Anda di halaman 1dari 34

INDONESIA’S INNOVATIVE RESEARCH COMPETITION

2021

ANALISIS LAPISAN BIOSENSOR PADA SURFACE PLASMON


RESONANCE UNTUK DETEKSI COVID-19

Disusun oleh:

Andjani Widya Hemasita 18318030 2018


Aisya Nur Kamila 18318037 2018
Rifda Almira Firdausi 18318043 2018

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


BANDUNG
2020
LEMBAR PENGESAHAN ISOTERM 2021

1. Judul Karya Tulis Ilmiah : Analisis Lapisan Biosensor Pada


Surface Plasmon Resonance Untuk
Deteksi COVID-19
2. Sub Tema Karya Tulis Ilmiah : Biomedis
3. Nama Tim : Canarium sp
4. Ketua Tim
i. Nama Lengkap : Andjani Widya Hemasita
ii. NIM : 18318030
iii. Jurusan : Teknik Biomedis
iv. Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Bandung
v. Alamat Rumah dan No. Telp/Hp : Jl. Kelud Timur I No. 19, Semarang
(083838715725)
vi. Alamat ​e-mail : 18318030@std.stei.itb.ac.id
5. Anggota Tim : 3 orang
6. Dosen Pembimbing
i. Nama Lengkap dan Gelar : Astri Handayani, S.T., M.T.
ii. NIP/NIDN/NIDK : 198208112015042001
iii. Alamat Rumah dan No. Telp/Hp : 082219353747

Bandung, 12 Desember 2020


Menyetujui,
Dosen Pembimbing Ketua Tim

Astri Handayani, S.T., M.T. Andjani Widya Hemasita


NIP. 198208112015042001 NIM. 18318030

Mengetahui,
Ketua Program Studi,

Dr. Agung Wahyu Setiawan, ST., MT.


NIP. 19820217 201212 1 001

i
LEMBAR ORISINALITAS KARYA TULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama lengkap Ketua : Andjani Widya Hemasita
NIM : 18318030
Tempat/tanggal lahir : Semarang / 8 Maret 2000
Jurusan/Fakultas : Teknik Biomedis / Sekolah Teknik Elektro
dan Informatika
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Bandung
2. Nama Lengkap Anggota 1 : Aisya Nur Kamila
NIM : 18318037
Tempat/tanggal lahir : Semarang / 29 Oktober 2002
Jurusan/Fakultas : Teknik Biomedis / Sekolah Teknik Elektro
dan Informatika
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Bandung
3. Nama Lengkap Anggota 2 : Rifda Almira Firdausi
NIM : 18318043
Tempat/tanggal lahir : Jember / 13 Juni 2000
Jurusan/Fakultas : Teknik Biomedis / Sekolah Teknik Elektro
dan Informatika
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Bandung

Dengan ini menyatakan bahwa seluruh dokumen karya ilmiah dengan judul
“ANALISIS LAPISAN BIOSENSOR PADA SURFACE PLASMON
RESONANCE UNTUK DETEKSI COVID-19” yang kami ikut sertakan dalam
lomba ISOTERM (​Indonesia’s Innovative Research Competition) 2021 yang
diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Kimia “AMISCA” Institut Teknologi
Bandung ini adalah ​ASLI ​karya kami dan bukan merupakan plagiarisme dari
karya orang lain. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar maka saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh panitia ISOTERM 2021 berupa
diskualifikasi dari kompetisi.

Semarang, 12 Desember 2020


Ketua Tim

Andjani Widya Hemasita


NIM. 18318030

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ISOTERM 2021 i

DAFTAR ISI iii


ABSTRAK vi

PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Batasan Masalah 1
1.4 Tujuan 1
1.5 Manfaat 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Introduksi Biosensor 3
2.2 Surface Plasmonic Resonance 4

METODE PENELITIAN 6
3.1 Metode Penelitian 6
3.2 Teknik Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
4.1 Aspek Biosensor Ideal pada SPR 7
4.2 Aspek yang Terpengaruh oleh lapisan biosensor pada SPR 8
4.3 Analisis Keseluruhan 10
KESIMPULAN DAN SARAN 12
5.1 Kesimpulan 12
5.2 Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 14
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pembimbing 15

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi fenomena interaksi sinar untuk menghasilkan SPR 4


Gambar 2 Perbandingan lapisan graphene dan emas 10
Gambar 3 Ilustrasi pembuatan Au-MoS2-​Graphene 14

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan Metode Biosensor 4


Tabel 2 Perbandingan Nilai ​Quality Factor 10
Tabel 3 Perbandingan Keseluruhan 11

v
ABSTRAK

Sampai saat ini, deteksi pasien terinfeksi COVID-19 di Indonesia paling efektif
adalah menggunakan metode PCR (​polymerase chain reaction)​ . Namun, metode
tersebut masih memiliki beberapa kekurangan seperti dibutuhkan petugas
laboratorium yang terlatih, reagen yang banyak untuk pengujian massal, serta
waktu yang lama untuk proses pemurnian sampel. Untuk menghindari kekurangan
tersebut, digunakan alternatif lain yaitu metode SPR (​surface plasmon resonance)​ .
SPR adalah metode deteksi ​label-free yang dapat digunakan untuk menganalisis
interaksi molekuler pada permukaan sensor. Pada permukaan tersebut, terdapat
lapisan yang dapat mempengaruhi sensitivitas dari pendeteksian COVID-19.
Untuk menemukan lapisan biosensor yang paling baik, lapisan Au, hibrida
Au-MoS2-​Graphene​, lembaran tipis MoS2, dan ​graphene ​dilapisi perak dengan
kromium, akan ditinjau berdasarkan sebelas aspek biosensor ideal untuk
mendeteksi COVID-19. Aspek tersebut adalah sensitivitas tinggi, selektivitas
tinggi, respon cepat, dapat mengirimkan banyak informasi sekaligus dan memiliki
banyak ​sensing nodes,​ sekali pakai, waktu penyimpanan yang lama, mudah
digunakan, harganya murah, dapat diproduksi massal, dapat bekerja sendiri, dan
QF (​quality factor​). Dengan membandingkan lapisan-lapisan tersebut dari data
yang sudah ada, didapat bahwa Au-MoS2-​Graphene u​ nggul di dua aspek dari
lima aspek yang dinilai. Sehingga didapatkan kesimpulan Au-MoS2-Graphene
merupakan ​lapisan biosensor ​paling efektif untuk mendeteksi COVID-19.

