PIUTANG USAHA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Pengantar Perpajakan
Dosen: Doni Putra Utama,S.E., Ak., M.Si., CA
Disusun Oleh:
1. Septi Nanofitasari (3111911033)
2. Sri Meliani Putri (3111911046)
3. Resa Apriani (3111911011)
4. Dormasari Butarbutar (3111911040)
5. Muhammad Alfan Hardiyansyah (3111711062)
D3 AKUNTANSI BATAMINDO
POLITEKNIK NEGERI BATAM
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Piutang usaha ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Perpajakan. Selan itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Piutang Usaha bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Doni Putra Utama, selaku dosen pengajar
perpajakan yang telah memberikan tugas ini seingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucap terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyeleaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Batam, 13 December 2020
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................................4
BAB 2..............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................................5
2.1 Pengertian piutang.........................................................................................................5
2.2 Klasifikasi Piutang........................................................................................................5
2.3 Pengakuan Piutang Usaha.............................................................................................6
2.4 Penilaian Piutang Usaha................................................................................................8
2.4.3Penyajian Piutang di Neraca...........................................................................................12
BAB III..........................................................................................................................................16
PENUTUP..................................................................................................................................16
3.1 Simpulan...........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Piutang dalam suatu lingkup usaha merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Penjualan
barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan mengakibatkan terjadinya piutang.
Perusahaan memiliki kebijakannya sendiri dalam memberi jangka waktu kepada
pelanggan dalam melunasi kewajibannya.
Peusahaan dapat mengalami keuntungan maupun kerugian dalam memberikan
kelonggaran pembayaran kewajiban terhadap pelanggan. Pemberian piutang akan
meningkatkan aktivitas dalam suatu perusahaan karena pelanggan diberikan kemudahan
atau keringanan dalam membayar kewajibannya kendati sudah mendapatkan barang atau
sudah menikmati jasanya. Pemberian piutang ini bisa juga semakin memperbanyak
cakupan bisnis suatu perusahaan.
Namun disisi lain piutang dapat menimbulakam kerugian. Hal ini berkaitan dengan
ketidakpastian dalam pembayaran piutang. Piutang dapat menimbulkan kerugian bagi
perusahaan karena untuk masa kedepan akan ada kemungkinan debitur tidak sanggup
membayar kewajibannya.
Oleh karena itu dalam memberikan piutang kepada pelanggan perusahaan juga harus
mempunyai bebarapa pertimbangan tersendiri. Selain itu perusahaan juga harus
mempertimbangkan untuk membuat penyisihan jika terjadi kemungkinan debitur tidak
sanggup untuk membayar utangnya.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian piutang
Sugiri (2009: 43) menyatakan bahwa piutang adalah tagihan baik kepada individu-
individu maupun kepada perusahaan lain yang akan diterima dalam bentuk kas.
Warren (2005: 356) istilah piutang (receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang
terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya.
(Jusup 2001: 52) Piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang dari pihak
penjual kepada pihak pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi penjualan
secara kredit.
Piutang usaha (Account Receivables) adalah piutang atau tagihan yang timbul dari
penjualan kredit barang atau jasa dalam suatu perusahaan atau organisasi yang
merupakan usaha pokok perusahaan, atau semua pelanggan untuk barang atau layanan
jasa yang disampaikan secara kredit.
2.2 Klasifikasi Piutang
Menurut Kieso (2007: 346), piutang diklasifikasikan sebagai piutang lancar (jangka
pendek) atau piutang tidak lancar (jangka panjang) untuk tujuan pelaporan keuangan.
Piutang lancar (current receivables) diperkirakan dapat ditagih dalam waktu satu tahun
atau siklus operasi berjalan, mana yang lebih panjang.
Piutang selanjutnya diklasifikasikan dalam neraca baik secara piutang dagang atau
piutang non dagang.
Piutang dagang trade receivables) adalah jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk
barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari kegiatan normal pada
operasional perusahaan. Piutang dagang pada umumnya merupakan kategori piutang
yang signifikan. Biasanya piutang dagang tidak melibatkan bunga, meskipun beban
bunga dan beban jasa pelayanan mungkin ditambahkan jika pembayaran tidak dibuat di
dalam periode yang ditentukan.
