Anda di halaman 1dari 12

TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA OLEH KELOMPOK ALIRAN

DI INDONESIA
MARSUDI UTOYO
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda, Jl. Suka Bangun II, Km. 6,5 Palembang

Abstract

Criminal sanctions against the perpetrators of the crime of blasphemy under Article
156, 156a, 157 providing for the offense against religion and public order, in Section
175-177 regulating the violation of religious gatherings, and in Article 178-
181dinamakan Leichenfrevel Grabdelikte and respect for the ceremony kegamaan
against those who died (the corpse).The factors that make development of a cult group
in Indonesia is, Because seeking the guidance of Allah by way of penance and
contemplation. Because there are people who praised excessively, cult, is considered
sacred. In the end money, or anything pornographic. Lack of attention to the religious
leaders of his people. Grand design of foreign parties to destroy the Muslim creed
Indonesia. Someone Personal popularity. Problems of Economics. Not evenly spread of
propaganda. Education and Information Flows.

Keyword: Defamation of Religion, a cult group

Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia,


I. PENDAHULUAN membawa juga kewajiban untuk menuruti
kehendak Tuhan. Karena itu maka agama
Agama (Departemen Pendidikan meliputi lapangan yang lebih luas daripada
Nasional, Balai Pustaka, 2005: 12). di hubungan antara Tuhan dan manusia.
Indonesia merupakan hal perioritas utama Dalam kebanyakan hal keagamaan itu
tentu sesuai dengan pandangan-pandangan
untuk ditegakkan dan dihormati
yang berlaku dalam sesuatu golongan
keberadaannya karena nilai kesusilaan (gereja atau persekutuan lain) mengenai apa
didalamnya, sehingga untuk daerah-daerah yang dituntut oleh Tuhan dari manusia.
tertentu agama akan menjadi pemersatu dan Pandangan-pandangan itu, yang dapat
keaneka ragamannya, tetapi menjadi suatu dinamakan “agama positif”, termasuk
masalah besar bagi daerah-daerah rawan lapangan tata susila. Perioritas utama dalam
konflik mengenai kehidupan beragama. Dasar Negara Republik Indonesia adalah
termaktub dalam sila pertama dari Pancasila
Agama (L.J. Van Apeldoren 1981: 41). yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang
dalam arti sempit, adalah hubungan memberikan isyarat akan pengakuan
antara Tuhan dan manusia. Hubungan itu kebebasan beragama dan memiliki paham
mengandung kewajiban-kewajiban terhadap kepercayaan atau keyakinan yang berbeda-
Tuhan, sebagai cinta terhadap Tuhan dan beda kepada seluruh penduduk Indonesia.
percaya kepada Tuhan. Kewajiban- Kebebasan inipun di tuliskan dalam
kewajiban itu benar-benar bersifat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
keagamaan sejati, yang karena isinya, dalam Pasal 18 “Setiap orang berhak atas
diperbedakan baik dari kewajiban moril kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan
maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. beragama; hak ini meliputi kebebasan

Tindak Pidana Penistaan Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia (Marsudi Utoyo) 15
untuk mengubah atau keyakinan, serta perbuatannya. Disamping itu, untuk
kebebasan secara pribadi atau bersama- mengimbangi kebebasan tersebut manusia
sama dengan orang-orang lain, untuk memiliki kemampuan untuk bertanggung
menjalankan agama atau keyakinannya jawab atas semua yang dilakukannya. Oleh
dalam pengajaran, praktek, ibdah dan karena itu, maka manusia sebagai mahluk
ketaatan”. yang senantiasa hidup bersama dengan
Dan menurut Undang-undang Nomor sesama, memerlukan perangkat patokan-
39 Tahun 1999 Pasal 22 ayat 1 dan 2 patokan, agar supaya tidak terjadi
berbunyi : (1). Setiap orang bebas memeluk pertentangan kepentingan sebagai akibat
agamanya masing-masing dan untuk dari pendapat yang berbeda-beda mengenai
beribadat menurut agamanya dan keteraturan tersebut (Soerjono Soekanto,
kepercayaannya itu; (2). Negara menjamin 2002: 1). Patokan-patokan tersebut, tidak
kemerdekaan setiap orang memeluk lain merupakan pedoman untuk berperilaku
agamanya masing-masing dan untuk secara pantas, yang sebenarnya merupakan
beribadat menurut agama dan suatu pandangan menilai yang sekaligus
kepercayaanya it (Yustisia, 2006: 44). merupakan suatu harapan. Dalam
Agama mengisyaratkan bahwa etika kelanggengan hidup bersama sebagai
dan tata susila, terutama dalam urusan mahluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
rumah tangga, perkawinan dan ada mahluk lain di dunia ini.
kewarisanpun sudah ditentukan untuk Patokan-patokan untuk berperilaku
mengantisipasi hal-hal yang menjadi pantas tersebut, kemudian dikenal dengan
persoalan dikemudian hari. Dilarangnya sebutan norma atau kaedah. Norma atau
perkawinan antar agama karena bertujuan kaedah tersebut mungkin timbul dari
untuk melindungi hak asasi manusia dan pandangan-pandangan mengenai apa yang
etika dalam urusan hidup dan kehidupan dianggap baik atau dianggap buruk, yang
beragama yang berguna untuk kepastian lazimnya disebut nilai. Norma atau kaidah
hukum bagi pemeluknya. Dengan agama tersebut, untuk selanjutnya mengatur diri
orang akan tahun sistem hukum mana yang pribadi manusia, itulah yang menjadi tujuan
digunakan jika terjadi permasahan atau hukum, sehingga tugas hukum tidak lain
sengketa terhadap harta mereka. Dengan daripada mencapai suatu keserasian antara
agama juga hak-hak asasi manusia kepastian hukum dengan kesebandingan
terlindungi dan dihormati. hukum yang tentunya bertujuan untuk
Bahwa manusia sebagai subjek menghormati hak-hak orang lain (Soerjono
hukum sejak dilahirkan di dunia ini Soekanto, 2002: 1).
dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal Hukum merupakan suatu gejala yang
budi dan nurani, kegunaan karunia berupa universal, dalam arti bahwa hukum itu di
akal budi dan nurani dapat memberikan seluruh bangsa dan negara akan selalu ada
kemampuan kepada manusia tersebut untuk dan diperlukan, namun hukum itu memiliki
membedakan mana yang baik dan yang ciri karakteristik yang berbeda dari satu
buruk, yang akan membimbing dan bangsa kepada bangsa lain. Hukum pada
mengarahkan sikap dan perilaku dalam dasarnya tidak selalu benar, hanya hukum
menjalani kehidupannya. Manusia ingin yang memonopoli kebenaran, hukum itu
diikat dan ikatan itu dibuatnya sendiri dapat juga salah. Disini ketidak patuhan
namun pada waktu yang sama ia berusaha seseorang kepada hukum perlu didengar dan
melepaskan diri dari ikatan yang dibuatnya dihargai, sebagai suatu usaha untuk
sendiri itu, manakala dirasakan tidak cocok pengkoreksian pada waktu penerapan untuk
(lagi) (Satjipto Raharjo2007: 7). pengkoreksian adanya sesuatu yang salah
Dengan akal budi dan nurani itu, pada hukum tersebut. Terjadilah benturan-
maka manusia memiliki kebebasan untuk benturan antara pembuat hukum (rule
memutuskan sendiri perilaku atau making) dan mematahkan / mengoreksi

