Anda di halaman 1dari 32

KEGIATAN PEMBELAJARAN 3

TEKNIK ASEPTIS DAN INOKULASI

A. Tujuan
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini peserta diklat dapat :
a. Menjelaskan prinsip dan tujuan sterilisasi
b. Melakukan sterilisasi ruangan, peralatan, dan media
c. Menjelaskan prinsip dan tujuan inokulasi dan isolasi
d. Melakukan inokulasi dan isolasi mikroba

B. Uraian Materi

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), aseptik adalah


bebas dari infeksi. Aseptik adalah keadaan bebas dari
mikroorganisme penyebab penyakit. Teknik aseptik/asepsis adalah
segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada
permukaan benda hidup atau benda mati. Tindakan ini meliputi
antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi. Bahan yang digunakan dalam
teknik aseptik disebut antiseptik. Antiseptik adalah bahan yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, ada yang bersifat
sporosidal (membunuh spora) dan non sporosidal, digunakan pada
jaringan hidup khusus,yaitu kulit dan selaput lendir. Antiseptik harus
dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang dapat membunuh
mikroorganisme di dalam tubuh atau dengan desinfektan yang
digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada
benda mati.

1. Sterilisasi

1
Sterilisasi ialah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau
bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan, terutama
mikroorganisme. Istilah steril tidak menggambarkan suatu bahan
mutlak steril namun lebih tepatnya hampir tidak terdapat kehidupan
karena steril tidak dapat dipastikan. Secara teoretis dampak sterilisasi
terhadap jumlah mikroorganisme yang homogen yaitu akan
mematikannya secara eksponensial dengan kecepatan yang
seragam.

Dalam praktek sterilisasi alat-alat atau medium dapat dikerjakan


secara mekanik (misalnya secara penyaringan), secara kimia
(misalnya dengan disinfektan) ataupun secara fisik (misalnya dengan
pemanasan, sinar ultra violet, sinar X dan lain-lain). Cara sterilisasi
yang dipakai tergantung pada macamnya bahan dan sifat bahan yang
disterilkan (ketahanan terhadap panas; bentuk bahan yang disterilkan:
padat, cair atau berbentuk gas).

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara


mekanik, fisik dan kimiawi. Pemilihan mekanisme sterilisasi yang
dilakukan hendaknya disesuaikan dengan sifat bahan yang akan
disterilkan.

a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi)


Sterilisasi secara mekanik menggunakan suatu saringan yang berpori
sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga mikroba tertahan
pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan
yang peka panas, yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi
akan mengalami perubahan atau penguraian misalnya larutan enzim
dan antibiotik. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah
melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini
adalah mikroba).

2
Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui
suatu bahan penyaring yang memilki pori-pori cukup kecil untuk
menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan
tercemar sedangkan cairan atau gas yang melaluinya akan steril.
Saringan yang umum dipakai tidak dapat menahan virus. Oleh karena
itu, setelah proses penyaringan medium masih harus dipanaskan
dalam autoklaf. Penyaringan dilakukan untuk mensterilkan substansi
yang peka tehadap panas seperti serum, enzim, toksin kuman, ekstrak
sel dan lain-lain.

Gambar 1. Disposable filter cup unit

Salah satu contoh alat untuk filtrasi mikroorganisme adalah disposable


filter cup unit. Alat ini bekerja menyaring mikroorganisme dengan
bantuan penyedotan dengan pompa vakum. Alat ini memiliki kapasitas
15 – 1000 mL. Selain itu terdapat juga syringe filter. Prinsip kerja
syringe filter hampir sama seperti jarum suntik, ditekan untuk
menyaring larutan. Alat ini memiliki volume 1 – 20 mL.

3
Gambar 2. Syringe filter

b. Sterilisasi secara fisik


Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan, getaran,
radiasi, filtrasi & penyinaran dengan sinar matahari.

1. Pemanasan
Sterilisasi dengan menggunakan panas paling tepat diterapkan pada
alat yang tahan terhadap panas akan tetapi alat atau bahan yang
sensitif terhadap kelembaban dapat disterilisasi dengan metode panas
kering pada suhu 160 – 1800C. Sedangkan alat yang tahan terhadap
kelembaban yang rendah dapat disterilisasi pada suhu 121–1340C.