Kata Kunci : lapisan biosensor, biosensor ideal, surface plasmon resonance,


COVID-19

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


COVID-19 masih menjadi salah satu permasalahan serius yang dihadapi
masyarakat dunia termasuk Indonesia. Jumlah kasus pasien positif terinfeksi terus
bertambah sehingga Indonesia dinilai masih belum optimal dalam menangani
pandemi COVID-19. Salah satu penyebabnya adalah target tes PCR yang masih
jauh dari standar minimum di tengah penyebaran yang tinggi. Sampai saat ini,
pemerintah Indonesia menganggap tes ​polymerase chain reaction atau PCR
merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi apakah seseorang
terinfeksi COVID-19 atau tidak. Namun, metode tersebut masih memiliki
beberapa kekurangan seperti dibutuhkan petugas laboratorium yang terlatih,
reagen yang banyak untuk pengujian massal, serta waktu yang lama untuk proses
pemurnian sampel.
Untuk menghindari kekurangan tersebut, digunakan alternatif lain yaitu
metode SPR (​surface plasmon resonance)​ . SPR adalah metode deteksi ​label-free
yang dapat digunakan untuk menganalisis interaksi molekuler pada permukaan
sensor. Karena itu SPR dapat digunakan untuk mendeteksi spike SARS-COV2,
tanpa memerlukan banyak pengolahan sampel sehingga proses deteksi menjadi
lebih singkat dan mudah.
Pada permukaan sensor SPR, terdapat lapisan berbasis metal yang dapat
mempengaruhi sensitivitas dari pendeteksian COVID-19. Untuk menemukan
lapisan paling baik, lapisan emas, hibrida Au-MoS2-​Graphene​, MoS2, dan
graphene d​ ilapisi perak dengan kromium, akan ditinjau berdasarkan sebelas aspek
biosensor ideal untuk pandemi. Lapisan emas, hibrida Au-MoS2-Graphene,
MoS2, dan graphene dilapisi perak dengan kromium dipilih karena menurut
berbagai penelitian keempat lapisan tersebut paling baik sebagai biosensor. Selain
itu jurnal dari keempat tersebut memiliki data paling lengkap dibandingkan
lapisan yang lain sehingga akan memudahkan proses pembandingan dari berbagai
aspek.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana performa SPR sebagai biosensor untuk COVID-19?
b. Bagaimana performa lapisan biosensor sebagai biosensor untuk
mendeteksi SARS-COV2?

1.3 Batasan Masalah


Pada penelitian ini, terdapat beberapa parameter yang tidak
diperhitungkan:
a. reagen penangkap antigen SARS-COV2,
2

b. ketebalan lapisan metal,


c. indeks bias tiap lapisan pada SPR, dan
d. sudut yang menghasilkan resonansi pada SPR.

1.4 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. mengetahui performa SPR sebagai biosensor untuk COVID-19; dan
b. mengetahui performa lapisan biosensor sebagai biosensor untuk
mendeteksi SARS-COV2.

1.5 Manfaat
Penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk menentukan
alat deteksi terbaik bagi pengembang alat deteksi COVID-19. Teknologi
pendeteksian COVID-19 yang semakin berkembang diharapkan dapat mendukung
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan angka penderita
COVID-19. Penggunaan SPR dalam mendeteksi COVID-19 diharapkan dapat
menutupi kekurangan-kekurangan pada teknologi yang digunakan sebelumnya, di
antaranya terkait akurasi serta dapat menurunkan biaya operasi karena sensor
reusable.​ Selain itu, peneliti SPR dapat mengetahui keunggulan masing-masing
lapisan biosensor yang dibahas pada penelitian ini.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Introduksi Biosensor


Biosensor adalah perangkat analitik yang mengubah respon biologis
menjadi sinyal listrik. Pada dasarnya biosensor harus sangat spesifik, tidak
bergantung pada parameter fisik seperti pH dan suhu dan harus dapat digunakan
kembali. Biosensor secara khusus didasarkan pada alat berbasis
reseptor-transduser, yang dapat diterapkan untuk menjelaskan sifat biokimia dan
biofisik. Selain itu, biosensor memiliki karakter yang menarik yang membuatnya
unik dari yang lain karena memiliki elemen pengenalan biologis atau organik
yang membantu mengidentifikasi molekul biologis tertentu (Mehrotra, 2016).
Berbagai jenis biosensor yang digunakan berdasarkan dua elemen yaitu
yang dikenal sebagai elemen penginderaan dan mode transduksi. Biosensor
berbasis enzim, ​immunosensor yang meliputi antibodi, biosensor DNA merupakan
biosensor yang berada di bawah kategori elemen penginderaan biosensor
transduser dapat berupa biosensor elektrokimia (amperometri, konduktometri dan
potensiometri), optik (absorbansi, fluoresensi dan chemiluminense), piezoelektrik
(akustik dan ultrasonik), dan kalorimetrik. Metode dari setiap biosensor tersebut
disajikan pada ​tabel 1​.

Tabel 1​ Perbandingan Metode Biosensor (Kaur, 2018)


Jenis Biosensor Metode

Enzim Biosensor Protein sebagai bioreseptor yang secara


khusus membedakan fokus pada ​grid u​ ji
kerangka analit (konsep ​lock and key)​ .

Immunosensor Biosensor afinitas, didasarkan interaksi


antara antigen dan antigen spesifik yang
ditangkap pada permukaan transduser.

Biosensor DNA Kecenderungan yang sangat spesifik antara


dua rantai DNA untai tunggal (ssDNA)
untuk membentuk DNA untai ganda
(dsDNA).

Biosensor Elektrokimia Diklasifikasikan menurut teknik yang


diterapkan dalam mode potensiometri,
konduktometri, impedansi, dan
amperometri.
4

Biosensor Optik Sebagian besar biosensor optik bekerja


dengan prinsip plasmonik, yaitu prinsip
transduksi menggunakan komponen optik
seperti gelombang, serat optik, kristal
fotonik, dan laser sebagai sensor optik.

Biosensor Piezoelektrik Ketika analit objektif disajikan ke material


pendeteksi, koneksi atau respons akan
menyebabkan gerakan pengulangan yang
akan membuat perubahan dalam membaca
arus.

Biosensor Kalorimetrik Katalisator respon yang dikatalis adalah


panas yang digunakan untuk estimasi laju
respon dan fokus analit.

Salah satu biosensor yang banyak dikembangkan saat ini adalah biosensor
optik terutama yang didasarkan pada prinsip plasmonik. Biosensor optik seperti
Surface Plasmonic Resonance (​ SPR) tersedia secara komersial sejak awal
1990-an, dan telah banyak digunakan untuk mendeteksi ​strain virus seperti yang
terkait dengan H1N1, SARS, MERS, dan influenza. Sedangkan teknik plasmonik
banyak dikembangkan karena memberikan sensitivitas tinggi, selektivitas, dan
waktu respons yang cepat untuk mendeteksi ​strain​ virus (Bhalla, 2020).

