Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Adanya tradisi karya

sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra

dengan penyambutnya tampak dipakai kesempatan oleh seorang penulis babad

dalam mengenalkan peristiwa-peristiwa yang dialami dan dilakukan oleh para

leluhur pada masa lampau. Saling berjalinnya antara tradisi sastra dan tradisi

sejarah dalam penulisan babad menunjukkan bahwa penulisan sejarah yang tepat

memerlukan serta mengandalkan kepengarangan yang unggul. Demikianlah

babad merupakan karya sastra-sejarah (Putra, 1987 : 5). Karya sastra sejarah hadir

dalam berbagai bentuk yakni dapat berbentuk kakawin, kidung, geguritan dan

babad. Babad, sejarah, dan lain-lain merupakan teks-teks historik dan geneologik

yang mengandung unsur-unsur kesusastran, dengan metode dan pendekatan yang

sesuai dengan sifat utamanya (Teeuw, 1984 : 342-343)

Dalam babad terlihat kegiatan mencatat sejarah hidup berupa silsilah atau

garis keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat Bali merasa

silsilah leluhur dengan diri mereka berkaitan, setidaknya mereka mempunyai

naskah yang disimpan sebagai tanda pengesahan, pengukuhan, atau pengagungan

warganya sendiri. Di Bali, masyarakat masih mencari babad yang menceritakan

silsilah asal-usul leluhur mereka. Mengetahui babad setidaknya mendapat

gambaran cerita, kejadian-kejadian yang berhubungan dengan tokoh tertentu,


yaitu tokoh golongannya atau warganya, atau juga dapat mengetahui gambaran

latar belakang sosial, tradisi yang diwariskan.

Menurut Suarka (1989 : 6) dalam makalahnya menjelaskan bahwa, di Bali

babad dibedakan atas dua macam yaitu babad yang meliputi masa yang cukup

panjang dan wilayahnya yang luas; artinya babad jenis ini menguraikan peristiwa-

peristiwa yang berlangsung berpuluh-puluh tahun bahkan berabad-abad, meliputi

generasi beruntun dalam lingkungan wilayah yang luas. Kemudian jenis babad

yang mempunyai jangkuan waktu dan wilayah berlangsungnya persitiwa itu yang

dipersempit; artinya pusat cerita hanya peristiwa-peristiwa dalam suatu babakan

waktu tertentu dan lebih menitikberatkan kepada hal ikhwal dalam suatu daerah.

Menurut A.A. Gde Putra, sifat-sifat babad di Bali adalah : sakral-magis, religio-

magis, legendaris, mistis-mitologis, raja sentris/istana sentris, genealogis,

pragmatis, raja kultus, pragmentaris, local/legio-centris, analogis, simbolis

(maksud penulis disembuyikan), anonim (tidak menyebutkan nama pengarang).

Babad mengandung pola struktur sastra : ada tema, alur, tokoh, dan gaya yang

disatukan dengan gambaran mitologi yang menjalin silsilah, diselingi legenda dan

diperkuat dengan simbol-simbol yang berupa lambang-lambang sebagai

penambah kharisma tokoh.

Pada perkembangannya, karya sastra berupa babad banyak muncul di

masyarakat salah satunya, yakni Babad Buleleng. Babad Buleleng ini

mengisahkan tentang silsilah keturunan serta perjalanan sakti Ki Gusti Ngurah

Panji Sakti dalam menguasai daerah Den Bukit (Buleleng) dan beberapa daerah di

Bali. Beliau menjadi Raja yang amat sakti dan tidak tertandingi. Tradisi tulis

menulis di Bali masih kuat, hal ini terlihat dari berkembangnya babad Buleleng
yang hadir melengkapi khazanah kesusastraan babad. Daerah Den Bukit atau yang