Keuntungan dari sterilisasi dengan panas adalah menginaktivasi


mikroba yang pertumbuhannya bergantung pada suhu, waktu dan
ketersediaan air. Berikut ini adalah metode sterilisasi dengan
menggunakan pemanasan:
1). Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara
langsung, contoh alat : jarum ose, pinset, batang L, dll.

4
Gambar 3. Pemijaran jarum ose

2). Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi


panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya
Erlenmeyer, tabung reaksi dll.
3). Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak
terjadi dehidrasi.
4). Uap air panas bertekanan : menggunakan autoklaf

5
Gambar 4. Autoklaf

Autoklaf merupakan bejana yang dapat ditutup, yang diisi dengan uap
panas dengan tekanan tinggi sedangkan suhu di dalamnya dapat
mencapai 115 - 1250C dan tekanan uapnya berkisar antara 2-4 atm.
Alat tersebut merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi
dengan uap jenuh bebas udara dan dipertahankan pada suhu serta
tekanan yang telah ditentukan selama periode waktu yang
dikehendaki. Kondisi yang baik untuk digunakan sterilisasi pada suhu
1210C tekanan 15 psi selama 15 menit. Sterilisasi dengan autoklaf
dinilai paling efektif dibandingkan metode sterilisasi yang lain. Uap
panas di dalam autoklaf memiliki daya penetrasi yang lebih besar
daripada udara kering karena dapat melembabkan spora (kelembaban
sangat penting pada koagulasi protein) sehingga sterilisasi dengan
autoklaf dapat membunuh bakteri, spora, dan bentuk vegetatifnya.
Kondensasi uap pada permukaan benda yang dingin mampu
melepaskan panas laten. Selain itu, autoklaf membutuhkan waktu
yang lebih pendek daripada oven udara panas. Kekurangan dari
autoklaf adalah alat dan kain pembungkusnya akan basah, udara

6
yang terjebak dapat mengurangi efisiensi, dan membutuhkan waktu
pendinginan yang lama. Media atau bahan yang tidak boleh disterilkan
dengan autoklaf adalah bahan yang tidak tahan panas (serum,
vitamin, antibiotik), pelarut organik, buffer dengan kandungan deterjen
seperti SDS.

2. Radiasi
Sterilisasi secara radiasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
secara ionisasi dan non-ionisasi. Radiasi secara non-ionisasi memiliki
daya penetrasi yang rendah sedangkan secara ionisasi memiliki
energi yang tinggi dan berdaya penetrasi tinggi. Radiasi dengan
metode ini tidak menimbulkan panas sehingga disebut “sterilisasi
dingin”. Di negara Eropa, buah dan sayuran dikenakan proses radiasi
untuk meningkatkan daya simpannya hingga 500%.

Kisaran panjang gelombang sinar UV yang digunakan untuk radiasi


non-ionisasi berada pada 200-280 nm, paling efektif terletak pada 260
nm. Mikroba seperti bakteri, virus dan yeast yang terkena sinar UV
akan terinaktivasi dalam hitungan detik. Metode ini disebut proses
desinfeksi permukaan karena sinar UV tidak mampu membunuh
spora. Kelemahan dari radiasi ini adalah waktu pakai yang terbatas
dari lampu UV, sinarnya bersifat merusak terhadap kulit dan mata dan
tidak mampu menembus gelas, plastik atau kertas.

Sterilisasi dengan radiasi ionisasi terdiri dari metode yaitu penyinaran


elektron dan gelombang elektromagnetik. sinar elektron digunakan
untuk mensterilisasi alat-alat seperti jarum suntik, sarung tangan, dan
produk-produk farmasi. Sterilisasi dengan metode ini hanya
berlangsung beberapa detik. Kekurangan dari metode ini adalah daya
penetrasi yang rendah dan memerlukan peralatan yang rumit untuk
melakukannya.