2.2 Surface Plasmonic Resonance


SPR adalah metode deteksi ​label-free yang dapat digunakan untuk
menganalisis interaksi molekuler pada permukaan sensor (​Wulandari, 2019​).
Karena itu SPR sudah banyak dikembangkan sebagai biosensor, misal untuk
mengukur hibridisasi asam nukleat, ikatan antara antigen dan antibodi, ikatan
antara racun dan reseptornya, dan masih banyak lagi (​Rahman et al., 2017​). Tidak
hanya itu, SPR juga dapat digunakan di bidang lain seperti untuk mengontrol
kualitas barang, menjaga keamanan industrial, deteksi pestisida, dan lain lain
(Madriz et al., 2018).
5

2.2.1 Cara Kerja SPR

Gambar 1​ Ilustrasi fenomena interaksi sinar dengan ​surface plasmon​ untuk


menghasilkan ​surface plasmon resonance ​(SPR), dengan (a) sebelum eksitasi
surface plasmon​ dan (b) setelah eksitasi ​surface plasmon​ (​Wulandari, 2019​)
Pada SPR, ketika terdapat cahaya yang datang dengan sudut tertentu,
terjadi fenomena resonansi yang muncul antara lapisan film logam yang
berukuran nano dengan lingkungan dielektrik di sekitarnya seperti diilustrasikan
pada ​gambar 1​. SPR dapat digunakan untuk mengukur ikatan antarmolekul
karena kerja SPR sangat dipengaruhi oleh indeks refraktif komponennya. Jika
terdapat perubahan seperti terbentuknya ikatan antara reagen dan analit pada
lapisan substrat, indeks refraktifnya akan berubah lalu akan terlihat interaksi antar
molekulnya (Wulandari, 2019).

2.2.2 Konfigurasi dan Lapisan Biosensor

Susunan lapisan yang terdapat pada SPR dapat diubah-ubah sesuai lapisan
film yang ingin digunakan. Terdapat dua konfigurasi umum yang digunakan oleh
SPR yaitu konfigurasi Kretschmann dan konfigurasi Otto. Pada konfigurasi Otto,
dielektrik terletak antara prisma dan lapisan logam. Pada konfigurasi
Kretschmann, lapisan logam diletakkan antara dielektrik dan prisma. Penggunaan
konfigurasi Kretschmann lebih umum digunakan karena cahaya yang dipantulkan
lebih banyak dibandingkan dengan konfigurasi Otto (Homola et al., 1999).

Selain konfigurasinya, lapisan biosensor juga dapat dikustomisasi dengan


mengubah material lapisan yang digunakan. 2 jenis bahan yang sering digunakan
adalah ​thin film dan nanopartikel. ​Thin film adalah lapisan tipis yang berukuran
nano, yang paling sering digunakan pada SPR adalah Au dengan ketebalan sekitar
40-60nm (Rahman et al., 2017). Beberapa cara pembuatan film SPR adalah
dengan CVD(​Chemical Vapor Deposition)​ , PVD(​Physical Vapor Deposition​),
electroplating​, dan lain-lain. Jika ​thin film adalah sebuah lapisan, nanopartikel
adalah partikel berukuran nano yang disusun diatas permukaan sensor.
Partikel-partikel ini dapat menjadi penguat interaksi dengan analit karena pada
nanopartikel terjadi interaksi langsung dengan analit sedangkan pada ​thin film
6

dibutuhkan suatu reagen yang dapat berikatan dengan analit (​Gnedenko et al.​,
2015).
7

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode yang digunakan adalah studi literatur, yaitu dengan
mengumpulkan jurnal, artikel ilmiah, maupun skripsi. Literatur yang dikumpulkan
berkaitan dengan biosensor, performa lapisan biosensor spr, dan ​surface plasmon
resonance​.

3.2 Teknik Analisis Data


Pada penulisan karya ilmiah ini digunakan metode analisis komparasi,
yaitu membandingkan beberapa data. Keempat lapisan biosensor yaitu lapisan
emas, hibrida Au-MoS2-​Graphene​, lembaran tipis MoS2, ​graphene d​ ilapisi perak
dengan kromium dibandingkan berdasarkan sebelas aspek biosensor ideal (Bhalla,
2020) yang terdiri dari sensitivitas tinggi, selektivitas tinggi, respon cepat, dapat
mengirimkan banyak informasi sekaligus dan memiliki banyak ​sensing nodes,​
sekali pakai, waktu penyimpanan yang lama, mudah digunakan, harganya murah,
dapat diproduksi massal, dapat bekerja sendiri, dan QF (​quality factor​).
8

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari sebelas aspek biosensor ideal, kami membagi aspek tersebut menjadi
dua bagian yaitu aspek yang dipengaruhi oleh SPR dan aspek yang dipengaruhi
oleh lapisan penyusun biosensor.

4.1 Aspek Biosensor Ideal terkait SPR

4.1.1 Respon cepat

Respon cepat dari sebuah biosensor merupakan parameter yang sangat


penting agar alat diagnosis menjadi aktif digunakan pada masa pandemi (Xu et
al., 2017). Secara teoritis, sebagian besar transduser dalam sensor merespons
secara instan (<1 detik) terhadap stimulus yang diterapkan, seperti pada interaksi
biomolekul dengan permukaan sensor (Buerk, 2014) namun proses pengolahan
sinyal seperti ​noise reducing ​memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu,
desain dan peran rangkaian kondisional sinyal sangat penting untuk memastikan
waktu respons pengukuran yang cepat.

Proses pengujian sampel menggunakan SPR berlangsung kurang lebih 30


menit (Jonsson, 1991), jauh lebih singkat dibandingkan menggunakan PCR. Pada
pengujian menggunakan SPR, tidak diperlukan proses tambahan untuk
mengamplifikasi materi genetik dari dalam virus karena SPR dapat langsung
menangkap virus yang sesuai dengan bioreseptor dari SPR.

4.1.2 ​Multiplexing ​dan ​multisensing nodes

Pada proses deteksi suatu penyakit, deteksi dini terkadang sulit dilakukan
karena keterbatasan alat berbeda-beda. Terdapat alat yang sanggup mendeteksi
penyakit dengan jumlah sampel yang sedikit, namun terdapat pula alat yang hanya
dapat mendeteksi penyakit jika jumlah sampel memadai. Padahal deteksi dini
sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut, terutama pada suatu
pandemi seperti COVID-19. Untuk meningkatkan akurasi alat dalam proses
deteksi dini, SPR dapat memanfaatkan sifat ​multiplexing yang dapat mengirimkan
banyak informasi sekaligus sehingga memungkinkan untuk mendeteksi penyakit
secara cepat dan akurat. ​Multiplexing d​ apat dicapai dengan mengisolasi secara
fisik berbagai area permukaan sensor, yaitu setiap area terisolasi bertindak sebagai
sensor yang berdiri sendiri (Geißler et al., 2010).
9

Akan tetapi, peningkatan akurasi tersebut membutuhkan banyak sensing


nodes (Formisano et al., 2015) sehingga terdapat beberapa ​trade-off seperti
peningkatan ukuran dimensi fisik dan waktu komputasi sensor yang juga dapat
menyebabkan waktu respon yang lambat, peningkatan konsumsi daya, dan
ketidakefektifan biaya (Bhalla et al., 2020). Untuk memperkecil ​trade-off,​ SPR
dapat dikembangkan menjadi SPR ​multichannel berdasarkan arsitektur saluran
penginderaan serial dan pembagian panjang gelombang saluran penginderaan.
Teknologi sensor SPR ​multichannel menawarkan dua mode operasi: (i) semua
saluran penginderaan dapat difungsikan dan digunakan untuk mendeteksi analit
yang berbeda atau (ii) saluran penginderaan pada panjang gelombang yang
berbeda dapat dipasangkan untuk membedakan peristiwa pengikatan tertentu dari
latar belakang yang mengganggu fluktuasi indeks bias dan dengan demikian
memungkinkan ​biosensing yang lebih kuat. Fitur ini diharapkan sangat berguna
untuk mengembangkan ​biosensing​ SPR konvensional. (Dostálek, 2005).