kini disebut dengan Buleleng merupakan suatu kabupaten yang dikenal oleh

masyarakat Bali. Mendengar nama Buleleng kecenderungan masyarakat mengacu

kepada salah satu tokoh yang cukup sentral di sana, yakni Ki Gusti Ngurah Panji

Sakti yang beristana di Sukasada. Hadirnya babad Buleleng dapat menambah

pengetahuan dan referensi yang lebih lengkap kisah di Buleleng. Karya sastra ini

adalah salah satu bentuk karya sastra sejarah yang menceritakan tentang asal nama

tempat yang sekarang dikenal dengan nama Buleleng, serta nama-nama tempat

lainnya yang ada di Buleleng. Termuatnya kisah silsilah keturunan Ki Gusti

Ngurah Panji Sakti termasuk sakti yang dimiliki Ki Gusti Ngurah Panji Sakti

diuraikan dalam cerita.

Babad ini diawali dengan kelahiran Ki Gusti Ngurah Panji/Ki Barak Panji

nama beliau sebelum diberi gelar merupakan anak dari Sri Dalem Sagening yang

beristana di Swecalinggarsapura dengan seorang abdinya yang bernama Si Luh

Pasek yang berasal dari Desa Panji. Melihat sedari kecil Ki Gusti Ngurah Panji ini

mempunyai kemampuan yang amat berbeda dengan anaknya yang lain, maka

Dalem Sagening mengutus Ki Gusti Ngurah Panji beserta ibunya untuk kembali

ketempat kelahiran sang ibu yakni ke Desa Panji. Dalem Sagening pun

menganugerahkan sebilah keris dan tombak Ki Tunjung Tutur atau Ki

Pangkajatatwa nama lainnya. Akhirnya Ki Gusti Ngurah Panji beserta ibunya Si

Luh Pasek Panji pergi meninggalkan kerajaan bersama para pengawalnya dan

kedua abdinya yang bernama Ki Dosot dan Ki Dumpyung menuju Desa Panji.

Diceritakan beliau sudah tiba di Desa Panji. Di sana beliau sangat

dihormati suatu hari beliau pergi ke Desa Gendis masih dalam wilayah Panji, di
sana beliau berhasil membunuh Ki Pungakan Gendis yang memimpin daerah

tersebut karena jahatnya Ki Pungakan Gendis tersebut. Singkat cerita, Ki Gusti

Ngurah Panji berhasil menaklukkan daerah-daerah yang ada di daerah Den Bukit

satu persatu berkat sebilah Keris yang diberi nama oleh beliau yakni Ki Semang

dan tombaknya yang bernama Ki Pangkajatatwa. Ki Gusti Ngurah Panji sangat

berani dalam medan perang dan disenangi oleh rakyat sebagai pemimpin Den

Bukit yang menyebabkan daerah tersebut menjadi tentram oleh keberaniannya

tersebut Ki Gusti Ngurah Panji kemudian di beri julukan Ki Gusti Ngurah Panji

Sakti sebagai pemimpin Ler Gunung dan beristana di Sukasada. Dari sinilah

kemudian lahir keturunan-keturunan beliau berikutnya yang terdapat dalam Babad

Buleleng ini.

Peneliti tertarik untuk mengambil Babad Buleleng ini karena isinya yang

menceritakan tentang sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Babad

Buleleng mengandung pola struktur sastra yang meramu tema, alur, latar dan

tokoh-tokoh dalam satu-kesatuan yang berupa mitologi dalam jalinan genealogi

silsilah yang dihubungkan dengan dewa-dewa, bidadari, orang suci (pendeta atau

nabi). Selain itu, dalam Babad Buleleng diperkuat dengan simbolisme yang

berupa lambang-lambang kejayaan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Adanya unsur

hagiografi di dalamnya yakni berupa kemujijatan atau sakti yang dimiliki oleh

tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti baik berupa senjata yang beliau miliki maupun

sabda yang beliau dapatkan selama masa kejayaan Panji Sakti menjadi raja.