7
Penggunaan gelembang elektromagnetik seperti sinar gamma dalam
proses sterilisasi dihasilkan dari disintegrasi nuklir isotop tertentu.
Metode ini memiliki daya penetrasi yang lebih dalam dibandingkan
penyinaran elektron tetapi membutuhkan waktu papar yang lebih
lama. Radiasi dengan energi tinggi seperti ini mampu merusak asam
nukleat dari mikroba. Dosis sebanyak 2.5 megarad mampu
membunuh bakteri, jamur, virus bahkan spora. Biasanya metode ini
dipakai untuk mensterilisasi alat-alat seperti petridish, jarum suntik,
antibiotik, vitamin, hormon, barang-barang terbuat dari gelas atau
kain. Kekurangan dari metode ini adalah proses sterilisasi tidak bisa
dimatikan seperti penyinaran elektron sehingga barang dari gelas
akan menjadi kecoklatan. Radiasi sinar gamma juga mampu
mengubah rasa suatu bahan pangan. Alat yang dipakai sebagai
indikator proses evaluasi adalah Bacillus pumilus E601.

3. Filtrasi
Sterilisasi dengan metode filtrasi tidak dapat membunuh mikroba,
hanya memisahkan berdasarkan ukuran. Membran yang digunakan
sebagai filter memiliki ukuran pori-pori sebesar 0,2-0,45 mikrometer.
Filter ini digunakan untuk memisahkan partikel atau mikroba dari
larutan yang tidak bisa disterilisasi dengan autoklaf. Selain itu, filtrasi
juga dapat digunakan untuk memisahkan toksin dari filtrat kultur,
menghitung bakteri, dan menjernihkan media cair. Proses filtrasi dapat
dibantu menggunakan pompa vakum.

Kelebihan dari membran filter adalah porositasnya sudah diketahui,


tidak ada cairan yang tersisa, dapat digunakan kembali setelah
disterilisasi dengan autoklaf, dan cocok dengan berbagai jenis zat
kimia. Akan tetapi membran filter memiliki kapasitas yang dan sangat
rapuh.

8
Selain membran, filtrasi juga dapat dilakukan dengan HEPA (High
Efficiency Particle Air) filter. Filter jenis ini digunakan pada safety
cabinet. HEPA filter memiliki efisiensi sebesar 99,97% dalam
menyaring partikel dengan diameter >0,3 μm.

4. Getaran (Vibrasi)
Getaran yang digunakan untuk sterilisasi adalah gelombang dari
suara sonik dan ultrasonik dengan frekuensi suara > 20000
siklus/detik. Gelombang ini dapat membunuh bakteri dan beberapa
virus dalam waktu paparan selama 1 jam. Gelombang suara dengan
frekuensi tinggi dapat menggangggu pertumbuhan sel mikroba.
Metode ini kurang efektif karena banyak jenis virus dan bakteriofage
yang tidak akan terpengaruh oleh gelombang suara ini.

5. Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi,
misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan
interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV. Pemanasan dengan
menggunakan sinar gelombang pendek lain seperti sinar-X, sinar
gamma dll.

c. Sterilisasi secara kimiawi menggunakan senyawa desinfektan.


Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat menghancurkan
bakteri patogen dari permukaan suatu benda. Level dari desinfeksi
bergantung pada waktu kontak, suhu, jenis dan konsentrasi dari zat
aktif yang terkandung, kandungan zat organik, jenis dari mikroba.
Desinfektan yang dipakai kekuatan sterilisasinya akan berkurang
seiring dengan waktu penyimpanan. Desinfektan yang aman terkena
kulit manusia disebut antiseptik. Desinfektan yang ideal harus
memenuhi persyaratan berikut:
 Harus memiliki spektrum aktivitas yang luas

9
 Harus mampu menghancurkan mikroba dalam jangka waktu
tertentu
 Harus mampu tetap aktif walaupun terdapat bahan organik lain
 Harus mampu kontak dengan bahan secara efektif
 Harus tetap aktif dalam kondisi pH apapun
 Harus bersifat stabil
 Harus memiliki masa simpan yang panjang
 Harus memiliki daya penetrasi yang tinggi
 Harus bersifat tidak beracun, tidak menimbulkan alergi, tidak
mengiritasi, dan tidak menimbulkan karat pada bahan
 Tidak memiliki bau yang menyengat
 Efektifitas desinfektan tidak berkurang ketika dilakukan
pengenceran
 Tidak mahal dan mudah didapat