4.1.3 Sekali pakai

Fakta bahwa virus pandemi mudah menular seperti pada COVID-19,


kebutuhan untuk sensor sekali pakai sangat penting untuk menghindari
kontaminasi dari sistem penginderaan. Cara paling umum untuk mengembangkan
sensor sekali pakai adalah dengan menggunakan pendekatan standar yaitu
merancang modul sensor dan pembacaan SPR secara terpisah. Dengan begitu
biosensor dapat dibuat hemat biaya dan dapat dibuang. Biosensor pada SPR dapat
digunakan berkali kali sehingga metode ini tidak memenuhi aspek sekali pakai. Di
sisi lain karena dapat digunakan berkali-kali, deteksi COVID-19 dengan SPR
menjadi lebih murah.

4.1.4 Waktu penyimpanan yang lama

Biosensor yang dikembangkan harus mudah digunakan dan masa pakainya


minimal 1 bulan (Bhalla et al., 2020). Jangka waktu SPR dapat digunakan sampai
saat ini belum diketahui (Obando et al., 2004), namun yang pasti SPR dapat
disimpan selama setidaknya satu bulan sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi
parameter ini.

4.1.5 Mudah digunakan

Kemudahan penggunaan dapat memungkinkan orang untuk menguji


sendiri dan mengambil keputusan yang diperlukan dan diinformasikan untuk
10

mengisolasi diri, yang akan memastikan bahwa penularan penyakit dapat dibatasi
dari sumbernya.

SPR kurang memenuhi parameter ini karena yang bisa menggunakan SPR
ialah tenaga ahli. Namun dibanding biosensor lain, SPR masih tergolong mudah
digunakan karena proses preparasi chip sensor tidak seluruhnya dilakukan di
laboratorium BSL3 (​biosafety level 3​) atau laboratorium dengan keamanan tinggi
sehingga memudahkan tenaga kesehatan dalam melakukan pengujian (Huynh et
al., 2020).

4.1.6 Dapat bekerja sendiri dan sambungan ke sistem ​healthcare

Biosensor diharapkan dapat bekerja sendiri dan langsung tersambung


dengan sistem ​healthcare untuk mengurangi kontak fisik di kala pandemi. Namun
sayang untuk SPR masih sangat perlu pihak lain baik pada tahap pengambilan
sampel hingga analisis hasil.

Sambungan dengan sistem ​healthcare tidak berkaitan dengan biosensor


namun berkaitan dengan sistem distribusi hasil pendeteksian. Diharapkan terdapat
sistem ​healthcare ​yang mengurangi interaksi tiap individu. Misal hasil deteksi
dapat dikirimkan melalui aplikasi ponsel. Lalu secara pusat (pemerintah maupun
institusi kesehatan) dapat melakukan ​tracking s​ ecara jelas terkait individu yang
terkena kasus positif. Sistem ini dapat menjadikan pertimbangan yang cepat dan
akurat oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan (misal ​lockdown w ​ ilayah
tertentu) (Ferretti, 2020).

4.2 Aspek yang Terpengaruh oleh Lapisan pada SPR

4.2.1 Sensitivitas tinggi

Sensitivitas tinggi mencakup afinitas dan spesifitas ​probe ​target dalam


monolayer yang menentukan pengikatan dari suatu analit ke bagian permukaan
biosensor (Chaki et al., 2002). Lapisan SPR sangat mempengaruhi sensitivitas
karena merupakan lapisan biosensor adalah bagian yang berinteraksi langsung
dengan reagen.

Lapisan ​graphene memiliki sensitivitas tertinggi ketika jumlah total


lapisan ​graphene yang diendapkan pada substrat penginderaan SPR logam (50
nm) lebih besar dari 10 (Zeng et al., 2015). Bahkan dengan ketebalan tersebut
sensitivitas biosensor hanya meningkat sekitar 1,25-2 kali lipat (Choi et al.,
2011). Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh absorpsi optik rendah (∼2,3%) dari
graphene (Nair et al., 2008) sehingga tidak mampu menyerap energi yang cukup
11

untuk mendorong proses eksitasi dari transfer muatan yang efisien antara
graphene​ dan lapisan logam.

Gambar 2​ Perbandingan lapisan ​graphene ​dan emas, dengan (a) sensitivitas


pencitraan puncak saat jumlah lapisan ​graphene​ meningkat (b) regresi linier
antara reflektansi dan indeks bias pengikat analit (Choi et al., 2011)

Gambar 2(a) ​menunjukkan penurunan eksponensial dari sensitivitas


pencitraan puncak akibat sudut resonansi yang lebih tinggi dan kurva SPR yang
lebih luas dan dangkal. Meskipun penurunan sensitivitas pencitraan tersebut tidak
dapat dihindari, dapat dilihat bahwa lapisan ​graphene ​dapat memberikan
sensitivitas yang luar biasa yaitu 2,1 kali lebih besar dari sensitivitas tertinggi.
Untuk substrat emas konvensional, garis putus-putus menunjukkan sensitivitas
pencitraan tertinggi 0,68 yang diperoleh dari substrat SPR berbasis film emas
konvensional.

Gambar 2(b) menunjukkan bahwa, untuk substrat emas konvensional,


perubahan reflektansi maksimum adalah 0,012 sedangkan kontras substrat
graphene-​perak diperoleh menjadi 0,043. Dengan menggunakan analisis regresi
linier, koefisien korelasi bernilai R = 0,9999 untuk semua substrat. Dengan kata
lain, pergeseran reflektansi sepenuhnya linier pada rentang luas reaksi hibridisasi
DNA. Lebih penting lagi, substrat ​graphene-​ perak menyajikan sensitivitas
pencitraan kira-kira tiga kali lebih besar daripada substrat emas konvensional.