16 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


(rule breaking) (Soerjono Soekanto, 2002: dari aliran-aliran yang melakukan pe-
8). dalam penerapan nya pada masyarakat. nyalahgunaan dan penodaan/penistaan
Ungkapan “ubi societas ibi ius” (dimana terhadap agama tersebut.
ada masyarakat, disitu ada hukum). Dengan diundangkannya Undang-
Pernyataan yang sederhana itu mengartikan, undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang
bahwa manusia adalah mahluk yang tidak Pencegahan Penyalahgunaan dan/Atau
bisa hidup diluar tatanan (Soerjono Pedonaan Agama melalui Lembaran Negara
Soekanto, 2002: 9). Nomor 3 tanggal 27 Januari 1965,
Menurut Kitab Undang-undang eksistensi para penegak hukum dalam
Hukum Pidana, Pasal 156a Menyebutkan tindak pidana penyalahgunaan dan
(Moeljatno,1996: 177), Dipidana dengan penodaan terhadap agama, harus sudah
pidana penjara selama-lamanya 5 tahun, merujuk Pasal 165a Kitab Undang-undang
barang siapa dengan sengaja dimuka umum Hukum Pidana, dengan demikian
mengeluarkan perasaan atau melakukan penegakan hukum dilakukan secara
perbuatan: berkesinambungan dengan mem
a. yang ada pada pokoknya bersifat fungsingkan semua aparat penegak hukum
permusuhan, penyalahgunaan atau untuk mengambil tindakan-tindakan sesuai
penodaan terhadap suatu agama yang dengan ketentuan yang berlaku terhadap
dianut di Indonesia. aliran kepercayaan masyarakat baik
b. dengan maksud agar orang tidak terhadap oknum pelakunya maupun
menganut agama apa pun juga yang terhadap organisasinya, dengan
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. memberikan peringatan-peringatan/larangan
Pasal ini tidak menyebutkan dengan atau dengan menghadapkan oknum
jelas pengertian dari penyalahgunaan atau pelakunya kehadapan pengadilan atau/dan
penodaan/penistaan terhadap agama. Pasal kalau perlu dengan membubarkan
tersebut juga tidak melarang pembentukan organisasi aliran kepercayaan dalam
organisasi baru, dengan kelompok aliran masyarakat tersebut.
kepercayaan. Karena itu tidak ada Dalam harian umum Sriwijaya Post
penjelasan oleh negara mengenai pengertian diberitakan bahwa aliran kepercayaan
dari “penyalahgunaan atau penodaan/ Amanat Keangungan Ilahi (AKI) menurut
penistaan terhadap agama“ dalam pasal KH Sodikun Ketua Majelis Ulama
156a KUHP tersebut, hanya unsur-unsur Indonesia tidak hanya sesat tapi juga
yang menyatakan perasaan: permusuhuan, menyesatkan karena menghimpun bayak
kebencian dan penghinaan (H.A.K. Moch. orang sebagai umat, “aliran ini
Anwar, 1986: 84). mengajarkan bahwa Islam tidak harus
Yang digambarkan secara umum melaksanakan salat dan puasa”, padahal
memberikan penafsiran secara authentik salat dan puasa hukumnya wajib bagi
atas pengertian “golongan” pasal ini mereka yang beragama Islam. Sebenarnya
memberikan pengertian “golongan” yang aliran ini sudah dilarang, dari fotocopy,
membedakan satu atau beberapa bagaian, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat
perbedaan ini disebabkan karena: (Jabar) dan Kajari Subang tahun 1999 juga
bangsanya, watak suku bangsanya, telah membekukan ajaran ini melalui
agamanya, asalnya, keturunannya, Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar
kebangsaannya dan kedudukan hukum tata No.R.538/P2.3/Deb.1/1999. Dalam
negaranya. Dalam Pasal 176 dan 177 KUHP keputusan surat tersebut bahwa aliran AKI
hanya mengatur perlindungan terhadap mencoba menggabungkan semua agama
pertemuan agama, pelaksana an peribadatan sehingga anggotanya berasal dari berbagai
dan alat-alat yang dipergunakan dalam agama. Ajaran ini disebarkan oleh
menjalankan ibdahnya. Disini juga tidak Mochamad Syamsu yang dikenal dengan
dijelaskan tentang organisasi, kelompok sebutan Aki Syamsu pada tahun 1979.

