kalender bali
Cara memilih hari baik menurut tradisi di bali didasarkan pada perhitungan wariga dan dewasa.
adapun perhitungannya lumayan rumit, sehingga jarang masyarakat bali yang hafal cara
menggunakan wariga dan dewasa tersebut. tapi untunglah, dengan kelihaian seseorang dalam
perhitungan wariga dan dewasa beliau menyusun wariga yang dimodifikasi kalender
internasional yang kemudian dikenal dengan kalender bali yang sering dipakai masyarakat bali
saat ini. orang tersebut adalah (alm.) Bambang Gde Rawi, kelahiran desa cemengon, yang
penyusunan kalender tersebut diwariskan kepada keluarga beliau.
dalam setiap bulannya, kalender bali umumnya terdiriatas beberapa bagian penting, diantaranya;
1. bagian kepala; yang berisi Nama Bulan dan Tahun (seperti normalnya kalender
internasional)
2. badannya; berisikan tanggalan (seperti kalender internasional) dan beberapa tanda,
diantaranya; Titik merah artinya Bulan Purnama, Titik Hitam artinya Bulan Tilem/Mati;
lingkaran merah artinya hari raya besar agama hindu dan tanggal merah untuk hari libur
nasional.
3. bagian lengan kanan; berisikan daftar istilah wariga berdasarkan tanggal, yang berisikan
juga keterangan hari-hari baik melakukan kegiatan/usaha/yadnya.
4. bagian lengan kiri; berisikan nama-nama hari
5. bagian kaki; berisikan daftar hari raya agama, daftar Odalan/upacara pura-pura besar di
bali serta beberapa hari baik lainya.
dengan adanya kalender bali tersebut, orang bali tidak akan susah untuk menentukan hari baik
berdasarkan wariga dan dewasa ayu. tetapi apabila ingin mempelajari secara manual, tentu ada
rumus baku untuk wariga tersebut. dibawah ini akan diberikan sekilas perhitungannya, dan bila
ingin mendalaminya tentu memerlukan materi yang lebih mendalam. dibawah ini hanya kulit
luarnya saja, tapi sudah bisa digunakan untuk kegiatan sehari – hari. adapun cara
mempelajarinya adalah sebagai berikut;
PEDEWASAN,
mula – mulanya dapat dibagi dua bagian antara lain;
Pedewasan Sehari – hari yang hanya berdasarkan perhitungan;
Pedewasan Inti berdasarkan Perhitungan yang terperinci, antara lain; Ayu nulus, Dauh ayu, Ayu
badra, Mertha yoga, Mertha masa, Mertha dewa, Mertha danta, Sedana yoga, Subacara, Dewa
ngelayang, dengan tidak melupakan hal – hal yang tersebut diatas serta dihubungkan dengan
baiknya SASIH dan Penanggal.
Urip Panca wara; Umanis (5), Pahing (9), Pon (7), Wage (4), Kliwon (8).
Urip Sapta wara; Redite/Minggu (5), Soma/Senin (4), Anggara/Selasa (3), Budha/Rabu
(7), Wraspati/Kamis (8), Sukra/Jumat (6), Saniscara/Sabtu (9).
Bilangan Sapta wara; Redite (0), Soma (1), Anggara (2), Budha (3), Wraspati (4), Sukra
(5), Saniscara (6).
Bilangan Wuku; Sita (1), landep (2), ukir (3), kilantir (4), taulu (5), gumbreg (6), wariga
(7), warigadean (8), julungwangi (9), sungsang (10), dunggulan (11), kuningan (12),
langkir (13), medangsia (14), pujut (15), Pahang (16), krulut (17), merakih (18), tambir
(19), medangkungan (20), matal (21), uye (22), menial (23), prangbakat (24), bala (25),
ugu (26), wayang (27), klawu (28), dukut (29) dan watugunung (30).
Ingkel (pantangan) mulai dari Redite/Minggu dan berakhir pada Saniscara/Sabtu (7 hari).
bilangan wuku dibagi 6, sisa;
1. = Sri (makmur)
2. = Laba (pemberian/imbalan)
3. = Jaya (unggul)
4. = Menala (sekitar daerah)
dari Redite Sinta sampai dengan Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan + 1, sebelum dibagi.
ini disebabkan adanya Jaya Tiga pada Wuku Dunggulan berturut – turut dari redite, selanjutnya
rumus berlaku seperti biasa.
1. = Umanis (penggerak)
2. = Paing (pencipta)
3. = Pon (penguasa)
4. = Wage (pemelihara)
5. = Kliwon (pemusnah/pelebur)
1. = Mina (ikan)
2. = Taru (kayu)
3. = Sato (hewan)
4. = Patra (tumbuhan merambat/menjalar)
5. = Wong (manusia)
6. = Paksi (burung/unggas)
1. = Sri (makmur)
2. = Indra (indah)
3. = Guru (tuntunan)
4. = Yama (adil)
5. = Ludra (peleburan)
6. = Brahma (pencipta)
7. = Kala (nilai)
8. = Uma (pemelihara)
dari Redite Sinta sampai Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan +1, sebelum dibagi.
selanjutnya rumus berlaku sebagai biasa.
dari Redite Sinta sampai Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan +1, sebelum dibagi.
selanjutnya rumus berlaku sebagai biasa.
1. = Pandita (bijaksana)
2. = Pati (dinamis)
3. = Suka (periang)
4. = Duka (jiwa seni / mudah tersinggung)
5. = Sri (kewanitaan)
6. = Manuh (taat / menurut)
7. = Manusa (sosial)
8. = Eraja (kepemimpinan)
9. = Dewa (berbudi luhur)
10. = Raksasa (keras)
Tanpa Guru ; dalam satu WUKU tidak terdapat GURU (Astha Wara), yang artinya tidak baik
untuk memulai suatu usaha terutama mulai belajar.
Was Penganten ; dalam satu WUKU terdapat dua WAS (Sad Wara), baik untuk membuat benda
tajam, tembok, pagar dan membuat pertemuan.
Semut Sadulur ; Urip Pancawara + Urip Sapthawara = 13 dan berturut – turut tiga kali,
pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat). tetapai sangat baik untuk membentuk
organisasi.
Kala Gotongan ; Urip Pancawara + Urip Sapthawara = 14 dan berturut – turut tiga kali,
pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat). tetapai sangat baik untuk memulai suatu
usaha.
1. = Guru (tertuntun)
2. = Ratu (dikuasai)
3. = Lara (terhalang)
4. = Pati (batal)
Setiap hari sebenarnya sama saja. Waktunya sama-sama 24 jam. Kebiasaan dan cara pandang
kitalah yang membuat hari-hari yang dilalui itu terasa berbeda. Biasanya Senin sampai Jumat
atau Sabtu digunakan untuk bekerja. Akhir pekan adalah waktu untuk bersantai bersama
keluarga. Namun kebiasaan tiap orang berbeda sesuai dengan jalan hidupnya masing-masing.
Memahami Teks
Ada lima pokok yang harus dipahami dalam menentukan padewasan yaitu wewaran, wuku,
penanggal panglong, sasih dan dauh. Berikut ini akan diuraikan mengenai penjelasan dari
masing-masing pedoman pekok dalam menentukan padewasan (wariga) sebagai berikut:
1. Wewaran
Wewaran adalah bentuk jamak dari kata wara yang berarti hari. Secara arti kata Wewaran berasal
dari bahasa Sansekerta dari akar kata wara (diduplikasikan/dwipura) dan mendapat akhiran – an
(we + wara + an) sehingga menjadi wewaran, yang berarti istimewa, terpilih, terbaik, tercantik,
mashur, utama, hari.
Jadi wewaran adalah hari yang baik atau hari yang utama untuk melakukan suatu hal atau suatu
pekerjaan. Dalam menentukan padewasan, pengetahuan tentang wewaran menjadi dasar yang
sangat penting. Dalam hubungannya dengan baik-buruknya hari dalam menentukan padewasan,
wewaran mempunyai urip, nomor atau bilangan, yang disesuaikan dengan letak kedudukan arah
mata angin, serta dewatanya.
