Anda di halaman 1dari 11

III.

AKHLAK

Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sehingga setiap
manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami, menghormati, dan
menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau teman
sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
(ُ‫)و ُم ْسلِم اْلبُ َخا ِر ْي َر َواه‬ ِ ‫اْالَخال ِق م َكا ِرم الُمَتِّم بعِث‬
َ ‫ت امَّنَا‬
ُ َُْ َ َ َ ْ
Artinya: “Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari Muslim).
Begitu pula dalam adat di Minangkabau mengatur akhlak kepada orang tua dan orang lain: “nan
tuo di hormati, nana ketek disayangi, samo gadang bawo bakawan, umak jo ayah diutamoan”
Pembagian Akhlak
Islam adalah agama yang sangat mementingkan Akhlak dari pada masalah-masalah lain. Akhlak
terbagi menjadi dua yaitu:
a. Akhlaaqul Mahmudah (Akhlak yang Terpuji)
Yang termasuk akhlaaqul mahmudah: ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan Allah), Roja’
(mengharapkan keridhaan Allah), jujur adil, amanah, tawadhu (merendahkan diri sesama muslim),
bersyukur.
b. Akhlaaqul Madzmumah (Akhlak Tercela)
Yang termasuk akhlaaqul madzmuumah adalah: tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu dengan tujuan
ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur (membesarkan diri), ujub (kagum
dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan pemarah.
Ciri-ciri Seseorang yang Memiliki Akhlak dalam Islam
a. Tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu.
b. Akhlaknya mencakup semua aspek kehidupan.
c. Berhubungan dengan nilai-nilai keimanannya, (sesuai surat Al-Maidah ayat 8 )
d. Berhubungan dengan hari kiamat atau tafakur alam.
e. Memandang segala sesuatu dengan fitrah yang benar.
Cara Pembentukan Akhlak yang Baik
a. Ilmu yang baik
b. Latihan ibadah, mengurangi maksiat, membentuk lingkungan yg baik,melatih amal atau kerja kita,
bergaul dengan orang soleh, mengambil hal positif dari lingkungan di sekitar kita.)
Alasan pentingnya akhlak dalam islam:
a. Akhlak adalah faktor penentu derajat seseorang
b. Akhlak merupakan buah ibadah
c. Keluhuran akhlak adalah amal terberat di akhirat
d. Lambang kualitas masyarakat
e. Untuk membentuk akhlak yg baik

A. Akhlak kepada Orang Tua


Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu Al-khulq, Al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat.
Secara istilah Akhlak menurut Ibnu Maskawi; adalah sesuatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia
melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Sedangkan
yang dimaksud kedua orang tua adalah bapak ibu baik itu dari keturunan (nasab) atau susuan, baik
keduanya orang muslim ataupun kafir, termasuk juga kedua orang tua adalah nenek dan kakek dari
kedua belah pihak.
a. Pentingnya Akhlak kepada Kedua Orang Tua
Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam al Quran yang
menyatakan bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati orang tua. Selain
menyeru untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukannya dengan apapun, al
Quran juga menegaskan kepada umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya. Dalil-dalil
tersebut antara lain QS. Luqman/31 : 14
ِ ِ َ ْ‫صالُهُ يِف َعامنْي ِ أ َِن ا ْش ُكر يِل ولِوالِ َدي‬ ِ ِ ِ
َ ‫صْينَا اإْلِ نْ َسا َن بَِوال َديْه مَحَلَْتهُ أ ُُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
ُ‫ك إيَلَّ الْ َمصري‬ ََ ْ َ َّ ‫َو َو‬
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya.
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah tambah, dan
menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang
tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman/31: 14)
Menurut Ad-Durjani Birul Walidain adalah menghormati dan berbakti kepada kedua orang
tua. Sedangkan menurut Imam As-Syafii Birul Walidain adalah berbakti kepada orang tua baik
yang masih hidup ataupun yang telah meninggal dunia. Menurut Muhammad Abduh Birul
Walidain adalah taat melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh kedua orang tua dalam
kebaikan. Menurut Ibnu Qoyim Birul Walidain adalah berbakti kepada kedua orang tua semata-
mata karena Allah SWT. Jadi bisa disimpulkan bahwa akhlak kepada orang tua adalah
menghormati dan menyayangi mereka berdua dengan sopan santun dan berbakti kepada keduanya
dalam keadaan hidup dan dalam keadaan sudah meninggal dunia.