Tindak Pidana Penistaan Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia (Marsudi Utoyo) 17
(Sriwijaya Post. http://www. sripoku. Dalam penjelasan pasal demi pasal
com/view/21929/mui_serahkan_aki_ke_pol tentang Pasal 4 ini dikatakan : “cara
isi). mengeluarkan perasaan atau melakukan
Masih banyak lagi aliran-aliran yang perbuatan” dapat dilakukan dengan lisan,
dilarang, tetapi masih saja melaksanakan tulisan ataupun perbuatan lain. Huruf a:
kegiatannya seperti, Aliran Ahmadiyah, tindak pidana yang dimaksudkan di sini
Aliran Al Haq, Aliranal Qiyadah, Aliran Al ialah semata-mata (pada pokoknya)
Quran Hijau, Aliran Al Quran Suci, Aliran ditunjukkan kepada niat untuk memusuhi
Bumi Segandu, Aliran Hidup Dibalik atau menghina. Dengan demikian maka
Hidup, Aliran Ingkar Sunah, Aliran Isa uraian-uraian tertulis maupun lisan yang
Bugis, Aliran Islam Jammah, Aliran Islam dilakukan secara objective, zakelijk dan
Liberal, Aliran Islam Sejati, Aliran ilmiah mengenai sesuatu agama, yang
Jami’iyyah Islamiyah, Aliran LDII, Aliran disertai dengan usaha untuk menghindari
NII, Aliran Pimpinan Juhata, Aliran adanya kata-kata atau susunan kata-kata
Salamullah, Aliran Sayuti, Aliran Musadeq yang bersifat permusuhan atau penghinaan,
Taubat dan lain-lain termasuk kelompok bukanlah tindak pidana menurut pasal ini,
aliran-aliran didaerah Gorontalo, Serang, huruf b; orang yang melakukan tindak
Padang http://selamatkan pidana tersebut di sini, disamping
bangsa.blogspot.com/2007/12/aliran-aliran mengganngu ketentraman orang beragama,
sesat. di akses tanggal 10 Oktober 2011. pada dasarnya menghianati sila pertama dari
negara secara total, dan oleh karenanya
adalah pada temannya, bahwa perbuatannya
II. PEMBAHASAN itu dipidanakan sepantasnya.
Tindak pidana ini mirip dengan apa
A. Pengertian Penistaan Agama yang dinamakan blasphemy atau
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa godslastering, yang berarti penghinaan
Indonesia, Penistaan berarti nista; terhadap Allah.
menghinakan; merendahkan (derajat dsb)
(Departemen Pendidikan Nasional, 2005: B. Macam-macam Kelompok Aliran
784). Penetapan Presiden No.1 1965 pada Sesat Yang Ada Di
Pasal 4 mengatakan : pada Kitab Undang- Pengamatan penulis melalui buku-
undang Hukum Pidana diadakan Pasal baru buku pustaka dapat diambil beberapa nama-
sebagai berikut: Pasal 156a. Dipidanakan nama aliran yang dianggap sesat
dengan pidana penjara selama-lamanya lima berdasarkan keputusan MUI (Majelis
tahun barang siapa dengan sengaja di muka Ulama Indonesia) antara lain (Hartono
umum mengeluarkan perasaan atau Ahmad Jaiz, 38-157) :
melakukan perbuatan: 1. Ajaran Isa Bugis
a. Yang pokoknya bersifat permusuhan, 2. Gerakan Darul Arqam
penyalahgunaan atau penodaan terhadap 3. Gerakan Lembaga Kerasulan
suatu agama yang dianut di Indonesia. 4. NII Ma’had Al-Zaytun
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak 5. Gerakan Ahmadiyah
menganut agama apapun juga, yang 6. Baha’i, Aliran sesat sempalan Syi’ah
bersendikan ketuhanan yang maha esa. 7. LDII (lembaga dakwah Islam
Dari penjelasan umum dari Penetapan Indonesia)
Presiden ini dapat dilihat bahwa 8. Aliran Lia Aminuddin ajaran agama
dimaksudkan melindungi ketentraman Salamullah
orang beragama terhadap penodaan/ 9. Ahmad Moshaddeq
penghinaan agama atau ajaran-ajaran tidak 10. Inkar Sunnah
memeluk agama. 11. Mahesa Kurung (Hartono Ahmad Jaiz,
330).

