Anda di halaman 1dari 10

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Orientasi Pasar

Orientasi pasar merupakan salah satu konsep utama dalam literatur

pemasaran karena mengacu pada sejauh mana perusahaan mengimplementasikan

konsep pemasaran (Kohli dan Jaworski, 1990). Orientasi pasar adalah budaya

organisasi yang paling efektif dan efisien dalam menciptakan perilaku yang

diperlukan untuk menghasilkan nilai superior bagi pembeli, dengan demikian

kinerja bisnis yang unggul terus menerus dapat tercapai. Konsep ini

menggambarkan tentang suatu evolusi strategi pemasaran dengan memfokuskan

perhatian bukan hanya pada satu sisi orientasi saja melainkan selalu

menyeimbangkan antara orientasi pelanggan dan pesaing (Narver dan Slater,

1996).

Perusahaan yang berorientasi pasar mempertahankan pelanggan yang

sudah ada dengan menjaga kepuasan dan loyalitas pelanggan, menarik pelanggan

baru, mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan dan pangsa pasar, serta

akibatnya mampu mencapai tingkat yang diinginkan dari kinerja bisnis (Tsiotsou

dan Vlachopoulou, 2011).

Wang et al., (2012) menyatakan bahwa konsep utama dari orientasi pasar

masih melibatkan pembangkit, penyebaran, berbagi informasi, dan bereaksi

dengan baik terhadap perubahan kebutuhan pasar untuk mencapai tujuan

organisasi, menjamin kebutuhan serta keinginan dari pelanggan, sementara secara


15

bersamaan mempertimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan

perusahaan.

Orientasi pasar terdiri atas tiga komponen yaitu orientasi pelanggan,

orientasi pesaing, dan koordinasi antar fungsional yang mempunyai tingkat

kepentingan yang sama (Narver dan Slater, 1996).

1) Orientasi Pelanggan

Orientasi pelanggan adalah hasil dari intensitas penggarapan kebijakan

yang berorientasi pasar, perusahaan memiliki peluang untuk membentuk

persepsi pada pelanggan atas nilai yang dibangunnya, selanjutnya nilai

tersebut akan menghasilkan nilai kepuasan bagi pelanggan (Narver dan

Slater, 1996).

2) Orientasi Pesaing

Orientasi pesaing merupakan pemahaman mengenai kekuatan dan

kelemahan jangka pendek serta kemampuan dan strategi jangka panjang

pesaing yang ada dan pesaing potensial (Narver dan Slater, 1996).

3) Koordinasi Antarfungsional

Koordinasi antarfungsional dalam organisasi perlu dilakukan agar semua

sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat digunakan secara maksimal

untuk menciptakan nilai dan kepuasan konsumen serta menjaga setiap

langkah pesaing yang dapat menghambat strategi yang sedang

dikembangkan oleh perusahaan. Orientasi pelanggan dan orientasi pesaing

sesungguhnya mencakup semua kegiatan yang ditujukan untuk

mendapatkan informasi mengenai pembeli dan pesaing dalam pasar


16

sasaran, informasi tersebut kemudian dikembangkan dan disebarluaskan

melalui koordinasi antarfungsional di dalam organisasi (Han et al.,1998).

Berbagai penelitian yang menguji tentang orientasi pasar seperti yang telah

diteliti oleh Matsuno et al., (2002) menemukan dalam penelitiannya bahwa

orientasi kewirausahaan berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja

organisasi dengan dimediasi oleh orientasi pasar pada perusahaan manufaktur di

Australia.

Hassim et al., (2011) di mana temuan penelitiannya menunjukkan bahwa

orientasi kewirausahaan dan inovasi memberikan efek positif pada perusahaan ke

kinerja bisnis, sedangkan orientasi pasar menunjukkan efek negatif terhadap

kinerja perusahaan. Faktor lingkungan eksternal yang memiliki efek memoderasi

pada hubungan antara orientasi pasar dan kinerja perusahaan. Pramesti dan

Giantari (2016) melakukan penelitian terhadap pengaruh mediasi orientasi pasar

terhadap kinerja UKM Endek dan hasil temuannya menunjukkan hubungan yang

signifikan antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja pada UKM Endek.

2.2 Orientasi Kewirausahaan

Orientasi kewirausahaan dalam perusahaan ditunjukkan oleh bagaimana

manajer puncak menjalankan bisnis dengan menyadari akan adanya risiko,

bersedia untuk berubah dan berinovasi dengan tujuan untuk memperoleh

keunggulan kompetitif pada perusahaan, dan bersaing dengan agresif terhadap

pesaing (Miller, 1983).


17

Orientasi kewirausahaan adalah kecenderungan untuk melakukan inovasi,

proaktif, mengambil risiko untuk memulai, dan mengelola usaha. Kewirausahaan

didefinisikan sebagai new entry yang dapat dilakukan dengan memasuki pasar

yang tetap atau pasar baru dengan produk atau jasa yang telah ada maupun baru

atau meluncurkan perusahaan yang baru, sedangkan orientasi kewirausahaan

digambarkan sebagai proses, praktik dan aktivitas pembuat keputusan yang

mendorong new entry (kewirausahaan) (Lumpkin dan Dess, 1996).

