Anda di halaman 1dari 2

ISSN: 2338 4638 Volume 1 Nomor 1a (2017)

Hak Konstitusional Warga Negara Dalam Beragama


Nur Rohim Yunus*

Agama-agama resmi di Indonesia


dijamin keberadaannya oleh negara
dengan adanya regulasi Undang-
Undang Nomor 1/PNPS/1965 ten-
tang Pencegahan Penyalahgunaan
Dan/Atau Penodaan Agama. Na-
mun anehnya masih ada beberapa
kelompok yang ingin mengha-
puskan sebagian atau keseluruhan
dari isi undang-undang tersebut.
Seperti misalnya Musdah Mulia ber-
sama 7 LSM yang pernah
mengajukan Judicial Review terkait
Undang-Undang Nomor 1/
PNPS/1965 tersebut, sehingga
kemudian menimbulkan pro dan
kontra di tengah masyarakat. Salah
satu dasar gugatannya diantaranya
adanya ketidakpastian hukum, se-
hingga dianggap menjadi alat
penekan kelompok mayoritas untuk
memaksakan kebenaran kepada ke-
lompok minoritas.
Anggapan tersebut terlihat
Esa. menuntun warganya untuk berper-
aneh, adanya jaminan perlindungan
Menurut Yayan Sopyan, ilaku mulia. (Yayan Sopyan, 2015:
agama resmi malah dianggap alat
masyarakat diberikan hak dan 198-199)
penekan kelompok tertentu ter-
kebebasan untuk memeluk agama Karenanya bila ada wacana
hadap kelompok lainnya. Padahal
dan menjalankan ibadah serta aja- kebebasan berekspresi dan kebeba-
negara Indonesia yang notabene
ran agamanya masing-masing san berpendapat termasuk dida-
negara multikultural yang memiliki
sesuai dengan kepercayaannya, lamnya kebebasan untuk menyiar-
ragam budaya, bangsa, bahasa dan
sebagaimana tertuang dalam kan keyakinan dan pemahaman
agama telah rukun dan damai
amanat konstitusi, selain itu negara keagamaan yang “menyimpang”
dibawah naungan Pancasila yang
pun turut bertanggung jawab da- dan bertentangan dengan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
lam meningkatkan ketakwaan dan

-1-
“mainstream” keyakinan dan pemahaman keagamaan Bila hal ini dibiarkan, tidak menutup kemung-
pada umumnya, maka hal itulah pada dasarnya yang kinan agama resmi yang sudah diakui negara tadi akan
merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional war- pudar keasliannya, dan secara tidak langsung hak kon-
ga negara. stitusional warga negara untuk memeluk agamanya
Para pemohon dalam pengajuan uji materi UU akan terlanggar.
No. 1/PNPS/1965 berdalih dengan mengatasnamakan Menurut penulis, pemahaman akan Hak Asasi
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hal kebebasan be- Manusia dalam memeluk agama yang diusung oleh
ragama dan berkeyakinan. Sehingga hal tersebut tanpa kelompok pemohon uji materi UU No. 1/PNPS/1965
sadar malah melupakan hak asasi pemeluk agama resmi tidaklah relevan dalam konteks keindonesiaan. Karena
yang diakui negara. Hal tersebut diulas Sodikin dalam filosofi dari HAM itu sendiri tidak lain memberikan
makalahnya sebagaimana berikut: (Sodikin, 2013: 179). kewajiban kepada seseorang untuk menghormati hak
“Realitas menunjukkan asasi orang lain. Artinya ada
berbagai peristiwa yang kewajiban menghormati aga-
mengatasnamakan Hak ma yang sudah ada diatas
Asasi Manusia (HAM) tuntutan hak untuk membuat
dalam bidang keaga- inovasi agama baru.
maan yang belakangan Pengakuan adanya
ini muncul. Hak kebeba- hak asasi pada seseorang be-
san beragama ini dijadi- rarti mengakui adanya
kan alasan untuk secara kewajiban yang harus dil-
bebas menganut ke- akukan terhadap orang lain
percayaan apa saja dan artinya adanya kewajiban
membuat aliran ke- asasi semua orang untuk
percayaan sendiri tanpa menghormati hak asasi yang
juga memperhatikan hak beragama orang lain.” dimiliki oleh orang lain. Dengan demikian, hubungan
Secara sederhana seolah perlindungan agama antara hak dan kewajiban adalah resiprokal yang har-
resmi dan pelarangan aliran kepercayaan baru berten- monis, karena pengakuan hak pada pihak tertentu ber-
tangan dengan Hak Asasi Manusia untuk berekspresi implikasi kewajiban pada pihak lain. []
dan berkeyakinan, sehingga kemudian dianggap berten-
tangan dengan hak konstitusional warga negara. Daftar Pustaka:
Artinya kelompok pemohon dalam uji materi undang- *Sekjen Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional
undang ini ingin memberikan ruang bebas seluas- (POSKO-LEGNAS), UIN Syarif Hidayatullah
luasnya kepada seluruh warga negara Indonesia untuk Jakarta.
memeluk agama, keyakinan dan kepercayaan apa saja Sopyan, Yayan. "Menyoal Kebebasan Beragama dan
walaupun bertentangan dengan agama resmi yang di- Penodaan Agama Di Indonesia." JURNAL CITA
akui negara. Sehingga kebebasan yang diberikan akan HUKUM 3, no. 2 (2015).
menghilangkan perlindungan atas kemurnian agama Sodikin. “Hukum dan Kebebasan Beragama.” JURNAL
resmi yang sudah ada. Maka kemudian memungkinkan CITA HUKUM 1, no. 2 (2013).
munculnya sempalan-sempalan aliran yang mirip
dengan agama Islam, agama Katolik, agama Kristen,
agama Hindu, agama Budha, dan agama Konghucu.

‘Adalah; Buletin Hukum dan Keadilan merupakan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional
(POSKO-LEGNAS), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penasehat: Prof. Dr. H. Abdul Ghani Abdullah, SH., Prof. Dr. H. A Salman Maggalatung, SH., MH. Pemimpin Redaktur: Indra Rahmat-
ullah, Tim Redaktur: Nur Rohim Yunus, Fathuddin, Mara Sutan Rambe, Muhammad Ishar Helmi, Erwin Hikmatiar. Penyunting: Indah
Furba, Hasin Abdullah. Setting & Layout: Siti Anisaul Kamilah.

-2-

Anda mungkin juga menyukai