18 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


C. Pengaturan Tindak Pidana Penistaan beribadat menurut agamanya dan
Agama Dalam Hukum Indonesia kepercayaannya itu”.
Dalam pengaturan hukum di b. Pasal 18 /1948, tentang DUHAM
Indonesia, kedudukan agama diberi tempat /Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
yang paling terhormat. Didalam Pancasila “Setiap orang berhak atas kebebasan
kehidupan beragama oleh Bangsa Indonesia berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak
didudukan pada peringkat pertama dari sila ini meliputi kebebasan untuk mengubah
pertama yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa. agama atau keyakinan, serta kebebasan
Adapun pengaturan penghormatan terhadap secara pribadi atau bersama-sama dengan
kebebasan beragama tersebut dari mulai orang-orang lain dan secara terbuka atau
Undang-undang Dasar sampai dengan pribadi, untuk menjalankan agama atau
peraturan perundagan lainnya. Serta keyakinannya dalam pengajaran, praktek,
pembatasan perbuatan pidana terhadap ibadah dan ketaatan.
kebebasan beragama, peraturan tersebut c. Undang-undang No. 5/1998, Pengesahan
dapat kita lihat sebagai berikut : Convenion against Torture and Othe
a. Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 E ayat (1 Cruel, Inhuman and Degrading
dan 2), Pasal 28 i ayat (1), Pasal 29 ayat Treatment or Punishment (Konvensi
(2) didalam Undang-undang Dasar 1945. yang menentang penyiksaan / CAT).
Pasal 28 D ayat (1) d. Pasal 4 dan Pasal 22 ayat (1 dan 2)
“Setiap orang berhak atas Undang-undang No.39/1999 tentang
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan HAM
kepastian hukum yang adil serta perlakuan Ayat 1
yang sama dihadapan hukum.” “Setiap orang bebas memeluk
Pasal 28 E Ayat (1 dan 2) agamanya masing-masing dan beribadat
Ayat 1 menurut agamanya dan kepercayaannya
“Setiap orang bebas memeluk agama itu”.
dan beribadat menurut agamanya, memilih Ayat 2
pendidikan dan pengajaran, memilih “Negara menjamin kemerdekaan
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, setiap orang memeluk agamanya masing-
memilih tempat tinggal diwilayah negara masing dan beribadat menurut agamanya
dan meninggalkannya, serta berhak dan kepercayaannya itu”.
kembali.” e. Undang-undang No.29/1999, tentang
Ayat 2 Pengesahan Internasional Convention of
“Setiap orang berhak atas kebebasan the Elimination of All Forms of Racial
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran Dicsrimination /CERD.
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. f. Undang-undang No.11/2005, tentang
Pasal 28 i ayat (1) Pengesahan International Covenant on
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak Economic, Social and Culturel Rights.
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati g. Pasal 18 Undang-undang No. 12/2005,
nurani, hak beragama, hak untuk tidak tentang ICCPR / International Covenant
diperbudak, hak untuk diakui sebagai on Civil and Political Rights.
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk h. Pasal 4 pada Undang-undang No.
tidak dituntut atas dasar hukum yang 1/PNPS/1965 sendiri yang telah
berlaku surut adalah hak asasi manusia memasukkan unsur pidana kedalam
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan aturan perundang-undangan yang isinya:
apapun. “Pada kitab Undang-undang Hukum
Pasal 29 ayat (2) Pidana, diadakan pasal baru yang berbunyi
“Negara menjamin kemerdekaan sebagai berikut; pasal 156a.
tiap-tiap penduduk untuk memeluk Dipidana dengan pidana penjara
agamanya masing-masing dan untuk selama-lamanya lima tahun barang siapa

Tindak Pidana Penistaan Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia (Marsudi Utoyo) 19
dengan sengaja dimuka umum 3. apa yang harus dilakukan terhadap
mengeluarkan perasaan atau melakukan seseorang yang ditemukan telah
perbuatan: melakukan tindak pidana.
a. yang pada pokoknya bersifat Hal ini kemudian secara singkat
permusuhan, penyalah-gunaan atau dinyatakan sebagai persoalan pokok dalam
penodaan terhadap suatu agama yang hukum pidana (crime), orang yang
dianut di Indonesia; melanggar/pelaku berkaitan dengan
b. dengan maksud agar supaya orang tidak kesalahan (guilt), dan sanksinya
menganut agama apapun juga, yang (punishment).
bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Fungsi hukum pidana dikenal ada dua
Esa.” yaitu fungsi yang umum dan fungsi yang
khusus. Fungsi hukum pidana yang umum
D. Sanksi pidana terhadap pelaku tindak karena ia termasuk bagian dari keseluruhan
pidana penistaan agama lapangan hukum, maka fungsi pidana juga
Pengertian hukum pidana, di sama dengan fungsi hukum pada hukumnya
antaranya dapat dipahami sebagai hukum yaitu mengatur hidup kemasyarakatan atau
yang memuat aturan - aturan hukum yang menyelenggarakan tata dalam masyarakat.
mengikatkan kepada perbuatan – perbuatan Hukum pidana tidak mengatur masyarakat
yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat begitu saja, akan tetapi mengaturnya secara
yang berupa pidana. Atas dasar pengertian patut dan bermanfaat (zweckmassig).
ini, maka dalam Kitab Undang-undang Ini sejalan dengan anggapan bahwa hukum
Hukum Pidana berisi dua hal pokok yaitu: dapat digunakan sebagai sarana untuk
1. Pelukisan perbuatan – perbuatan orang menuju ke kebijakan dalam bidang
yang diancam pidana, artinya memuat ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Di sini
syarat-syarat yang harus dipenuhi yang hukum diharapkan mampu ikut
memungkinkan pengadilan dapat menciptakan masyarakat yang tata tentrem
menjatuhkan pidana. Jadi di sini seolah- kerta raharja.
olah negara menyatakan kepada umum Adapun fungsi hukum pidana
dan juga para penegak hukum perbuatan- (Sunaryo dan Ajen Dinawati, 2009: 10).
perbuatan apa yang dilarang dan siapa yang khusus adalah untuk melindungi
yang dapat dipidana kepentingan hukum terhadap perbuatan
2. Menetapkan dan mengumumkan reaksi yang hendak memperkosanya dengan
apa yang akan diterima oleh orang yang sanksi yang berupa pidana yang bersifat
melakukan perbuatan yang dilarang itu. lebih tajam dibandingkan dengan sanksi lain
Termasuk tindakan yang bertujuan yang terdapat dalam bidang hukum lainnya.
untuk melindungi masyarakat dari Kepentingan–kepentingan hukum ini
perbuatan yang merugikannya (Wirjono mungkin berasal dari perseorangan, suatu
Prodjodikoro, 2000: 50). badan, atau kolektiva seperti masyarakat,
Selanjutnya dapat dikemukakan negara, dan sebagainya. Sanksi yang tajam
adanya persoalan dalam hukum pidana. Ada itu dapat mengenai harta benda,
tiga persoalan yang mendasar dalam hukum kehormatan,badan dan kadang-kadang
pidana (Three basic problem of subtance in nyawa seseorang yang memperkosa
the criminal law ) yaitu: kepentingan – kepentingan hukum itu.
1. perbuatan apa yang harus dinyatakan Dengan demikian dapat dikatakan hukum
sebagai tindak pidana, pidana itu memberi aturan-aturan untuk
2. penentuan apa yang harus dibuat menanggulangi perbuatan jahat. Di sini
sebelum seseorang ditemukan hukum pidana mempunyai pengaruh
melakukan suatu perbuatan sebagai preventif terhadap terjadinya pelanggaran-
tindak pidana, pelanggaran norma hukum. Pengaruh ini
tidak hanya ada apabila sanksi pidana itu

