Anda di halaman 1dari 34

VILLAGE BRANDING SEBAGAI UPAYA KOMUNIKASI CITRA DESA

(Studi Pada Branding Desa Ponggok Sebagai Desa Wisata Air)


PROPOSAL TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu
Komunikasi

Oleh
Rika Apriyanti
NIM S231808022
PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa membuat desa memiliki otoritas dan
akuntabilitas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Salah satu
substansi penting yang ada dalam UU Desa adalah pengaturan tentang keuangan Desa.
Pasal 72 UU Desa menyatakan bahwa desa memiliki sumber pendapatan yang terdiri
dari a) pendapatan asli desa, b) alolasi anggaran APBN (Dana Desa), c) bagi hasil pajak
daerah atau retribusi daerah Kabupaten/Kota, d) alokasi dana desa yang meruakan
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota, e) bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota,
f) hibah dan sumbangan yang tida mengikat pihak ketiga serta lain-lain pendapatan desa
yang sah. Penambahan sumber pendanaan di Desa yang berasal dari APBN atau yang
sering disebut dengan Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat (Pasal 1 ayat 2, UU Desa).

Penambahan sumber pendanaan tersebut telah membantu desa dalam


pengembangan potensi yang ada. Salah satu capaian dari penggunaan dana desa adalah
terciptanya desa wisata. Beberapa desa yang berhasil membangun desa wisata antara
lain adalah Desa Ponggok yang berada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang berhasil
memberikan pendapatan Rp 14 miliar untuk Pendapatan Asli Desa (PAD) dalam
setahun (economy okezone, 2019) . Pengembangan desa Ponggok sebagai desa wisata
merupakan pilihan yang tepat karena sektor pariwisata di Indonesia memiliki prospek
yang baik untuk membantu pertumbuhan ekonomi nasional terlebih untuk mendongkrak
devisa negara. Kekayaan sumber daya alam Indonesia dan berbagai pilihan objek wisata
dianggap mampu menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia. Dalam laporan
kompas.com, Bank Indonesia dan pemerintah yakin industri pariwisata bisa menjadi
sektor yang paling efektif untuk menghasilkan devisa. Pada tahun 2018, sektor
pariwisata Indonesia tercatat dengan pertumbuhan tertinggi peringkat ke-9 di dunia,
versi The World Travel & Tourism Council (WTTC). (Kompas.com, 2019).

Pengembangan desa ponggok sebagai desa wisata juga selaras dengan lokasi
Kabupaten yang strategis, yaitu di antara Solo dan Yogyakarta. Selain itu, Kabupaten
Klaten juga dikenal sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Pulau Jawa
(dpmpts.jateng.prov, 2018). Sebagai desa wisata, Desa Ponggok diuntungkan dengan
keberadaannya yang strategis yaitu di dataran rendah antara Gunung Merbabu dan
Gunung Merapi. Hal ini membuat Desa Ponggok memiliki empat sumber mata air atau
dalam bahasa jawa sering disebut Umbul yang menghasilkan air jernih. Keempat
sumber mata air tersebut adalah Umbul Besuki, Umbul Sigedang, Umbul Ponggok,
Umbul Kapilaler. Kekayaan alam ponggok berupa umbul itulah yang kemudian menjadi
keunikan Desa Ponggok. Meski memiliki empat sumber mata air, namun Desa Ponggok
pernah dikategorikan sebagai desa termiskin se-Kecamatan Polanharjo. Hal ini
dikarenakan tanah kas desa yang produktif hanya 6300 m2, di sisi lain, air yang
mengalir lebih banyak menuju ke daerah disekitarnya seperti ke Kecamatan
Karanganom di sisi selatan dan Kecamatan Ceper di sisi timur yang digunakan untuk
irigasi sawah dan air minum. Pada tahun 1999, Pemerintah Desa Ponggok mulai
bekerjasama dengan PT TIV (Aqua) dan Umbul ponggok menjadi umbul pertama yang
dikembangkan sebagai destinasi wisata sebelum umbul lainnya.

Dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Pemerintah Kabupaten Klaten tahun
2011-2031, Desa Ponggok merupakan kawasan yang masuk dalam rencana peruntukan
pariwisata. Pada pasal 36 huruf h, desa ponggok masuk dalam keunikan lokal sebagai
desa wisata (Perpustakaan.bappenas.go.id, 2011). Tujuan pengembangan tersebut
adalah sebagai bentuk perkembangan nilai jual desa wisata serta peningkatan ekonomi
masyarakat. Hal ini pun direspon positif oleh pemerintah Desa Ponggok, melalui
dokumen RPJMDES Tahun 2014-2019 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa) dengan visi terwujudnya desa wisata ponggok yang mandiri. Hasil wawancara pra
penelitian penulis, pada tahun 2020, Desa Ponggok resmi menjadi Desa Wisata sesuai
Surat Keputusan Plt Bupati Klaten.

Pada tahun 2015, Desa Ponggok mulai dikenal masyarakat karena wisata Umbul
Ponggok yang mengenalkan pengalaman foto under water. Dalam wawancara awal
penulis dengan perangkat Desa Ponggok, Laskar Rahmatullah selaku Kepala Urusan
Tata Usaha menyatakan bahwa Desa Ponggok telah mendapat apresiasi dari Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Periode 2016-2019, Eko
Putro Sandjojo dengan terus memperkenalkan Desa Ponggok saat kunjungan kerjanya
di daerah-daerah. Pemasaran word of mouth yang dilakukan oleh Menteri Desa PDTT
sangat berperan dalam proses pengenalan Desa Ponggok ke masyarakat luas. Selain itu,
pemasaran tempat wisata Umbul Ponggok semakin gencar setelah setelah pemerintah
desa membentuk Badan Usaha Milik Desa atau sering disebut dengan BUM Desa.
BUM Desa telah menjadi sorotan masyarakat sejak tahun 2015 pasca dikeluarkannya
UU Desa. Namun, sebelum adanya UU Desa, Desa Ponggok di Kabupaten Klaten telah
menginisiasi berdirinya BUM Desa.

Pada tanggal 15 Desember 2009, Bersumber dari buku pengelolaan dan


perencanaan BUM Desa Tirta Mandiri yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa
Ponggok, BUM Desa Tirta Mandiri resmi berdiri berdasarkan hasil musyawarah
bersama BPD, Pemerintah Desa, dan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Desa
Ponggok. Pada awal pendirian, BUM Desa Tirta Mandiri hanya dipercaya mengelola
toko pakan ikan dan dan unit pinjaman modal untuk masyarakat yang merintis jasa
wisata di sekitar umbul ponggok. BUM Desa Tirta Mandiri didirkan berdasarkan UU
No 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Desa dapat mendirikan BUM Desa sesuai kebutuhan dan potensi desa, PP No 72 Tahun
2005 tentang desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No 20 Tahun 2006 tentang
Badan Usaha Milik Desa. Dengan demikian, keberadaan BUM Desa sebagai suatu
lembaga formal telah diakui sejak tahun 2004 akan tetapi peraturan perundangan yang
membahas BUM Desa dengan lebih rinci baru ada setelah hadirnya UU Desa.