Dalam bidang desinfeksi, desinfektan ideal seperti di atas sangat sulit


untuk dipenuhi.
Jenis desinfektan:
1. Berdasarkan konsistensi
 cairan (alkohol, fenol)
 gas (uap formaldehid, etilen oksida)
2. Berdasarkan aktivitas spektrum
 level tinggi
 level menengah
 level rendah
3. Berdasarkan mekanisme desinfeksi
 aksi pada membran (alkohol, deterjen)
 denaturasi dari protein seluler (alkohol, fenol)
 oksidasi dari enzim gugus sulfhidril esensial (hidrogen
peroksida, formaldehid)
 perusakan asam nukleat (etilen oksida, formaldehid)

10
Alkohol mampu mendehidrasi sel, menghancurkan membran dan
menyebabkan koagulasi protein. Alkohol konsentrasi 70% paling
efektif membunuh mikroba dibandingkan alkohol murni (96%).
Keunggulan alkohol adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak
material, dapat dibiodegradasi, tidak merusak kulit, dan hanya sedikit
menurunkan aktivasinya apabila berinteraksi dengan protein. Contoh
alkohol yang dapat digunakan sebagai desinfektan yaitu etil alkohol,
isopropil alkohol, dan metil alkohol. Metil alkohol bahkan mampu
membunuh spora jamur.

Aldehida mampu membunuh semua jenis mikroba termasuk sporanya.


Contoh yang paling umum dari aldehida adalah formaldehid.
Formaldehid atau lebih dikenal dengan formalin dapat digunakan
untuk desinfeksi dan fumigasi ruangan. Formaldehid 40% dapat
berfungsi sebagai desinfektan yang baik. Kekurangan dari formaldehid
adalah dapat mengiritasi kulit sehingga harus dinetralisir dengan
ammoniak. Selain itu formalin memiliki tingkat penetrasi yang rendah,
meninggalkan residu yang tidak menguap dan aktivitas dapat
menurun jika terdapat protein.

Fenol dapat juga berfungsi sebagai desinfektan. Fenol mampu


merusak membran sel, menyebabkan presipitasi protein, dan
inaktivasi enzim. Fenol dengan konsentrasi 5% efektif untuk
desinfeksi. Fenol dapat membunuh bakteri dan jamur secara efektif
tetapi inaktif terhadap spora dan beberapa jenis virus. Kekurangan
dari fenol yaitu bersifat toksik, korosif dan mengiritasi kullit.

Hidrogen peroksida dapat memproduksi radikal bebas hidroksil yang


akan merusak DNA dari mikroba. Hidrogen peroksida 6% dapat
digunakan untuk dekontaminasi alat-alat. Hidrogen peroksida 3%
sebagai desinfektan kulit dan penghilang bau pada luka. Kekurangan
dari hidrogen peroksida adalah mudah berubah karena cahaya dan
11
apabila kontak dengan bahan organik yang mengandung protein akan
mengalami penurunan aktivitas.

Etilen oksida digunakan untuk sterilisasi alat yang labil terhadap


panas misalnya alat berbahan karet, syringe, dan petri dish sekali
pakai. Kekurangan dari etilen oksida adalah bersifat racun, dapat
mengiritasi mata dan kulit, mudah terbakar, dan karsinogenik.

Detergen juga dapat berfungsi sebagai desinfektan. Detergen


mengandung hidrokarbon rantai panjang yang larut dalam lemak dan
ion yang larut dalam air sehingga mampu merusak membran dari
mikroba yang akhirnya menyebabkan lisis. Detergen aktif terhadap sel
vegetatif, mycobacteria dan virus. Aktivitas dari detergen dapat
berkurang karena adanya detergen anionik dan bahan organik.

Tabel 1. Lingkup aktivitas dari desinfektan

Sel Mycobacteria Spora Fungi Virus Contoh


vegetatif desinfektan

Level + + + + + Etil oksida,


tinggi formaldehid

Level + + - + + Fenol,
menengah halogen

Level + - - + +/- Alkohol,


rendah bahan yang
mengandun
g ammonia

2. Teknik Aseptis
Setelah mengetahui metode sterilisasi maka langkah berikutnya
adalah tahu apakah yang disebut dengan teknik aseptis. Teknik
aseptis merupakan teknik kerja untuk mencegah terjadinya

12
kontaminasi. Prinsip dasar dari teknik aseptis adalah banyaknya
mikroba yan berada di udara yang nantinya dapat masuk ke dalam
media ataupun peralatan yang digunakan selama uji mikrobiologi
sehingga dapat mengganggu hasil dari pengujian. Teknik aseptis
dapat meminimalisir terjadinya kontaminasi tersebut.