20 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


benar-benar diterapkan terhadap KUHP mengenai tindak pidana:
pelanggaran yang konkrit,melainkan sudah pelanggaran yang berkaitan dengan
ada dengan dicantumkannya dalam perlindungan terhadap kepentingan
peraturan hukum (Theorie des Psychischen individu, yaitu ditentukan dalam Bab IV, V,
Zwanges/ajaran paksaan psikis). VI, dan VII. Adanya perlindungan terhadap
Sehubungan degan perwujudan dari tujuan- kepentingan terhadap kepentingan negara
tujuan perlindungan hukum pidana terhadap terdapat dalam pada Bab III,VIII, dan X.
kepentingan-kepentingan sosial, seperti Kepentingan agama yang dilindungi
telah diuraikan dalam Bab Pendahuluan, KUHP, berarti ada perbuatan yang
menurut Bassioni kepentingan-kepentingan menyerang/merugikan kepentingan agama
sosial tersebut meliputi: a) pemeliharaan yang dinyatakan sebagai tindak pidana,
tertib masyarakat, perlindungan masyarakat dapat dikaji dalam buku II Bab V mengenai
dari kejahatan, memasyarakatkan kembali Kejahatan terhadap Ketertiban Umum.
para pelanggar, dan memelihara atau Perbuatan tersebut tidak lain sebagai tindak
mempertahankan integritas pandangan - pidana terhadap kepentingan agama.
pandangan dasar tertentu mengenai keadilan Dengan mengacu pendapat Oemar Seno
sosial, martabat kemanusiaan, dan keadilan. Adji (telah dikemukakan dalam BAB I
Dengan demikian dapat ditegaskan dalam karya tulis ini) tindak pidana
bahwa hukum pidana dalam menciptakan terhadap kepentingan agama dapat
tertib masyarakat dan menjaga integritas dibedakan menjadi dua:
pandangan dasar masyarakat diwujudkan 1. Tindak pidana yang ditujukan terhadap
dengan memberikan perlindungan terhadap agama (againts) adalah benar-benar
kepentingan-kepentingan, yakni membahayakan agama dan yang
menentukan perbuatan- perbuatan yang diserang secara lansung. Di sini
menyerang kepentingan-kepentingan perbuatan maupun pernyataannya
tersebut sebagai tindak pindan, pelakunya sengaja ditujukan lansung kepada agama.
akan di pertanggungjawabkan menurut 2. Tidak pidana yang bersangkutan/
hukum pidana, dan dapat dikenai sanksi berhubungan dengan agama (relating,
pidana berdasarkan kesalahannya. concerning) adalah tidak ditujukan
Pemidanaan di sini selain untuk melindungi secara lansung dan membahayakan
masyrakat dari kejahatan, juga untuk agama itu sendiri.
memasyarakatkan kembali si pelaku Pada umumnya orang menyebut delik
kejahatan. Kepentingan-kepentingan yang agama dalam konotasi seperti yang ditunjuk
dilindungi meliputi kepentingan individu, pada tindak pidana yang pertama, tidak
kepentingan masyarakat, dan kepentingan termasuk tidak pidana yang kedua, sehingga
negara, yang nampak dalam bab-bab pada dapat dikatakan delik agama ini dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana pergertian sempit. Sedangkan delik agama
(KUHP) yang merupakan dasar hukum dalam pengertian yang luas mencakup baik
pidana yang berlaku di indonesia. delik yang pertama maupun delik yang
Dalam Buku II KUHP mengenai kedua, yang dalam tulisan ini disebut
tindak pidana: kejahatan yang menyangkut sebagai tindak pidana terhadap kepentingan
perlidungan terhadap kepentingan individu agama (untuk memudahkan atau praktisnya
dapat dilihat ketentuan pada Bab XIII s/d dalam karya tulis ini diringkas menjadi
Bab XXVII dan Bab XXX. Perlindungan tindak pidana agama).
terhadap kepentingan masyarakat terdapat Tindak pidana yang ditujukan
dalam Bab V, VI, VII, IX, X, XI, XII, dan terhadap agama dapat ditemukan dalam
XXIX. Sedangkan perlindungan terhadap ketentuan Pasal 156, 156a, dan 157 KUHP
kepentingan negara dapat dilihat dengan (Bagir Manan, 2008: 7):
adanya kejahatan-kejahatan dalam Bab I s/d
IV, Bab VIII dan XXVIII. Dalam Buku III