Menurut al-Maraghi setidaknya ada 5 yang menjadi akhlak mulia kepada orang tua:
1) Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah satu dari
orangtua atau oleh kedua-duanya yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain tetapi
bersabarlah menghadapi semua itu sebagaimana kedua orang itu pernah bersikap sabar
terhadapmu ketika kamu kecil.
2) Janganlah kamu menyusahkan keduanya dengan suatu perkataan yang membuat mereka berdua
merasa tersinggung. Hal ini merupakan larangan untuk menampakan rasa tidak senang atau rasa
jemu ataupun perkataan dusta kepada mereka.
3) Berkomunikasilah dengan ucapan yang baik kepada mereka, perkataan yang manis, penuh
hormat dan mengagungkan. Jangan kamu memanggil nama mereka, jangan pula meninggikan
suara di hadapan mereka, apalagi memelototkan atau membelalakkan mata kepadanya.
4) Bersikap tawadhu atau rendah hatilah kepada mereka, taatilah segala apa yang diperintahkannya
selama bukan kemaksiatan kepada Allah Swt.
5) Hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar Dia merahmati kedua orang tuamu dengan
rahmatnya yang abadi. Sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua terhadap dirimu ketika
kamu kecil dan belas kasih mereka yang baik terhadap dirimu.
Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap
keinginan dan kegiatannya karena restu Allah Swt disebabkan restu orang tua. Orang yang berbakti
kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan Allah Swt. Apalagi seorang anak mau
melakukan atau menginginkan sesuatu, seperti mencari ilmu mendapatkan pekerjaan dan lain
sebagainya, yang paling penting adalah meminta restu kedua orang tuanya. Dalam sebuah hadits
disebutkan : “Ridhollahi fi ridhol walidaini. wasukhtullahi fi shukhtil Walidain”. Artinya: Ridho
Allah terletak pada ridho orang tua dan murka Allah terletak pada kemurkaan orang tua. (H.R.
Baihaqi)
b. Akhlak kepada Orang Tua yang Kafir
Seorang anak mesti patuh kepada orang tuanya lalu bagaimana jika orang tua tersebut
memerintahkan kepada anaknya untuk mempersekutukan Allah? Atau menyuruhnya melakukan
hal-hal yang dilarang oleh agama? Pastikah kita tetap patuh ?. Jika ditemukan suatu kasus dimana
kedua orang tuanya kafir selalu mengajak bahkan memaksa anaknya untuk mempersekutukan
Allah maka si anak tidak boleh mentaati ajaran itu. Dengan demikian kepatuhan kepada orang tua
dibatasi oleh kepatuhan kepada Allah. Seorang anak mesti patuh kepada orang tua selama
kepatuhan itu tidak bertentangan dengan kepatuhan kepada Allah Swt.
Dalam surat Luqman ayat 15 mengajarkan bahwa si anak tetap berbuat baik dalam urusan
duniawi kepada orangtuanya yang telah kafir tersebut. Kata ma'rufan mencakup segala hal yang
dinilai oleh masyarakat baik selama tidak bertentangan dengan aqidah Islamiyah. Dalam konteks
ini diriwayatkan bahwa Asma binti Abu Bakar Siddiq pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu
masih musyrikah. Asma bertanya kepada nabi bagaimana seharusnya bersikap. Maka Rasulullah
memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta
mengunjungi dan menyambut kunjungannya.
Pada akhir ayat 15 Surah Luqman dijelaskan bahwa semua kita akan kembali kepada Allah
untuk mempertanggungjawabkan segala apa yang kita lakukan di dunia ini. Maka sebesar apapun
kasih sayang dan cinta kita kepada kedua orang tua tidak boleh mengalahkan cinta kita kepada
Allah maka pilihlah jalan Allah agar memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki.
c. Hikmah Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua adalah sebagai
berikut:
1) Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling utama.
2) Apabila orang tua kita ridha atas apa yang kita perbuat Allah pun ridho.
3) Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu
dengan cara bertawasul dengan amal sholeh tersebut.
4) Berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur.
5) Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjadikan kita dimasukkan ke surga oleh Allah.