Teknik kerja aseptis wajib dikuasai oleh seseorang yang akan bekerja
di bidang mikrobiologi. Pekerjaan yang masuk ke dalam lingkup teknik
kerja aseptis yaitu:
 Transfer atau inokulasi biakan dari satu media ke media lain
 Sterilisasi ruang, alat, dan media
 Melakukan pengambilan contoh uji

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan transfer aseptis:


 Meja kerja sebaiknya jauh dari hal-hal yang dapat menciptakan
adanya aliran udara, misalnya tidak ada jendela yang terbuka, tidak
dekat dengan pintu yang selalu dibuka-tutup dan jauh dari lalu-
lintas orang. Penggunaan biosafety cabinet atau sering juga disebut
laminar air flow dapat menjaga dan mengatur aliran udara tetapi ini
bukan merupakan suatu jaminan mutlak dari resiko terkontaminasi.
 Selalu memastikan meja kerja bersih dari kotoran dan benda-benda
yang tidak digunakan sebelum memulai pekerjaan. Kultur yang
sudah tua atau pipet bekas seharusnya tidak berada di meja kerja.
 Usap meja kerja dengan senyawa pembersih sebelum digunakan.
Di sebagian besar laboratorium umumnya menggunakan alkohol
70% untuk membersihkannya. Jika telah selesai bekerja, sebaiknya
meja kerja dikosongkan dari peralatan dan bersihkan lagi.
 Semua peralatan yang digunakan harus steril seperti misalnya pipet
ukur, cawan petri dan tabung reaksi. Sebaiknya semua peralatan
yang telah disterilisasi diberi label. Periksa bungkus peralatan baik
alat steril sekali pakai atau lainnya (pipet, syringe dll.) apakah
terdapat kebocoran atau tersobek.

13
 Atur peralatan di meja kerja sedemikian rupa sehingga
meminimalisir pergerakan tangan. Alat-alat yang biasanya
digunakan dengan tangan kanan (jarum inokulum, filler, pipet dll.)
letakkan disebelah kanan begitu juga sebaliknya (rak tabung,
cawan petri, dll.) terkecuali untuk tangan kidal. Di bagian tengah
meja kerja disediakan ruang lapang untuk bekerja.
 Membakar tepi mulut suatu alat dapat membunuh mikroorganisme
yang menempel.
 Semua bahan dan alat untuk melakukan pekerjaan telah
dipersiapkan di meja kerja. Jangan sampai meninggalkan meja
kerja untuk mengambil sesuatu yang terlupa atau tertinggal.
Perhitungkan semua alat yang diperlukan beserta cadangannya.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah bekerja. Cuci tangan dengan
desinfektan atau sabun bila tidak ada desinfektan. Cuci tangan
dapat membilas mikroorganisme yang ada di tangan.
 Bersihkan tempat kerja sterilkan dengan disinfektan. Jika sterilisasi
ruangan menggunakan sinar UV, tutup semua pintu dan jendela
dengan gorden gelap (warna hitam), keluar dari ruangan dan
nyalakan lampu UV. Tunggu selama 30 menit dan matikan lampu
UV. Lakukan sterilisasi dengan UV secara reguler.
 Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Pastikan
semua telah disterilisasi dan media tidak terkontaminasi.
 Kenakan jas lab, kain masker dan kaos tangan steril
 Jika menggunakan tabung reaksi bertutup / botol kultur kendorkan
tutupnya terlebih dahulu

14
Gambar 5. Sterilisasi meja kerja

15
Prosedur pemindahan biakan dari tabung reaksi ke tabung reaksi lain
secara aseptis:
1) Persiapkan semua alat dan bahan dengan baik. Nyalakan api
bunsen.
2) Bakar ujung jarum ose hingga berpijar merah kemudian tunggu
hingga dingin. Pegang tabung reaksi di tangan kiri. Usahakan
agar selalu bekerja dekat dengan api.
3) Buka tutup tabung dengan jari kelingking dan jari manis dari
tangan kanan. Bakar mulut tabung agar tidak terjadi kontaminasi
dari udara sekitar. Lalu ambil biakan dengan ose.
4) Pindahkan biakan dengan cara menggores pada media yang
tersedia.
5) Bakar kembali mulut tabung agar tidak terjadi kontaminasi dari
udara sekitar.
6) Tutup tabung reaksi dengan rapat dan bakar kembali ose hingga
berpijar merah. Hal ini dimaksudkan untuk membakar bakteri yan
mungkin tersisa di jarum ose.