Berikut ini akan diuraikan dalam bentuk tabel mengenai jenis wewaran, urip, tempat atau
kedudukan, serta Dewatanya berdasarkan buku Kunci Wariga Dewasa sebagai berikut:
Menentukan wewaran dari Eka Wara hingga Dasa Wara pada sistem tahun wuku dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu bisa menggunakan rumus yang telah
ditetapkan dalam menentukan wewaran dan bisa pula menggunakan jari-jari tangan, dengan ruas
di masing-masing jari sebagai “rumah/kolom” dari wewaran tersebut. Di bawah ini akan
diuraikan beberapa contoh menentukan wewaran menggunakan rumus yang telah ditentukan dan
menggunakan tangan beserta gambar, dengan harapan memperluas wawasan tentang pemahaman
wariga, walaupun pada prinsipnya semua metode penentuan tersebut hasilnya adalah sama.
3) Menentukan Tri Wara sampai Dasa Wara dengan ketentuan rumus umumnya sebagai berikut :
Wewaran yang dicari maksudnya adalah dari Tri Wara sampai Dasa Wara. Jika yang dicari
adalah Tri Wara maka dibagi tiga. Sisa dari hasil pembagiannya akan menunjukan nama
wewaran yang akan dicari pada masing-masing wewaran.
Contoh : Bila diketahui suatu hari adalah Buddha, Sungsang. Tentukanlah semua wewaran mulai
dari Eka Wara sampai Dasa Waranya.
Diketahui : Buddha nomor sapta waranya 3
Sungsang nomor wukunya 10
Letakkan wuku secara berturut-turut mulai dari selatan (pasah) ke utara (kajeng) dan seterusnya
putar ke kiri. Setelah diketahui Reditenya untuk mencari Soma, Anggara dan seterusnya tetap
putar ke kiri, dimana jatuhnya Sapta Wara yang dicari itulah Tri waranya
Contoh: Tentukanlah Panca Wara dari Wrhaspati, Ukir. Ukir jatuh di Timur (Redite, Ukir Panca
Waranya adalah Umanis) dan Buddhanya adalah Wage. Jadi Wrhaspati Ukir Panca Waranya
Kliwon.
Contoh : Tentukan Sad Wara dari Budha Kliwon Dunggulan Dunggulan jatuhnya di Selatan
(Redite Dunggulan adalah Was), putar ke kanan sehingga Buddhanya jatuh di Timur Laut. Jadi
Buddha Dunggulan Sad Waranya adalah Aryang.
5). Menentukan Asta Wara
Cara mencari Asta Wara sama dengan Catur Wara yaitu letakan wuku secara berturut-turut mulai
dari Timur Laut (Sri) putar ke kiri. Dari Dunggulan ke Kuningan lompat dua kotak. Dimana
wuku itu jatuh itulah Asta Wara dari Reditenya. Kemudian untuk mencari Soma, Anggara dan
seterusnya putar ke kanan sesuai dengan urutan Asta Waranya itu seperti gambar di bawah ini
Selain dewasa yang ditentukan berdasarkan wewaran untuk melakukan suatu kegiatan atau
upacara tertentu, ada beberapa hari suci yang didasarkan atas perhitungan wewaran, sebagai hari
suci untuk umat Hindu melakukan upacara agama yang dilakukan secara berkala. Adapun hari
suci umat Hindu yang berdasarkan perhitungan wewaran sebagai berikut:
b) Kajeng Kliwon, diyakini sebagai hari yang sakral karena merupakan pertemuan hari terakhir
dari Tri Wara dan Panca Wara. Kajeng Kliwon adalah simbol pikiran bersih dan suci, pelebur
kepapaan, petaka, noda, bencana ataupun segala kotoran duniawi melalui dhyana semadhi. Pada
hari ini Sang Hyang Mahadewa melakukan yoga semadi, sehingga pada sat ini umat Hindu
melakukan persembahyangan memuja kebesaran Dewi Durga dengan menghaturkan segehan.
Hari Suci yang didasarkan atas Pertemuan Sapta Wara dan Panca Wara
a) Anggara Kliwon disebut pula Anggara Kasih, sebagai hari beryoganya Sang Hyang Rudra
untuk melebur penderitaan, kejahatan, kotoran dunia. Hari ini merupakan hari yang baik untuk
meruwat dan memusnahkan bencana yang dapat menimpa.
b) Buddha Wage, hari ini disebut pula Buddha Céméng sebagai hari pemujaan kehadapan Sang
Hyang Bhatari Sri atau Dewi Padi dan Bhatari Manik Galih atau Dewi Beras, sebagai
manifestasi Tuhan yang memberikan kesuburan dan kemakmuran.
c) Buddha Kliwon, yang namanya disesuaikan dengan wukunya. Hari Buddha Kliwon adalah
hari pemujaan Sang Hyang Hayu atau memuja Hyang Mami Nirmalajati, dengan harapan
memohon keselamatan ketiga dunia.
d) Saniścara Kliwon, yang disebut dengan Tumpek, yang namanya disesuaikan dengan nama
wukunya. Pemujaan ditujukan kehadapan Sang Hyang Paramawisesa atau Tuhan Yang Maha
Kuasa.
2. Wuku
Wuku dalam penentuan padewasan menduduki peranan yang penting, sebab wewarannya baik,
apabila wukunya tidak baik, dianggap dewasa tersebut kurang baik. Sistem tahun wuku,
menggunakan sistem sendiri, tidak tergantung pada tahun surya atau tahun candra. Satu tahun
wuku panjangnya 420 hari, yang terdiri atas 30 wuku. Setiap wuku (1 wuku) lamanya 7 hari,
terhitung dari Redite, Soma, Anggara, Budha, Wraspati, Sukra, dan Saniscara. Sebulan dalam
tahun wuku lamanya 35 hari, didapat dari mengalikan 7 hari dengan 5 wuku. Satu peredaran
wuku (30 wuku) lamanya 6 bulan dalam tahun wuku. 1 Tahun wuku terdiri atas 2 kali peredaran
wuku, yakni 7 hari x 30 wuku x 2 = 420 hari.
Berikut akan disajikan penomoran wuku, urip atau neptu-nya. Nomor wuku yang dapat
dipergunakan dalam perhitungan untuk mencari wewaran seperti tabel di bawah ini:
Keterangan : Rt =Wuku Rangda Tiga merupakan hari yang kurang baik untuk melangsungkan
perkawinan, barakibat perpisahan, Tp = Wuku Tan Peguru, hari-hari buruk untuk memulai
pekerjaan penting/besar, berakibat tidak berhasil atau sukses.
Selain dewasa yang ditentukan berdasarkan wuku untuk melakukan suatu kegiatan atau upacara
agama tertentu, ada beberapa hari suci yang didasarkan atas perhitungan wuku, yang dirayakan
oleh umat Hindu dengan melaksanakan upacara agama. Adapun hari suci umat Hindu yang
berdasarkan perhitungan wuku seperti , Budha Kliwon, Tumpek, Buda Cemeng, Anggara Kasih.
Cara menentukan perhitungan hari suci berdasarkan wuku ini dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan kiri seperti gambar berikut.
Keterangan :
Perhitungan wuku dimulai dari wuku Sinta pada angka 1 (ibu jari), dan wuku yang lainnya
dihitung berturut-turut ke angka 2, 3, 4, 5, kembali ke angka 1 dan seterusnya searah jarum jam.
Hari suci yang yang jatuh pada hitungan Ibu jari (1) Buddha Kliwon, Telunjuk (2) hari suci
Tumpek, Jari tengah (3) Buddha Cemeng, Jari manis (4) Anggara Kasih, Kelingking (5)
kosong/pengembang.
a. Sinta
1) Soma Pon Sinta disebut Soma Ribék, pemujaan dan persembahan ditujuakan ke hadapan
Dewi Sri (Sang Hyang Sriamérta) manifestasi Tuhan sebagai Deva Kesuburan atau Deva
Kemakmuran.