Piutang dagang disubklasifikasikan menjadi piutang usaha (accounts receivables) adalah
janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang dijual. Piutang usaha ini
menunjukkan perluasan kredit jangka pendek kepada pelanggan. Pembayaran umumnya
jatuh tempo tiga puluh hari sampai enam puluh hari dan merupakan akun terbuka (open
accounts).
Piutang non usaha atau non dagang (non trade receivables) berasal dari berbagai transaksi
dan dapat berupa janji tertulis untuk membayar atau mengirimkan sesuatu. Beberapa
contoh piutang non dagang adalah:
1. Uang muka kepada perusahaan Adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan
sebelum pekerjaan dilakukan.
2. Pinjaman kepada karyawan dan staf Adalah kas perusahaan yang dipinjam oleh
karyawan ataupun staf yang digunakan untuk keperluan pribadi mereka.
3. Piutang deviden dan bunga Adalah jumlah uang yang belum diterima dari pembagian
keuntungan berupa saham dari perusahaan lain, sedangkan piutang bunga adalah
jumlah uang yang belum diterima dari bunga pinjaman, bunga bank atau dari bunga
lainnya.
4. Klaim terhadap:
a. Perusahaan asuransi untuk kerugian yang dipertanggungkan.
b. Terdakwa dalam suatu perkara hukum
c. Badan badan pemerintahan untuk pengembalian pajak
d. Perusahaan pengangkutan untuk barangyang rusak atau hilang
e. Kreditor untuk barang yang rusak dikembalikan atau hilang.
f. Pelanggan untuk barang barang yang dapat dikembalikan (kraf, container,etc)
5. Deposito untuk menutup kemungkinan kerugian atau kerusakan
6. Deposito untuk jaminan penyediaan jasa atau pembayaran.
Karena sifatnya yang unik, piutang non usaha atau non dagang umumnya
diklasifikasikan dan dilaporkann sebagai pos terpisah dalam neraca. Menurut Jusup
(2001: 53), juga terdapat piutang lain-lain terdiri atas macam-macam tagihan yang
meliputi piutang non usaha atau non dagang seperti piutang kepada karyawan
perusahaan, direksi perusahaan, dan piutang kepada cabang-cabang perusahaan. Pada
umumnya piutang semacam ini termasuk piutang jangka panjang, tetapi bagian yang akan
jatuh tempo dalam waktu satu tahun dilaporkan sebagai aktiva lancar.
2.2.1 Ilustrasi piutang non-dagang
Current asset
Inventories 1,007
Other investments 105
Trade and other receivable 1,873
Prepayments and accured income 123
Cash and cash equivalent 715
Assets classified as help for sale 21
Total current assets 3,844
Pada metode yang pertama, perusahaan mencatat piutang usaha senilai harga
penjualan dikurangi diskon. Hal itu dilakukan dengan asumsi pelanggan pasti
akan membayar dalam periode diskon.
Sedangkan dalam metode kotor (gross method), perusahaan mencatat diskon
ketika pembayaran tersebut benar-benar telah terjadi pada periode diskon.
Contoh:
Pada tanggal 1 September 2020, PT. Nanochan menjual produk utamanya
senilai Rp10.000.000,- secara kredit dengan ketentuan 5/10, n/30.
Adapun pada tanggal 8 September 2020 pelanggan melakukan pelunasan
piutang senilai Rp6.000.000,- dan sisanya dilunasi pada tanggal 25 September
2020.
Ayat jurnal untuk mencatat piutang dari penjualan yang mendapat potongan
penjualan pada kedua metode tersebut adalah:
2.3.3 Retur Penjualan dan Pengurangan Harga
Menurut Sugiri (2002: 59), menjelaskan bahwa perusahaan yang
mempraktikan bisnis yang sehat mengijinkan pelanggannya untuk
mengembalikan setiap barang yang tidak sesuai dengan pesanan. Bagi
penjual, penerimaan kembali barang yang telah dijual merupakan retur
penjualan.
Misalnya, perusahaan pada tanggal 15 Mei 2002 menerima kembali barang
yang telah dijual lima hari sebelumnya secara kredit. Harga jual barang yang
dikembalikan itu menurut faktur adalah Rp 5.000,- dan sampai tanggal
pengembalian belum ada pembayaran atas harga tersebut.