“Dikisahkan ada seorang laki-laki yang menghadap Nabi Muhammad dan berkeinginan untuk
berbaiat kepada nabi serta ikut berjihad dengan tujuan mencari pahala dari Allah Swt. Kedua
orang tua laki-laki tersebut masih hidup. Kemudian nabi menyuruh laki-laki tersebut untuk
kembali kepada kedua orangtuanya dan menyuruh berbuat baik menemani dan mengurus orang
tuanya.” (HR. Bukhari Muslim)
B. Larangan Durhaka terhadap Orang Tua
Masih ingatkah kita tentang kisah Malin Kundang si Anak Durhaka? Malin Kundang dikutuk
menjadi batu karena durhaka kepada orang tuanya. Begitulah nasib bagi anak yang tidak hormat
kepada orang tua. Akibatnya, hidupnya sengsara dan menderita. Bila kita durhaka kena sumpah
biso Qawi yang berbunyi “ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak baurek di tangah-tangah
digirik kumbang”. Jangan sampai menyesal, karena menyesal tidak ada guna “nasi alah jadi
bubua, dek tajamua di ampo barek, tibo dilasuang ditangisi. maka hati-hatilah jangan sampai
berbuat durhaka kepada orang tua karena, sasa dulu pandapatan sasa kaduiam indak baguno”.
Durhaka kepada orang tua (‘uquuqul walidain) adalah dosa besar. Kata al-‘uquuq (durhaka)
berasal dari kata al-‘aqq yang berarti asy-syaq (mematahkan) dan al-qath’u (memotong). Jadi,
seorang anak dikatakan telah durhaka kepada orang tuanya jika dia tidak patuh dan tidak berbuat
baik kepadanya, atau dalam bahasa Arab disebut al-‘aaq (anak yang durhaka).
Rasulullah Saw bersabda seperti yang dikutip oleh Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya An-
Nihaayah yaitu melarang perbuatan durhaka kepada kedua orang tua. Sebesar apa pun ibadah yang
dilakukan oleh seseorang hamba, itu semua tidak akan mendatangkan manfaat baginya jika masih
diiringi perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya. Sebab, Allah swt menggantung semua
ibadah itu sampai kedua orang tuanya ridho karena ridho Allah tergantung kepada ridho orang tua,
dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Isra’ ayat 23:
‫َح ُدمُه ا أَو كِالمُه ا فَال َت ُقل هَلُما‬ ِ َ ‫ك أَاّل تَعبدوا إِاّل إِياه وبِالوالِ َدي ِن إِحسانًا ۚ إِما يبلُغَ َّن ِع‬
َ ‫ند َك الكَبَر أ‬ َ ّ َ ُّ ُ َ ُّ‫ضى َرب‬
ٰ َ‫َوق‬
ٍّ ‫أ‬
‫ُف َوال تَ َنهرمُه ا َوقُل هَلُما قَواًل َكرميًا‬
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia” (Al-Isra’: 23)..
Surat Al-Isra’ Ayat 24:
ِ ‫الذ ِّل جناح هَل ما و‬ ِِ ِّ ‫صغِ ًريا َربَّيَايِن َك َما ْارمَحْ ُه َما َر‬
‫ض‬ ْ َ َُ َ َ َ ُّ ‫ب َوقُ ْل الرَّمْح َة م َن‬
ْ ‫اخف‬ َ
Artinya: “Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku
sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil”” (Al-
Isra : 24).
Jasa kedua orang tua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa diingkari oleh
siapapun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan susah. Dia
menyambung nyawa untuk melahirkan anaknya. Kemudian memelihara dan menyusui dengan
penuh kelelahan dan perjuangan selama dua tahun.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ahqâf Ayat 15:
ِ ِ ِ
‫صالُهُ ثَاَل ثُو َن َش ْهًرا‬ َ ‫صْينَا اإْلِ نْ َسا َن بَِوال َديْه إِ ْح َسانًا ۖ مَحَلَْتهُ أ ُُّمهُ ُك ْر ًها َو َو‬
َ ‫ض َعْتهُ ُك ْر ًها ۖ َومَحْلُهُ َوف‬ َّ ‫َو َو‬
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”
Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna mencukupi kebutuhan
keluarganya. Sehingga tidak heran jika keduanya memiliki hak yang harus dipenuhi oleh sang
anak, bahkan hak orang tua itu mengiringi hak Allâh Azza wa Jalla. Allah juga berfirman dalam
surat An-Nisa ayat 36;
‫إِ ْح َسانًا َوبِالْ َوالِ َديْ ِن َشْيئًا بِِه تُ ْش ِر ُكوا َواَل اللَّهَ َو ْاعبُ ُدوا‬
Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak...”[an-Nisa'/4:36].
Rasulullah Saw bersabda yang diriwayatkan oleh HR Bukhari dan yang lainnya:
“Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya di dunia yaitu berbuat zhalim dan al’uquq
(durhaka kepada orang tua). Seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya akan
diadzab di dunia dan di akhirat serta tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihatnya
pada hari kiamat.”