2) Anggara Wage, Sinta disebut Sabuh Mas, pemujaan ditujukan ke hadapan Dewa Mahadewa
3) Buddha Kliwon Sinta disebut hari suci Pagérwési, merupakan hari merupakan payoyang Sang
Hyang Úiwa sebagai Sang Hyang Pramesti Guru disertai oleh para Dewata menciptakan dan
mengembangkan kelestarian kehidupan di dunia.
b. Landép
Saniscara Kliwon Landép disebut Tumpek Landép merupakan hari suci pemujaan kehadapan
Bhatara Śiva dan Sang Hyang Paśupati.
c. Ukir.
Redite Umanis Ukir merupakan hari suci untuk pemujaan kehadapan Bhatara Guru. Pada hari ini
umat diharapkan memohon anugerah keselamatan dan kesejahteraan ke hadapan Bhatara Guru
yang pemujaannya dilakukan di Sanggar Kamulan.
d. Kulantir/Kurantil
Anggara Kliwon Kulantir disebut Anggara Kasih Kulantir, merupakan hari suci pemujaan ke
hadapan Tuhan dalam manifestasi sebagai Bhatara Mahadewa.
e. Wariga
Sabtu Kliwon Wariga dinamakan Tumpék Penguduh, Tumpek Pengatag, Pengarah, Bubuh,
merupakan hari suci pemujaan kehadapan Sang Hyang Sangkara, manifestasi dari Tuhan sebagai
deva penguasa kesuburan semua tumbuh-tumbuhan serta pepohonan.
f. Warigadian
Soma Pahing Warigadian, merupakan hari suci pemujaan ditujukan ke hadapan Bhatara Brahma
manifestasi Tuhan sebagai Dewa Api atau Dewa Penerangan
g. Sungsang
Related:
Pengertian Padewasan
7 Syarat Yang Wajib Dilaksanakan Untuk Mewujudkan Satwika Yajña
Macam-macam Pedewasan untuk Upacara Agama
1) Wrhaspati Wage Sungsang disebut dengan Parérébuan atau Sugihan Jawa. Pada hari ini
diyakini para Dewa dan Roh Leluhur turun ke dunia membesarkan hati umat manusia sambil
menikmati persembahan hingga hari suci Galungan tiba. Pada hari ini dilakukan pula upacara
pembersihan atau pesucian (Bhuana Agung)
2) Sukra Kliwon disebut Sugihan Bali memohon pembersihan lahir dan batin ke hadapan Ida
Sang Hyang Widi Wasa dengan cara mengheningkan pikiran, memohon air suci peruwatan dan
pembersihan.
h. Dunggulan
1) Redite (Minggu) pahing Dunggulan disebut Penyékéban. Pada hari ini diharapkan umat
mengekang batin (mengendalikan diri) agar selalu dalam keadaaan hening dan suci sehingga tak
dapat dikuasai oleh Sang Kala Tiga.
2) Soma (Senin) Pon Dunggulan disebut Penyajan, umat diharapkan secara bersungguh-sungguh,
benar-benar sujud dan berbakti kepada Tuhan, agar terhindar dari kekuatan negatif Sang Hyang
Kala Tiga yang pada saat itu berwujud Bhuta Dunggulan
3) Anggara (Selasa) Wage Dunggulan disebut Panampahan, diyakini pada hari ini Sang Hyang
Kala tiga turun ke dunia dalam wujud Bhuta Amengkurat, sehingga umat diharapkan melakukan
pengendalian diri serta mempersembahkan upacara Bhuta Yajña.
4) Buddha (Rabu) Kliwon Dunggulan dinamakan Galungan yang bermakna bangkitnya
kesadaran, titik pemusatan batin yang terang benderang, melenyapkan segala bentuk kegalauan
batin. Sekaligus peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya serta kemenangan
Dharma melawan Adharma. Persembahan ditujukan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa
dengan segala manifestasi-Nya. Pada hari ini setiap rumah memasang penjor yang merupakan
titah Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung sebagai lambang kemakmuran.
Setelah upacara dilaksanakan pada pagi hari, lengkap dengan sarana persembahan lainnya,
sesajen tetap dibiarkan berada di tempat pemujaan selama satu malam. Esok paginya, semua
umat patut menyucikan diri lahir dan batin pada saat matahari terbit, mempersembahkan
wewangian dan mehon air suci, serta menyuguhkan segehan di halaman rumah. Setelah selesai
barulah sesajen-sesajen yang dipersembahkan kemarin itu dapat diambil dan kemudian di-ayab
oleh sanak keluarga.
i. Kuningan
1) Redite Wage Kuningan disebut dengan Pemaridan Guru atau Ulihan. Pada saat ini
persembahan atas kembalinya para dewata ke kahyangan atau surga serta meninggalkan
anugerah kehidupan (amérta) serta umur panjang kepada setiap makhluk.
2) Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung, mempersembahkan segehan agung
kepada semua Bhūtakala
3) Buddha Pahing Kuningan merupakan beryoganya Bhatara Visnu dan memberikan anugerah
berupa kesenangan, keagungan, keluwesan, daya tarik, memenuhi harapan, dan rasa simpatik
kepada umat manusia (asung wilasa).
4) Sukra Wage Kuningan disebut Penampahan Kuningan umat diharapkan mengendalikan batin
dan pikiran agar tetap jernih dan suci (pégéngén poh nirmala suksma)
5) Saniscara Kliwon Kuningan disebut Hari Raya Kuningan diperingati sebagai hari suci
turunnya para dewa dan roh leluhur ke dunia untuk menyucikan diri sambil menikmati
persemabahan umat. Persembahan sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum jam 12.00 (tajeg
surya) sebab setelah itu para dewa, pitara, roh suci leluhur diyakini telah kembali ke khayangan.
j. Pahang
Buddha Kliwon Pahang disebut Pégatwakan, persembahan ditujukan ke hadapan Sang Hyang
Tunggal.
k. Merakih
Buddha Wage Merakih disebut juga Buddha Cemeng Merakih, yaitu hari suci pemujaan yang
ditujukan kehadapan Bhatara Rambut Sedhana, disebut juga Sang Hyang Rambut Kandhala atau
Sang Hyang Kamajaya penguasa artha, mas, perak, dan permata.
l. Uye
Saniscara Kliwon Uye disebut Tumpek Kandang. Pemujaan dan persembahan di tujukan ke
hadapan Sang Hyang Rare Anggon sebagai dewanya ternak/binatang.
m. Wayang
Saniscara Kliwon Wayang disebut tumpek Wayang, merupakan hari pemujaan ke hadapan
Bhatara Iswara, manifestasi Tuhan sebagai penguasa alat-alat kesenian.
n. Watugunung
Saniscara Umanis Watugunung disebut hari Saraswati merupakan hari Pemujaan ke hadapan
Dewi Saraswati manifestasi Tuhan sebagai penguasa Ilmu Pengetahuan.
o. Sinta
Redite Pahing Sinta disebut dengan Banyu Pinaruh, memohon anugerah kehadapan Devi
Sarasvati, berupa air suci pengetahuan.
Panglong disebut pula Krsnapaksa yaitu perhitungan hari dimulai sesudah purnama yang
lamanya juga 15 hari dari panglong 1 sampai dengan pangglong 15. Panglong ke 14 sehari
sebelum tilem disebut Purwaning Tilem artinya bulan mulaitidak akan nampak dari bumi.
Sedangkan pangglong 15 disebut tilem artinya bulan sama sekali tidak nampak dari bumi. Pada
hari tilem beryoganya Sang Hyang Surya.