Sensitivitas lapisan Au terbatas karena kemampuan emas untuk mengikat


biomolekul lemah (Rahman et al., 2017). Karena itu emas banyak mengalami
perkembangan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya seperti dengan cara
menggunakan nanopartikel dan lubang nano, dan ​biomolecular recognition
elements (BRE) (​Verma et al.​, 2015). ​Salah satu BRE yang dapat digunakan
adalah TMDC (​transition-metal dichalcogenide)​ yaitu molekul gabungan antara
metal transisi dengan elemen golongan oksigen seperti MoS2.
12

MoS2 memiliki ​band gap dan efisiensi yang lebih besar dibandingkan
graphene.​ MoS2 bersifat hidrofobik dan menunjukkan afinitas tinggi terhadap
adsorpsi protein. Luas permukaan yang besar dan keberadaan atom belerang
bebas adalah fitur khas MoS2, yang menjadikannya bahan potensial untuk
dikembangkan menjadi ​biosensing interface (​ ​Kaushik et al.​, 2019). Ketika lapisan
MoS2 diendapkan pada lapisan logam tipis, kopling yang kuat dapat diinduksi
pada permukaan MoS2. Karena transfer muatan terjadi dengan efektif dan
terdapat peningkatan medan listrik yang besar, sensitivitas SPR meningkat. Pada
percobaan yang dilakukan dengan membandingkan kinerja sebuah logam Ag dan
Ag/MoS2, MoS2 terbukti meningkatkan stabilitas dan sensitivitas SPR hingga
125%. (​Nurrohman​ et al.​, 2020).

Untuk menggabungkan keunggulan MoS2 dan Graphene, dibuatlah


hibrida Au-MoS2-​Graphene​. Penyerapan optik rendah dari ​graphene dapat diatasi
dengan menambahkan monolayer MoS2 yang penyerapan optiknya sekitar 2 kali
lipat ​graphene.​ ​Graphene juga dapat berfungsi sebagai pelindung untuk mencegah
adanya reaksi antara MoS2 dengan lingkungannya agar performa MoS2 tidak
menurun. Tidak hanya itu, ​graphene juga berperan sebagai lapisan biokompatibel
yang mengikat berbagai biomolekul (Rahman et al., 2017). Fungsi kerja Au lebih
besar dibandingkan MoS2 dan ​graphene sehingga seluruh elektron dapat
ditransfer dengan baik melewati setiap lapisan. Karena itu dapat dihasilkan medan
listrik yang lebih besar sehingga menghasilkan peningkatan sensitivitas (Zeng et
al., 2015). Setelah diuji, didapat sensitivitas tertinggi 6126,25nm/RIU dengan
menggunakan 3 lapis MoS2 dan 1 lapis ​graphene.​ Ini lebih tinggi 135% daripada
sensitivitas dari lapisan MoS2(​Yu​ et al.​, 2020).

4.2.2 Selektivitas tinggi

Selektivitas merupakan kemampuan sebuah biosensor secara eksklusif


mendeteksi kehadiran sebuah analit di tengah adanya analit dan kontaminan
homolog (Bhalla et al., 2020). Selektivitas yang baik biasanya dicapai dengan
memastikan bahwa lapisan tunggal ​probe ​yang menargetkan ​biomarker yang
dipilih pada analit tidak dapat bergerak secara optimal pada permukaan sensor
(Formisano et al., 2015).

Efisiensi MoS2 untuk menyerap radiasi emisi pada berbagai panjang


gelombang serta kemampuannya untuk berinteraksi secara khusus dengan entitas
biologis tertentu membuatnya cocok untuk bertindak sebagai biosensor. MoS2
berukuran kuantum dapat langsung digunakan sebagai ​probe penginderaan karena
fluoresensi yang baik. DNA adalah salah satu biomolekul yang paling banyak
dilaporkan dapat dideteksi oleh MoS2 dengan selektivitas dan sensitivitas tinggi
(Barua et al., 2017).
13

Pada ​graphene,​ permukaannya dapat mendeteksi senyawa aromatik


melalui ikatan pi secara selektif dan ini akan membantu seseorang untuk dapat
mempelajari eksperimen yang menantang seperti interaksi DNA dengan protein
pada kondisi encer yang ekstrim (Wu et al., 2010). Ini dapat dimanfaatkan untuk
menguji sampel yang sangat sedikit seperti sampel DNA pada tes ​swab.​ Selain
mengandalkan selektivitas material, modifikasi lapisan juga dapat dilakukan.
Dalam penelitian Yu dkk., pyrene-1-boronic acid (PBA) yang dapat mengikat
glukosa secara spesifik digabungkan dengan hibrida Au-MoS2-​Graphene yang
sifat fotoelektriknya baik menghasilkan kenaikan selektivitas (Yu et al., 2020).
Modifikasi ini dapat dilakukan untuk pengujian berbagai macam molekul asalkan
tersedia reagen yang dapat mengikat molekul secara spesifik.

4.2.3 Harganya murah

Efektivitas biaya biosensor terlihat dalam keterjangkauannya (Han et al.,


2020). Harga mesin SPR sendiri memang cukup mahal terutama karena
ukurannya yang besar, berat, konsumsi daya, dan kompleksitas (Piliarik et al.,
2009). Namun material penyusun lapisan SPR juga dapat mempengaruhi biaya
produksi dari SPR.

Graphene sering dipakai sebagai lapisan biosensor disebabkan biaya lebih


murah dibandingkan emas dan perak. (Verma et al., 2011). Harga MoS2 di
pasaran cenderung lebih mahal apabila dibandingkan dengan monolayer lain
seperti emas, perak, maupun ​graphene.​ ​Hibrida Au-MoS2-​Graphene dibuat dari
gabungan 3 komponen. Jika dihitung, total biaya untuk harga komponen dan
pembuatan hibrida Au-MoS2-​graphenen​ ya menjadi lebih mahal daripada ketiga
sensor sebelumnya.

4.2.4 Dapat diproduksi massal.

Selama pandemi, ada permintaan mendesak dan besar untuk biosensor


yang dapat mendeteksi penyakit yang menyebar dengan cepat secara akurat dan
cepat. Jumlah biosensor yang tidak mencukupi dapat berdampak pada kurangnya
jumlah pasien yang dideteksi sehingga menghambat ​tracking ​dari pandemi. SPR
terutama bagian lapisannya harus memenuhi parameter kemudahan produksi
untuk menjadi biosensor yang ideal.

Produksi lapisan ​graphene pada permukaan logam dapat


diimplementasikan dengan dua pendekatan (Wintterlin et al., 2009) yaitu
pemisahan karbon terlarut massal ke permukaan dan dekomposisi permukaan
molekul yang mengandung karbon. Tantangan saat pembuatan lapisan
14

graphene-​ perak ialah mencegah perak teroksidasi karena oksidasi dapat


menyebabkan penurunan sensitivitas (sifat perak yang cenderung mudah
teroksidasi) (Choi et al., 2011).