Tindak Pidana Penistaan Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia (Marsudi Utoyo) 21
Pasal 156 Tindak pidana yang bersangkutan/
Barang siapa di muka umum berhubungan dengan agama dapat
menyatakan perasaan permusuhan, mempunyai pengertian yang sangat luas,
kebencian atau penghinaan terhadap suatu yang dapat dimasukan di dalamnya adalah
atau beberapa golongan rakyat indonesia, delik-delik kesusilaan, dan delik-delik pada
diancam dengan ancaman pidana penjara umumnya yang dikaitkan dengan agama
paling lama empat tahun atau pidana denda (LPHN,1973:28-30), Namun di sini akan
paling banyak empat ribu lima ratus membatasi Pasal 175 s/d 181, dan Pasal 503
rupiah. ke 2 KUHP.
Perkataan golongan dalam pasal ini Pasal 175
dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap Barang siapa dengan kekerasan atau
bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda ancaman kekerasan merintangi pertemuan
dengan suatu atau beberapa bagian lainnya keagamaan yang bersifat umum dan
karena ras, negeri asal, agama, tempat dijinkan, atau upacara keagamaan yang
asal, keturunan, kebangsaan, atau kedudu diijinkan,atau upacara penguburan
kan menurut hukum tata negara. jenazah, diancam dengan pidana penjara
Pasal 156a paling lambat satu tahun empat bulan.
Dipidana dengan pidana penjara Pasal 176
selama-lamanya lima tahun barang siapa Barang siapa dengan sengaja
dengan sengaja di muka umum menggangu pertemuan keagamaan yang
mengeluarkan perasaan atau melakukan bersifat umum dan dijinkan, atau upacara
perbuatan : keagamaan yang dijinkan atau upacara
a. yang pada pokoknya bersifat penguburan jenazah dengan menimbulkan
permusuhan, penyalahgunaan atau kekacauan atau suara gaduh, diancam
penodaan terhadap suatu agama yang di dengan pidana penjara paling lama satu
anut di Indonesia; bulan dua minggu atau pidan denda paling
b. dengan maksud agar supaya orang banyak seribu delapan ratus rupiah.
tidak menganut agama apapun juga, Pasal 177
yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Diancam dengan pidana penjara
Esa. paling lama empat bulan dua minggu atau
Pasal 157 pidana denda paling banyak seribu delapan
(1). Barang siapa menyiarkan, ratus rupiah:
mempertunjukan, atau menempelkan tulisan 1. barang siapa menertawakan seorang
atau lukisan di muka umum,yang isinya petugas agama dalam menjalankan
mengandung pernyataan perasaan tugas yang dijinkan;
permusuhan, kebencian atau penhinaan di 2. barang siapa menhina benda-benda
antara atau terhadap golongan-golongan untuk keperluan ibadat di tempat atau
rakyat indonesia,dengan maksud supaya pada waktu ibadat dilakukan.
isinya diketahui atau lebih diketahuioleh Pasal 178
umum, diancam dengan pidana penjara Barang siapa dengan sengaja
paling lama dua tahun enam bulan atau merintangi atau menghalang-halangi jalan
pidana denda paling banyak empat ribu masuk atau pengangkutan mayat ke
lima ratus rupiah. kuburan yang dijinkan, diancam dengan
(2) jika yang bersalah melaku kan penjara paling lama satu bulan dua minggu
kejahatan tersebut pada waktu menjalankan atau pidana paling banyak seribu delapan
pencariannya dan pada saat itu belum ratus rupiah.
lewat lima tahun sejak pemidanaannya Pasal 179
menjadi tetap karena kejahatan semacam Barang siapa dengan sengaja
itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menodai kuburan atau dengan sengaja dan
menjalankan pencarian tersebut. melawan hukum menghancurkan atau

22 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


merusak tanda peringatan di tempat terhadap agamanya itu sendiri sebagai
kuburan, diancam dengan pidana penjara obyeknya (Oemar Seno Aji, 1985: 35) :
paling lama satu tahun empat bulan. Selanjutnya dijelaskan, secara harfiah
Pasal 180 pernyataan-pernyataan yang demikian
Barang siapa dengan sengaja dan membatasi pada golongan agama, penganut
melawan hukum menggali atau mengambil agama, dalam Hukum Anglo Saxon dapat
jenasah atau memindah kan atau dimasukkan sebagai group libel. Adapun
mengangkut jenasah yang sudah digali atau Pasal 156a pernyataan-pernyataan itu
diambil, diancam dengan pidana penjara ditujukan kepada agama itu sendiri, bukan
paling lama satu tahun empat bulan atau golongan, namun belum juga pernyataan-
pidana denda paling banyak empat ribu pernyataan yang ditujukan terhadap nabi
lima ratus rupiah. sebagai sumber founder dari agama, seperti
Pasal 181 dikemukakan dalam Draft Covenant on the
Barang siapa mengubur, freedom of information terhadap kitab suci,
menyembunyikan, membawa lari atau pemuka-pemuka agama, dan lembaga
menghilangkan mayat dengan maksud keagamaan. Juga belum tercakup
menyembunyikan kematian atau pernyataan yang mengotorkan Asma Tuhan,
kelahirannya, diancam dengan pidana yang di negara-negara lain disebut
penjara paling lama sembilan bulan atau Godslatering, Gotteslasterung yang belum
pidana denda paling banyak empat ribu kita miliki. Untuk melengkapi dapat
lima ratus rupiah. diperoleh bantuan untuk memahaminya dari
Pasal 503 ke 2 Ilmu Hukum dan yurisprudensi yang
Diancam dengan pidana kurungan menyatakan bahwa golongan dan agamanya
paling lama tiga hari atau pidana denda secara esensial tidak dapat dipisahkan
paling banyak dua ratus dua puluh lima dengan nabi, kitab suci, pemuka-pemuka
rupiah : agama, lembaga keagamaan, dan dapat
Barang siapa membikin gaduh di ditambahkan mengenai godslastering.
dekat bangunan untuk menjalankan ibadat Perundang-undangan sekarang perlu
yang dibolehkan atau untuk sidang dilengkapi dengan blasphemy atau
pengadilan, pada waktu ada ibadat atau godslastering.
sidang. Pasal 156, dan Pasal 156a menarik
Pasal-pasal tersebut di atas mengatur untuk diperhatikan sehubung an dengan
mengenai pelanggaran terhadap pertemuan sistematika KUHP, pasal tersebut
keagamaan (Pasal 175-177), dan apa yang merupakan bagian dari Bab V tentang
dinamakan Grabdelikte dan Leichenfrevel Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Oleh
(Pasal 178-181), khusus yang terakhir ini karena itu sebetulnya di sini bukan
dasar pemidanaannya adalah rasa merupakan tindak pidana terhadap agama
penghormatan terhadap orang yang sudah yang ditujukan untuk melindungi
meninggal dunia dan makamnya. Rasa kepentingan agama, me lainkan lebih
penghormatan ini lebih agung sehingga mengutamakan perlindungan terhadap
kurang dapat dibenarkan untuk membawa kepentingan umum khususnya ketertiban
delik itu kedalam delik-delik terhadap umum yang terganggu karena adanya
ketertiban umum. Delik-delik terhadap pelanggaran ketertiban umum. Sehubungan
agama dalam Pasal 156 dan Pasal 156a ada dengan Pasal 156 KUHP tidak dapat
hubungannya dengan pembatasan dilepaskan dengan Pasal 154 yang juga
kebebasan untuk menyatakan pendapat, terletak dalam Kejahatan terhadap
mengeluarkan pernyataan-pernyataan Ketertiban Umum, pasal-pasal tersebut
ataupun melakukan perbuatan terhadap dikategorikan sebagai haatzaai artikelen,
suatu golongan agama yang berbeda dengan sebagai pasal karet. Menurut sejarahnya,
golongan lain karena agama, ataupun pasal ini digunakan untuk kepentingan