Agama Hindu mempergunakan panduan sasih antara sasih Candra dengan Sasih Surya sehingga
ada perhitungan “pengrapetang sasih”. Hal ini dilakukan karena disadari betul bahwa bulan dan
matahari mempunyai pengaruh besar terhadap bumi dan isinya. Selain penentuan Padewasan,
hari suci agama Hindu, yang berdasarkan sasih adalah:
1) Pada hari Purnama beryoga Sang Hynag Candra (wulan), Pada hari Tilem beryoga Sang
Hynag Surya. Jadi pada hari Purnama-Tilem adalah hari penyucian Sang Hyang Rwa Bhineda,
yaitu Sang Hyang Surya dan Sang Hyang Candra. Pada waktu Candra Graha (gerhana bulan)
pujalah beliau dengan Candrastawa (Somastawa). Pada waktu Sūrya graham (gerhana matahari)
pujalah beliau dengan Sūryacakra Bhuanasthawa.
2) Sasih Kapat Purnama Kapat merupakan beryoganya Bhatara Parameswara, beliau Sang hynag
Purusangkara diiringi oleh Para Dewa, Widyadara-Widyadari dan para Rsigna. Selanjutnya pada
Tilem dapat dilakukan penyucian batin, persembahan kepada Widyadara-widyadari.
3) Sasih Kepitu Purwaning Tilem Kepitu disebut hari Sivaratri, yaitu beryoganya Bhatara Siva
dalam rangka melebur kotoran alam semesta termasuk dosa manusia. Pada hari ini umat Hindu
melakukan Bratha Sivaratri, yaitu Mona, Upawasa, dan Jagra.
4) Sasih Kesanga Tilem Kesanga adalah hari pesucian para dewata, dilakukan Bhuta Yajna, yaitu
tawur agung kesanga sebagai tutup tahun Saka.
5) Sasih Kedasa Penanggal 1 (bulan terang pertama) sasih Kedasa disebut hari Suci Nyepi, yaitu
tahun baru Saka. Pada saat ini turunlah Sang Hyang Darma. Purnama Kedasa beryoganya Sang
Hyang Surya Amertha pada Sad Khayangan Wisesa.
6) Sasih Sada Pada Purnama Sadha, patutlah umat Hindu memuja Bhatara Kawitan di Sanggah
Kemulan.
5. Dauh
Padewasan menurut dauh merupakan ketetapan dalam menentukan waktu yang baik dalam
sehari guna penyelenggaraan suatu upacara-upacara tertentu. Pentingnya dari dewasa dauh akan
sangat diperlukan apabila upacara-upacara yang akan dilakukan sulit mendapatkan hari baik
(dewasa ayu). Dauh jika dibandingkan mirip dengan pembagian waktu menurut jam, namun
bedanya hanya penempatan panjangnya waktu. Hitungan jam dalam sehari dibagi 24, hingga
sehari dalam hitungan jam panjangnya 24 jam. Dalam perhitungan dewasa dauh mengandung
makna dalam waktu satu hari terdapat dauh (waktu-waktu tertentu) yang cocok untuk melakukan
suatu kegiatan. Signifikasi dari dewasa dauh diperlukan apabila upacaraupacara yang dilakukan
sulit mendapatkan hari baik (dewasa ayu). Dalam perhitungan dewasa berdasarkan dauh
mempunyai beberapa hitungan, yakni berdasarkan Panca dauh dan Asta dauh.
a. Sistem Panca dauh (Sukaranti) adalah pembagian waktu (hari) dalam sehari menjadi 10
bagian, dengan hitungan 5 dauh untuk menghitung panjangnya siang (setelah matahari terbit
hingga menjelang terbenam) dan 5 dauh lagi untuk menghitung panjangnya malam/wengi (dari
matahari tenggelam hingga terbit).
Tabel 3.7. Sistem Panca Dauh
b. Sistem Asta dauh yang memiliki konsep yang sama dengan Panca dauh, bedanya hanya
pembagian waktunya menjadi 16, dengan perincian 8 dauh untuk menghitung panjang waktu
mulai matahari terbit, hingga menjelang terbenam dan 8 dauh lagi untuk untuk menghitung
panjangnya malam hari dari terbenamnya matahari hingga menjelang terbit.
WARIGA DEWASA
WARIGA DEWASA
SAKING
SANG HYANG SIWA MANDALA
WARIGA DEWASA
WARIGA DEWASA
SAKING
SANG HYANG SIWA MANDALA
6. Yan tanggal ping, 8. ( kutus ) ping, 7, ( pitu ), nuju anggara, Subacara, ngaran, ayu akarya
samangkana, amuja ring Yang Ageni, mengakesa umah peraya, amuja pitra, angentasa ring
wangatua, kaki muang Buyut, adana-dana, apaksika ngaran.
7. Yan Anggara nuju tanggal ping, 8, ( kutus ), akarya samangkana, angasahin sarwa sangjata,
angelaha, sisiya, angilangakena satru abecaruka, iki selokania ; Ageni totranca geranca, Ageni
jubi.
9. Dewasa pelelanusan sasih, yan sira atetanduran ayu tur lanus, muah sasih ngaran =
Sasih = Kdasa, katiga, kalima, kepitu, Kesanga, lanus ring penanggal.
Sane lanus ring pangelong, Karo, kapat, Kenem, Kawulu, Kedasa, Ika, lanus ring pangelong.
Elingakena sang perekosa ring karya.
12. Dewasa ayu alalungan, tan pengaliha dalania nemu ayu sira, elingakena, poma =
Redite, Saniscara, serana, tangeran, anginang, teher lumaku, (mejalan terus) menurut tujuan,
mantra : Ong Aditya ya namah, idep betara I Suara.
Soma, serana, teher awangsuh (nyuci) tangan agia lumaku sekarepta.
Mantra : Ong paruk semaya namah, edep betara Ludra rumaksa sira.
Buda, serana amangan gula, teher mengoda-ngoda.
Mantra : Ong Sang Buda yenamah, idep betara Mahadewa rumaksa sira.
Weraspati, serana amagan santen basma kene runuhun.
Mantra : Ong Weraspati ya namah, idep betara Mahesora rumaksa sira.
Sukra, serana amangan sawi (sayuran ) teher sumpangakena
Mantra : Ong Sang Sukra, yenamah idep betara yanca rumaksa sira.
Saniscara, sarana amangan manuk ( daging ayam) atukar rumuhan.
Mantra : Ong Sang Saniscara yenamah idep betara yanca rumaksa sira
Nanging saluwiring dina elingakena aturu sira rumuhun (sedurunge melakane sirep dumun )
14. Dewasa mati uku, ngaran aja ngambah atatanduran ring uku =
Uku Tolu, Dungulan, Kerulut, Menail, Kelau, Dukut.
17. Dewasa Ngelayang, ngaran, Dewasa Ayu Woiya, anut ring tanggal muang Saptawara.
Redite, tanggal, ping, 1, 8, ( apisan), (kutus)
Soma, tanggal, ping, 3, (telu)
Anggara, tanggal, ping, 7 ( pitu )
Buda, tanggal ping,2,3, ( pindo ) (telu)
Weraspati, tanggal ping, 4,5, (empat) (lima)
sukra, tanggal ping,6, (enem)
Saniscara, tanggal ping, 5, (lima)
Ayu suka wirya ngaran
18. Dewasa ngewangun Kayangan Dewa, muang merestista ring rat (gumi), muang ring Pitra, manut
Sasih muang tanggal =
Sasih kasa, tanggal ping, 10,11, (dasa), (solas)
Sasih Karo, tanggal ping, 5, (lima)
Sasih Ketiga, tanggal ping, 10, (dasa)
Sasih Kapat, tanggal ping, 15, (molas)
Sasih Kenem, tanggal ping, 13 (telulas)
Sasih Kepitu, tanggal ping, 3, (telu)
Sasih, Kewulu, ……………….
Sasih Kenanga, ……………….