Penerimaan kembali ini dicatat sebagai berikut:
Piutang usaha yang tidak dapat ditagih atau Piutang tak tertagih adalah piutang yang sudah tidak
dapat diterima lagi pembayarannya dari pelanggan yang disebabkan karena pelanggan tersebut
mengalami kebangkrutan, pailit, atau kondisi lain yang menyebabkan pelanggan tidak dapat
membayar sejumlah piutang usaha pada tanggal jatuh temponya.
Setelah piutang usaha dicatat, nantinya akan dilaporkan di dalam neraca sebagai aset lancar.
Piutang usaha yang dilaporkan dalam neraca ini harus benar-benar menunjukkan jumlah yang
kemungkinan besar dapat ditagih saat tanggal jatuh tempo, setelah memperhitungkan besarnya
kredit yang macet. Beban yang timbul karena tidak tertagihnya piutang usaha atau kredit macet
akan dicatat dalam pembukuan sebagai beban operasional perusahaan, yang biasanya dicatat
dengan menggunakan istilah akun: Beban Kerugian Piutang (Bad Debts Expense), atau Beban
Piutang Ragu-ragu (Doubtful Account Expense), atau Beban Piutang yang Tidak Dapat Ditagih
(Uncollectible Account Expense).
Ada dua macam metode yang dipakai untuk mengakui piutang tak tertagih, yaitu
1. metode cadangan atau metode penyisihan (allowance method) dan
2. metode penghapusan langsung (direct write of method), dalam metode ini
mengakui beban hanya pada saat piutang dianggap benar-benar tidak dapat
ditagih lagi.
Satu hal yang dapat diprediksi adalah bahwa berdasarkan pengalaman pada masa lampau
selalu ada pelanggannya yang tidak bisa membayar. Namun, mengenai siapa saja
pelanggannya dan berapa jumlah piutang yang tidak dapat ditagih pastinya baru akan
diketahui nanti secara pasti pada saat pelanggan tertentu menyatakan tidak dapat
membayar. Dengan menggunakan metode ini, besarnya estimasi atas beban kerugian
piutang akan dicatat pada periode yang sama sebagaimana penjualan kredit tersebut
dicatat, tanpa harus menunggu terjadinya actual loss yang mungkin baru terjadi setelah
periode penjualan berlangsung. Besarnya estimasi ini diperoleh dari hasil pengamatan
dan pengalaman pada masa lampau mengenai jumlah piutang yang tidak dapat ditagih.
Untuk tujuan pembukuan, metode cadangan ini diharuskan menurut prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku pada umum, karena metode cadangan sesuai dengan:
Prinsip Penandingan, dimana besarnya estimasi atau beban kerugian piutang dicatat
dalam periode yang sama dengan pendapatan atau penjualan dicatat.
Prinsip Konservatisme, dimana besarnya piutang usaha yang dilaporkan dalam neraca
adalah sebesar jumlah yang lebih realistis atau lebih rendah sehingga mencerminkan
dengan lebih baik jumlah piutang yang sesungguhnya dapat ditagih.
contoh, PT YYY mengestimasi dari pengalamannya sebesar 2% dari total penjualan kredit bersih
tidak dapat ditagih lagi. Jika penjualan kredit bersih pada tahun 2019 sebesar Rp 200.000.000,
maka ayat jurnal yang perlu dibuat oleh perusahaan untuk mencatat besarnya estimasi beban
kerugian piutang pada akhir periode akuntansi adalah sebagai berikut:
2019
Des 31 Beban Kerugian Piutang Rp 4.000.000 –
~ Cadangan Kerugian Piutang – Rp 4.000.000
(200.000.000 X 2%)
Nantinya jika perusahaan mendapati bahwa ada pelanggan tertentu yang tidak dapat membayar
piutangnya, misalnya pada tanggal 25 Maret 2020 piutang atas nama pelanggan Pak Somad
sebesar Rp 1.000.000 dihapuskan karena pelanggan tidak dapat dihubungi lagi, maka ayat jurnal
yang diperlukan oleh perusahaan untuk mencatat penghapusan piutang atas pelanggan tersebut
adalah sebagai berikut:
2020
Maret 25 Cadangan Kerugian Piutang Rp 1.000.000 –
~ Piutang Usaha – Rp 1.000.000
Kadang kala setelah perusahaan menghapus piutang usahanya atas pelanggan tertentu, kemudian
ternyata pelanggan tersebut beritikad baik dengan membayar sebagian dari piutangnya. Dalam
hal ini, untuk mencatat perolehan kembali dari piutang yang telah dihapus tersebut.