Orientasi kewirausahaan mengukur sejauh mana manajer perusahaan

menjadi lebih inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko (Lumpkin

dan Dess, 1996). Perusahaan dengan orientasi kewirausahaan akan cenderung

mendukung adanya ide – ide baru, bersaing dengan kompetitif terhadap pesaing,

mengenalkan produk baru sebelum pesaing, melakukan perubahan dengan risiko

yang diperhitungkan dan mencari jalan untuk menghadapi risiko (Parkman et al.,

2012). Orientasi kewirausahaan memiliki tiga dimensi didalamnya, meliputi:

inovasi, proaktif, berani mengambil risiko (risk-taking) (Wickramaratne et al.,

2014).

Pada bagian lain (Lumpkin dan Dess, 1996) menyatakan bahwa ada lima

dimensi Corporate Entrepreneurship yang mempengaruhi kinerja perusahaan,

yaitu:

1) Autonomy

Aktivitas kewirausahaan adalah semangat independen dan kebebasan yang

diperlukan untuk menciptakan usaha baru. Agar dimensi otonomi kuat,

pengusaha harus beroperasi di dalam budaya yang mendorong pengusaha


18

untuk bertindak independen, untuk menjaga kontrol pribadi dan mencari

kesempatan dalam ketiadaan kendala sosial (Lee dan Peterson, 2000).

2) Innovativeness

Inovasi memainkan peran besar dalam kewirausahaan. Pengusaha yang

beroperasi dalam budaya yang mendukung ide-ide baru, eksperimentasi,

solusi baru terhadap masalah dan proses kreatif dari pengusaha akan

menentukan kekuatan dimensi inovasi dari orientasi kewirausahaan (Lee dan

Peterson, 2000).

3) Risk taking

Salah satu deskripsi yang paling banyak dikutip dari pengusaha atau

kewirausahaan adalah kemauan untuk menanggung risiko. Oleh karena itu,

pengambilan risiko adalah komponen penting dari orientasi kewirausahaan

yang kuat.

4) Proactiveness

Proactivenes sangat penting karena berkaitan dengan tahap pelaksanaan

kewirausahaan. Orang yang proaktif melakukan apa yang diperlukan agar

konsep mereka membuahkan hasil dan mendapatkan keuntungan dengan

menjadi yang pertama memanfaatkan peluang-peluang baru (Lumpkin dan

Dess, 1996).

5) Competitive aggressiveness

Dimensi agresivitas kompetitif mengacu pada budaya yang pro-hambatan

seperti suatu budaya dan mendorong potensi kewirausahaan (Lee dan

Peterson, 2000).
19

Berbagai teori dan penelitian dibidang kewirausahaan menjelaskan

pentingnya peran orientasi kewirausahaan serta pengaruhnya terhadap kinerja

pemasaran. Tzokas et al., (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa

perusahaan dengan EO yang kuat mampu mengembangkan kompetensi yang lebih

baik dibandingkan mereka yang tidak memiliki karakteristik ini. Weerawardena

(2003) juga menyatakan bahwa perusahaan yang berorientasi kewirausahaan akan

membangun dan memelihara kemampuan pemasaran.

Keh et al., (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa orientasi

kewirausahaan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kinerja usaha dan

memberikan pengaruh positif signifikan. Indikator berani mengambil risiko

menunjukkan sikap wirausahawan yang kesediaannya untuk mengikat

sumberdaya dan berani menghadapi tantangan dengan melakukan eksploitasi atau

terlibat dalam strategi bisnis di mana kemungkinan hasilnya penuh dengan

ketidakpastian. Proaktif mencerminkan wirausaha mendominasi pesaing melalui

suatu kombinasi dari gerak agresif dan proaktif, seperti memperkenalkan produksi

baru atau jasa diatas kompetisi dan aktivitas untuk mengantisipasi permintaan

mendatang untuk menciptakan perubahan dan membentuk lingkungan. Inovatif

mengacu pada suatu sikap wirausahawan untuk kreatif dalam proses percobaan

terhadap gagasan baru yang memungkinkan menghasilkan metode produksi baru

sehingga menghasilkan produk atau jasa baru, baik untuk pasar sekarang maupun

ke pasar baru.

Hughes dan Morgen (2007) pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

dari kelima dimensi orientasi kewirausahaan yang digunakan, hanya proactiveness


20

dan innovativeness yang berpengaruh terhadap kinerja bisnis sedangkan risk

taking memiliki hubungan yang negatif. Competitive aggresiveness dan

autonomy tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja usaha pada tahap

pertumbuhan.

2.3 Keunggulan Bersaing

Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama dalam memenangkan

persaingan adalah dengan memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan

melalui penyampaian produk dan jasa yang berkualitas dengan harga bersaing

(Tjiptono, 2008). Untuk merancang penawaran pasar yang menghantarkan nilai

lebih daripada pesaing yang berusaha memenangkan pasar yang sama, perusahaan

harus memahami pelanggan dan mengembangkan hubungan yang kuat dengan

pelanggan. Penawaran tersebut disebut juga dengan keunggulan bersaing

aktivitas, di mana perusahaan memiliki keunggulan melebihi pesaing yang

diperoleh dengan menawarkan nilai yang lebih besar kepada konsumen daripada

tawaran pesaing.

Kenggulan bersaing didefinisikan sebagai kemampuan suatu organisasi

untuk menciptakan posisi di atas pesaingnya (Li et al., 2008). Menurut Prakosa

dalam Djodjobo dan Tawas (2014) keunggulan bersaing merupakan strategi

keuntungan dari perusahaan yang melakukan kerjasama untuk berkompetisi lebih

efektif dalam pasar. Strategi yang didesain bertujuan untuk mencapai keunggulan

bersaing yang terus menerus agar perusahaan dapat terus menjadi pemimpin pasar

dan melindungi keunggulan perusahaan saat ini. Suatu keunggulan hanya akan
21

sukses jika memungkinkan perusahaan tersebut menyediakan nilai yang lebih

superior dan memuaskan pelanggan dibandingkan pesaing lain (Cannon et al.,

2008)

Banyak peneliti telah menggunakan penilaian yang berbeda – beda dalam

menilai keunggulan bersaing. Dalam Zaini et al., (2014) penilaian variabel

keunggulan bersaing menggunakan indikator yaitu produk yang unik, kualitas

produk, dan harga bersaing. Penelitian ini mengadopsi studi Koufteros (1997),

Zhang (2001), dan Li et al., (2008) dalam mengukur keunggulan bersaing, yakni :

1) Keunggulan Harga. Keunggulan harga adalah kemampuan organisasi

untuk bersaing dengan pesaing utama berdasarkan biaya rendah/harga

(Li et al., 2008).

2) Keunggulan Kualitas. Keunggulan kualitas adalah kemampuan

organisasi untuk menawarkan kualitas produk dan kinerja dengan

menciptakan nilai yang lebih tinggi bagi pelanggan (Koufteros, 1997).

3) Keunggulan Inovasi Produk. Keunggulam inovasi produk adalah

kemampuan organisasi untuk memperkenalkan fitur dan produk baru di

pasar (Koufteros, 1997).

4) Kecepatan Masuk Pasar. Kecepatan masuk pasar adalah kemampuan

organisasi untuk memperkenalkan produk produk baru lebih cepat

daripada pesaing utama (Li et al., 2008).

2.4 Kinerja Pemasaran

Kinerja pemasaran merupakan ukuran prestasi yang diperoleh dari aktifitas

proses pemasaran secara menyeluruh dari sebuah perusahaan atau organisasi.


22

Selain itu, kinerja pemasaran juga dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang

digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana prestasi pasar yang telah dicapai

oleh suatu produk yang dihasilkan perusahaan. Ferdinand (2000) menyatakan

bahwa kinerja pemasaran merupakan faktor yang seringkali digunakan untuk

mengukur dampak dari strategi yang diterapkan perusahaan. Strategi perusahaan

selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja pemasaran (seperti volume penjualan

dan tingkat pertumbuhan penjualan ) yang baik dan juga kinerja keuangan yang

baik.

Belum ada kesepakatan diantara para peneliti tentang ukuran yang tepat

dari kinerja (Mahmood dan Hanafi, 2013). Pada umumnya ukuran kinerja

pemasaran diukur melalui nilai rupiah penjualan, ROI, dan ROA Namun ukuran

tersebut dipandang sebagai ukuran agregatif yang dihasilkan melalui proses

akuntansi dan keuangan, tetapi tidak digambarkan secara langsung kegiatan

manajemen, khususnya manajemen pemasaran. Oleh karena itu ukuran yang

sebaiknya digunakan adalah ukuran yang dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas

pemasaran. (Bakti dan Harun, 2011)

Kinerja pasar didefinisikan sebagai usaha pengukuran tingkat kinerja

meliputi omset penjualan, jumlah pembeli, keuntungan dan pertumbuhan

penjualan (Voss dan Voss, 2000). Zaini et al., (2014) menilainya dari empat

indikator, yaitu pertumbuhan konsumen (customer growth), pertumbuhan

penjualan (sales growth), market share, dan profitability. Shabaz et al., (2014)

yang menjadi tolok ukur dalam suatu kinerja usaha termasuk didalamnya yaitu
23

peningkatan pertumbuhan penjualan, profitabilitas yang mampu dihasilkan

perusahaan dan produktifitas dalam usaha.

Kinerja pemasaran merupakan faktor yang seringkali digunakan untuk

mengukur dampak dari strategi perusahaan pada umumnya selalu diarahkan untuk

menghasilkan kinerja pemasaran yang unggul. Sehingga ukuran yang tepat

digunakan adalah yang dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran yang

menghasilkan kinerja pemasaran. Penelitian ini menggunakan ukuran kinerja

pasar mengacu pada penelitian Shahbaz et al., (2014) dan Zhang dan Bruning

(2011) yaitu : pertumbuhan penjualan, produktifitas, dan profitabilitas penjualan.

Anda mungkin juga menyukai