Keberhasilan Desa Ponggok dalam mengelola BUMDes tidak hanya berimbas pada
pengurus dan pekerjanya, tetapi juga kepada Desa Ponggok. Pendapattan BUM Des
Tirta Mandiri mulai tahun 2010-2017 cukup siknifikan, berikut adalah tabel
perkembangan hasil BUM Desa Tirta Mandiri.
Tabel 1.1 Perkembangan Hasil BUM Desa Tirta Mandiri Tahun 2010-2018

No Tahun Jumlah Pendapatan (Rp)


1) 2010 163.882.087
2) 2011 278.906.500
3) 2012 228.046.700
4) 2013 211.267.700
5) 2014 1.153.075.730
6) 2015 5.181.507.251
7) 2016 10.300.000.000
8) 2017 12.000.000.000
9) 2018 16.000.000.000
Sumber : Dikelola dari berbagai sumber

Dari pendapatan yang terus meningkat tersebut, BUM Desa Tirta Mandiri
mampu menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Desa Ponggok hingga
ratusan juta rupiah. Keberhasilan Desa Ponggok dan BUMDes Tirta Mandiri ini tidak
lepas dari upaya Pemerintah Desa Ponggok yang terus menjaga komunikasi baik dengan
BUM Desa, PokDarWis, Pokja yang sudah memiliki peran masing-masing dalam
urusan unit usaha. Tidak ada kegiatan pemindahan pengelolaan dari satu kelompok ke
kelompok lain. Hal ini menjadi kunci berjalannya semua usaha yang ada di Desa
Ponggok dalam mewujudkan Desa yang mandiri. Kekuatan komunikasi baik
komunikasi organisasi maupun personal merupakan salah satu kunci keberhasilan
branding desa. Komunikasi merupakan salah satu strategi branding desa agar dipercaya
dan menjadi pilihan masyarakat untuk berkunjung. Pada tahun 2010 sampai 2017, terus
terjadi peningkatan Pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang ke
Desa Ponggok terlebih di Umbul Ponggok yang menjadi primadona wisata di Desa
Ponggok. Berikut grafik perkembangan pengunjung umbul ponggok.

Grafik 1.1 Perkembangan Pengunjung Unggul Ponggok 2010-2017


Melihat semua data dan fakta yang ada, Ponggok memang sebuah desa di
Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah yang tepat untuk dikembangkan sebagai desa
wisata sekaligus menjadi motor penggerak aktifitas perekonomian nasional dari desa.
Potensi wisata yang dimiliki desa ponggok pun kompetitif dan layak dipertimbangkan.
Hasil penelitian Jarot dan Wahyu (2018) tentang pemetaan posisi daya saing desa wisata
di Kabupaten Klaten yang dimuat dalam prosiding seminar nasional Universitas Widya
Dharma Klaten menunjukkan bahwa desa wisata ponggok menempati posisi pertama
dilihat dari dimensi daya tarik, aksesbilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat,
pemasaran dan promosi, kelembagaan dan sumber daya dibandingkan 4 desa wisata
lainnya di Kabupaten Klaten.
Namun demikian, pada tahun 2019 penghasilan dan pengunjung Desa Ponggok
mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2018. Menurut pemaparan direktur
BUM Desa Tirta Mandiri Desa Ponggok, dari omset umbul ponggok sendiri megalami
penurunan dari Rp 10 Miliar di tahun 2018 menjadi Rp 7 Miliar ditahun 2019
(Detik.com, 2019). Melihat perkembangan Desa Ponggok yang luar biasa, desa-desa
disekitarnya pun terdorong untuk melakukan hal yang sama. Hal ini terlihat dari mulai
berkembangnya wisata air baru di sekitar Desa Ponggok. Sumber mata air yang telah
dikelola sebagai tempat wisata di Kabupaten Klaten yang lokasinya tidak jauh dari Desa
Ponggok seperti Umbul Manten di Desa Janti yang juga menawarkan foto underwater
yang indah seperti Umbul Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Umbul Brondong yang ada
di Desa Ngrundul, Kecamatan Kebonarum, Umbul Geneng di Desa Geneng, Kecamatan
Kebonarum, Umbul Brintik di Desa Brintik Kecamatan Kebonarum, Umbul Gendaren
di Kecamatan Jatinom, Umbul Pelem di Desa Wunut Kecamatan Tulung, Umbul Nilo di
Desa Daleman, Kecamatan Tulung, dan yang lebih dikenal sebelum umbul ponggok
yaitu Umbul Cokro yang ada di Desa Cokro, Kecamatan Tulung. Tidak hanya itu,
banyak wisata air baru yang bermunculan dengan identitas seperti Resto Keceh yang
menawarkan makan di atas air, Umbul Asri yang menawarkan pemandian khusus
wanita.
Wisata air tersebut juga menawarkan air yang juga jernih dan segar seperti umbul
yang ada di Desa Ponggok. Persaingan yang dihadapi Desa Poggok bisa dikatakan
cukup kuat karena karakter desa yang ada disekitar Desa Ponggok banyak yang sama.
Melihat hal tersebut, untuk meningkatkan daya saing dan nilai jual lebih, Pemerintah
Desa Ponggok perlu melakukan inovasi dan upaya branding untuk pembentukan citra
desa agar mampu bersaing dengan desa yang lain. Dalam kondisi perubahan seperti ini,
masyarakat dan pemerintah desa dituntut untuk merencanakan strategi yang matang dan
menjalin komunikasi yang baik. Salah satu strategi yang perlu dipersiapkan adalah
strategi pemasaran yang progesif agar masyarakat luas dan ivestor tertarik masuk ke
desa. Dalam strategi pemasaran, branding memiliki peran besar terutama dalam
pembentukan citra desa. Kotler dalam buku Andre Rahmanto (2020) mengatakan bahwa
citra sebuah tempat terbentuk melalui proses berpikir seseorang ketika mendapat
informasi seputar daerah tersebut. Citra daerah dapat dikomunikasikan dan dibentuk
setidaknya melalui tiga strategi (1) Slogan atau tem, (2) Simbol Visual, (3) event dan
sponshorship. Pada tahun 2019, Kementerian Pariwisata menarjetkan ada 2.000 desa
yang dapat dikembangkan sebagai desa wisata (Suara.com, 2019) salah satunya adalah
Desa Ponggok. Desa ponggok pun dibranding sebagai Desa Wisata Air. Branding
sebagai proses pembentukan citra desa perlu dilakukan karena sarana dan prasarana saja
tidak cukup untuk menarik masyarakat datang ke Desa Ponggok. Branding desa berawal
dari asumsi bahwa individu memahami desa sebagaimana dia memahami sebuah brand
dari perusahaan. Kesamaan antara brand tempat dan juga perusahaan diperkuat dengan
kesimpulan bahwa brand tempat dan brand perusahaan dapat dipararelkan dan dalam
kaitanya dengan pembangunan hubungan, komunikasi, kepribadian, dan identitas
sebagai strategi, kreativtas dan sumber daya (Aswort dan Kavartzis, 2007). Desa
Ponggok mulai memperkenalkan identitasnya dengan Branding Desa sebagai Desa
Wisata Air. Brand tersebut telah disosialisasikan melaui sosial media resmi yang
dikelola oleh Desa Ponggok seperti website resmi Desa Ponggok dan juga laman sosial
media Desa Ponggok.

Gambar 1.1 : Halama Depan Website Desa Ponggok


Sumber : www.ponggok.desa.id

Gambar 1.2: Profil Twitter Desa Ponggok

Sumber : Twitter @desa_ponggok

Gambar 1.3 : Profil Instagram Desa Ponggok

Sumber : Instagram @ponggok_village


Tidak hanya tergambar dalam profil sosial media, branding Desa Ponggok sebagai Desa
Wisata Air juga terlihat dari gapura masuk Desa Ponggok.