Misalnya pada tanggal 1 April 2020 Pak Somad membayar kepada perusahaan sebagian dari
piutangnya yang telah dihapus yaitu sebesar Rp 500.000, maka perusahaan harus membalik
jurnal penghapusan piutang yang telah dibuat di atas sebesar jumlah piutang yang dapat ditagih
kembali dari pelanggan tersebut saja dan lalu mencatat hasil penagihan tersebut dengan jurnal
sebagai berikut:
2020
April 1 Piutang Usaha Rp 500.000 –
~ Cadangan Kerugian Piutang – Rp 500.000
Kas di Bank Rp 500.000 –
~ Piutang Usaha – Rp 500.000
(Hanya sebesar yang dibayar kembali)
Atau
2020
April 1 Kas di Bank Rp 500.000 –
~ Cadangan Kerugian Piutang – Rp 500.000
(Hanya sebesar yang dibayar kembali)
Pedoman yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode ini ada tiga hal
penting, yaitu:
1. Kerugian piutang tak tertagih ditentukan besarnya melalui taksiran dan
ditandingkan (matched) dengan penjualan pada periode akuntansi yang
sama dengan periode terjadinya penjualan.
2. Taksiran kerugian piutang didebit pada rekening beban piutang ragu-ragu
dan dikredit pada rekening penyisihan piutang ragu-ragu melalui jurnal
penyesuaian pada akhir setiap periode.
3. Piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih didebit pada rekening
penyisihan piutang ragu-ragu dan dikredit pada rekening piutang usaha.
Penyisihan piutang ragu-ragu dan dikredit pada rekening piutang usaha.
Sebagai contoh manajer bagian kredit menaksir bahwa Rp 200.000,- tidak dapat
ditagih. Maka jurnal untuk mencatat taksiran beban kerugian piutang:
Apabila taksiran kerugian piutang benar-benar terjadi, maka piutang tersebut harus
di hapus oleh perusahaaan. Ayat jurnal untuk mencatat penghapusan piutang
tersebut adalah:
Ada dua jenis dasar yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan jumlah
piutang yang diperkirakan tidak dapat tertagih. Dua dasar itu adalah
(1) persentase dari penjualan satu periode (sering disebut pendekatan laba-rugi) dan
(2) persentase dari saldo piutang akhir periode (sering disebut dengan pendekatan
neraca).
a. Estimasi Piutang Ragu-ragu Berdasarkan pada Penjualan Estimasi untuk
piutang ragu-ragu didasarkan pada penjualan, maka persentasenya
dihitung berdasarkan piutang tak tertagih pada masa lalu yang dikaitkan
dengan jumlah penjualan bersangkutan. Karena piutang ragu-ragu
timbul dari penjualan kredit, maka tampaknya logis untuk
mengembangkan persentase piutang ragu-ragu berdasarkan penjualan
kredit pada beberapa periode lalu. Persentase ini akan diterapkan pada
penjualan kredit periode berjalan. (asumsi, jika dua persen dari
Beban Piutang Ragu-ragu Rp 2.000,-
Penyisihan Piutang Ragu-ragu Rp 2.000,-
penjualan dianggap disangsikan pembayaran dan penjualan periode
bersangkutan adalah sebesar Rp 100.000,-
Faktor-faktor atau perihal yang membuat metode penghapusan langsung ini sering dipakai
adalah:
Terdapatnya sebuah situasi yang dimana memang sangat tidak memungkinkan bagi
perusahaan untuk melakukan estimasi terhadap besarnya piutang usaha yang tidak dapat
ditagih lagi.
Khusus bagi perusahaan yang sebagian besar barang atau jasanya dijual secara tunai,
sehingga jumlah beban atas piutang usaha yang tidak dapat ditagih lagi boleh dibilang
sangat tidak material untuk diestimasikan.