Tafsiran-tafsiran terhadap wacana sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji

Sakti inilah akan dilakukan untuk nantinya memperoleh suatu makna yang

terkandung di dalamnya. Kemudian penafsiran akan wacana sakti yang dimiliki


oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti menjadi media pembuka cakrawala pembaca

terhadap isi teks Babad Buleleng ini yang selalu diidentikkan dengan tokoh Ki

Gusti Ngurah Panji Sakti sebagai penguasa Den Bukit pada masanya. Inilah yang

menarik perhatian penulis untuk mendalaminya lebih lanjut dan mengangkatnya

sebagai bahan kajian dalam skripsi.

Penelitian terhadap babad di Bali sangat menarik perhatian para peneliti,

terbukti dengan banyaknya peneliti yang menjadikan babad sebagai objek

kajiannya, misalnya “Aspek Sastra dalam Babad Dalem” oleh Ida Bagus Rai

Putra (1987), “Siwa Tattwa dalam Teks Babad Nusa Penida Analisis Semiotik”

oleh Luh Yesi Candrika (2012), “Babad Pasek Dukuh Sebun : Analisis Struktur

dan Fungsi” oleh Putu Edy Hermayasa (2014). Pada penelitian babad Buleleng

sepengetahuan penulis pertama kali dilakukan oleh peneliti asing yang bernama

WJS Worsley yang kemudian diteliti kembali oleh I Made Sudira pada tahun 1994

yang skripsinya berjudul “Perunutan Geguritan Panji Sakti Wijaya dengan Babad

Buleleng”. Dalam penelitian sudira mengacu kepada struktur Geguritan Panji

Sakti Wijaya yang kemudian dibandingkan dari aspek isi dengan Babad Buleleng.

Pada penelitian I Made Sudira mengacu kepada struktur Geguritan Panji Sakti

Wijaya dengan membandingkannya dengan Babad Buleleng. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan peneliti kali ini yang mengangkat kembali Babad

Buleleng yang akan membahas tentang sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah

Panji Sakti dengan analisis semiotik dengan menggubah struktur dari Babad

Buleleng terlebih dahulu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimanakah struktur yang membangun kisah Ki Gusti Ngurah Panji

Sakti dalam Babad Buleleng?

2) Apa sajakah makna yang terkandung dalam wacana sakti Ki Gusti

Ngurah Panji Sakti dalam Babad Buleleng?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki suatu tujuan. Hal ini dilakukan agar dapat

menentukan untuk apa dan siapa penelitian dilakukan. Tujuan merupakan maksud

atau sesuatu yang hendak dicapai dan perlu diperjelas agar arah penelitian dapat

mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun tujuan dari penelitian ini dibagi dua

yaitu tujuan umum dan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menambah perbendaharaan

mengenai kesusastraan dan dapat menunjang serta penyediaan bahan dalam studi

penelitian sastra, yang nantinya diharapkan ikut memberikan sumbangan terhadap

Kebudayaan Nasional. Selain itu hasil yang nantinya akan diperoleh dari

penelitian ini diharapkan nantinya akan dipakai sebagai perbandingan dalam

penelitian-penelitian selanjutnya, terutama dalam kaitannya dengan karya sastra

tradisional.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan khusus dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:


1. untuk mengetahui struktur yang membangun Babad Buleleng;

2. untuk mengetahui makna yang terkandung dalam wacana sakti Ki

Gusti Ngurah Panji Sakti dalam Babad Buleleng.

1.2 Manfaat Penelitian

1.2.1 Manfaat Teoretis

Berdasarkan penelitian tersebut manfaat teoretis dari penelitian ini yakni

untuk menambah perbendaharaan terhadap perkembangan kesusastraan Bali

purwa khususnya babad yang menyangkut kajian mengenai struktur dan semiotik.

1.2.2 Manfaat Praktis

Berdasarkan penelitian tersebut manfaat praktis dari penelitian ini untuk

memberikan sedikit wawasan kepada pembaca, terutama yang berminat mengenai

babad secara struktur dan semiotik.

Anda mungkin juga menyukai