Terdapat penelitian tentang metode alternatif yaitu pembuatan


graphene-on-gold dengan mengeksfoliasi lapisan graphene dari ​highly oriented
pyrolytic graphite (HOPG) atau teknik pencetakan transfer dan proses
pengelupasan mekanis (Song et al., 2009). Dengan metode tersebut, lapisan
graphene dapat melekat erat ke media lain di area yang luas. Untuk saat ini belum
terdapat penelitian tentang penerapan metode tersebut ke ​graphene-p​ erak, namun
kemungkinan besar dapat diterapkan (Choi et al., 2011).

MoS2 secara alami ditemukan sebagai molibdenit, mineral kristal, atau


jordisit, suatu bentuk molibdenit suhu rendah yang langka. Bijih molibdenit
diproses dengan pengapungan untuk menghasilkan MoS2. MoS2 sendiri sudah
banyak diproduksi sebagai salah satu pelumas dan bahan dalam aplikasi
elektronik (Murphy et al., 1995).

Hibrida Au-MoS2-​Graphene dibuat dengan menempelkan tiap lapisan


satu per satu. Proses pembuatan hibrida ini terangkum dalam ​gambar 3​. Pertama
monolayer CVD MoS2 dipisahkan dari substrat. Karena substrat bersifat
hidrofobik, substrat akan terpisah setelah MoS2 direndam dalam air deionisasi.
kemudian MoS2 dilapisi dengan kertas filter lalu dipotong sesuai ukuran yang
diinginkan. Setelah ukurannya sesuai, kertas filter dilepas dengan cara merendam
MoS2 dalam air deionisasi lagi. Lalu MoS2 dikeringkan di oven dan ditempelkan
dengan lapisan Au. Keduanya dipanaskan dalam oven untuk membuat ikatan van
der Waals antara Au-S. Penutup ​polystyrene dibiarkan larut dengan merendam
Au-MoS2 dalam toluen. Setelah lapisan Au-MoS2 jadi, ​graphene dapat
ditempelkan di atas MoS2 dengan cara yang sama(Yu et al., 2020). Proses ini
cukup mudah, tapi memakan waktu terutama untuk menunggu larutnya penutup
polystyrene​ dalam toluen.
15

Gambar 3​ (a) Proses pembuatan lapisan Au-MoS2 (b) Proses pembuatan lapisan
Au-MoS2-​Graphene

4.2.5 QF (​quality factor​)

Parameter kinerja utama sensor SPR dikarakterisasi berdasarkan


sensitivitasnya, akurasi pendeteksian, dan ​quality factor​. Sensor yang baik harus
memiliki sensitivitas tinggi secara bersamaan, akurasi deteksi tinggi dan faktor
kualitas tinggi (Verma et al., 2014).

Sensitivitas (S) didefinisikan sebagai rasio pergeseran sudut kejadian SPR


(Δθ ᵣ ) terhadap perubahan indeks bias dalam media penginderaan (Δn ).
Dalam referensi, diasumsikan Δn = 0,07. Satuan sensitivitas dapat dinyatakan
sebagai deg/RIU. Secara matematis, sensitivitas dapat diberikan oleh persamaan
(Hossain, 2016) :
16

Faktor kualitas dari sensor yang diusulkan bergantung pada sensitivitas


dan lebar kurva spektral SPR, yang diberikan oleh (Verma et al., 2015) :

Hasil perhitungan QF dari keempat lapisan yang dipilih terdapat pada


tabel 2​. Au-MoS2-​Graphene​ unggul dibanding lapisan lain.

Tabel 2​ Perbandingan Nilai ​Quality Factor​ (Rahman et al., 2017)

Lapisan Panjang S (deg/RIU) Rmin QF (RIU-1)


gelombang

MOS2 633 81,6 7,63×10^(–4) 3,44

Emas yang ditutup 680 9,56 - 2,31


dengan lapisan
aluminium tipis

Graphene​ Perak 633 68,03 6,2×10^(–2) 9,691

Au-MoS2- 633 89,29 2,5×10^(–3) 13,13


Graphene

Pada ​tabel 2 ​digunakan nilai QF emas yang ditutup lapisan aluminium


tipis yang berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas emas. Namun sensitivitas
emas masih lebih rendah dibandingkan lapisan lain walaupun sudah dilapisi
aluminium.

4.3 Analisis Keseluruhan

Berikut merupakan hasil analisis dari 4.1 dan 4.2 secara ringkas disajikan
pada ​tabel 3 yaitu ringkasan performa SPR maupun masing-masing lapisan
terhadap setiap aspek biosensor ideal.
17

Tabel 3​ Perbandingan Keseluruhan

Jenis lapisan
Aspek
Au hibrida MoS2 Graphene
Au-MoS2-​Gra dilapisi perak
phene dengan
kromium

Respon cepat Proses pengujian sampel menggunakan SPR berlangsung


kurang lebih 30 menit, jauh lebih singkat dibandingkan
menggunakan PCR.

Multiplexing Dapat dicapai dengan mengisolasi secara fisik berbagai area


dan ​multi permukaan sensor. Lalu sedang dikembangkan SPR
sensing nodes multichannel.​

Sekali pakai Biosensor SPR digunakan berkali-kali.

Waktu Jangka waktu penyimpanan SPR belum diketahui namun


penyimpanan memenuhi aspek minimal yaitu lebih dari satu bulan.
yang lama

Mudah SPR masih tergolong mudah digunakan karena proses preparasi


digunakan chip sensor tidak seluruhnya dilakukan di laboratorium BSL3
(​biosafety level​ 3).

Automasi Masih memerlukan pihak lain baik untuk tahap pengambilan


sampel maupun pengolahan hasil.

Sensitivitas 9,56 89,29 81,6 6,03

Selektivitas - Membutuhkan Paling selektif Baik


reagen untuk DNA
tambahan

Kemudahan Mudah Mudah, tapi Mudah Cukup sulit


scale up butuh waktu

Harga lapisan Mahal Paling mahal Mahal Paling murah

QF 2,31 13,13 3,44 9,691

Dari ​tabel 3 dapat dilihat bahwa lapisan Au-MoS2-​Graphene dan


graphene unggul pada dua aspek. Au-MoS2-​Graphene unggul pada aspek
sensitivitas dan QF, sementara ​graphene ​unggul pada aspek selektivitas serta
18

harga lapisan. Menurut Verma et al. dan Bhalla, et al., aspek terpenting dari suatu
biosensor adalah sensitivitas. Sensitivitas sangat penting dibandingkan
aspek-aspek lain karena jika biosensor tidak sensitif, akurasi deteksi akan
berkurang. Jika hasil yang didapatkan salah, bisa terjadi kasus ​false negative​.
Kejadian ini dapat mengancam kesehatan masyarakat luas karena orang yang
sudah melakukan tes deteksi penyakit akan berperilaku sesuai hasil yang didapat
dari tes. Jika seseorang menderita COVID-19, tapi ia mendapat hasil negatif
karena alat deteksi yang digunakan kurang sensitif, orang tersebut akan merasa
aman karena ia tidak merasa membawa virus dan masih bisa berkeliaran padahal
seharusnya ia melakukan isolasi mandiri. Jika kesalahan deteksi terjadi dalam
skala besar, pemerintah dapat mengambil kesalahan besar seperti membuka PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) padahal masih banyak orang sakit yang
penyakitnya tidak terdeteksi dengan benar. Karena sensitivitas
Au-MoS2-​Graphene lebih tinggi dibandingkan yang lapisan lain, dapat
disimpulkan bahwa Au-MoS2-​Graphene​ merupakan lapisan biosensor terbaik.
19

