PENDAHULUAN
Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Adanya tradisi karya
sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra
leluhur pada masa lampau. Saling berjalinnya antara tradisi sastra dan tradisi
sejarah dalam penulisan babad menunjukkan bahwa penulisan sejarah yang tepat
babad merupakan karya sastra-sejarah (Putra, 1987 : 5). Karya sastra sejarah hadir
dalam berbagai bentuk yakni dapat berbentuk kakawin, kidung, geguritan dan
babad. Babad, sejarah, dan lain-lain merupakan teks-teks historik dan geneologik
Dalam babad terlihat kegiatan mencatat sejarah hidup berupa silsilah atau
garis keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat Bali merasa
babad dibedakan atas dua macam yaitu babad yang meliputi masa yang cukup
panjang dan wilayahnya yang luas; artinya babad jenis ini menguraikan peristiwa-
generasi beruntun dalam lingkungan wilayah yang luas. Kemudian jenis babad
yang mempunyai jangkuan waktu dan wilayah berlangsungnya persitiwa itu yang
waktu tertentu dan lebih menitikberatkan kepada hal ikhwal dalam suatu daerah.
Menurut A.A. Gde Putra, sifat-sifat babad di Bali adalah : sakral-magis, religio-
Babad mengandung pola struktur sastra : ada tema, alur, tokoh, dan gaya yang
disatukan dengan gambaran mitologi yang menjalin silsilah, diselingi legenda dan
Panji Sakti dalam menguasai daerah Den Bukit (Buleleng) dan beberapa daerah di
Bali. Beliau menjadi Raja yang amat sakti dan tidak tertandingi. Tradisi tulis
menulis di Bali masih kuat, hal ini terlihat dari berkembangnya babad Buleleng
yang hadir melengkapi khazanah kesusastraan babad. Daerah Den Bukit atau yang
kini disebut dengan Buleleng merupakan suatu kabupaten yang dikenal oleh
kepada salah satu tokoh yang cukup sentral di sana, yakni Ki Gusti Ngurah Panji
pengetahuan dan referensi yang lebih lengkap kisah di Buleleng. Karya sastra ini
adalah salah satu bentuk karya sastra sejarah yang menceritakan tentang asal nama
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Buleleng, serta nama-nama tempat
Ngurah Panji Sakti termasuk sakti yang dimiliki Ki Gusti Ngurah Panji Sakti
Babad ini diawali dengan kelahiran Ki Gusti Ngurah Panji/Ki Barak Panji
nama beliau sebelum diberi gelar merupakan anak dari Sri Dalem Sagening yang
Pasek yang berasal dari Desa Panji. Melihat sedari kecil Ki Gusti Ngurah Panji ini
mempunyai kemampuan yang amat berbeda dengan anaknya yang lain, maka
Dalem Sagening mengutus Ki Gusti Ngurah Panji beserta ibunya untuk kembali
ketempat kelahiran sang ibu yakni ke Desa Panji. Dalem Sagening pun
Luh Pasek Panji pergi meninggalkan kerajaan bersama para pengawalnya dan
kedua abdinya yang bernama Ki Dosot dan Ki Dumpyung menuju Desa Panji.
dihormati suatu hari beliau pergi ke Desa Gendis masih dalam wilayah Panji, di
sana beliau berhasil membunuh Ki Pungakan Gendis yang memimpin daerah
Ngurah Panji berhasil menaklukkan daerah-daerah yang ada di daerah Den Bukit
satu persatu berkat sebilah Keris yang diberi nama oleh beliau yakni Ki Semang
berani dalam medan perang dan disenangi oleh rakyat sebagai pemimpin Den
tersebut Ki Gusti Ngurah Panji kemudian di beri julukan Ki Gusti Ngurah Panji
Sakti sebagai pemimpin Ler Gunung dan beristana di Sukasada. Dari sinilah
Buleleng ini.
Peneliti tertarik untuk mengambil Babad Buleleng ini karena isinya yang
menceritakan tentang sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Babad
Buleleng mengandung pola struktur sastra yang meramu tema, alur, latar dan
silsilah yang dihubungkan dengan dewa-dewa, bidadari, orang suci (pendeta atau
nabi). Selain itu, dalam Babad Buleleng diperkuat dengan simbolisme yang
hagiografi di dalamnya yakni berupa kemujijatan atau sakti yang dimiliki oleh
tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti baik berupa senjata yang beliau miliki maupun
sabda yang beliau dapatkan selama masa kejayaan Panji Sakti menjadi raja.
Tafsiran-tafsiran terhadap wacana sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji
Sakti inilah akan dilakukan untuk nantinya memperoleh suatu makna yang
terhadap isi teks Babad Buleleng ini yang selalu diidentikkan dengan tokoh Ki
Gusti Ngurah Panji Sakti sebagai penguasa Den Bukit pada masanya. Inilah yang
kajiannya, misalnya “Aspek Sastra dalam Babad Dalem” oleh Ida Bagus Rai
Putra (1987), “Siwa Tattwa dalam Teks Babad Nusa Penida Analisis Semiotik”
oleh Luh Yesi Candrika (2012), “Babad Pasek Dukuh Sebun : Analisis Struktur
dan Fungsi” oleh Putu Edy Hermayasa (2014). Pada penelitian babad Buleleng
sepengetahuan penulis pertama kali dilakukan oleh peneliti asing yang bernama
WJS Worsley yang kemudian diteliti kembali oleh I Made Sudira pada tahun 1994
yang skripsinya berjudul “Perunutan Geguritan Panji Sakti Wijaya dengan Babad
Sakti Wijaya yang kemudian dibandingkan dari aspek isi dengan Babad Buleleng.
Pada penelitian I Made Sudira mengacu kepada struktur Geguritan Panji Sakti
penelitian yang dilakukan peneliti kali ini yang mengangkat kembali Babad
Buleleng yang akan membahas tentang sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah
Panji Sakti dengan analisis semiotik dengan menggubah struktur dari Babad
Setiap penelitian pasti memiliki suatu tujuan. Hal ini dilakukan agar dapat
menentukan untuk apa dan siapa penelitian dilakukan. Tujuan merupakan maksud
atau sesuatu yang hendak dicapai dan perlu diperjelas agar arah penelitian dapat
mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun tujuan dari penelitian ini dibagi dua
mengenai kesusastraan dan dapat menunjang serta penyediaan bahan dalam studi
Kebudayaan Nasional. Selain itu hasil yang nantinya akan diperoleh dari
tradisional.
purwa khususnya babad yang menyangkut kajian mengenai struktur dan semiotik.