Ketika metode penghapusan langsung digunakan, maka beban kerugian piutang hanya akan
dicatat atau diakui apabila pelanggan menyatakan tidak bisa membayar (actual loss) atau dari
kondisi pelanggan tersebut telah diamati dan dinyatakan tidak dapat membayar oleh perusahaan,
bukan berdasarkan pada kerugian estimasi. Jadi, pada saat perusahaan mendapatkan informasi
bahwa pelanggan tertentunya tidak dapat membayar maka pada saat itulah perusahaan akan
langsung menghapus piutang usahanya di sebelah kredit tanpa melakukan estimasi terlebih
dahulu dan membebankannya di sebelah debit sebagai beban kerugian piutang.
Sebagai contoh, Pada tanggal 19 Juli 2018, Perusahaan menghapus piutang usaha atas nama PT
DDD karena bangkrut sebesar Rp 6.000.000. Jadi ayat jurnal yang perlu dibuat oleh perusahaan
untuk mencatat besarnya beban kerugian piutang tak tertagih adalah sebagai berikut:
2018
Juli 19 Beban Kerugian Piutang Rp 6.000.000
Piutang Usaha – PT DDD Rp 6.000.000
Jika piutang yang telah dihapus oleh perusahaan tersebut ternyata dapat ditagih pada periode
yang sama, maka piutang akan dicatat kembali dengan ayat jurnal yang membalik ayat jurnal
penghapusan piutang, sedangkan kas yang diterima oleh perusahaan dalam pembayaran dicatat
sebagai penerimaan atas pembayaran piutang yang telah dihapus.
Contohnya, Piutang PT DDD yang telah dihapus sebesar Rp 6.000.000 pada tanggal 19 Juli 2018
dinyatakan dapat ditagih dan diterima pembayarannya pada tanggal 25 November 2018. Maka
ayat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
2018
Nov 25 Piutang Usaha – PT DDD Rp 6.000.000 –
~ Beban Kerugian Piutang – Rp 6.000.000
Kas di Bank Rp 6.000.000 –
~ Piutang Usaha – PT DDD – Rp 6.000.000
Apabila piutang yang telah dihapus tersebut ternyata dapat ditagih pada periode yang berbeda
atau setelah perusahaan melakukan penutupan buku maka kas perusahaan akan bertambah
sedangkan akun saldo laba (dalam perusahaan berbentuk PT) akan berkurang sejumlah nilai
piutang yang dapat ditagih tersebut. Misalnya, Piutang PT DDD yang telah dihapus pada tanggal
19 Juli 2018 dinyatakan dapat ditagih kembali dan diterima pembayarannya pada tanggal 2
Maret 2019, maka jurnalnya adalah sebagai berikut:
2019
Maret 2 Piutang Usaha – PT DDD Rp 6.000.000 –
~ Saldo Laba – Rp 6.000.000
Kas di Bank Rp 6.000.000 –
~ Piutang Usaha – PT DDD – Rp 6.000.000
Mengapa seperti itu? Karena pada periode 2018 tersebut, beban kerugian piutang telah
mengurangi laba dalam laporan laba rugi sedangkan pada tahun 2019 pada saat piutang tersebut
dilunasi, beban kerugian piutangnya tahun 2018 tidak boleh dibebankan sehingga jurnal yang
dibuat oleh perusahaan adalah seperti di atas.
4. Piutang dagang yang sudah dipastikan tidak akan tertagih, maka saldonya harus
dipindahkan dari pembukuan dengan mendebit akun Penyisisihan untuk Piutang tak
Tertagih dan mengkredit akun Piutang dagang.
Maka :
Piutang yang diperkirakan dapat ditagih adalah: Rp.2.350.000 (Rp. 2.500.000-
150.000)
Rugi atas penjualan piutang usaha Rp. 100.000 (Rp. 2.350.000-2.250.000)
Pembayaran yang ditahan oleh pihak bank adalah Rp. 225.000 (10 % x 2.250.000)
Kas 2.025.000
Kas ditahan 225.000
Piutang usaha yang dijual 2.250.000.
Pada saat menerima pembayaran piutang usaha yang dijaminkan tersebut, jurnal
yang dibuat adalah jurnal untuk mencatat penerimaan piutang yang dijaminkan dan jurnal
untuk mencatat pembayaran pinjaman.