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh dan pembahasan yang telah dilakukan
didapatkan kesimpulan:
1) Surface Plasmon Resonance m ​ emiliki performa yang baik sebagai
biosensor untuk pandemi terutama COVID-19 karena memenuhi aspek
respon cepat, dapat mengirimkan banyak informasi sekaligus dan memiliki
banyak sensing nodes, sekali pakai, dan waktu penyimpanan yang lama.
Akan tetapi, tidak memenuhi aspek mudah digunakan, dapat bekerja
sendiri, dan sambungan ke sistem ​healthcare.​
2) Karena sensitivitas dan QF Au-MoS2-​Graphene lebih tinggi dibandingkan
yang lapisan lain, dapat disimpulkan bahwa Au-MoS2-​Graphene
merupakan lapisan biosensor SPR terbaik.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang didapat, penelitian ini masih dapat dikembangkan
lebih lanjut dengan mempertimbangkan:
1) Ketebalan lapisan, sangat disarankan untuk meneliti mengenai pengaruh
ketebalan lapisan pada sensitivitas.
2) Jurnal SPR yang didapat untuk analisis lapisan biosensor tidak ditujukan
untuk COVID-19 sehingga masih dibutuhkan penelitian SPR yang khusus
untuk COVID-19.
3) Penelitian ini hanya studi literatur, karena itu dibutuhkan pengujian
langsung terhadap teori yang sudah didapat.
20

DAFTAR PUSTAKA

Bhalla, N., Pan, Y., Yang, Z., & Payam, A. F. (2020). Opportunities and
challenges for biosensors and nanoscale analytical tools for pandemics:
COVID-19. ACS nano, 14(7), 7783-7807.Barua, S., Dutta, H. S., Gogoi,
S., Devi, R., & Khan, R. (2017). Nanostructured MoS2-based advanced
biosensors: a review. ​ACS Applied Nano Materials,​ ​1(​ 1), 2-25.

Buerk, D. G. (2014). Biosensors: Theory and applications. Crc Press.


Chaki, N. K., & Vijayamohanan, K. (2002). Self-assembled monolayers as a
tunable platform for biosensor applications. Biosensors and
Bioelectronics, 17(1-2), 1-12.
Choi, S. H., Kim, Y. L., & Byun, K. M. (2011). Graphene-on-silver substrates for
sensitive surface plasmon resonance imaging biosensors. Optics express,
19(2), 458-466.
Dostálek, J., Vaisocherová, H., & Homola, J. (2005). Multichannel surface
plasmon resonance biosensor with wavelength division multiplexing.
Sensors and Actuators B: Chemical, 108(1-2), 758-764.
Ferretti, L., Wymant, C., Kendall, M., Zhao, L., Nurtay, A., Abeler-Dörner, L., ...
& Fraser, C. (2020). Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests
epidemic control with digital contact tracing. Science, 368(6491).
Formisano, N., Bhalla, N., Wong, L. C., Di Lorenzo, M., Pula, G., & Estrela, P.
(2015). Multimodal electrochemical and nanoplasmonic biosensors using
ferrocene-crowned nanoparticles for kinase drug discovery applications.
Electrochemistry Communications, 57, 70-73.
Formisano, N., Jolly, P., Bhalla, N., Cromhout, M., Flanagan, S. P., Fogel, R., ...
& Estrela, P. (2015). Optimisation of an electrochemical impedance
spectroscopy aptasensor by exploiting quartz crystal microbalance with
dissipation signals. Sensors and Actuators B: Chemical, 220, 369-375.
Geißler, D., Charbonnière, L. J., Ziessel, R. F., Butlin, N. G., Löhmannsröben, H.
G., & Hildebrandt, N. (2010). Quantum dot biosensors for ultrasensitive
multiplexed diagnostics. Angewandte Chemie International Edition, 49(8),
1396-1401.
Gnedenko, O. V., Mezentsev, Y. V., Molnar, A. A., Lisitsa, A. V., Ivanov, A. S.,
& Archakov, A. I. (2013). Highly sensitive detection of human cardiac
myoglobin using a reverse sandwich immunoassay with a gold
nanoparticle-enhanced surface plasmon resonance biosensor. ​Analytica
chimica acta​, ​759​, 105-109.
Han, Y. D., Chun, H. J., & Yoon, H. C. (2020). Low-cost Point-of-Care
Biosensors Using Common Electronic Components as Transducers.
BioChip Journal, 1-16.
21

Homola, J., Yee, S. S., & Gauglitz, G. (1999). Surface plasmon resonance
sensors. Sensors and actuators B: Chemical, 54(1-2), 3-15.
Hossain, M., & Rana, M. (2016). Graphene coated high sensitive surface plasmon
resonance biosensor for sensing DNA hybridization. Sensor Letters, 14(2),
145-152.
Huynh, H. T., Gotthard, G., Terras, J., Aboudharam, G., Drancourt, M., &
Chabrière, E. (2015). Surface plasmon resonance imaging of pathogens:
the Yersinia pestis paradigm. BMC research notes, 8(1), 1-8.
Jonsson, U., Fagerstam, L., Ivarsson, B., Johnsson, B., Karlsson, R., Lundh, K., ...
& Sjolander, S. (1991). Real-time biospecific interaction analysis using
surface plasmon resonance and a sensor chip technology. Biotechniques,
11(5), 620-627.
Kaur, H., Bhosale, A., & Shrivastav, S. (2018). Biosensors: Classification,
Fundamental Characterization and New Trends: A Review. ​International
Journal of Health Sciences and Research,​ ​8(​ 6), 315-333.
Madriz, L., & Vargas, R. (2018). Key aspects of surface plasmon resonance
spectroscopy for analytical chemistry applications. ​Journal of Analytical
& Pharmaceutical Research,​ ​7(​ 4).
Mehrotra, P. (2016). Biosensors and their applications–A review. Journal of oral
biology and craniofacial research, 6(2), 153-159.
Murphy, Donald W.; Interrante, Leonard V.; Kaner; Mansuktto (1995).
Metathetical Precursor Route to Molybdenum Disulfide​. Inorganic
Syntheses. 30. pp. 33–37. ​doi​:​10.1002/9780470132616.ch8