Sasih, Kedasa, tanggal ping, 7, (pitu)
33. Dewasa, anemuaken, wong alaki rabi tan memilihan sasih, ring dina =
Buda, Paing, tanggal ping 5 (lima), Panca Mertha, ngaran, Dina ika, pewarangan, ayu, arang
amanggih gering, pala ayu dirgayusa.
Saniscara, Paing, tanggal ping 10 (dasa)
Sada Mertha, ngaran dina ika, pewarangan ayu, arang amanggih gering.
Weraspati, Wage, tanggal 3 (telu), Mertha sedana, ngaran, pala boga kepangguh = Darma
Lakinia
Soma, Paing, tanggal ping 11 (solas), palania pada teresna, mapiang, arang amanggih gering,
sealaning dina, sealaning sasih, kesapuh denira Sang Hyang Somo, Mertha Wibuh, ngaran
meraga Sang Candra rahayu dahat, palania.
Buda, wage, tanggal 1 (apisan) Sukadana, ngaran, anggen pewarangan ayu, Mertha bumi, ngaran
dewasa ika, wreping buana sarira, saking panugrahan Sang Hyang Licin, ngaran meraga dina.
36. Puniki widi Sastra, sakeng paugrahan Sang Hyang Swemandala, ngaran, Sang Hyang Surya,
ngaran =
Dewasa Amuja pitra, amuja Hyang ring Sanggah, muang agunting, amahayu geraha, atuku istri,
awiwaha (mesakapan) ngaran luwirnia, ring dina: Buda, Wage, tanggal 1 (apisan), marga menga,
kawah maineb, pitra loka maineb, amuja pitra rahayu, pala olih suarga, sang kiningkin, manggih
dirgayusa sang kari.
Malih ring dina, Sukra Umanis, tanggal ping 12 (roras) amuja pitra kekangsen, ayu mungguwing
atma, palania amanggih guna ngaran.
Malih ring dina Weraspati Keliwon, tanggal ping 11 (solas), atiwa-tiwa rahayu, pala ilang letuh
sang pitara, amanggih ayu ngaran.
Malih ring Dina, Buda Umanis, tanggal ping 3, (telu) pala werdi linggih sang pitra.
37. Dewasa muja pitra kekansen, ngaran, nyekah ring dina Redite Pon, nuju Guru, Sang dewa pitara,
rahayu, ngaran olih papa kelesnia.
Malih ring dina, Redite, nuju guru panileman, Mertha sari, ngaran, dewasa ika ayu, yaning wang
nista tan wenang, ngaran.
38. Dewasa pewaranging Trisakti, ngaran turunan Sang Hyang Licin, ngaran, urip peragat, tan
amilikin pesasihan, kewala ring tanggal tinut saptawara :
Yan ring dina, Buda paing, tanggal ping 5 (lima), panca mertha, ngaran, ikatan alah wigena, ayu
dirgayusa, ngaran.
Yan ring dina, sukra paing, tanggal ping 10 (dasa) dasa mertha ngaran, pala aran amanggih
gering.
Yan ring dina, Weraspati wage, tanggal ping 3 (telu) sedana mertha ngaran, boga kepanggih.
Yan ring dina, Soma paing, anuju guru, tanggal ping 11 (solas), dirgayusa kepanggih bakti
maperiya, arang amanggih gering.
Yan ring dina Buda Pon, tanggal ping10 (dasa), mertha buni, ngaran, iki mertha bumi araning
dewasa, ngaran urip buana.
41. Dewasa was penganten, auku lawasnya roro, ala dahat, ana murug, bilih-bilih katindihan banjar ika
ngaben mitung dinayang, ayua murug, muang gotongan sadina urip, 14 (empat belas), muang
semut sadulur urip, 13. Telu (telulas). Yaning murug ila temen.
42. Dewasa ayu, amayuh sarira agunting, metatah, ring dina = : Soma paing, tanggal ping, 5, (lima)
panca werti ngaran, palania dirga yusa sang penahayu. Malih ring dina Buda keliwon, tanggal
ping 10 (dasa), mertha murti ngaran sariro ngaran.
Malih ring dina ngunting rare, tan kawigenan. Malih ring dina, sukra wage, tanggal ping 10
(dasa), dewasa mepandes ayu, dewa werdi, ngaran, palania dirga ayu, wigena doh lara roga,
Saluwiring weton, purna denia, mangana kojaring sastra.
Malih ring dina, Buda paing Landep, tanggal ping 13 (telulas). Prabu wibuh ngaran, pageh wasa
dina ika, dewasa biseka ratu werdi.
43. Iki tutur siwa Mandala, ngaran, Sang Hyang Siwa Mandala, Sang Hyang Surya miwah Candra,
ngaran ketama de Sang Sedaka kina-kina, tingkahing wang nista madia utama wangsa, angamet
dewasa ayu, ngaran, amering awak, adios, agunting, maperas, wang anggen perti sentana, miwah
yan ana dewasa kepanggih, ngaran, ring dina :
Buda umanis parangbakat, nuju sasih katiga, kapat, kalima, tanggal ping, 10, (dasa), ayu dahat,
Mertha bumi, ngaran, yan mapogala wak bajra, ngaran dewasa ika, palania manggih dirga yusa,
arang amanggih gering, maperas muang meneking awak, jaya suka werdi.
44. Malih yan ring dina Soma umanis, wara Tolu, nuju sasih kelima, tanggal, 13, (telulas), mertha sari,
ngaran, dewasa ika, ayu mekarya disanggah, kalania dewa asih, betara marep, maweweh
buktinia.
45. Malih yan ring dina, saluwiring Buda wage, tanggal ping, 5, (lima), sasih kelima, werdi guna,
ngaran dewasa ika, pala amanggih lewih guna.
46. Malih ring dina, Weraspati wage, tanggal ping, 5, (lima) sasih kasa, dewasa ika arang
amanggih gering.
47. Malih ring dina Buda paing, saluwiring anemu guru, sasih kedasa, wibuh merti, ngaran, dewasa
ika, pala maweweh suka werdi, yan mahayu wang rare, angerebah keresna, sukla tujunen tuten.
48. Iki dewasa pagehbumi, ngaran newanang anggon pawerti kara oton, abiseka ratu, ngulihin
kedatuan, rahayu pala dirga yusa, werdi guna, bala kuat terepti matuam, suka sada, ngaran anuju
dina = Buda paing triyodasi ika ngaran pageh bumi.
49. Malih ring dina Buda wage, tanggal ping 7, (pitu) ping, 10 (dasa) dewasa mahayu rare, ngaran,
pala panjang yusaning rare, arang amanggih gering.
50. Malih ring dina Buda pon, saluwiring tanggal ping 7, (pitu) ping, 10 (dasa) werdi suka ngaran,
amuja Hyang ayu pala suka sarwa dewa. Meweh dirga yusa sang mekarya.
51. Malih ring dina soma wage, anuju guru tanggal ping, 5, (lima) , werdi bakti ngaran dewasa ika
anggen amuja Hyang ayu ngaran, pala Iri Sih sedaka.
52. Malih ring dina Soma wage, tanggal ping, 1, (apisan ) angamet istri rahayu ngaran.
53. Malih ring dina Sukra Umanis, tanggal ping, 5, 15, (lima), (limolas), werdi guna, ngaran mekarya
di sanggah rahayu, pala dewata suka purna.
54. Malih ring din Buda paing, tanggal ping, 3, (telu) mengawe umah ayu, ngaran pala adoh ikang
gering merana.
55. Malih ring dina Saniscara, tanggal ping, 3, (telu) pager wesi ngaran, dina ika, nasarin tembok ayu.
56. Malih ring dina Buda keliwon, tanggal, 1, (apisan) mertha dewa ngaran mekarya disanggah ayu.
57. Malih ring dina, Weraspati wage, tanggal ping, 7, (pitu) teka ikang dina, mekarya disanggah,
mahayu kerta werdi ngaran.