Gambar 1.4: Gapura Masuk Desa Ponggok

Sumber : Dokumen Peneliti

Beberapa kegiatan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Desa Ponggok juga
berupaya menunjukkan identitas Desa Ponggok sebagi desa yang benar-benar
memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Hal ini tergambar dari kegiatan Green
Literacy Camp yang dilaksanakan pada tahun 2019 yang kegiatannya dilaksanakan di
Umbul Ponggok dan Kirab Budaya pada tahun 2017 dengan membuat replika air
berjalan. Kepala Desa Ponggok, Junaidi Mulyono mengatakan bahwa kirab budaya
selain dilaksanakan dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-72, sekaligus sebagai
ungkapan rasa syukur masyarakat desa Ponggok kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan air yang banyak di wilayah itu (Klatenkab.go.id, 2017).

“Ada tujuh mata air yang ada di Desa Ponggok, dan telah mampu
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, karena sumber air yang ada
diolah dengan sistem yang baik melalui kinerja BUMDes, sehingga Desa
Ponggok mampu mewujudkan diri
sebagai desa wisata yang mandiri,”
Junaedi Mulyono, 2017.

Gambar 1.5: Green literacy camp

Sumber : Instagram @greenliteracycamp

Gambar 1.6: Pawai air berjalan di Kirab Budaya Desa Ponggok 2017

Sumber : Klatenkab.go.id

. Desa Ponggok merupakan salah satu desa yang berupaya membangun citra desa
dengan memanfaatkan potensi yang ada untuk mengembangkan sumber mata air yang
ada untuk perikanan dan pariwisata. Sebelum melakukan pemasaran, Pemerintah Desa
Ponggok sudah melakukan sosialisasi, pelatihan serta pembinaan kepada masyarakat
terkait inovasi yang dilakukan. Namun untuk merebut pasar dan menarik para investor
tidak hanya sebatas melakukan pemberdayaan masyarakan dan pengembangan potensi
saja, dibutuhkan juga strategi pemasaran dan branding melalui kinerja pemangku
kepentingan dan citra yang yang positif. Pada saat ini, branding desa wisata merupakah
sebuah konsep yang sedang gencar dilakukan oleh masyarakat di desa, mereka mencoba
menggali potensi desa yang dimiliki untuk modal menjadi desa wisata.Hal itu juga yang
dilakukan oleh Desa Ponggok. Namun, branding desa ponggok sebagai desa wisata
belum tercermin di semua profil sosial media dan logo yang digunakan juga belum
nampak di profil Instagram @ponggok_village. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan
hal tersebut dibutuhkan strategi perencanaan dan pengembangan Desa Ponggok sebagai
Desa Wisata Air. Diharapkan branding tersebut bisa menjaga citra Desa Ponggok yang
pada awalnya dikenal dengan wisata airnya, dan ketika orang berfikir tentang wisata air
di Kabupaten Klaten pertama kali yang terlintas adalah Desa Ponggok

Dari informasi dan data awal prapenilitian yang didapatkan peneliti dapat peneliti
simpulkan bahwa brand Desa Ponggok telah terorganisir karena tertuang dalam
dokumen RPJMDes dan dilaksanakan oleh semua pihak serta tertuang dalam simbol
dan even. Sebagai Desa Wisata air, Desa Ponggok juga sudah mulai disosialisasikan
kepada masyarakat untuk menjaga citranya sebagai desa yang terkenal dengan potensi
airnya. Berdasarakan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
bagaimana Desa Ponggok melakukan praktik branding untuk mengkomunikasikan dan
menginformasikan identitas desa dan citra yang dibentuk oleh Desa Ponggok.

B. Kebaharuan Penelitian
Peneliti berkeyakinan bahwa penelitian ini adalah penelitian baru yang benar-benar
hasil pemikiran dan observasi penelitis sendiri. Sumber lain yang ada dalam penelitian
ini yang berasal dari tulisan orang lain, peneliti kutip dengan menuliskan sumber secara
jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulitian ilmiah. Ide dari penelitian ini
muncul berkaitan dengan kegiatan penulis yang aktif di keanggotan BUM Desa di
wilayah penulis. Selain itu, Sudut pandang masalah dalam penelitian ini belum pernah
dilakukan oleh peneliti lainnya. Meskipun sudah banyak penulisan tentang village
branding namun masing-masing penelitian tentu memiliki fokus masing-masing.
Berikut beberapa penelitian yang bisa menjadi literasi bagi penulis terkait penelitian
village branding dimana penulis melihat persamaan objek penelitian serta analisisnya.
Objek dari penelitian lain dipilih yang menunjukkan suatu tempat yang melakukan
branding. Kesamaan analisis melihat penelitian terdahulu yang sama-sama membahas
tentang branding suatu desa atau tempat.
1. Artikel Jurnal “Place Making for Knowlage Generation and Innovation : Planning
and Branding Brisbane’s Knowledge Community Precincts” (Tan Yigitcanlar,
Mirko Guaralda, Manuela Taboada & Surabhi Pancholi) Journal of Urban
Technology, 2016.
Di era moderen seperti saat ini, perlu strategi yang matang untuk memasarkan
sebuah tempat agar mendapat sorotan dari banyak orang. Terlebih jika tempat tersebut
akan melakukan pengenalan tentang perubahan yang terjadi pada daerahnya. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan adala melalui branding. Perancanaan dan branding diklaim
bisa menjadi alat pemasaran yang efektif untuk menarik investasi masuk ke sebuah
tempat serta memberikan citra positif bagi masyarakat. Pada artikel jurnal ini, penulis
mencoba menyelidiki peran perencanaan dan branding di kawasan Brisbane’s
Knowledge Community dengan menilai keefektitivitasan perencanaan dan strategi
branding yang dilakukan. Kota Brisbane di Australia sebelumnya dikenal sebagai kota
industri. Namun seiring berjalannya zaman, keberadaan kaum milineal dan inovasi
mereka telah memberkan sentuhan baru. Munculnya kota besar di dunia sebagai kota
pendidikan juga menjadi semangat Brisbane untuk melakukan hal yang sama.
Perencenaan dan Branding pun dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan yang baik, strategi branding,
pelaksanaan yang baik serta dukungan dari eksternal maupun internal sangat
mempengaruhi dalam mewujudkan Brisnbane menjadi kota pengetahuan. Dokumentasi
perencanaan untuk membuat kawasan Brisbane’s Knowledge Community secara
langsung mempengaruhi desain pembangunan kota Brisbane. Selain itu, perencanaan
yang strategis juga mempengaruhi visi yang hendak dicapai. Pada saat mempromosikan
kota melalui media cetak, pemilihan gambar juga ditentukan untuk memperkuat
branding. Dalam jurnal ini, penulis mengutip strategi place-branding dari Kotler yang
yang melihat strategi-place branding merupakan salah satu prinsip stategi pemasaran
dalam bisnis. Pembuatan kegiatan yang berorintasi pada pendidikan, berinvestasi pada
industri kreatif , dukungan dari kemitraan publik, swasta , dan akademi juga terlihat
dalam proses branding di dalam jurnal penelitian ini. Pembuatan perpustakaan di tingkat
wilayah terkecil setingkat kelurahan juga telah dilakukan. Meskipun belum sempurna,
penelitian ini menunjukkan bahwa perencaan dan branding telah memiliki peran dalam
proses pembentukan kawasan Brisbane’s Knowledge Community.
Dengan demikian jurnal ini bisa menjadi referensi bagi penulis untuk menganalisis
perencanaan dan branding Desa Ponggok sebagai desa wisata air. Hal ini menunjukkan
bahwa thesis ini baru dan tidak sama dengan artikel jurnal ini karena yang diteliti
berbeda. Jika dalam jurnal ini berfokus pada perencanaan dan branding Brisbane
sebagai kota pengetahuan maka thesis ini fokus pada perencanaan dan branding Desa
Ponggok. Sehingga penelitian ini dapat saling melengkapi dalam melihat permasalahan
perencanaan dan branding suatu tempat.