Tindak Pidana Penistaan Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia (Marsudi Utoyo) 23
pemerintah Kolonial Belanda, dan pernah ketenteraman orang-orang yang beragama.
dimanfaatkan untuk mematahkan kaum Ketenteraman ini erat kaitannya dengan rasa
pergerakan nasional, seperti : Bung Karno, keagamaan, jadi teori yang dapat digunakan
dan kawan-kawannya. adalah Gefuhlsschultz Theori, yang
Tindak pidana yang ditentukan dalam menghendaki perlindungan terhadap rasa
Pasal 156 KUHP mempunyai obyek keagamaan. Penempatan dan penjelasan
golongan penduduk yang salah satu yang demikian ini menimbulkan
pembedaannya berdasarkan agama. Dengan konsekuensi mengenai pemidanaannya baru
demikian pernyataan perasaan permusuhan, dapat dipertimbangkan apabila pernyataan
kebencian, atau penghinaan terhadap yang dibuat mengganggu ke tenteraman
golongan ini merupakan tindak pidana. Hal orang-orang beragama dan membahayakan
ini dimaksudkan untuk memelihara ketertiban umum. Sebaliknya apabila
perdamaian di antara golongan agama yang ketenteraman orang beragama dan
berbeda-beda, sehingga ketertiban umum kepentingan/ketertiban umum tidak
dapat tercapai dengan tidak terganggunya terganggu, maka orang yang bersangkutan
perdamaian tersebut. Ketentuan ini tidak dapat dipidana.
sepadan dengan letak Pasal 156 yang Melihat perumusan Pasal 156a
merupakan Kejahatan terhadap Ketertiban sebetulnya ingin memidana mereka yang (di
Umum, selain itu, apabila dihubungkan muka umum) mengeluarkan perasaan (atau
dengan teori tindak pidana terhadap agama melakukan perbuatan) yang bersifat
termasuk dalam Friedensschutz Theorie, permusuhan, penyalahgunaan atau
karena teori ini memandang ketertiban penodaan terhadap sesuatu agama yang
/ketenteraman umum sebagai kepentingan dianut di Indonesia. Hal ini memungkinkan
hukum yang harus dilindungi. pemidanaan secara langsung pernyata an
Pasal 156a KUHP (dalam Penjelasan perasaan tersebut yang ditujukan terhadap
Pasal 4 UU Nomer 1/PNPS/1965) agama. Jadi konsekuensinya menyangkut pe
menjelaskan bahwa tindak pidana pada midanaan perbuatan tersebut tanpa
huruf a semata-mata (pada pokoknya) dihubungkan dengan persoalan apakah
ditujukan pada niat untuk memusuhi atau pernyataan demikian itu dapat mengganggu
menghina. Dengan demikian maka uraian- ketenteraman orang beragama dan karena
uraian tertulis yang dilakukan secara itu membahayakan/mengganggu ketertiban
obyektif dan ilmiah mengenai sesuatu umum.
agama yang disertai dengan usaha untuk Dalam agama menurut pengertian
menghindari adanya kata-kata atau susunan umum terdapat komponen emosi
kata-kata yang bersifat bermusuhan atau keagamaan, sistem keyakinan/keimanan,
penghinaan, bukanlah tindak pidana. sistem ritual/peribadatan, dan para
Sedangkan huruf b dijelaskan bahwa orang pemeluknya (umat beragama), yang itu
yang melakukan tindak pidana tersebut di semua merupakan satu kesatuan, utamanya
samping menggganggu ketenteraman orang komponen emosi keagamaan memberi
yang beragama, pada dasarnya mengkianati landasan pada ketiga komponen lainnya,
sila pertama dari dasar negara secara total, karena tanpa emosi keagamaan tidak
dan oleh karena itu sudah pada tempatnya mungkin akan meyakini suatu pandangan
perbuatan nya dipidana. atau kepercayaan agama, dan manifestasi
Penempatan Pasal 156a sebagai dari emosi keagamaan yang menyakini
bagian dari Bab V KUHP dapat suatu kepercayaan tersebut dilaksanakanlah
dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana ritual keagamaan (ibadat) tertentu. Orang-
terhadap Ketertiban Umum. Sedangkan orang yang meyakini suatu kepercayaan
Penjelasan pasal tersebut (dalam UU Nomor agama dan melakukan ritual keagamaan
1/PNPS/1965) dimaksudkan sebagai yang sama mengaku satu umat yang
peratuan hukum untuk melindungi didasari suatu emosi keagamaan.