Visualisasi dari prosedur pemindahan biakan secara aseptis dapat


dilihat pada gambar berikut ini.
16
Gambar 6. Pemindahan biakan dari dan ke tabung reaksi secara
aseptis

Prosedur penuangan media ke dalam cawan petri secara aseptis:

17
1) Siapkan media yang akan dituang dan cawan petri serta api
bunsen.
2) Buka tutup kapas dari erlenmeyer yang berisi media kemudian
panaskan mulut erlenmeyer di dekat api bunsen.
3) Tuangkan media ke cawan petri ketika media bersuhu +450C.
Jangan lupa, lakukan ini di dekat api bunsen.
4) Ratakan media ke seluruh cawan petri dengan cara digoyangkan.

Prosedur di atas dapat diamati pada gambar berikut ini

Gambar 7. Penuangan media secara aseptis

18
Prosedur pemindahan biakan dari cawan petri secara aseptis:
1) Persiapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu cawan petri
berisi biakan, cawan petri berisi media kosong, jarum ose, dan
lampu bunsen.
2) Pegang cawan petri yang berisi biakan di tangan kiri dan ose di
tangan kanan. Panaskan bagian pinggir cawan petri
menggunakan api bunsen dengan cara memutar cawan petri.
Panaskan juga jarum ose hingga merah berpijar.
3) Buka tutup cawan petri dengan ibu jari kiri (lihat posisi jari pada
gambar yang tertera). Kemudian ambil biakan menggunakan ose
yang telah dipanaskan tadi. Panaskan kembali sekeliling cawan
petri yang berisi biakan. Pekerjaan ini harus selalu berada dekat
dengan api bunsen.
4) Panaskan sekeliling tepi cawan petri yang berisi media kosong
dengan cara diputar. Pindahkan biakan pada ose ke cawan yang
berisi media kosong dengan cara digores. Pekerjaan ini pun juga
harus selalu berada dekat dengan api bunsen.
5) Panaskan sekeliling tepi cawan petri pada api bunsen. Pijarkan
lagi ose yang telah selesai hingga berwarna merah untuk
membunuh sisa biakan yang mungkin masih tersisa pada jarum
ose.

19
Langkah-langkah prosedur di atas dapat diamati pada gambar berikut
ini.

Gambar 8. Pemindahan biakan dari cawan petri secara aseptis

Prosedur pemindahan cairan dengan menggunakan pipet secara


aseptis:
1) Siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan
yaitu pipet ukur, filler, biakan atau sampel yang akan dipindahkan

20
dan api bunsen. jangan buka pembungkus pipet ukur sebelum
Anda siap untuk melakukan pemindahan cairan.
2) Buka pembungkus pipet ukur. Usahakan agar ujung pipet ukur
selalu dekat dengan api bunsen. Pasang filler.
3) Gunakan tangan kanan untuk memegang pipet ukur dan tangan
kiri untuk memegang tabung reaksi yang berisi cairan yang akan
dipindahkan. Buka tutup kapas dari tabung reaksi dengan
menggunakan jari kelingking dan jari manis.
4) Panasi mulut tabung reaksi dengan api bunsen. Pipet cairan
sebanyak yang Anda perlukan kemudian pindahkan ke tabung
reaksi lain.
5) Panaskan kembali mulut tabung reaksi kemudian tutup dengan
kapas.

21
Langkah-langkah dari prosedur pemindahan cairan menggunakan
pipet ukur secara aseptis dapat dilihat secara rinci pada gambar
berikut ini.