2. Penelitian yang berjudul ‘Re-Branding Pemerintah Desa Trangsan Kecamatan


Gatak Kabupaten Sukoharjo Dalam Mempromosikan Desa Wisata Trangsan’ (Tri
Suhartini), IAIN Surakarta, 2020.

Penelitian yang dilakukan oleh Tri Suhartini ini bertujuan untuk mendiskripkan
atau menjelaskan strategi re-branding yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Trangsan
dalam mempromosikan Desa Wisata Rotan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
ada empat proses re-branding yaitu re-naming, re-design, launching dan evaluatioan.
Dalam proses launching brand baru, pemerintah Desa Trangsan dan Pokdarwis harus
melalui beberapa tahapan yaitu menentukan strategi branding, brand identity, brand
persnonality dan brand communication. Menggunakan konsep re-branding penelitian
ini melihat bahwasanya ada upaya baru pemasaran dari brand Desa Wisata Rotan
Trangsan. Penulis melihat bahwasanya penelitian ini bisa menjadi literasi untuk melihat
praktik branding di Desa Ponggok.

3. Artikel Jurnal “Between big city and authencic village”,(Paul Kendall) 2015 ,
Jurnal City, VOL. 19, NO. 5, 665–680.

Penelitian yang dilakukan Paul Kendal pada sebuah kota kecil di China dilatar
belakangi banyaknya penelitian yang fokus di kota besar, Paul Kendal melihat
bahwanya kota kecil bisa membahwa perspektif baru yang lebih luas. Penelitian yang
dilakukan di kota Kaili di Provinsi Guizhoi menunjukkan bahwa kota kecil tersebut
memiliki hubungan yang komplek dengan kota besar. Upaya Kaili dalam membangun
citra kota dianggap unik karena berdasarkan kebangkitan budaya pedesaan. Saat ini,
Pembagian tempat di China yaitu kota besar, kota kecil dan desa dirasa hanya sebatas
pembagian geografi. Promosi kota Kaili dengan branding kota budaya terus dilakukan
dengan kegiatan festival budaya dan pengenalan bahwa Kaili adalah tempat yang tepat
untuk melepas penat setelah bekerja di Kota Besar. Bahkan dari penelitian ini
memperlihatkan bahwa Kaili disebut sebagai kota 100 festival.Peran media dalam
proses branding Kaili juga tidak bisa dipisahkan. Pemilihan gambar yang cantik untuk
mencitrakan Kaili menggambarkan Kaili sebagai sebuah kota kecil yang telah dkenal
dengan rasa etnik yang kental. Meskipun masih banyak hal yang tidak sesuai dengan
upaya branding sebagai kota budaya seperti pembangunan gedung bertingkat dan
stasiun kota yang tidak tersentuh unsur budaya, namun upaya yang dilakukan Kaili
cukup berhasil. Peneliti yang melakukan penelitian langsung di lokasi mengungkapkan
bahwa ada banyak turis domestik dan asing yang datang ke Kaili, Festival yang selalu
ada dari desa ke desa menjadi daya tarik sendiri bagi kota Kaili. Penelitian yang
dilakukan oleh Paul Kendal memiliki kesamaan dengan Thesis ini yaitu sama-sama
melihat upaya suatu daerah (bukan kota besar) dalam upaya membranding dan
mempromosikan daerahnya. Namun begitu, artikel jurnal ini berbeda dengan thesis ini
karena objek yang diteliti berbeda yaitu kota kecil Kaili di China dan Desa Ponggok di
Indonesia. Maka dari itu, artikel jurnal ini bisa menambah literasi bagi penulis untuk
menyusun thesis ini.

4. Artikel Jurnal ‘Resident Stories and digital storytelling for participatoty place
branding’,( Kasey Clawson Hudak), 2019, Place Branding and Public Diplomacy
Journal.

Penelitian yang dilakukan oleh Kasey Clown Hudak mencoba melihat peran
Digital Storytelling untuk membranding suatu tempat. Pengalaman seseorang saat
mengunjungi suatu tempat direkam dan disebarkan melalui berbagai media. Namun
proses ini dilakukan dengan pangawasan dan dukungan dari pemangku kepentingan.
Warga didorong untuk berbagi kesan dan pengalaman yang bermakna saat mengunjungi
suatu tempat. Penelitian ini menekankan bahwasanya pemangku kepentingan,
penduduk,pemilik bisnis, wisatawan dan badan pemerintahan memiliki tanggungjawab
yang sama dalam proses promosi branding suatu tempat. Hasil dari penelitian Kasey
Clown Hudak adalah Masyarakat dari tempat tersebut bisa menjadi duta yang
mendukung brand daerahnya. Proses digital story telling dibagi menjadi tiga yaitu
diskusi, mengubah cerita menjadi narasi, menjadikan narasi sebagai dukungan untuk
mengembangkan brand suatu tempat. Namun demikian pemangku kepentingan harus
memfasilitasi warga dalam proses digital story telling. Masyarakat dianggap sebagai
agen yang penting dalam mempromosikan brand mereka. Dalam praktiknya, digital
storytelling yang baik yaitu dengan melalui proses editing dan pengawasan serta
dukungan sehingga bisa menjadi upaya untuk proses promosi branding suatu tempat.
Studi dalam artikel jurnal ini sama dengan thesis ini yaitu fokus pada proses
mempromosikan branding suatu tempat. Namun fokus penelitiannya berbeda dimana
studi dalam artikel ini masih bersifat umum sedangkan thesis ini fokus pada promosi
branding Desa Ponggok. Maka dari itu, artikel jurnal ini bisa menambah literasi bagi
penulis untuk menyusun thesis ini.

5. Artikel Jurnal : Strategi Public Relation Dalam Membentuk Village Branding


Wisata Kungkuk Kota Batu (Nur Fajri Apriliyati, Amanah Rakhim Syahida), JISIP,
Vol 8 No 4 2019.

Penelitian dalam artikel jurnal ini bertujuan untuk mengetahui strategi dan
hambatan Public Relatioan dalam membentuk Village Branding. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan sebagai peran Public Relation dalam
membentuk Village Branding adalah dengan memaksimalkan kerjasama dengan pihak
eksternal untuk membuat konten informasi dengan media baru, serta melibatkan
penduduk lokal dalam mengelola wisata Kungkuk. Strategi yang dilakukan yaitu wisata
Kungkuk juga memiliki hambatan dalam membentuk Village Branding adalah,
minimnya pemahaman/pemanfaatan media baru untuk wisata Kungkuk Kota Batu
dan minimnya pengelolaan (manajeman) wisata Kungkuk Kota Batu. Studi dalam
artikel jurnal ini sama dengan thesis ini yaitu fokus pada proses strategi branding suatu
tempat. Namun objek penelitiannya berbeda sehingga bisa saling melengkapi dalam
melihat village branding yang ada di Indonesia.