24 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012


Sehubungan dengan perlunya perlindungan 1. Karena mencari hidayah Allah dengan
hukum pidana, komponen ini dapat cara bertapa dan merenung
dipadatkan menjadi komponen sistem 2. Karena ada orang yang dipuji secara
kepercaya an, sistem ritual, dan umat ( yang berlebihan, dikultuskan, dianggap suci
tentunya dalam ketiga komponen itu 3. Ujung-ujungnya duit, atau hal porno
terkandung emosi keagamaan sebagai 4. Kurangnya perhatian tokoh agama
esensinya). Jadi kepentingan agama terhadap umatnya
mestinya mencakup komponen tersebut, 5. Grand design pihak asing untuk
yakni kepentingan yang menyangkut sistem menghancurkan akidah umat Islam
kepercayaan, sitem ritual dan Indonesia
umat/golongan pemeluk agama. 6. Popularitas Pribadi dan Faktor Ekonomi
Setiap agama menentukan sistem 7. Masalah Kesulitan Ekonomi
keyakinannya atau keimanan yang diyakini 8. Penyebaran dakwah belum merata
kebenarannya dan tidak dapat diperlakukan 9. Pendidikan dan Arus Informasi
semaunya. Keyakinan agama juga Dari sini, maka pengelola pendidikan
mengajarkan untuk menghormati jenazah. seperti: pesantren, sekolah, perguruan
Oleh karena itu dengan adanya tindak tinggi, ormas, yayasan, dan lainnya tak
pidana mengenai penodaan agama, juga terkecuali pemerintah patut mengkaji ulang
yang berkaitan dengan jenazah dalam sistem pendidikan yang diterapkan.
KUHP, maka ini berarti terdapat
perlindungan hukum pidana terhadap
kepentingan mengenai sistem keyakinan. III. PENUTUP
Tata cara beribadah sangat penting dalam
agama karena perwujudan agama dapat Sanksi pidana terhadap pelaku tindak
dilihat dalam pelaksanaan ibadah sebagai pidana penistaan agama diatur dalam Pasal
ritualnya. Dengan mempelajari pasal-pasal 156, 156a, 157 yang mengatur masalah
KUHP yang telah disebutkan menunjukkan delik terhadap agama dan ketertiban umum,
pula adanya tindak pidana yang dalam Pasal 175- 177 mengatur mengenai
bersangkutan dengan masalah upacara pelanggaran terhadap pertemuan
agama. Upacara penguburan jenazah (di keagamaan, dan dalam Pasal 178-181
sini pun ada ritual agamanya), benda-benda dinamakan Grabdelikte dan Leichenfrevel
atau sarana ibadat, dan petugas agama. penghormatan pada upacara kegamaan
Dengan demikian dimaksudkan adanya terhadap orang yang meninggal dunia
perlindungan kepentingan agama khususnya (mayat).
dalam segi ritual/peribadatan. Umat atau Faktor-faktor yang menjadikan
kesatuan sosial dari kelompok agama juga berkembangnya kelompok aliran sesat di
memperoleh perlindungan hukum pidana, Indonesia adalah, Karena mencari hidayah
dengan ditentukannya sebagai tindak pidana Allah dengan cara bertapa dan merenung.
terhadap perbuatan-perbuatan yang Karena ada orang yang dipuji secara
merintangi, mengganggu pertemuan agama, berlebihan, dikultuskan, dianggap suci.
dan juga permusuhan, kebencian, dan Ujung-ujungnya duit, atau hal porno.
penghinaan terhadap golongan suatu agama. Kurangnya perhatian tokoh agama terhadap
umatnya. Grand design pihak asing untuk
E. Faktor-faktor yang menjadikan menghancurkan akidah umat Islam
berkembangnya kelompok aliran sesat Indonesia. Popularitas Pribadi Seseorang.
di Indonesia Masalah Ekonomi. Penyebaran dakwah
Penyebab kemunculan aliran-aliran belum merata. Pendidikan dan Arus
sesat yang meresahkan umat Islam. Informasi.
Beberapa penyebab munculnya aliran sesat, Sebagai saran hendaknya pelaku
antara lain: tindak pidana penistaan agama tidak hanya

Tindak Pidana Penistaan Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia (Marsudi Utoyo) 25
diancam dengan hukuman yang berat, tetapi Kumpulan Lengkap Perundangan Hak
juga diberikan pemahaman akan agama, Asasi Manusia, Yogyakarta, Pustaka
pendidikan yang berhubungan dengan Yustisia, 2006.
agama dan kepercayaan agar tidak L.J. Van Apeldoren, Pengantar Ilmu
menyimpang setelah keluar dari lembaga Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,
pemasyarakatan. Dalam memberikan sanski 1981.
pidana hendaknya juga diberikan efek jera Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum
kepada orang yang mengaku sebagai ketua, Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
dan memberikan pembinaan kepada Moelyanto, Azaz Hukum Pidana, Bina
pengikut-pengikutnya dan orang-orang yang Aksara, Jakarta,1987.
menjad anggota kelompok aliran teralrang Satjipto Raharjo, “Biarkan Hukum Mengalir
tersebut. Catatan Kritis tentang Pergulatan
Manusia dan Hukum”, Jakarta :
Penerbit Kompas, 2007.
DAFTAR PUSTAKA Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum,
E.Y. Kanter. SR. Sianturi, Azaz-azaz Jakarta : CV. Rajawali. 2002.
Hukum Pidana Indonesia dan Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum
Penerapannya, Penerbit Alumni Pidana di Indonesia, PT. Eresco,
AHM-PT HM, Jakarta, 1982. Jakarta, 1999.
H.A.K. Moch. Anwar (Dading), Hukum
pidana bagian khusus (KUHP buku
II), Penerbit Alumni, Bandung, 1986.

26 PRANATA HUKUM Volume 7 Nomor 1 Januari 2012

Anda mungkin juga menyukai