Ayat-ayat dan Hadits diatas menegaskan bahwa setiap kita harus berbuat baik kepada kedua
orang tua. Tidak dibenarkan seorang anak memperlakukan kedua orang tua dengan kasar karena
dapat melukai hati keduanya dan Allah akan mengutuk perbuatan tersebut.
a. Haramnya Durhaka kepada Orang Tua
Durhaka kepada kedua orang tua merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Diantara dosa-dosa besar yang diharamkan Allah yaitu menyekutukan Allah (syirik),
durhaka kepada orang tua, membunuh diri dan sumpah palsu. Tindakan durhaka kepada orang tua
merupakan dosa besar setelah perbuatan syirik. Tidak akan masuk surga seorang anak dengan
sebab durhaka yang ia lakukan kepada orang tua apalagi melaknat orang tuanya.
Sebagaimana Nabi Sholalohu’alaihi wa sallam bersabda:

ٌ ‫ب َوالَ مَخْ ٍر ُم ْد ِم ُن َوالَ َع‬


َ‫اق اجْلَنَّةَ يَ ْد ُخ ُل ال‬ ٌ ‫باْل َق َد ِر ُم َك ِّذ‬
Artinya: “Dari Abu Darda bahwasanya Nabi Sholallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Tidak masuk
surga anak yang durhaka, peminum khamr (minuman keras) dan orang yang mendustakan
qadar”. (Hadits Riwayat Ahmad 6/441 dan di Hasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah
Hadits Shahihnya 675).
b. Bentuk Durhaka Kepada Orang Tua
Di antara bentuk durhaka (uquq) adalah:
1) Tidak memberikan nafkah kepada orang tua bila mereka membutuhkan.
2) Tidak melayani mereka dan berpaling darinya. Lebih durhaka lagi bila menyuruh orang tua
melayani dirinya.
3) Mengumpat kedua orang tuanya di depan orang banyak dan menyebut-nyebut kekurangannya.
4) Mencaci dan melaknat kedua orang tuanya.
5) Menajamkan tatapan mata kepada kedua orang tua ketika marah atau kesal kepada mereka
berdua karena suatu hal.
6) Membuat kedua orang tua bersedih dengan melakukan sesuatu hal, meskipun sang anak
berhak untuk melakukannya. Tapi ingat, hak kedua orang tua atas diri si anak lebih besar
daripada hak si anak.
7) Malu mengakui kedua orang tuanya di hadapan orang banyak karena keadaan kedua orang
tuanya yang miskin, berpenampilan kampungan, tidak berilmu, cacat, atau alasan lainnya.
8) Enggan berdiri untuk menghormati orang tua dan mencium tangannya.
9) Duduk mendahului orang tuanya dan berbicara tanpa meminta izin saat memimpin majelis di
mana orang tuanya hadir di majelis itu. Ini sikap sombong dan takabur yang membuat orang
tua terlecehkan dan marah.
10) Mengatakan “ah” kepada orang tua dan mengeraskan suara di hadapan mereka ketika
berselisih.
Semua itu merupakan bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua yang seharusnya
diperhatikan oleh para anak dimanapun berada. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan
membedakan dalam berkata dan berbuat kepada kedua orang tua dengan kepada orang lain.
Perilaku yang seringkali tidak disadari kalau itu perbuatan salah dan dosa, yakni mencela
orang tua seseorang. Jangan pernah sekalipun berani menghina, melecehkan, mencaci, mengolok-
olokkan orang tua seseorang, meski dalam ruang lingkup candaan, sebab perlakuan semisal itu
pada hakikatnya sedang menghina, melecehkan, mencaci dan mengolok-olokkan orang tua kita
sendiri. Selalu hati-hati dalam bersikap dan bertindak, penuh pertimbangan matang dengan
memikirkan konsekuensi-konsekuensi ke depannya, agar kita tidak terjebak dalam dosa besar yang
tidak terasa.
c. Akibat-Akibat Durhaka kepada Orang Tua
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang luar bisa dalam kehidupan di
dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di akhirat. Akibat-akibat durhaka kepada orang tua
antara lain:
1) Shalatnya Tidak Diterima di Sisi Allah SWT
Sia-sia saja shalatnya orang-orang yang durhaka kepada orang tuanya. Walaupun sekhusyuk
apapun, tetap saja Allah SWT menolaknya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist: “Allah tidak
akan menerima shalat orang dibenci kedua orang tuannya yang tidak menganiaya
kepadannya”. (H.R.  Abu al-Hasan bin Makruf)
2) Diharamkan Masuk Surga
Mereka juga diharamkan mencium aroma surga ataupun masuk kedalamnya. Sebagaimana
hadist yang berbunyi: “Ada tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu
pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan seorang dayyuts (merelakan
kejahatan berlaku dalam keluargannya, merelakan istri dan anak perempuan selingkuh)”.