Misal :
Pada tanggal 31 mei 2005 PT Rahadian menerima pembayaran piutang yang
dijaminkan sebesar Rp 1.500.000. Bunga bulan mei sebesar Rp. 30.000 (2.000.000 x 18
% x 1/12) sehingga jumlah uang yang dibayar ke bank sebesar Rp. 1.530.000 (rp.
1.500.000 + 30.000).
Jurnal yang dibuat adalah :
31 Mei Kas 1.500.000
Piutang usaha yang dijaminkan 1.500.000
(untuk mencatat penerimaan piutang yang di jaminkan)
31 Mei Utang bank 1.500.000
Biaya bunga 30.000
Kas 1.530.000
(Untuk mencatat pembayaran pinjaman)
Pasal 6 ayat 1 huruf h Undang-undang PPh mengatur bahwa piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih (dan memenuhi syarat tertentu) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan
bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak (sebagai deductable expenses). Syarat-syarat
yang ditetapkan agar biaya kerugian penghapusan piutang tersebut dapat diperhitungkan sebagai
pengurang penghasilan bruto adalah sbb :
Dalam penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh dijelaskan bahwa : “Piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya
sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan
yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan
juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya”.
Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat 1 tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat yang
ditetapkan agar piutang yang nyata-nyata tidak dapat dihapus dapat diperhitungkan sebagai
pengurang penghasilan bruto adalah untuk membuktikan bahwa wajib pajak (kreditur) telah
melakukan upaya yang maksimal atau terakhir dalam melakukan penagihan piutangnya.
Sebagai petunjuk pelaksanaan dari pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh, pada tanggal 10 Juni 2009
Menteri Keuangan telah menetapkan PMK-105/PMK.03/2009 (“PMK-105”) tentang “Piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto” yang
berlaku efektif sejak 1 Januari 2009.
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis
yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah
dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
3) Penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi :
4) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul dibidang usaha bank, lembaga
pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam
menghitung penghasilan kena pajak.
5) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut tidak termasuk piutang yang berasal dari
transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
6) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan
bruto, sepanjang memenuhi persyaratan :
a. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan
oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang bersangkutan;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus, atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
7) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat
Jenderal Pajak harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak,
alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
8 ) Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c PMK-105 (Point 5
huruf c diatas) dilakukan dengan cara melampirkan :
9) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen tersebut harus
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Penghapusan Piutang Debitur Kecil
1) Untuk dapat membebankan biaya kerugian piutang (Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih) atas debitur kecil dan debitur kecil lainnya tidak diperlukan syarat-syarat seperti tersebut
pada point 5 diatas.
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil
yang jumlahnya tidak melebihi Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan
gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi
bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi
produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah
menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
b. Kredit Usaha Tanu (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi
primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang
tergabung dalam kelompok tani guna membiaya usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi,
palawija dan hortikultura;
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank
kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil
lainnya selain KUK; dan/atau
f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam
mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
3) Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya adalah piutang debitur
kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri daftar nominatif yang berisi identitas
debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah Piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih.
Catatan :
Entah kenapa syarat yang menurut pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tertulis “telah dibebankan
sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial” dalam PMK-105 berubah menjadi “telah
dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang
bersangkutan”
Bagi kreditur, untuk membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial salah satunya dapat
dilakukan dengan menunjukkan laporan laba-rugi komersial. Hal ini tentu relative lebih mudah
dibandingkan dengan membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Setiap penjualan produk yang dilakukan oleh perusahaan secara kredit, dimana pihak pembeli
tidak perlu membayar semua tagihan pada saat terjadinya transaksi, maka, Perusahaan yang
melakukan penjualan secara kredit akan menghasilkan piutang usaha pada buku besarnya. Itu
berarti perusahaan memiliki klaim atau tagihan kepada pelanggannya atas sejumlah uang akibat
transaksi penjualan kredit yang telah terjadi. Jadi, piutang adalah tuntutan (klaim) atau tagihan
perusahaan terhadap pihak lain baik terhadap perorangan maupun badan usaha.
DAFTAR PUSTAKA