58. Ling Sang Hyang Suwamendala mungguwing sastra Sang kerama pandita, nugraha dewasa ring
wang, ana betara siwa sih, dina ayu ane munia, ala kelawan ayu, muah alaning uku nyala wedi,
ngaran luwirnia =
Sinta, Landep, Gumbreg, Medangkungan, Sungsang, Dunggulan, Paang, Perangbakat, Bala,
Wayang, Watugunung, ala dahat, tan wenang ambah ngewangun karya, amuja Hyang,
mahayu sarira, anggawe geraha, atiwa-tiwa, narpana pitra, patemohan amuja rare, agunting, pala
wigena mageng, alpayusa, palania gering kedadak mati, yan amuja Hyang maweweh duka
angadakang gering tumpur, wedya saji kecampuran lemeh, dening kingkara buta, dening dina
papupulaning letuh.
Yan ngewangun kayangan kaumahan bahan kala, tan pegat amanggih baya.
Yan madudusan tirta mertha, dadi wisia
Kewenang sudanen, luwirnia =
Uku landep, kuningan, perangbakat, wayang, pada alania ring uku tan peguru ngaran.
59. Dewasa aniwak wangke, ayu suarga menge, luwirnia ring uku mungguh saptawara =
Julungwangi, landep, kerulut, Dukut, Warigadian, Perangbakat, ring Redite, tanggal ping, 1,
(apisan), ping, 6, (enem), ping, 8, (kutus) temurun Sang Hyang Widi, Sang Hyang Tunggal
angiderin buana agung, angereka, betara, catur wisesa, ana betara angadakang dina ala ayuning
tanggal pangelong,pada nemu ala ayu, uku muang sasih, uriping Sang Hyang Eruyokdasi, tan
keneng aja panulah dening betara kabeh, pada sumusup ring dina, ne ayu, mala pada ala, yan sira
mati, ala patine kasupat dening betara, muang kala, ala patine kasupat dening betara, muang kala,
buta kabeh, marganing wong mulih maring sawargan, maweh sira dina nemu ayu, suka sugih
wekasan, Sang Hyang atma kena sihaning dewa dina ayu temunia, dina ala temunia.
60. Malih yaning mangeseng sawa, ring tanggal, ping, 11 (solas), ping, 13 (telulas), kesakitan de
betara kala, jangkep, pegawene sang mati, ayu marganw wang mati, dina ayu dauh ayu, suka
sagih, pitarane gelis manumadi, maring tunggak nia suka ngaran.
61. Yaning patut margane mangeseng, atek nemu ayu duk ringdina wara ukir, anggara pon tanggal
ping, 11, (solas), ayu, betara nampi, atmane, pada suka ngaran.
62. Malih yan mageseng ring dina soma paing tanggal ping, 2, (pindo) warigadian, siwa murti, ngaran
nampi atmane, ngaran ayu asih beraya.
63. Malih yan mageseng ring dina, sukra wage, wara kuningan, pangelong ping, 13, (telulas), ayu
betara nampi atmane, ngaran ayu asih beraya.
64. Malih yan mageseng ring dina, Weraspati umanis wara sinta, tanggal ping, 4, (empat), ayu betara
Siwa nampi atmane, suka sugih amitua ayu ngaran.
65. Malih yan mageseng ring dina, Sukra Umanis, wara merakih, tanggal ping, 8, (kutus), ayu betara
……
66. Malih yan mageseng ring dina, Sukra paing, wara matal, tanggal ping, 11, (solas), ayu betara Siwa,
Peramasiwa namping atmane ayu suka sidi ngaran.
67. Malih yan mageseng ring dina, Waraspati pon, wara pangelong ping, 7, (pitu), ayu betara sinuhun
namping atmane, ayu idep ayu ngaran.
68. Malih yan mageseng ring dina, Soma Pon, wara ungu, tanggal ping 5, (lima), betara sinuhun
namping atmane, ayu idep ayu ngaran.
69. Malih yan mageseng ring dina, Waraspati keliwon wara Kelayu, tanggal, ning, 3. (telu), ayu
betara, Siwa namping atmane, suka sugih pada ndah ngaran.
70. Malih yan mageseng ring dina, soma wage, wara dukut, tanggal ping, 11, (solas), ayu betara,
betara Siwa namping Atmane, ayu suka munyi yan manumadi pada ngeraksa sastra, pacang
ngelingan margane mati, maring tunggake, duk mengeseng ring dina suka sugih, mulih ring dina
suka sugih, dudu dina malih ala, puniki dewasa, mungguwing dina suka sugih, ling Sang Hyang
Suwemandala.
71. Ling (bawos) Sang Hyang Suwemandala, yanana wang tani karwan dilaku, ngelaku lampahing
dina, dening tanggal, alah dening asih, sasih alah dening dauh. Dauhngaran Sang Hyang
Troyodaksi, sira sira sakti wisesa, yan anemu dauh suka sugih ayu pisan.
Yan anemu tan pedauh ala dahat salwiring mahayu, mesabda maidep, eda maselselan ring awak
lacur apan widi nurunan dedauhan
Ana wewatekan suka sugih, dauh ana paksa ring wewatekan, ika tatsin malu, yan sampun anut
ring dauh, margine yadin tan pecaru, ala temunia dadi anemu ayu, sakti wisesa, ngaran ewa sih,
manusa sih, widi welas asih, watek rajah, kerta ika ngaba dauh, panginep dauh, yaning
pangineng palih, Sang Hyang Atmra, pupug, dening, carunin, kerta ayu patut patemune,
Mati runya, pa,ka, ngunye, ka, pe, ngunye, pe, su, ngunye, su.
Amusti ayu, yaning nora weruh ring linggih ning widi, ring awak sariranta, muang betara betara
dewa, kala manusa, buta wenastuning, muang betara dewa, kala manusa, buta wenastuning widi,
betara manusa memastu, kabeh pda wenastuning widi, betara manusa memastu, kabeh pada
katemah, mandi guna mandi, manusa aweh dina nora weruh katemah, penyarang bumi katemah,
dalang nora weruh penyarang sabda idep, nemu kaputu buyut, mamiroga, baberos tompel, suri
suri, nora jangkep pangan kinum.
73. Muah yan ana wong mesangih, muah matemuang lare, mekarya muah ngubakti ring sanggah,
muang ring kayangan agung, pemargine ayu, betara Siwa nampi subaktine, ngaran, saluwire
nemu ayu, retekaning dina saniscara paing, wara wariga dian, atnggal ping 2, (pindo) temunia
ayu.
74. Dewasa ala ayuning sasih, yania makuh umah, muang melapasin, yania akarya ayu, muang
pewarangan, ngaran sekaryane tatasakena ayu, ala ayuning sasih =
Sasih, kasa, ayu rendah tigehan, kadang pada asih, ayunia turun tuwuh ngaran, sampun liwar
dadi was, tur kerana ala wekasan.
Sasih, karo, dana dibiya yusa,ngaran separania nemu sata, anging lara putra, meh ngidih ika
kakerangan, yan sanding ttiwas mayus.
Sasih Kapat, suka dana werdi putra laba ngaran setata tis, tur ayu, astiti bakti makurenan, pada
atian, pada nemu darma ayu.
Sasih, Ketiga, ala corah kajarnia, kena sotan ati, demasah, ala dahat ngaran.
Sasih kelima, nemu boga bukti, tinggen sapekara, angin makurenan kuat keren bangga, matukar
tan kasaran, ngaran.
Sasih kenem, nemu boga bukti tinggen saparakaning sekaya, ala makurenan, buat tukar bangga,
matukar tan kasoran, neraka ngaran.
Sasih kapitu, gering angelayung tur katunuan, (puun) ala dahat ngaran.
Sasih Kesange, gering tanpegat tur tan sedana, ala dahat.
Sasih kedasa, sang perabu peradnyan bayu putradana, tur rendah karma nemu uma, bukti
matukar satibaning laku, tur corah laba ngaran.