6. Artikel Jurnal : Branding Desa Kalanganyar sebagai Ekowisata Bahari di


Kabupaten Sidoarjo, (M Andi Fikri dan Poppy Febriana), OJS Umsida, 2016

Lov[p[;g[ft[p-11111ds

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Desa Ponggok melakukan praktik branding untuk
mengkomunikasikan dan menginformasikan identitas dan citra Desa
Ponggok?
2. Bagaimana bentuk komunikasi citra yang terjadi di Desa Ponggok?
3. Bagaimana peran media baru dalam proses branding Desa Ponggok?
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Mengkaji praktik branding yang dilakukan oleh Pemerintah Desa
Ponggok untuk mengkomunikasikan dan menginformasikan identitas
dan citra Desa Ponggok
2. Mengkaji bentuk komunikasi citra yang terjadi di Desa Ponggok
3. Mengkaji peran media baru dalam proses branding Desa Ponggok
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian teoritis yang
dapat memberikan pemahaman dalam lingkup ilmu komunikasi
khususnya dalam bidang kajian village branding yang terjadi di Desa
Ponggok, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada
desa lain yang hendak membentuk desa wisata agar bisa mencontoh
dari kesukesan desa ponggok.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Branding
a. Brand (Merek)
Brand atau dalam bahasa Indonesia sering disebut merek biasa di gambarkan
melalu logo,tanda, simbol atau Slogan. Kotler (2003) menjelaskan bahwa sebuah brand
adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi dari semua itu,
yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok
penjual dan untuk membedakan dari pesaingnya.

Sebuah brand yang dipilih untuk mengkomunikasikan citra dan identitas suatu
tempat sehingga selalu teringat oleh masyarakat diperlukan brand promise dan juga
brand Architecture.

Brand Promise adalah komitmen yang harus dipegang oleh pemerintah dan warga
di sebuah tempat yang ingin mengkomunikasikan brand tempatnya kepada masyrakat
ini. Komitmen ini tergambar dari pelayanan dan kebenaran keadaan sesuai apa yang di
promosikan serta konsistensi dari brand. Akhirnya masyarakat yang datang akan
memiliki pengalaman kunjungan seperti yang diharapkan. Aaker, (1997) menyatakan
bahwa brand promise adalah sesuatu yang akan dilakukan, sebuah ungkapan
kepastian, seta sebuah persepsi tentang keunggulan dan prestasi pada masa
mendatang.

Brand Architecture adalah penggunaan simbol, logo dan slogan, destination brand
name yang mampu mengena dan memberikan pengalaman emosional bagi pengunjung.
Menurut Aaker (1997) arsitektur dari brand mengartikan semua pesan untuk dapat
mengkomunikasikan sebuah janji dan inti dari sebuah destination brand.

b. Citra
Penilaian seseorang terhadap suatu tempat baik sudah berkunjung atau dalam
perencanaan kunjungan mendatangi dapat dipengaruhi oleh citra yang terbangun dari
tempat tersebut. Citra menurut Dowling dalam buku City Branding (Andre, 2020)
merupakan kumpulan dari arti seperangkat makna yang ada pada objek yang diketahui
dari penggambaran dan ingatan seseorang. Citra merupakan hasil dari interaksi
keyakinan, gagasan dan kesan seseorang pada suatu objek.
Pada penelitian ini citra sebuah desa bisa diartikanjuga dengan citra suaru
tempat. Kotler (1993) dalam buku City Branding (Andre, 2020) mengatakan bahwa
citra sebuah tempat sebetulnya terbentuk dari sekumpulan keyakinan, ide, impresi yang
didapatkan seseorang mengenai daerah tersebut. Sebuah desa bisa mengkomunikasikan
citranya melalui tiga strategi yaitu melalui slogan dan tema, simbol visual, serta event
dan sponsorship (Andre, 2020).
Slogan atau tema bisa dirancang untuk menggambarkan citra desa tersebut
selanjtnya slogan atau tema bisa diselaraskan dengan simbol visual yang digunakan
secara berkelanjutan untuk mendukung proses komunikasi citra desa. Selanjutnya even
dan soponshorsip digunakan untuk memperkuat proses ini.
Event menurut Shone dan Party dalam buku Manajemen Event (Any Noor :2009)
merupakan sebuah kegiatan di luar kegiatan rutin sebuah organisasi yang ada karena
fenomena tertentu dan bertujuan untuk memberi pencerahan, merayakan, menghibur
atau menantang pengalaman sekelompok orang.

c. Branding
Menurut Kotler (2006:3) dalam Jurnal Media Wisata volume 14 menyatakan bahwa
branding adalah kegiatan membawa sesuatu yang biasa dan meningkatkannya menjadi
lebih berharga dan bernilai. Branding merupakan suatu program yang memfokuskan
dan memproyeksikan nilai-nilai merek. Program ini meliputi penciptaan perbedaan
antar produk bagi pelanggan dalam proses pengambilan keputusan pembelian serta
pemberian nilai-nilai pada perusahaan. Namun saat ini upaya branding tidak hanya
dilakukan oleh perusahaan untuk memasarkan produknya namun juga suatu organisasi
untuk megkomunikasikan citranya. Menurut Neumeier (2003:54) Branding adalah suatu
pernyataan mengenai siapa ‘identitas’ apa yang dilakukan ‘produk/jasa yang
ditawarkan’ dan mengenai kenapa suatu mereka layak dipih ‘keistimewaannya’. Secara
umum, branding merupakan keseluruhan proses dalam memilih unsur, nilai hingga
janji apa yang dimiliki oleh suatu entitas (produk, jasa, perusahaan, dan
sebagainya) Swasty (2016:14).
Kegiatan Branding memiliki fungsi untuk menanamkan image atau citranya kepada
masyarakat luas, konsumen dan juga investor selain itu branding juga bisa sebagai
pembeda antara potensi suatu daerah dengan daerah lain serta sebagai promosi dan daya
tarik. Dalam upaya branding, diharapkan masyarakat senantiasa mengingat brand atau
merek dalam waktu yang lama (Swasty,2016: 98-99)
d. Village Branding

Menurut Dedy Rainer (2017) ada beberapa jenis branding salah satunya adalah
geograohic branding/ regional. geograohic branding/ regional merupakan jensi
branding yang bertujuan untuk memunculkan gambaran dari produk/jasa ketika nama
lokasi tersebut disebutkan seseorang. Menggambarkan ciri khas suatu wilaya atas
potensinya.

Sebagai Desa Wisata, slogan Desa Ponggok sebagai Desa Wisata Air juga bisa
dilihat sebagai upaya destination brand. Menurut Keller (2004) Destination brand akan
memperkaya sebuah rasa, identitas dan keunggulan dari sebuah tempat lokasi,
sehingga dalam pembuatan sebuah destination branding harus menunjukkan
konsistensi dan kejelasan. Pitana (2009:15) menjelaskan bahwa pelaku pariwisata
harus mampu menyediakan branding yang jelas dan terkelola dengan baik atas produk
pariwisatanya hal ini dikarenakan hasil dari dari branding in adalah benak konsumen
atau kepuasaan konsumen terhadap destinasi tersebut. Melalui aktifitas ini, pemerintah
desa selaku stakeholder mampu mempromosikan tempat, memberikan citra yang baik
dan memberikan gambaran yang real dari lokasinya. Cai (2020) pada buku City
Branding (Andre, 2020) mendefinisikan destination branding sebagai proses seleksi
elemen campuran yang konsistem untuk mengidentifikasi dan membedakan satu tempat
dengan yang lain melau proses pembangunan image yang positif.
Penetapan sebuah desa menjadi desa wisata menuntut pemerintah desa dan
masyarakat menerapkan konsep village branding sebagai kelanjutan yang lebih luas dari
destintion branding. Village branding merupakan serangkaian upaya untuk membuat
suatu desa menjadi lebih menarik, lebih kelihatan memiliki keunggulan yang berbeda
(distinctive), yang unik dan khas, dengan identitas yang kuat, sehingga bisa menampilan
pesonanya sendiri (Aam Bastaman, 2020).
2. Komunikasi
a. Pengertian Komunikasi
Harold Laswell dikutip oleh Onong (1990:10) dalam karyanya The Structure and
Function of Communication in Society menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses
menjawab pertanyaan who says what in which channel to whom with what effect.
Berdasarkan definisi ini maka unsur komunikasi dapat dibedakan menjadi lima, yaitu:
i. Komunikator (communicator, source, sender);
ii. Pesan (message);
iii. Media (channel, media);
iv. Komunikan (communicant, recipient, communicatee, reciever);
v. Efek (effect, impact, influence).