(H.R. Nasa’i dan Ahmad).
3) Dibenci oleh Allah SWT
Jika kamu ingin dicintai oleh Allah SWT, maka cintailah kedua orang tuamu. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadist:“Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah
pun tergantung pada murka kedua orang tua”. (H.R. al-Hakim).
4) Ditimpa Azab di Dunia
Orang yang durhaka kepada bapak ibunya tidak hanya memperoleh dosa. Mereka juga akan
diazab oleh Allah SWT selagi mereka hidup di dunia. Al-hakim dan al-Ashbahani, dari abu
bakrah r.a. dari Nabi Saw, beliau bersauba, “Setiap dosa akan diakhirkan oleh Allah
sekehendak-Nya sampai hari kiamat, kecuali dosa mendurhakai kedua orang tua.
sesungguhnya Allah akan menyegerakan (balasan) kepada pelakunnya didalam hidupnya
sebelum mati”.
5) Dianggap kafir
Mendurhakai orang tua termasuk dosa besar, dan orang-orang yang berbuat demikian
digolongkan dalam sifat kafir. Sebagaimana Hadist Riwayat Muslim yang berbunyi: “Jangan
membenci kedua orang tuamu. Barang siapa mengabaikan kedua orang tua, maka dia kafir”.
6) Dosa-Dosanya Tidak Diampuni
Dari Aisyah RA ia berkata, Rasulullah Saw. Bersabda, “dikatakan kepada orang yang durhaka
kepada kedua orang tua, “berbuatlah sekehendakmu, sesungguhnya Aku tidak akan
mengampuni. “Dan dikatakan kepada orang yang berbakti kepada orang tua, perbuatlah
sekehendakmu, sesungguhnya Aku mengampunimu.” (H.R. Abu Nu’aim).
7) Segala Amal Perbuatannya Dihapuskan
Meskipun kamu berbuat baik terhadap semua umat manusia di dunia, tapi kalau kamu durhaka
pada orang tuamu, sungguh kebaikanmu itu sia-sia saja di sisi Allah SWT. Sebagaimana hadist
yang diriwayatkan oelh Thabrani: “ada tiga hal yang menyebabkan terhapusnya seluruh amal,
yaitu syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, seorang alim yang dipermainkan oleh
orang dungu dan jahil”.
C. Akhlak dalam Bergaul
1. Pengertian Pergaulan
Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi
dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar,
bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia. Manusia
membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Tidak ada manusia yang sama dimuka
bumi ini, semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Manusia memiliki ciri, sifat, karakter, dan
bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama
manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan
kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.
2. Etika Pergaulan Menurut Islam
Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin hubungan dengan
Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia
(habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya
terjalin hubungan yang harmonis.
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu, sehingga
kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu sendini”. (HR. Bukhari
Muslim).
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah
menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Tidak ada
perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya kecuali ketakwaannya. Untuk itu, ada beberapa
hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi
sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah, yaitu:
a. Ta’aruf atau Saling Mengenal
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar
untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan,
agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
b. Tafahum atau Memahami
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan
orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan
yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah
siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin
sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Seperti “
seseorang yang bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang
selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang
jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita
bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak
sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul
dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku
( akhlakul majmumah ).
c. Ta’awun atau Saling Menolong
Setelah mengenal dan memahami, perlu ditumbuhkan sikap ta’awun (saling menolong). Karena
inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita.
Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan
dan takwa.
Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa “bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli
dengan urusan umat Islam yang lainnya”.
3. Tata Cara Bergaul Dalam Islam
a. Bergaul dengan Orang Tua dan Guru
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari
adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun
yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu:
1) Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan kita
(ibu bapak).
2) Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan
dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan
disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.
3) Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami
pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan
kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan “biruul
walidain”. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk
kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah.
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu
dosa besar dan wajib untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Segala bentuk ucapan,
perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtua atau salah satunya merupakan
perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”, apalagi jika sampai
membentaknya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 24:
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)
Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan
jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan ridaho kepada
kita.Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua dalam
arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan kehidupan.
Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga
diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka.
b. Bergaul dengan yang Lebih Tua
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban
masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari
kita. Orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga)
bagian yaitu:
1) Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua
2) Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya
lebih muda
3) Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.
Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan
menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka keliru
dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan
mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun
mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita bukan
umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas takwanya kepada
Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:
‫ص َو ِر ُك ْم َوالَ إِىَل اَ ْح َسابِ ُك ْم َوالَ اِىَل اَْم َوالِ ُك ْم َولَ ِك ْن َيْنظُُر اِىَل ُقلُ ْوبِ ُك ْم َواَ ْع َمالِ ُك ْم‬
ُ ‫إِ َّن اهللَ َت َعاىَل الََيْنظُُر إِىَل‬
)‫(ر َواهُ الطرباىن‬ َ
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu,
tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. (HR.
Thabrani)
c. Bergaul dengan yang Lebih Muda
Dalam menjalankan pergaulan sosial, Islam melarang umatnya untuk membeda-bedakan
manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial
lainnya. Bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan ajaran agama dan tidak
bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda
dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk
golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Rasulullah saw bersabda:
ِ ِ َ‫ف ومَل ن‬
(‫س )الطربانىرواه‬ َ ْ َ ْ ‫َكبِْيَرناَ َح ًّق َي ْع ِر‬
َ ‫اصغْيَر َي ْر َح ْم مَلْ َم ْن منَّا لَْي‬
Artinya: “Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil
(lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa)”.
(HR. Thabrani)
d. Bergaul dengan Teman Sebaya
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia bergaul dengan
sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari
keridaan Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:
‫صرِب ُ َعلَى اَ َذ ُاه ْم (رواه‬
ْ َ‫َّاس َو ي‬ ُ ِ‫صرِب ُ َعلَى اَ َذ ُاه ْم َخْيٌر اْمل ْؤ ِم َن الَّ ِذى الَخُيَال‬
َ ‫ط لن‬ ْ ‫َّاس َوي‬
َ َ ُ ِ‫مل ْؤ ِم ُن الًّ ِذ ْي خُيَال‬
‫ط الن‬
ُ ُ
)‫الرتميذي‬
Artinya: “Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan uji)
atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul
dengan yang lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR. Tarmizi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman,
dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang
tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian atau bahkan ada teman yang zolim terhadap
kita serta suka membuat gara-gara dan masalah. Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan
sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita
dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:
ُ‫ض َه َذا َو َخْيُر مُهَا الَّ ِذ ْي َيْب َذأ‬
ُ ‫ض َه َذا َويُ ْع ِر‬
ِ ِ ِ
ُ ‫َخاهُ َف ْو َق ثَالَث أَياٍَّم َيْلتَقياَن َفُي ْع ِر‬
ِ ِ ِ
َ ‫الَحَي ُّل ل ُم ْسل ٍم أَ ْن َي ْه ُجَر أ‬
)‫السالَِم (متفق عليه‬ َّ ِ‫ب‬
Artinya: “Tidaklah halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak mengajak bicara) setiap
sesama yang muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu ingin
memalingkan muka, dan yang lain pun demikian juga. Dan yang paling baik di antara
keduanya adalah yang terlebih dahulu mengucapkan salam”. (HR. Bukhari Muslim)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang
dan keikhlasan. Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi sesamanya.
Rasulullah saw bersabda:
)‫َّاس الَ هلل َاي ْرمَحْهُ (متفق عليه‬
َ ‫الََم ْن َيْر َح ُم الن‬
Artinya: “Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi
oleh Allah”. (HR. Bukhari Muslim)
e. Bergaul dengan Lawan Jenis
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat)
yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Islam sangat
memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dalam pergaulan antara laki-laki dengan
perempuan. Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat
yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya
disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani orang lain.
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling
menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah,
bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Orang
yang bersahabat, bergaul, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena Allah,
tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah
saw bersabda yang artinya:
“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka
berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)
f. Takaful (Saling Bertanggung Jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung
jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa
diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:
ِ ِ ِ
)‫ضا (رواه البخاري‬ َ ‫اَلْ ُم ْؤ م ُن َبنْي َ َكالُْبْنيَاناْمل ْؤم ِن يَ ُش ُّد َب ْع‬
ً ‫ضهُ َب ْع‬
Artinya: “Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu
ُ
bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)
g. Tasamuh (Saling Toleransi)
Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan
yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-
masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman
bergaul lainnya.

Anda mungkin juga menyukai