22
Gambar 9. Pemindahan dengan pipet ukur secara aseptis

3. Teknik Isolasi dan Inokulasi


Populasi mikroorganisme pada habitatnya tidak terpisah berdasarkan
spesies akan tetapi berada dalam populasi campuran. Populasi

23
campuran ini dapat dipisahkan menjadi biakan murni (pure culture)
dengan teknik isolasi dan inokulasi. Biakan murni ini hanya terdiri dari
satu strain mikroba atau hasil perbanyakan dari satu sel mikroba.
Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba
dari mikroba lainnya yang berasal dari campuran berbagai macam
mikroba. Terdapat 4 metode/prosedur inokulasi kultur mikroorganisme
campuran sehingga diperoleh koloni-koloni terpisah yang selanjutnya
dapat diisolasi sebagai biakan murni. Metode tersebut adalah metode
streak plate (metode goresan); metode pour plate (metode tuang),
stab culture (metode menusuk agar) dan metode spread plate/surface
plate (metode tabur & perataan dengan drigalsky).

a. Metode streak plate


Metode streak plate merupakan metode menumbuhkan mikroba pada
media padat dengan cara menggores. Pada prinsipnya metode ini
merupakan teknik inokulasi dengan goresan dari satu ose biakan
campuran yang diinokulasikan pada permukaan agar padat. Koloni
mikroba yang tumbuh akan mengikuti jalur goresan dari ose. Berbagai
metode penggoresan dapat dilakukan untuk mendapatkan koloni-
koloni yang terpisah.

(1). Goresan Sinambung


Langkah kerja inokulasi dengan metode gores sinambung yaitu:
 Sentuhkan inokulum ose pada koloni dan gores secara
kontinyu sampai setengah permukaan agar.
 Jangan pijarkan loop, lalu putar cawan 1800 lanjutkan goresan
sampai habis. Goresan sinambung umumnya digunakan
bukan untuk mendapatkan koloni tunggal, melainkan untuk
peremajaan ke cawan atau medium baru.

24
(2).

Gambar 20. Goresan Sinambung

(2). Goresan T
Langkah kerja inokulasi dengan metode gores T yaitu:
 Bagi cawan menjadi 3 bagian menggunakan spidol.
 Inokulasi daerah 1 dengan cara zig-zag
 Panaskan jarum ose dan tunggu hingga dingin, kemudian
lanjutkan goresan zig- zag pada daerah 2 (goresan bisa dilihat
pada gambar). Cawan diputar untuk memperoleh goresan
yang sempurna.
 Lakukan hal yang sama pada daerah 3

Gambar 21. Hasil goresan T pada media agar

(3). Goresan Kuadran (quadrant streak)


Langkah kerja inokulasi dengan metode gores kuadran yaitu:

25
 Hampir sama dengan goresan T, namun berpola goresan
yang berbeda yaitu dibagi menjadi empat daerah. Bagi cawan
petri menjadi 4 daerah sama besar menggunakan spidol.
 Daerah 1 merupakan goresan awal sehingga masih
mengandung banyak sel mikroorganisme. Goresan
selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari goresan
pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan akhirnya
terpisah-pisah menjadi koloni tunggal.
 Metode ini paling tepat untuk melakukan isolasi atau
pemisahan spesies bakteri tertentu dari kultur bakteri
campuran sehingga pada akhirnya akan didapat kultur murni.

Gambar 10. Goresan kuadran

(4). Goresan radian


Langkah kerja inokulasi dengan metode gores radian yaitu:
 Goreskan ose yang berisi kultur ke media agar dimulai dari
bagian pinggir cawan
 Pijarkan ose yang telah digunakan dan dinginkan.
 Putar cawan petri 900 dan buat goresan terputus mulai dari
bagian pinggir cawan petri.
 Putar cawan petri 900 dan buat goresan terputus di atas
goresan yang sebelumnya telah dibuat.
 Pijarkan ose dan ulangi kembali langkah di atas

26
Gambar 11. Goresan radian

Streak plate tidak hanya bisa diterapkan pada media agar padat di
dalam cawan petri tetapi juga bisa diterapkan pada media agar miring
di dalam tabung reaksi atau disebut juga dengan slant culture. Slant
culture yaitu melakukan inokulasi ke media agar miring dalam tabung
reaksi dengan cara digoreskan secara zig-zag.