Sementaraitu, Gerrad Miller dalam Mulyana (2002:62), mendefinisikan komunikasi


sebagai kegiatan dimana suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima
dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Sedangkan Alo
Liliweri mengutip Walstrom dari berbagai sumber menyebutkan beberapa definis
komunikasi sebagai berikut (2009, hal. 8):

i. Komunikasi antar manusia sering dikatakan pernyataan diri yang paling


efektif;
ii. Komunikasi merupakan pertukaran pesan-pesan secara tertulis dan lisan
melalui percakapan atau bahkan melalui penggambaran yang imajiner;
iii. Komunikasi merupakan pembagian informasi atau pemberian hiburan
melalui kata-kata secara lisan atau tertulis dengan metode lainnya;
iv. Komunikasi merupakan pengalihan informasi dari seseorang kepada orang
lain;
v. Pertukaran makna antar individu dengan menggunakan sistem symbol yang
sama;
vi. Komunikasi adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang
melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan efek tertentu;
vii. Komunikasi adalah proses pembagian informasi, gagasan, atau perasaan
yang tidak saja dilakukan secara lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa
tubuh, atau gaya atau tampilan pribadi, atau hal lain di sekelilingnya yang
memperjelas makna.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka secara umum komunikasi dapat


diartikan sebagai proses atau aktivitas penyampaian pesan yang dapat berupa ide,
gagasan, atau perasaan, oleh seseorang melalui media tertentu yang bertujuan untuk
mempengaruhi sikap penerima pesan.

Susanto (2010, hal. 6-12) mengungkapkan bahwa bentuk komunikasi dapat dibagi
menjadi lima, yaitu sebagai berikut:

i. Komunikasi Intrapersonal (intrapersonal communication), merupakan


proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Komunikasi ini
umumnya membahas proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap
simbol yang ditangkap melalui panca indera. Lebih jelasnya dapat dikatakan
komunikasi ini merupakan komunikasi yang terjadi terhadap diri sendiri,
yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja.
ii. Komunikasi Antar personal (interpersonal communication), adalah proses
dimana seseorang menciptakan dan mengelola hubungan mereka,
melaksanakan tanggungjawab secara timbal balik dalam menciptakan
makna. Dalam hal ini, komunikasi dapat dilakukan tanpa medium seperti
komunikasi bertatap muka dan dengan medium seperti surat dan telepon.
iii. Komunikasi kelompok (group communication), menitik beratkan
pembahasan pada interaksi antara orang-orang dalam kelompok kecil, yang
terdiri dari beberapa orang yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama.
Komunikasi kelompok berkisar pada dinamika kelompok, efisiensi, dan
efektivitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola atau bentuk
interaksi, serta pembuatan keputusan dalam kelompok.
iv. Komunikasi organisasi (organizational communication) merupakan
pengiriman dan penerimaan pesan berbagai organisasi dalam kelompok
formal maupun informal. Terdapat tiga fungsi umum dari komunikasi
organisasi, antara lain; (1) produksi dan pengaturan; (2) pembaharuan atau
inovasi; dan (3) sosialisasi dan pemeliharaan. Berdasarkan fungsi tersebut,
dapat dilihat bagaimana komunikasi mempengaruhi dinamika organisasi dan
dapat menjadi salah satu factor penyebab kemunduran atau kemajuan suatu
organisasi.
v. Komunikasi massa (mass communication), merupakan proses menciptakan
makna yang samadi antara media massa dan para komunikannya (2009, hal.
6). Proses komunikasi massa melibatkan komunikasi intrapersonal,
komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi
organisasi. Teori komunikasi massa, umumnya berpijak pada struktur
media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media dan
khalayak, aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak dari hasil
komunikasi massa terhadap individu. Werner Sejerin dan James Tankard
mengungkapkan tujuan komunikasi massa adalah sebagai berikut (2011,
hal. 13-14):
I. Untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh komunikasi massa;
II. Menjelaskan manfaat komunikasi massa yang digunakan oleh masyarakat;
III. Menjelaskan pembelajaran dari media massa;
IV. Menjelaskan peran media massa dalam pembentukan pandangan-pandangan
dan nilai masyarakat.
b. Komunikasi Citra
Komunikasi yang baik menjadi salah satu penentu keberhasilan sebuah tempat
dalam menginformasikan citranya kepada masyarakat. Oleh sebab itu, tidak hanya satu
bentuk komunikasi saja yang digunakan untuk menyukseskan proses branding citra
tempat. Menurut (Kavaritzis, 2004) dalam buku City Branding Dalam proses
mengkomunikan citra kota atau tempat, ada tiga bentuk yang bisa digunakan yaitu
komunikasi primer, komunikasi sekunder dan komunikasi tersier .
I. Komunikasi Primer
Bentuk komunikasi citra yang mengacu pada tindakan pemerintah. Bentuk
komunikasi ini tergambar dari empat bidang yaitu kebijakan tata kota,
proyek pembangunan, struktur organisasi dan administrasi, visi pemimpin.
II. Komunikasi Sekunder
Bentuk komunikasi sekunder merupakan bentuk komunikasi yang sering
digunakan oleh marketing dalam mengkomunikasikan citra kota atau tempat
yaitu menggunakan media promosi seperti iklan, penggunaan logo,
penggunaan media sosial dan lain sebagainya.
III. Komunikasi Tersier
Merupakan bentuk komunikasi citra yang mengacu pada word of mouth.
Bentuk komunikasi ini tidak teroganisir.
3. Media
a. Medium Theory
Medium Theory merupakan salah satu teori media klasik yang menekankan pada
efek-efek sosikultural media dan terpisah dari isi media. Teori ini bisa membantu
memahami bagaiaman fungsi media komunikasi sebagi bagian adari konteks social
yang lebih luas. Medium Theory merupakan hasil pemikiran dari Marshalll McLuhan
dimana teori ini berada dalam tradisi sosiokultural (komunikasi sebagai penciptaan dan
penggambaran realitas sosial). McLuhan berpendapat bahwa yang menjadi pusat
perhatian dalam berbagai studi komunikasi terkait media adalah media itu sendiri dan
bukan terletak pada isi pesan. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa medium memberikan
dampak terhadap masyarakat dikarenakan sifat-sifat media dan bukan karena isi pesan
yang disampaikan (McLuhan, 1964). McLuhan juga menjelaskan tentang pandangannya
mengenai dampak dari berkembangnya media elektronik adalah the medium is the
message dan the message. Hal ini bisa diartikan bahwanya media baru akan
memberikan pengalaman yang berbeda bagi mereka yang menggunakannya. Pengaruh
ini dianggap McLuhan lebih penting disbanding dengan isi pesan yang dikirimkan
dalam pesan yang khusus. Media yang berkembang saat ini telah mempengaruhi kita
terlepas apa yang kita tonton dan kita baca. Dunia maya telah mempengaruhi
masyarakat terlepas dari situs apa yang orang kunjungi.

b. Media Online
Di era modern seperti saat ini, pelaku usaha sudah banyak yang memanfaatkan
media baru dalam proses memasarkan produk atau jasanya. Kehadiran media baru
merupakan hasil dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Pada
tahun 1969, US Department of Defense berhasil mengembangkan dan melakukan uji
coba jaringan internet. Semenjak itu perkembangan internet sangatlah pesat. Hal ini
juga yang mendukung hadirnya media baru.

