak secara

langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya

berpikir, tanggapan atau sikap batin dan

pengetahuan.
- Bentuk Aktif yaitu apabila perilaku tersebut jelas

dapat diobservasi secara langsung.

d) Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu

respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan lingkungan. Respon atau reaksi

manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan

sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata)

sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari

empat unsur pokok yakni sakit, penyakit, sistem

pelayanan kesehatan dan lingkungan (Notoatmodjo,

2003).

Menurut Notoatmodjo (2003) mengemukakan

secara lebih rinci perilaku kesehatan yaitu: perilaku

seseorang terhadap sakit atau penyakit, yaitu

bagaimana manusia berespons, baik secara pasif

mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan

rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya,

maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan

dengan penyakit dan sakit tersebut.


8. PHBS

a. Pengertian

PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/

menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok

dan masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan

informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan

(advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan

masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara

hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan

kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sebagai suatu upaya untuk

membantu masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri,

dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara

hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan

kesehatannya (Dinkes Lampung, 2003).

b. Tujuan PHBS

Tujuan PHBS adalah: meningkatkan rumah tangga sehat

diseluruh masyarakat Indonesia, meningkatkan pengetahuan,

kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, meningkatkan

peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam

upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Dinkes, 2006).

c. Manfaat PHBS
1) Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat

dan tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas dan

pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk

memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk

menambah pendapatan keluarga.

2) Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan

lingkungan yang sehat, masyarakat mampu mencegah dan

menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan masyarakat

mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber

Masyarakat (UBKM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin,

arisan jamban, ambulan desa dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

d. Sasaran PHBS

Tatanan Rumah Tangga, sasaran PHBS di rumah tangga

adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi

dalam:

1) Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga

yang akan dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang

bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah).

2) Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi

individu dalam keluarga yang bermasalah misalnya, kepala


keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader tokoh agama,

tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan lintas sektor terkait,

PKK3.

3) Sasaran tersier adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi

unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung

pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya

pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat,

kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dan lain-lain.

e. Indikator PHBS Dirumah Tangga

PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan

anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan

perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan

kesehatan dimasyarakat.

Indikator PHBS di Rumah Tangga (Dinkes, 2006):

1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2) Memberi ASI Eksklusif

3) Menimbang bayi dan balita setiap bulan

4) Mencuci tangan dengan air dan sabun

5) Menggunakan air bersih

6) Menggunakan jamban sehat

7) Rumah bebas jentik


8) Makan buah dan sayur setiap hari

9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10) Tidak merokok di dalam rumah

f. Kriteria Rumah Sehat

Menjaga lingkungan rumah selalu bersih dan sehat

berdampak positif bagi kualitas hidup seluruh anggota keluarga.

Sebuah perubahan kecil akan membawa dampak besar bagi

kesehatan keluarga. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan

rumah singgahan.

Untuk itu perhatikan tentang rumah sehat dan keluarga.

Rumah sehat akan berpengaruh besar terhadap kesehatan

lingkungan penghuninya. Memiliki rumah sehat tentunya akan

memberikan rasa nyaman bagi penghuninya. Salah satu ciri rumah

sehat adalah memiliki sistem sirkulasi udara dan pencahayaan yang

baik. Sistem sirkulasi udara dapat diciptakan dengan menggunakan

lubang angin atau ventilasi udara.

Ada beberapa hal yang memenuhi syarat untuk rumah sehat,

yakni:

1) Jendela berfungsi dengan baik dengan ukuran yang memadai.

Jendela ada dua sisi yang berbeda, sehingga bisa menjadi

jalannya udara yang baru. Pada setiap rungan sebaiknya


dibuatkan jendela kaca yang berhubungan dengan ruang luar.

Dalam menentukan letak jendela, harus diperhatikan untuk

mengarah ke matahari. Cahaya matahari yang terlalu panas,

gunakan kanopi jendela untuk menaungi jendela dari cahaya

matahari langsung.

2) Ventilasi udara adalah lubang penghawaan pada ruangan agar

sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik. Minimal

ventilasi udara berukuran lebih 10 % dari luas lantai

3) Pencahayaan ruangan dengan standar mata normal bisa

membaca tanpa sinar lampu tambahan

4) Lubang asap dapur lebih besar 10% dari luas tanah lantai.

5) Lingkungan tidak padat penghuni luas lantai rumah per

penghuni lebih besar 10 m2

6) Kandang hewan harus terpisah dengan rumah. Misalkan anda

mempunyai ternak maka kandangnya harus terpisah dari

rumah.

7) Konstruksi rumah, bangunan permanen dengan tembok, bata

plesteran, serta papan kedap air sanitasi yang benar

Sarana sanitasi yang benar yakni :

1) Sarana air milik sendiri, memenuhi syarat kesehatan

2) Jamban leher angsa atau septic tank


3) Terdapat sarana pembuangan air limbah yakni dapat diserap

dan tidak mencemari sumber air (jarak dengan sumber air

lebih dari 10 m ) dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota)

untuk diolah lebih lanjut.

4) Tempat sampah yang kedap air tertutup

Rumah sehat juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuninya.

Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi

terjadinya penularan berbagai penyakit. Agar tidak terjadi maka

seharusnya perilaku penghuni memperhatikan beberapa hal :

1) Membersihkan tempat jentik berkembang agar rumah bebas

jentik nyamuk tidak lebih dari 5 %

2) Bersihkan dari hal-hal yang mempengaruhi tikus datang ke

rumah. Pastikan rumah bebas tikus

3) Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari

4) Memanfaatkan pekarangan, misalnya dengan menanami

bunga, sehingga ada upaya penghijauan

5) Membuang tinja bayi atau balita ke jamban, jangan

meremehkan tinja bayi dan dibuang sembarangan karena tinja

bayi sama halnya dengan tinja orang dewasa

6) Membung sampah pada tempat sampah, sampah hendaknya

dibuang setiap hari pada sampah besar yang akan dibawa oleh

petugas sampah (Nur Ilmiah)


D. KerangkaTeori

Sumber : UNICEF 1990


E. Kerangka Konsep

Asupan makanan

Penyakit infeksi

Ketersediaan pangan

Pola asuh ibu


Gizi kurang (status gizi)

Kesehatan lingkungan

Tingkat pendapatan

Pengetahuan ibu

Perilaku hidup bersih dan sehat


F. Definisi Operasional

Nama
No. Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
1. Status Gizi Status gizi yaitu Antropometri Timbangan BB/U : Ordinal
ekspresi dari dan  Gizi Buruk :
keadaan microtoa <-3 SD
keseimbangan  Gizi Kurang :
asupan makanan -3SD sampai
balita dalam <-2SD
bentuk indeks  Gizi Baik:-2SD
BB/U, TB/U, sampai 2SD
BB/TB.  Gizi Lebih :
>2SD
TB/U :
 Sangat Pendek:
<-3SD
 Pendek : -3SD
sampai -2SD
 Normal : -2SD
sampai 2SD
 Tinggi : >2SD
BB/TB :
 Sangat Kurus :
<-3SD
 Kurus : -3SD
sampai <-2SD
 Normal : -2SD
sampai 2SD
 Gemuk : >2SD

2 Asupan Asupan makanan Recall 24 jam Form recall Baik : 100 % Ordinal
Makanan adalah konsumsi 24 jam AKG
makan balita Sedang : 80-99%
dalam satu hari AKG
yang meliputi Kurang : 70-80 %
asupan zat gizi AKG
energi, protein, Deficit : < 70%
vitamin A, Fe. AKG
3. Penyakit Merupakan memeriksa Wawancara “Ya” apabila Ordinal
Infeksi penyakit yang catatan di menderita infeksi 3
disebabkan oleh buku KIA bulan terakhir.
masuknya bibit “ Tidak “ apabila
penyakit pada tidak menderita
balita dalam 3 infeksi 3 bulan
bulan terakhir. terakhir.
Nama
No. Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
4. Ketersediaa Kondisi Pencatatan Formulir  Baik : ≥ 100% Ordinal
n Pangan terpenuhinya makanan Food AKG
pangan bagi (food Account  Sedang :80–
rumah tangga account) 99% AKG
yang tercermin  Kurang: 70–
dari ketersediaan 80% AKG
yang cukup, baik  Defisit : < 70%
dalam jumlah AKG
maupun mutunya,
aman, merata dan
terjangkau yang
dikumpulkan
selama 3 hari.
5. Pola Asuh Suatu tindakan Wawancara Kuesioner  Baik = 76-100% Ordinal
ibu dalam
mengasuh dan  Sedang = 56-
merawat balita 75%
meliputi
pemberian makan  Kurang = 40-
dan perawatan 55%
kesehatan.
6. Kesehatan Kesehatan Wawancara Kuesioner 1. Baik yaitu hasil Ordinal
Lingkungan lingkungan adalah persentasi :
kondisi kesehatan >80%
lingkungan 2. Cukup yaitu
keluarga yang hasil persentasi
meliputi : 60-80%
penyediaan air 3. Kurang yaitu
bersih, hasil skor :
pembuangan <60%
kotoran manusia,
pengelolaan
sampah, dan
pengelolaan air
limbah.
7. Pendapatan Pendapatan wawancara kuesioner a. Pendapatan Nominal
keluarga Keluarga adalah tinggi :≥Rp
jumlah 2.454.000.
pendapatan tetap b. Pendapatan
dan sampingan rendah :< Rp
dari kepala 2.454.000.
keluarga, ibu, dan (UMP Kalsel,
anggota keluarga 2018)
lain dalam 1
bulan.
Nama
No. Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
8. Tingkat Hasil dari wawancara kuesioner Kategori: Ordinal
pengetahuan pemahaman ibu a. Baik: 76-100%
ibu tentang cara b. Cukup: 56-75%
pengolahan c. Kurang: < 55%
makanan, sumber
zat gizi, dan cara
pemberian makan
anak.
9. PHBS PHBS adalah Wawancara Kuesioner Kategori : Nominal
(perilakuhid perilaku keluarga BerPHBS : 100
up bersih dalam tidak BerPHBS :
dan sehat) menjalankan <100
hidup bersih dan
sehat yang
meliputi 10
indikator PHBS.

Anda mungkin juga menyukai