Anda di halaman 1dari 3

Sistem Pembelajaran Dengan Menggunakan Kacamata Siswa

Sistem pembelajaran pada dasarnya merupakan cara-cara untuk mencapai tujuan


pembelajaran yaitu tercapainya hasil belajar secara maksimal oleh peserta didik dalam kegiatan
belajar. Sudjana (2004:22) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Learner-centered fokus terhadap interaksi (murid-guru dan murid-murid). Tidak hanya


mendengarkan, murid lebih aktif menyelesaikan project, presentasi, dan kerja kelompok. Guru
fokus untuk memfasilitasi pemikiran kritis dan penyelidikan lebih lanjut, dari pada hanya
mengkomunikasikan fakta. Guru memberikan kesempatan murid untuk merancang proses
pembelajaran nya sendiri, dari apa tujuan yang ingin mereka raih, hingga menilai diri sendiri.

Ciri dari Student Center Learning (SCL) :

1. Berfokus pada siswa

2. Two Way Traffic

3. Guru sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran

4. Siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya

5. Menciptakan kemitraan antara siswa dan guru

Coba bayangkan cara kita belajar di ruang kelas sekarang saat daring atau pun kemarin
sebelum pandemi. Di sini murid duduk manis memperhatikan guru, atau mengerjakan tugas, atau
mendengarkan guru lewat gadget. Di sini, kita bisa melihat bahwa interaksi yang terjadi hanya
ada antara guru dan murid dengan materi pelajaran, dan selain kerja kelompok, jam istirahat,
atau yang nakal-nakal asik sendiri di belakang interaksi antar murid hampir tidak ada. Padahal
ternyata interaksi antar murid ini sangat baik untuk progress pendidikan mereka. Interaksi yang
konstruktif adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk prestasi akademis maksimal,
sosialisasi dan perkembangan yang sehat.

Berikut adalah beberapa cara interaksi konstruktif antar murid berkontribusi kepada prestasi
pendidikan mereka:

1. Aspirasi Pendidikan

Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar terhadap cita-cita dan aspirasi murid. Khusus
nya di masa muda dan jika mereka belum memiliki keterampilan belajar yang baik, memiliki
teman sebaya yang termotivasi akan masa depan yang cerah adalah pengaruh yang baik. Berada
di dalam lingkungan yang menerima dan mensupport bisa membantu mereka untuk bisa
memanfaatkan kemampuan belajar dan mencapai prestasi pendidikan yang lebih tinggi.
2. Kesehatan Psikologis

Kemampuan untuk menjaga hubungan kooperatif yang erat adalah indikasi utama kesehatan
psikologis yang baik. Maka dari itu tidak mengejutkan bahwa gangguan psikologis di masa SMP
bisa diprediksi dari hubungan antar teman yang buruk masa SD, dan hubungan buruk di masa
sekolah bisa memprediksi penyakit psikologis di masa dewasa. Ketika anak merasa di asing kan
di sekolah nya mereka akan sering cemas, memiliki percaya diri dan keterampilan sosial yang
rendah, dan kesehatan emosional yang buruk.

3. Keterampilan Sosial

Penelitian mengenai keterampilan sosial anak-anak menyimpulkan “Perkembangan


keterampilan sosial merupakan pondasi kritikal untuk kesuksesan akademis dan pembentukan
keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja” (McClelland & Morrison, 2003). Interaksi dengan
teman sebaya adalah cara belajar keterampilan sosial yang baik. Dari bermain dan belajar
bersama, mereka belajar berkomunikasi, bekerja sama, bahkan berkompetisi dengan baik. Selain
penting untuk kesuksesan akademis, keterampilan sosial juga sangat dibutuhkan di dunia kerja.

4. Melihat Berbagai Macam Prespektif

Anak-anak bisa belajar banyak dari pengalaman orang lain seperti masalah yang dipecahkan
atau situasi yang mereka dialami. Melalui interaksi lah anak-anak belajar melihat dunia dari cara
pandang orang lain.

Semua manfaat ini membutuhkan lingkungan dan interaksi yang baik, dan pasti pertanyaan
selanjut nya adalah, lingkungan dan interaksi seperti apa yang baik ini?

Ada penelitian yang menjawab ini secara detail, tapi kalo di bahas sekarang kurang asik nih,
mending dijadiin artikel sendiri. Tapi ada contoh cara baik yang bisa menghadirkan interaksi dan
lingkungan yang positif untuk pembelajaran, yaitu proses game atau play based learning.  Di
dalam konteks game, anak-anak dapat bekerja sama untuk menyelesaikan sebuah tantangan di
situ mereka bisa bereksperimen dengan berbagai macam cara untuk berkolaborasi, seperti
membagi tugas, mendefinisikan peran masing-masing, atau menyatukan tujuan bersama.
Berkompetisi di dalam konteks game juga sangat baik. Di dalam game mereka bisa belajar
menerima kekalahan dengan hormat, belajar dari kekalahan itu, dan juga merasa bangga saat
menang tanpa menyombongkan itu. Terakhir dalam proses game based learning ini mereka akan
mendapatkan banyak interaksi positif dari berdiskusi bersama mengenai strategi apa yang
mereka gunakan untuk menang, cara kerja sama yang baik, dan tentu nya hal apa saja yang
dipelajari selama proses bermain.

Sumber Referensi:

McClelland, M.M., & Morrison, F.J. (2003). The emergence of learning related social skills in
preschool children. Early Childhood Research Quarterly, 18(2), 206-224.
Johnson, D. W. (1981). Student-student interaction: The neglected variable in
education. Educational researcher, 10(1), 5-10.

Anda mungkin juga menyukai