75. Iki Pelakuaning dasaksara, ring Saniscara, kelisor sungan tilem, ika dadahatala, tan yogia ambahin
yania murug, durung abulan metandangkojaran nia. =
Yan nemu tanggal apisan, pangutangan ala dahat, babatang setra ngaran, babatn apit setra
ngaran, ika tan wenang ambahin, palania amangih suarga sang pitara ika muang angelangkar
gunung, teken lenuku, angelangkar watangan ngaran, ala dahat, tunggal kadi ringarep ngaran,
yania, ika enang marginin mabersih, ayu temunia ngaran.
76. Iki kaweruhakena bayu ring buananta yan sira weruh ring genah pancawarnane ngaran =
Umanis ring dada
Paing ring bantengan
Pon ring nabi (pungsed)
Keliwon ring Siwaduara.
80. Iki dina katemah ngaran, ala dahat, yan sira aperang adewasa iki, katemah antuk betara kabeh, iki
luwirnia =
Uku sinta ring = Soma
Uku landep ring = Soma
Uku ukir rinr = Anggara Weraspati, Sukra, Seniscara.
Uku kulantir ring = Soma, Buda.
Uku Tolu ring = Soma, Buda, Weraspati, Sukra
Uku gambreg ring = Soma
Uku julungwangi ring = Soma, Sukra
Uku Sungsang ring = Anggara, Weraspati
Uku dungulan ring = Buda.
Uku Kuningan ring = Anggara Weraspati
Uku Medangsia ring = Redite, Saniscara
Uku Pujut ring = Redite, Saniscara
Uku paang ring = soma, Sukra
Uku kerulut ring = Soma, Weraspati.
Uku merakih ring = Anggara, Weraspati
Uku tambir ring = Anggara, Weraspati.
Uku Medangkungan ring = Anggara, Sukra.
Uku menail ring = Soma, Sukra.
Uku Kelawu ring = Redite, Saniscara
Uku dukut ring = redite, saniscara
Uku watugunung ring = Soma, Sukra
Elingakena aja murug, ucaping sastra iki.
81. Iki pemari sudaan, alaning watek mewaran muang tanggal pengelong, uku, kala, sasih, dagdig
kerana, anggen dewasa, saluwiring gawe, atetia wong pejah, anan pemarisudaan caru ika, luwire
=
Caru itik putih jambul maguling, tumpeng adanan, magenah ring sanggar tutuan, muang
tumpengbang 9, bungkul mewadah sesayut, metapakan senden anyar, merajah Brahma Geni,
iwaknia ayam biying luh muani, raka-raka sarwa bang, banten ika magenah amben sanggar
tutuane, suci asoroh dena genep, iwak bawi akarang, bakaran matah, getih panjang sajeng rateng.
Iki sesapania, mantra :
Pukulun Sang Hyang Merthu kunda, sira meraga pangesengan, sarwa jagat, wehan manusa
rahayu ngewangun karya, iki bukti sajinira, teduh kadi Sang Hyang Mertha, amanggih ayu,
dirgayusa, sanga ngamong gawe, ong seriya we nama suaha.
82. Yan meyama, guru, kala, anggen dewasa, atiwa-tiwa iki pamurniana :
Nasi sokan, iwak karangan, bakaran matah, getih merajang,sajeng aguci, arta700, (pitungatus),
upekaa ika duang Brahma asoroh, palania paripurna sealaning dina denia.
Kekudangania iki, mantra :
Pulun Sang Hyang Licin, manusa pada betara, asung nugeraha dirga yusa, tan ketaman
upadarwa, de Sang Hyang Kala, de betara Guru reka, iki buktiani watek kala, riwus sira amukti,
anggarana urip waras, Ong seri winama suaha.
83. Yan Sang Sedaka arip mamurug, kala gotongan muan semut sadulur, labaan iki :
Caru iwak bawi karangan,suci asoroh, tunjungan, sajeng berem, muang iwak matah daging
jajeron bawi, daksina abesik, artania, 7,700, (pitung tali pitung atus), bantenan ring marga pati,
ring paberesihane, rawuhing patiwantinan nyane, rahayu palania sangaderuwe karya.
84. Yan nemu catus pata pemanggahan, iki carunia iki luwire :
Itik belang kinelet, dagingnia ingolah, jatah limang katih dadi limang tanding, sangkui lima,
daksina abesik, beras aceeng, artania, 9.900, (sia tali sanga), sege limang sangkuwi, genahe acaru
ring paturon pangutangan. Mantra : Ong nini betara Kala kaki Rappati iki bukti sajinira, aja
nyengkalaning, sanganiwakaken sawa, ring dina iki, wehan manggih dirgayusa, tumut tekanin
paperanantikanira, amanggih sadia rahayu, Ong Sri yanama suaha.
85. Iki tingkah banjar nggawe seme, wates pejabangan, saluwiring karang anggen sema, wenang
mepelapas, ping, 3, (telu), malih batabang merajah, bata-bata ring peretiwi, pendem ring ersania
(kaja kangin) ring sema sama, banten suci asoroh, sayut pengambian, peras panyeneng, ajuman
makembaran, mangkana upakaraning anggawe sema, asing mati mapendem, kabeda wang desa
ika, ring Sang sedaan bangbang, kawarahin tingkahe nanem, tan pekerana tingkahe wang mati,
tan napak ring indik, genahe ring betari peritiwi, duka Ibuta bumi, ngawe gering desa ika, tan
pegat matine, saluwiring gawene wang ika, kang makerti ring Hyang, sangkalan ring desa, ika
tan tulus agawe,dewane piduka, ring sang kerama desa, rusak ikang desa, mati sadulur -dulur,
muang panenggerahin buta bumi,muang Sang Hyang Yama, gawenan perani-perana ring setra,
amangan-anginun, mangkana keramania.
Malih keramaning wong anggawe sema sama, genah wong mati mapendem, lawan mebasmi,
gawenan peripih emas, selaka, tembaga, kuningan, timah, wesi, mewadah cawan putih, kuangen
lima, artinia 33, (telung dasa telu), Isuara sira meraga, mahadewa, Wisnu, Siwa, tukupan matantu
suku kabeh, wastu kukul dungkul, rep sirep, talu-talu-Ong-Ang-Ang-Wang, pukulun Sang Kala
Wisesa, Sang Kala sapuh buana, sangkala mertiyu muang sang Hayang Catur sanak, sira mawak
ager.
86. Malih tingkahing wong wawu metanem, gawenan banten paminta ring sedaan bangbang
punjungan abesik, canang peras abesik, yanora samangkana, kelar mati kadadak telas.
87. Iki panugrahan, saluwiring, ngalekasang mantra, muang saluwiring ngerajah, serana toya sugiang,
raupang pada ping telu, inum pada ping telu =
Mantra : Ong Ang Sang Hyang Siwa ring bayu,
Sada Siwa ring idep
Pramasiwa ring sabda,
Sang siwa masarira kabeh
Ong yang siwa lingga ya nama, Ang ucapan ping siya (Ang- Ang- Ang- Ang- Ang- Ang- Ang-
Ang- Ang-. Telas )
88. Iki panugrahan, ida Sang Hyang Prajapati, ring saluwiring tukang-tukang kabeh, buat saluning
wong pejah.
Raris Ida Sang Hyang Perajapati, mugeraha ring saluwiring tukang-tukang kabeh punika buat
saluning wong pejah ngaran, buat memuan merupa-rupa kabeh, saluwiring gawe, teka wenang
tan kena mamigenanin, Ong Avigena mastu ya namah, Ang Ah,jeng, telas. Serana toya putra,
sekar putih, wija kuning, wus minantra, inem ping telu, raupang ping telu.
89. Iki tingkahing ngawe saluning wong pejah, sukuning gunung meliawan, dadi pedemaning wong
pejah.