Denis Mc Quil mengartikan media baru sebagai perangkat teknologi elektronik


yang berbeda dengan penggunaan yang berbeda pula. Media elektronik baru ini
mencakup beberapa sistem teknologi seperti: sistem transmisi (melalui kabel atau
satelit), sistem miniaturisasi, sistem penyimpanan dan pencarian informasi, sistem
penyajian gambar (dengan menggunakan kombinasi teks dan grafik secara lentur), dan
sistem pengendalian (oleh komputer) (McQuil, 1987).

Pengelompokan media baru menjadi empat kategori. Pertama, media komunikasi


interpersonal yang terdiri dari telepon, handphone, e-mail. Kedua, media bermain
interaktif seperti komputer, videogame, permainan dalam internet. Ketiga, media
pencarian informasi yang berupa portal/ search engine. Keempat, media partisipasi
kolektif seperti penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat,
pengalaman dan menjalin melalui komputer dimana penggunanya tidak semata-mata
untuk alat namun juga dapat menimbulkan afeksi dan emosional (McQuail,2000).

Kehadiran media baru juga mendorong masyarakat kreatif untuk membuat platform
digital sebagai wadah berinteraksi dan mengenal satu sama lain dengan media social.
Media social seperti Instagram, Facebook dan Twitter merupakan jenis-jenis media baru
yang termasuk dalam kategori online media. Melalui media social tersebut, pelaku
usaha semakin mudah menawarkan produknya dan memperluas informasi terkait
produknya. Dalam buku The Second Media Age yang ditulis oleh Mark Poster pada
tahun 1990 disebukan bahwa teknologi interaktif dan komunikasi jaringan khususnya
dunia maya akan mengubah masyarakat. Saat ini, pandangan Mark Poster tersebut
sudah menampakkan kebenaranya, banyak orang sudah memanfaatkan media social
untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga. Tidak hanya komunikasi personal,
melalui media social masyarakat mencari dan mendapatkan informasi terkait suatu
destinasi wisata, produk berupa barang dan jasa.

Paul Levinson dalam buku yang berjudul New Media menyebutkan bahwa media
online tidak hanya terbatas pada media social. Ada beberapa platform digital yang
dikategorikan dalam media online yaitu:
1. Website atau situs online sebuah kumpulan halaman pada suatu domain
di internet  yang dibuat dengan tujuan tertentu dan saling berhubungan
serta dapat diakses secara luas melalui halaman depan (home page)
menggunakan sebuah browser menggunakan URL website
(niagahoster.co.id,2017)
2. Media social seperti Facebook, Instagram, Twitter. Media social
merupakan sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan
dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling
berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
3. Youtube merupakan situs web yang memungkin penggunanya berbagi
informasi dalam bentuk video.
4. Google Bisnis adalah layanan berbasis internet untuk para pemilik
usaha dan dijalankan oleh Google. Ini merupakan media baru yang
memungkin pengelola usaha berinteraksi dengan pengunjung, dimasa
pengunjung bias memberikan rating dan ulasan terhadap usaha tersebut
dan bisa diakses oleh semua orang.

4. Kerangka Berpikir
Kerangka proses berfikir pada penelitian ini berawal dari munculnya Desa Ponggok
yang berhasil mendapatkan Pendapatan Asli Desa (PAD) hingga milyaran rupiah, dan
menjadi desa tujuan study banding untuk study desa. Namun pada tahun 2019, Desa
Ponggok mengalami penurunan dari jumlah wisata dan juga pendapatan. Pernyataan
dari Direktur BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok menyatakan bahwa salah satu
penyebab penurunan ini adalah munculnya kompetitor dengan potensi wisata yang
sama. Disisi lain, penulis melihat upaya praktik branding yang dilakukan oleh
Pemerintah Desa Ponggok untuk tetap mempertahankan citranya sebagai Desa Wisata
Air ditengah persaingan yang semakin ketat.

Kerangka proses berfikir penelitian ini bertujuan agar penelitian yang dilakukan
bisa mendukung terhadap praktik branding Desa Ponggok serta membantu peneliti
menjelaskan secara sistematis kegiatan penelitian yang dilakukan. Bentuk proses
berfikir pada penelitian ini tampak pada gambar di bawah ini :

Desa Wisata
Desa Ponggok

Praktik Branding
Sebagai Upaya
Mempertahankan Cita
Desa

- Komunikasi Cita
- Event
- Slogan
- Promosi Media Sosial

Masyarakat mengenal
ponggok sebagaiBAB
DesaIII
Wisata
Air
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian


Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa gambar, kata-kata, dan bukan
angka, dari perilaku orang yang dapat diamati. Moleong (2011:6) mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai
metode alamiah. Sementara itu, Sugiyono (2011:9) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif adalah metode yang berdasarkan pada filsafat post-positivisme, sedangkan
untuk meneliti pada objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara triangulasi, analisis data bersifat
induktif dan kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna daripada
generalisasi.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan kualitatif
adalah pendekatan pada penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang
dialami oleh objek penelitian, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara triangulasi, dan disajikan dalam bentuk
deskripsi yang lebih menekankan pada makna. Berkaitan dengan penelitiannya, penulis
berusaha untuk memahami fenomena praktik branding di Desa Ponggok dengan cara
melakukan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian tersebut nantinya akan
disajikan dalam bentuk laporan tertulis dengan menggunakan kata-kata.
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua jenis data yaitu :
5. Data Primer
Merupakan data utama dalam sebuah penelitian. Penelitian ini menggunakan data
primer yang diambil dari wawancara kepada Kepala Desa Ponggok, BPD Desa
Ponggok, Direktur BUMDes Tirta Mandiri, Perangkat Desa dan Pengurus Pokja Wisata.
6. Data Sekunder
Merupakan data yang mendukung data primer dalam penelitian. Dalam hal ini data
didaparkan dari buku-buku, artikel, berita, maupun jurnal dan studi kepustakaan
lainnya.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang paling krusial dalam
penelitian. Pengumpulan data ini bertujuan untuk menemukan fakta yang ada di
lapangan terkait dengan fenomena yang akan diteliti. Penulis akan menggunakan dua
teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi
Menurut Subagyo (2004, hal. 63), observasi adalah pengamatan yang dilakukan
secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena sosial, dengan gejala-gejala psikologi
suntuk kemudian dilakukan pencatatan. Sementara itu, Nasution (2003:56), observasi
adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat berkerja berdasarkan
data, yaitu fakta mengenai kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Secara umum,
observasi dapat diartikan sebagai pengamata yang dilakukan secara sengaja untuk
memperoleh data. Dalam hal ini, penulis akan melakukan observasi di Desa Ponggok
untuk melihat secara langsung bagaimana proses komunikasi berlangsung di dalam nya,
serta bagaimana nilai dan budaya yang sudah mengakar akan mempengaruhi pola
komunikasi.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan dengan dua
belah pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut Moleong (2011: 86). Esterbeg dalam
Sugioyono (2011:72) menyebut wawancara sebagai “a meeting of two persons to
exchange information and idea through question and responses, resulting in
communication and joint construction of meaning about particular topic. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah percakapan dua
pihak untuk saling bertukar informasi dan idea melalui pertanyaan dan jawaban tentang
suatu topic tertentu. Lincoln dan Guba Sugiyono (2011:76) mengemukakan ada tujuh
langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian
kualitatif, yang meliputi:
i. Menetapkan pada siapa wawancara tersebut akan dilakukan;
ii. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan
pembicaraan;
iii. Mengawali atau membuka alur wawancara;
iv. Melangsungkan alur wawancara;
v. Mengkonfirmasi ikhtiar hasil wawancara dan mengakhirinya;
vi. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan;
vii. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