Nair, R. R., Blake, P., Grigorenko, A. N., Novoselov, K. S., Booth, T. J., Stauber,
T., ... & Geim, A. K. (2008). Fine structure constant defines visual
transparency of graphene. Science, 320(5881), 1308-1308.
Obando, L. A., Gentleman, D. J., Holloway, J. R., & Booksh, K. S. (2004).
Manufacture of robust surface plasmon resonance fiber optic based
dip-probes. Sensors and Actuators B: Chemical, 100(3), 439-449.
Piliarik, M., Vala, M., Tichý, I., & Homola, J. (2009). Compact and low-cost
biosensor based on novel approach to spectroscopy of surface plasmons.
Biosensors and Bioelectronics, 24(12), 3430-3435.
Rahman, M. S., Anower, M. S., Hasan, M. R., Hossain, M. B., & Haque, M. I.
(2017). Design and numerical analysis of highly sensitive
Au-MoS2-graphene based hybrid surface plasmon resonance biosensor.
Optics Communications,​ ​396,​ 36-43.
Song, L., Ci, L., Gao, W., & Ajayan, P. M. (2009). Transfer printing of graphene
using gold film. ACS nano, 3(6), 1353-1356.
22

Wang, B., Barahona, M., & Buck, M. (2013). A modular cell-based biosensor
using engineered genetic logic circuits to detect and integrate multiple
environmental signals. Biosensors and Bioelectronics, 40(1), 368-376.
Wintterlin, J., & Bocquet, M. L. (2009). Graphene on metal surfaces. Surface
Science, 603(10-12), 1841-1852.
Wu, L., Chu, H. S., Koh, W. S., & Li, E. P. (2010). Highly sensitive graphene
biosensors based on surface plasmon resonance. Optics express, 18(14),
14395-14400.
Wulandari, C. (2019). ​PERFORMA SENSOR BERBASIS SURFACE PLASMON
RESONANCE (SPR) KONFIGURASI KRETSCHMANN DENGAN FILM
TIPIS EMAS UNTUK DETEKSI GULA DARAH (Doctoral dissertation,
Universitas Pendidikan Indonesia)
Verma, A., Prakash, A., & Tripathi, R. (2015). Sensitivity enhancement of surface
plasmon resonance biosensor using graphene and air gap. ​Optics
communications​, ​357​, 106-112.
Xu, S., Zhan, J., Man, B., Jiang, S., Yue, W., Gao, S., ... & Zhou, Y. (2017).
Real-time reliable determination of binding kinetics of DNA hybridization
using a multi-channel graphene biosensor. Nature communications, 8,
14902.
Yu, H., Chong, Y., Zhang, P., Ma, J., & Li, D. (2020). A D-shaped fiber SPR
sensor with a composite nanostructure of MoS2-graphene for glucose
detection. ​Talanta,​ ​219,​ 121324.
Zeng, S., Hu, S., Xia, J., Anderson, T., Dinh, X. Q., Meng, X. M., ... & Yong, K.
T. (2015). Graphene–MoS2 hybrid nanostructures enhanced surface
plasmon resonance biosensors. Sensors and Actuators B: Chemical, 207,
801-810.
23

LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pembimbing
A. Identitas Diri Ketua

1 Nama Lengkap Andjani Widya Hemasita


2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Teknik Biomedis
4 NIM 18318030
5 Tempat dan Tanggal Lahir Semarang, 8 Maret 2000
6 Alamat E-mail 18318030@std.stei.itb.ac.id
7 Nomor Telepon/HP 083838715725

B. Penghargaan Yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah ​ISOTERM 2021​.

Semarang, 12 Desember 2020


Ketua Tim,

Andjani Widya Hemasita


18318030
24

A. Identitas Diri Anggota 1

1 Nama Lengkap Aisya Nur Kamila


2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Teknik Biomedis
4 NIM 18318037
5 Tempat dan Tanggal Lahir Semarang, 29 Oktober 2002
6 Alamat E-mail 18318037@std.stei.itb.ac.id
7 Nomor Telepon/HP 081357149215

B. Penghargaan Yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah ​ISOTERM 2021​.

Kediri, 12 Desember 2020


Anggota Tim,

Aisya Nur Kamila


18318037
25

A. Identitas Diri Anggota 2

1 Nama Lengkap Rifda Almira Firdausi


2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Teknik Biomedis
4 NIM 18318043
5 Tempat dan Tanggal Lahir Jember, 13 Juni 2000
6 Alamat E-mail 18318043@std.stei.itb.ac.id
7 Nomor Telepon/HP 081394108220

B. Penghargaan Yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah ​ISOTERM 2021​.

Bandung, 12 Desember 2020


Anggota Tim,

Rifda Almira Firdausi


18318043
26

A. Identitas Diri Dosen Pendamping


1 Nama Lengkap (dengan gelar) Astri Handayani, S.T., M.T.
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Teknik Biomedis
4 NIP/NIDN 198208112015042001
5 Tempat dan Tanggal Lahir Bandung, 11 Agustus 1982
6 Alamat E-mail a.handayani@ieee.org
7 Nomor Telepon/HP 082219353747

B. Riwayat Pendidikan
Gelar Akademik Sarjana Magister Doktoral
Nama Institusi ITB ITB
Jurusan/Prodi Teknik Elektro Teknik Elektro
Tahun Masuk-Lulus 2004 2006

C. Rekam Jejak Tri Dharma PT


C.1. Pendidikan/Pengajaran
No Nama Mata Kuliah Wajib/Pilihan SKS
1 EB4006 Pencitraan Biomedika Pilihan 3
2 EB3206 Pengolahan Citra Biomedika Wajib 3
3 EB3102 Pengolahan Sinyal Wajib 3
Biomedika
4 EB2001 Dasar Teknik Biomedis Wajib 2

C.2. Penelitian
No Judul Penelitian Penyandang Dana Tahun
Validasi Sistem Machine Learning
1 Berskala Besar untuk Diagnosis ITB 2020
Berbantukan Komputer
Pengembangan Prototip Sistem
Machine Learning Berskala Besar
2 ITB 2019
untuk Diagnosis Berbantukan
Komputer
Pengembangan Prototip Sistem
Machine Learning Berskala Besar
3 ITB 2018
untuk Diagnosis Berbantukan
Komputer
27

C.3. Pengabdian Kepada Masyarakat


No Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Penyandang Dana Tahun
Pengembangan Sistem Deteksi
1 Covid-19 Berbasis Analisis Citra BPPT 2020
X-ray dan CT-scan
Validasi Klinis Sistem Deteksi
2 Covid-19 Berbasis Analisis Citra BPPT 2020
X-ray dan CT-Scan

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah ​ISOTERM 2021​.

Bandung, 12 Desember 2020


Dosen Pendamping,

Astri Handayani, S.T., M.T.


(NIP. 198208112015042001)

Anda mungkin juga menyukai