Gunung ngaran = maguna
Awan ngaran = malina
Awan ngaran = wana
Gunung maliawan, yan ring sarira, ika peparune ngaran, linggan Sang Atma punika, cet maring
wetan, cet maring kidul, cet maring kulon, cet maring lor, cet maring genian, cet maring nariti,
cet maring baya-biya, cet maringersania, cet maring madia, cet maring damar kurung, cet maring
angenan, cet maring puspa nalum, punika sedeng kawuruhakena, denta dadi tukang-tukangning
wadah wong pejah, ngaran, yan sampun sira wus wuruh,
92. Iki mantraning sara suati, ananggapin sekerurare punanu, pemanjinge suang-suang, bener-bener,
mulih suarganta ring betara Siwa.
101. Iki mantran caru, sakaluwiring caru iki wenang anggen nganteban = : semaya, masannya kalania,
anambet aninggul, anyarak, sanga kon-kon manah, iku ta buktinira, Ong buktiantu durga ketara,
buktiantu kala mewaca, buktiantu sarwa bunem, buktiantu pisaca mangwa, ulun angaturaken,
menawita asing kirang, asing luput agung pamalakun ulun, yana kedik atura ulun, agung rena
pamalkun ulun, Ong Sang tabiya nama suwaya.
102. Iki pameralinanin caru, yan tan perlina kena caru ika, nora sida gawenia, apan kari buta kalane
ngerusuh, yan sampun perelina kena saluwiring karya suasta denia, yan wus ngantebang caru,
saluwiring caru perelina kena.
Iki perelinania mantra :
Ong Sang Hyang Purusangkara, sira guruning buta kabeh, wangsulakena, aduha kalanira sami-
sami, mahlukakena ring dangka kayanganira sung-suang, Ong Sangkara ya namah suaha.
107. Pengaksama = :
Mantra : Ong kesama suamam mahadewa, sarwa perani hitangkarah na moce sarwa pape biyah
bala siya namo namah suaha.
Ong samastata mahadewi berawi pereta baksini bagawata tua siya sekalam niskalam, tuam
rudratam, sonia daryate siya watua durga buta wateye ya namo namah.
109. Gelarsanga = :
Mantra : Ih angga buta, pada buta, mastaka buta, tuktuk buta, sira pada buta kabeh, iki tadah
sajinira, sajin gelar sanga, segeh karangan, antiga siya, iwak lembat matah rateng, pada enak
mamukti sari, lah poma-poma, jeng.
117. Nyimpen Ida Betara, ngewaliang budal ring linggih Ida suang-suang =:
Muspa puyung, ring Ida Sang Hyang Widi, para dewa-dewa, betara-betari, ngaturang suksema,
mantukang ida mewali kalinggih Ida suang-suang Puja: Ong kesama suamem mahadewa, sarwa
perani itangkarah, mamoce sarwa papa biyah, palaya suwasada siwah, kesanta wiyah kayika
dosah, kesanta wia wacika mama, kesantawia manah, tat peremadam kesama suamam.
Ong dewa suksema perama cintin ya nama suaha.
Ong,Sast,i Santi, Santi, Ong.
118. Iki surating, perelingganing betara, yan anangun kayangan betara, ring Bali, Wekasing utama,
ungguhakena ring peraraining perelingga, iki tuwinia utama, yanora kadi iki, cirinia, nora betara-
betara malingga, nora kayangan dewa, dengen ya ngaran bawos empu Kuturan. Muah yania
nangun kayangan wenang surat kaya iki, taru cendana wenang anggen pererai, mangkana
pewarah Empu Kuturan menggah ring lontar tatua soda siwi kerama.
121. Caru ngulihing umah, yah ngungsi wetan, caru tumpeng putih limang bungkul, iwak ayam putih
pinanggang, peras penyeneng, daksina, sodaan, segaan limang tanding, papagan ring pamesuan.
122. Yan mulih kidul (nganginan) caru tumpeng abang, adanan, siap biying pinanggang, peras
penyeneng, segeh agung daksina papagan ring pamesuan.
123. Yan mulih utara (ngajanan) caru tumpang ireng, iwak siap ireng pinanggang, peras panyeneng,
segeh agung, daksina, papagan ring pamesu.
124. Yan mulih utara (ngajanan) caru tumpeng ireng, iwak siap ireng pinanggang, peras penyeneng,
daksina, segeh agung, papagan ring pamesuan.
Sesapan =: pukulun sang kala, sang maya dering dalan agung, iki tadah sajinira, anuhana sianu,
wehan rahayu, aja sira nyangkalaning, anyarning kanyinggul, awak sarirane punanu, wehan
rahayu urip waras.
125. Iki Sang Hyang Pasupatti = peregolan iki, anggen pangeraksa jiwa, wenang anggen pengisin
sabuk. Iki puja mantrania Sang Hyang Pasupati : Ong padiameka.
126. Iki Sang Hyang Ayu narawati, wenang pangeraksa jiwa, wenang isi sabuk, pengasih dewa,
manusa, penembahan sarwa wisesa, pasewakan, palania, sakuwehing desti nyewake kojarnia. Iki
petania : Ong Yang Sri dadiyem bajia tuwan dewem, perana tanduli Sang jatem mani kuat
nanirantarem, sarwa ratna guna ndindiem. Seri dana tasiem sarwa-sarwa rumawa titiem, serisih
deperadnya kami kida rang-rang-rang perama dewi namustute, wisuksema wisesa wisesa ya
namah. Utama dahat.
127. Iki pengeraksa jiwa, luputing sapegawe ala, wenang anggen isih sabuk putih. Mantra : Ong Sri
dewi maha waktrem catur bujem peradnya wiyem suradnyeah, cintamani kurus mertem, Sri
Canauli mahadewi.
128. Iki sang Hyang Ulu Wisesa, panulak durjana, isin sabuk, pengeraksa jiwa, tumpur sarwa durjana
denia, sakuwehing bancana punah, iti petania =: Ong Ih Balbu lemah, bapa-bapa gambur empu
manira ring buwana kabeh, ayu sarira, ayu-ayu-ayu, raksa ingsun apang tepet, Sang Ulu pada
jaya ngeraksa sariranku,ah-ah, telas. Utama dahat iki.
129. Iki dedahuan, anut urip, panca wara muang saptawara, depukena uripnia, tiba dauh lima sadina
dina wilang sakeng luhur, luwire urip kadi ring sor. 13 : 14 : 15 : 16
sunia : Kesakitan : Sunia : pati
Peta : Pali : Kereta : Peta
Kesakitan : Kereta : Peta : Kesakitan
Pati : Sunia : Kesakitan : Kereta
Kerta : Peta : Pati : Sunia17 : 18 : 7 : 8 Kereta : Sunia : Pati : Sunia
Pati : Kesakitan : Kesakitan : Kesakitan
Sunia : Peta : Sunia : Peta
Kesakitan : Pati : Peta : Pati
Peta : Kereta : Kereta : Kereta
Urip, 17, watek batu = ngebah kayu ayu.
Urip, 18, watek buta= memaling ayu. 9 : 10 : 11 : 12
Kesakitan : Kereta : Peta : Kereta
Pati : Sunia : Kesakitan : Sunia
Kereta : Peta : pati : Peta
Sunia : Kesakitan : Kereta : Kesakitan
Peta : pati : Sunia : Pati
130. Iki pewatekan, ngaran, anut urip sapta wara muang panca wara, iki pilihan =:
Yan watek buta = memaling ayu.
Yan watek suku = ngajah kebo-sampi ayu
Yan watek wong = ayua ngelamar ala
Yan watek gajah = nyuang ubuan ayu
Yan watek batu = ngebah kayu ayu Urip, 8, watek gajah = nyuang ubuan ayu
Urip, 9, watek wong = ayua ngelamar ala
Urip, 10, watek suku = ngajah kebo-sampi ayu
Urip, 11, watek buta = memaling ayu
Urip, 12, watek batu = ngebah kayu ayu
Urip, 13, watek buta = memaling ayu
Urip, 14, watek suku = ngajah kebo-sampi ayu
Urip, 15, watek wong = ayua ngelamar ala
Urip, 16, watek gajah = nyuang ubuan ayu.