Gambar 12. Metode slant culture pada berbagai media

b. Metode pour plate


Metode isolasi ini memerlukan suatu serial pengenceran dari kultur
campuran dengan menggunakan jarum ose. Koloni-koloni yang saling
terpisah dari yang lain akan tumbuh pada seluruh medium agar cawan
dan tidak hanya tumbuh pada permukaan medium agar cawan.
Prosedur isolasi ini dapat pula digunakan untuk menghitung secara

27
kuantitatif jumlah sel viable dari suatu kultur bakteri apabila inokulum
dan serial pengenceran dibuat dengan volume terukur.

Teknik ini memerlukan agar yang belum padat (>450C) untuk dituang
bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri lalu kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebarkan
sel-sel bakteri tidak hanya pada permukaan agar saja melainkan sel
berada di dalam media agar sehingga terdapat sel yang tumbuh
dipermukaan agar yang kaya O2 dan ada yang tumbuh di dalam agar
yang tidak banyak begitu banyak mengandung oksigen. Adapun
prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
 Siapkan cawan petri steril, kultur dalam media cair yang akan
ditanam dan media padat yang masih cair (>45oC)
 Teteskan 1 ml secara aseptis suspensi sel kedalam cawan kosong
 Tuangkan media yang masih cair ke cawan kemudian putar
cawan untuk menghomogenkan suspensi bakteri dan media, dan
dilanjutkan dengan diinkubasi. Cawan petri dapat diputar dengan
gerakan memutar ataupun membentuk angka delapan.

c. Metode spread plate (surface plate)


prinsip dari spread plate adalah menumbuhkan mikroorganisme dari
suatu media pengenceran ke media padat dalam cawan petri dengan
menggunakan spreading-spatula, L-rod, atau drigalsky. Alat-alat
tersebut disebut juga spreader. Koloni akan tumbuh pada permukaan
media padat dengan menyerap nutrisi dari media padat yang ada di
bawahnya. Kelebihan dari metode spread plate adalah
mikroorganisme tidak terpapar pada suhu dimana media agar masih
mencaiir sehingga memungkinkan didapatkan jumlah mikroorganisme
yang lebih tinggi dari volume yang sama yang digunakan oleh metode
pour plate. Selain itu, metode ini memudahkan dilakukannya

28
pengamatan morfologi koloni yang lebih jelas dan sangat cocok untuk
menumbuhkan mikroorganisme aerob.

Gambar 13. L-rod dan Drigalsky

Adapun prosedur kerja yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :


 Ambil suspensi cairan sebanyak 0,1 ml dengan pipet ukur
kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah memadat.
 Batang L atau batang drigalsky diambil kemudian disemprot
alkohol dan dibakar diatas bunsen beberapa saat, kemudian
didinginkan dan ditunggu beberapa detik.
 Kemudian disebarkan dengan menggosokannya pada permukaan
agar supaya tetesan suspensi merata, penyebaran akan lebih
efektif bila cawan ikut diputar.
 Hal yang perlu diingat bahwa batang L yang terlalu panas dapat
menyebabkan sel-sel mikroorganisme dapat mati karena panas.

29
Gambar 14. Perbedaan Pour plate dan Spread plate

30
Alasan diteteskannya bakteri sebanyak 0,1 ml untuk spread plate dan
1 ml untuk pour plate karena spread plate ditujukan untuk
menumbuhkan dipermukaanya saja, sedangkan pour plate
membutuhkan ruang yang lebih luas untuk penyebarannya sehingga
diberikan lebih banyak dari pada spread plate.

Koloni bakteri

Gambar 27. Perbedaan Koloni plate dan Pour plate

d. Stab culture
Metode inokulasi ini dilakukan dengan cara menusukkan ose yang
telah berisi bakteri pada media agar tegak dalam tabung reaksi. Media
agar setengah padat dalam tabung reaksi digunakan pada metode ini
untuk menguji gerak bakteri secara makroskopis. Selain itu berguna
untuk mendapatkan stok biakan bakteri. Bakteri yang diinokulasi
dengan metode ini merupakan bakteri aerob yang membutuhkan
oksigen untuk pertumbuhannya. Jenis media yang cocok untuk
metode ini adalah media nutrient agar atau gelatin. Berbeda dengan
streak plate yang menggunakan jarum ose berujung bulat, metode ini
menggunakan jarum ose berujung lurus. Tumbuhnya mikroba akan
mengikuti dalamnya tusukan ose ke dalam media agar.

31
Gambar 15. Metode stab culture

32

Anda mungkin juga menyukai