Wawancara dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data lebih jauh terkait
dengan praktik branding di Desa Ponggok.
D. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data diperlukan untuk menjamin bahwa semua data yang diperoleh dan
diamati relevan dengan keadaan sebenarnya. Untuk menilai keabsahan data tersebut,
penulisakan menggunakan teknik triangulasi data, yaitu dengan mengadakan
perbandingan antara teori dan hasil di lapangan pada sumber data yang satu dengan
yang lainnya. Teknik triangulasi adalah teknik pengabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk melakukan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Berkaitan dengan hal tersebut, teknik triangulasi dapat
dibagi menjadi empat, yaitu triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori Subagyo
(2004:178). Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teknik triangulasi sumber
sumber, yaitu perbandingan atau pengecekan balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda, dengan cara Moleong (2011:178):
i. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara;
ii. Membandingkan apa yang dikatakan informan kepada umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi;
iii. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang dihimpun
atau berkaitan.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Nasution dalam Sugioyono (2011:89), analisis data telah dimulai sejak
penulis merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus hingga penulisan hasil laporan. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis yang diungkapkan oleh Miles dan
Hubberman (2011:91), yaitu sebagai berikut:
i. Reduksi Data (Data Reduction), proses merangkum, memilih hal hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, untuk kemudian dicari tema
dan polanya. Reduksi data pada penelitian bertujuan untuk
mempermudah pemahaman peneliti terhadap data yang telah
dikumpulakan dalam proses pengumpulan data.
ii. Penyajian Data (Data Display), merupakan proses yang mana datang
yang telah direduksi disajikan dalam secara ilmiah dalam bentuk kata-
kata, bagan, ataupun hubungan antarkategori. Penyajian data
dimaksudkan untuk mempermudah memahami apa yang terjadi,
merencanakan, kerja selanjutnya berdasarkan pada apa yang telah
dipahami.
iii.Penarikan Kesimpulan (Verification) adalah proses menjawab rumusan
masalah yang telah ditentukan di awal penelitian. Penarikan kesimpulan
dilakukan dengan melihat kembali pada reduksi data dan penyajian data
dan diungkapkan secara singkat namun tidak menyimpang dari hasil
penelitian secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku

Aaker, D. (1997). Manajemen ekuitas merek. Jakarta: Spektrum.

Jarot dan Wahyu (2018). Pemetaan Posisi Daya Saing Desa Wisata di Kabupaten
Klaten. Klaten : Universitas Widya Dharma.
Kotler, Philip. 2006. Brand Manajemen. Jakarta: Buana Ilmu Populer.

Liliweri, A. (2009). Dasar Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Moleong, L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisis Revisi. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Mulyana, D. (2002). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remanja


Rosdakarya.

Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Noor, Any (2009). Manajemen Event. Bandung :Alfabeta.

Pemerintah Desa Ponggok (2017). Pengelolaan dan perencaan Bumdes Tirta Mandiri.
Klaten : Pemerinta Desa Ponggok.

Pitana, Gde.2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta :ANDI.

Rahmanto A (2020). City Branding : Stategi Komunikasi dalam Memasarkan Potensi


Daerah. Malang: Empatdua Media.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Subagyo, J. (2004). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Susanto, E. H. (2010). Komunikasi Manusia Esensi dan Aplikasi dalam Dinamika


Sosial Ekonomi Politik. Jakarta: Jakarta: Mitra Wacana Media.

Swasty, Wirania. 2016. Branding, Memahami dan Merancang Strategi Merek.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Undang-undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Referensi Artikel/ Artikel Jurnal

Aam Bastaman (2020), “Membangun “Village Branding”, Mengembangkan Pariwisata


Desa” Gemari.id.
Kasey Clawson Hudak (2019),” Resident Stories and digital storytelling for
participatoty place branding” Place Branding and Public Diplomacy Journal.

M Andi Fikri dan Poppy Febriana “Branding Desa Kalanganyar sebagai Ekowisata
Bahari di Kabupaten Sidoarjo” OJS Umsida.

Nur Fajri Apriliyati, Amanah Rakhim Syahida (2019),“Strategi Public Relation Dalam
Membentuk Village Branding Wisata Kungkuk Kota Batu” JISIP, Vol 8 No 4

Paul Kendall (2015), “Between big city and authencic village” Jurnal City, VOL. 19,
NO. 5, 665–680.

Tan Yigitcanlar, Mirko Guaralda, Manuela Taboada & Surabhi Pancholi (2016) “Place
Making for Knowlage Generation and Innovation : Planning and Branding
Brisbane’s Knowledge Community Precincts” Journal of Urban Technology.

Tri Suhartini (2020) “Re-Branding Pemerintah Desa Trangsan Kecamatan Gatak


Kabupaten Sukoharjo Dalam Mempromosikan Desa Wisata Trangsan” IAIN
Surakarta.

Referensi Internet

Dpmpts.jateng.prov.go.id, “Laporan pengembangan dan penyiapan kewilayahan


investasi di wilayah subosukawonosraten” diakses
http://web.dpmptsp.jatengprov.go.id/packages/upload/portal/files/Subosukowonos
raten%202018.pdf pada 2 Desember 2020 13:20 WIB, Surakarta.

Detik.com, “Populer, Tapi Pendapatan Umbul Ponggok Klaten Tahun Ini Turun”
diakses https://travel.detik.com/travel-news/d-4840444/populer-tapi-pendapatan-
umbul-ponggok-klaten-tahun-ini-turun diakses 3 Desember 2020 14:41 WIB,
Surakarta

Klatenkab.Go.Id, “Warga Desa Ponggok Gelar Karnaval Budaya Sebagai Rasa


Syukur” Diakses Https://Klatenkab.Go.Id/Warga-Desa-Ponggok-Gelar-Karnaval-
Budaya-Sebagai-Rasa-Syukur/ Pada 23 Desember 2020, 14:58 Wib, Sukoharjo.
Kompas.com, “BI – Industri Pariwisata Jadi Sektor Paling Hasilka Devisa” diakses
https://travel.kompas.com/read/2019/03/23/084500627/bi-industri-pariwisata-jadi-
sektor-paling-hasilkan-devisa pada 1 Desember 2020, 10:22 WIB, Surakarta.
Niagahoster.co.id, “ Pengertian Website Lengkap dengan Jenis dan Manfaatnya”
diakses https://www.niagahoster.co.id/blog/pengertian-website/?amp pada 18
Januari 2021 pukul 09:50 WIB, Surakarta.

Perpustakaan.bappenas.go.id, “Rencana Tata Ruang Wilaya Pemerintah Kabupaten


Klaten tahun 2011-2031” diakses www.perpustakaan.bappenas.go.id pada 2
Desember 2020 pukul 15:02 WIB
Okezone.com, “Daftar Capaian Dana Desa Selama 4 Tahun” diakses
https://economy.okezone.com/read/2019/01/12/320/2003620/daftar-capaian-
penggunaan-dana-desa-selama-4-tahun?page=1 pada 1 Desember 2020, 14:22
WIB, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai