Oleh
Rika Apriyanti
NIM S231808022
PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa membuat desa memiliki otoritas dan
akuntabilitas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Salah satu
substansi penting yang ada dalam UU Desa adalah pengaturan tentang keuangan Desa.
Pasal 72 UU Desa menyatakan bahwa desa memiliki sumber pendapatan yang terdiri
dari a) pendapatan asli desa, b) alolasi anggaran APBN (Dana Desa), c) bagi hasil pajak
daerah atau retribusi daerah Kabupaten/Kota, d) alokasi dana desa yang meruakan
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota, e) bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota,
f) hibah dan sumbangan yang tida mengikat pihak ketiga serta lain-lain pendapatan desa
yang sah. Penambahan sumber pendanaan di Desa yang berasal dari APBN atau yang
sering disebut dengan Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat (Pasal 1 ayat 2, UU Desa).
Pengembangan desa ponggok sebagai desa wisata juga selaras dengan lokasi
Kabupaten yang strategis, yaitu di antara Solo dan Yogyakarta. Selain itu, Kabupaten
Klaten juga dikenal sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Pulau Jawa
(dpmpts.jateng.prov, 2018). Sebagai desa wisata, Desa Ponggok diuntungkan dengan
keberadaannya yang strategis yaitu di dataran rendah antara Gunung Merbabu dan
Gunung Merapi. Hal ini membuat Desa Ponggok memiliki empat sumber mata air atau
dalam bahasa jawa sering disebut Umbul yang menghasilkan air jernih. Keempat
sumber mata air tersebut adalah Umbul Besuki, Umbul Sigedang, Umbul Ponggok,
Umbul Kapilaler. Kekayaan alam ponggok berupa umbul itulah yang kemudian menjadi
keunikan Desa Ponggok. Meski memiliki empat sumber mata air, namun Desa Ponggok
pernah dikategorikan sebagai desa termiskin se-Kecamatan Polanharjo. Hal ini
dikarenakan tanah kas desa yang produktif hanya 6300 m2, di sisi lain, air yang
mengalir lebih banyak menuju ke daerah disekitarnya seperti ke Kecamatan
Karanganom di sisi selatan dan Kecamatan Ceper di sisi timur yang digunakan untuk
irigasi sawah dan air minum. Pada tahun 1999, Pemerintah Desa Ponggok mulai
bekerjasama dengan PT TIV (Aqua) dan Umbul ponggok menjadi umbul pertama yang
dikembangkan sebagai destinasi wisata sebelum umbul lainnya.
Dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Pemerintah Kabupaten Klaten tahun
2011-2031, Desa Ponggok merupakan kawasan yang masuk dalam rencana peruntukan
pariwisata. Pada pasal 36 huruf h, desa ponggok masuk dalam keunikan lokal sebagai
desa wisata (Perpustakaan.bappenas.go.id, 2011). Tujuan pengembangan tersebut
adalah sebagai bentuk perkembangan nilai jual desa wisata serta peningkatan ekonomi
masyarakat. Hal ini pun direspon positif oleh pemerintah Desa Ponggok, melalui
dokumen RPJMDES Tahun 2014-2019 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa) dengan visi terwujudnya desa wisata ponggok yang mandiri. Hasil wawancara pra
penelitian penulis, pada tahun 2020, Desa Ponggok resmi menjadi Desa Wisata sesuai
Surat Keputusan Plt Bupati Klaten.
Pada tahun 2015, Desa Ponggok mulai dikenal masyarakat karena wisata Umbul
Ponggok yang mengenalkan pengalaman foto under water. Dalam wawancara awal
penulis dengan perangkat Desa Ponggok, Laskar Rahmatullah selaku Kepala Urusan
Tata Usaha menyatakan bahwa Desa Ponggok telah mendapat apresiasi dari Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Periode 2016-2019, Eko
Putro Sandjojo dengan terus memperkenalkan Desa Ponggok saat kunjungan kerjanya
di daerah-daerah. Pemasaran word of mouth yang dilakukan oleh Menteri Desa PDTT
sangat berperan dalam proses pengenalan Desa Ponggok ke masyarakat luas. Selain itu,
pemasaran tempat wisata Umbul Ponggok semakin gencar setelah setelah pemerintah
desa membentuk Badan Usaha Milik Desa atau sering disebut dengan BUM Desa.
BUM Desa telah menjadi sorotan masyarakat sejak tahun 2015 pasca dikeluarkannya
UU Desa. Namun, sebelum adanya UU Desa, Desa Ponggok di Kabupaten Klaten telah
menginisiasi berdirinya BUM Desa.
Keberhasilan Desa Ponggok dalam mengelola BUMDes tidak hanya berimbas pada
pengurus dan pekerjanya, tetapi juga kepada Desa Ponggok. Pendapattan BUM Des
Tirta Mandiri mulai tahun 2010-2017 cukup siknifikan, berikut adalah tabel
perkembangan hasil BUM Desa Tirta Mandiri.
Tabel 1.1 Perkembangan Hasil BUM Desa Tirta Mandiri Tahun 2010-2018
Dari pendapatan yang terus meningkat tersebut, BUM Desa Tirta Mandiri
mampu menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Desa Ponggok hingga
ratusan juta rupiah. Keberhasilan Desa Ponggok dan BUMDes Tirta Mandiri ini tidak
lepas dari upaya Pemerintah Desa Ponggok yang terus menjaga komunikasi baik dengan
BUM Desa, PokDarWis, Pokja yang sudah memiliki peran masing-masing dalam
urusan unit usaha. Tidak ada kegiatan pemindahan pengelolaan dari satu kelompok ke
kelompok lain. Hal ini menjadi kunci berjalannya semua usaha yang ada di Desa
Ponggok dalam mewujudkan Desa yang mandiri. Kekuatan komunikasi baik
komunikasi organisasi maupun personal merupakan salah satu kunci keberhasilan
branding desa. Komunikasi merupakan salah satu strategi branding desa agar dipercaya
dan menjadi pilihan masyarakat untuk berkunjung. Pada tahun 2010 sampai 2017, terus
terjadi peningkatan Pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang ke
Desa Ponggok terlebih di Umbul Ponggok yang menjadi primadona wisata di Desa
Ponggok. Berikut grafik perkembangan pengunjung umbul ponggok.
Beberapa kegiatan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Desa Ponggok juga
berupaya menunjukkan identitas Desa Ponggok sebagi desa yang benar-benar
memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Hal ini tergambar dari kegiatan Green
Literacy Camp yang dilaksanakan pada tahun 2019 yang kegiatannya dilaksanakan di
Umbul Ponggok dan Kirab Budaya pada tahun 2017 dengan membuat replika air
berjalan. Kepala Desa Ponggok, Junaidi Mulyono mengatakan bahwa kirab budaya
selain dilaksanakan dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-72, sekaligus sebagai
ungkapan rasa syukur masyarakat desa Ponggok kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan air yang banyak di wilayah itu (Klatenkab.go.id, 2017).
“Ada tujuh mata air yang ada di Desa Ponggok, dan telah mampu
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, karena sumber air yang ada
diolah dengan sistem yang baik melalui kinerja BUMDes, sehingga Desa
Ponggok mampu mewujudkan diri
sebagai desa wisata yang mandiri,”
Junaedi Mulyono, 2017.
Gambar 1.6: Pawai air berjalan di Kirab Budaya Desa Ponggok 2017
Sumber : Klatenkab.go.id
. Desa Ponggok merupakan salah satu desa yang berupaya membangun citra desa
dengan memanfaatkan potensi yang ada untuk mengembangkan sumber mata air yang
ada untuk perikanan dan pariwisata. Sebelum melakukan pemasaran, Pemerintah Desa
Ponggok sudah melakukan sosialisasi, pelatihan serta pembinaan kepada masyarakat
terkait inovasi yang dilakukan. Namun untuk merebut pasar dan menarik para investor
tidak hanya sebatas melakukan pemberdayaan masyarakan dan pengembangan potensi
saja, dibutuhkan juga strategi pemasaran dan branding melalui kinerja pemangku
kepentingan dan citra yang yang positif. Pada saat ini, branding desa wisata merupakah
sebuah konsep yang sedang gencar dilakukan oleh masyarakat di desa, mereka mencoba
menggali potensi desa yang dimiliki untuk modal menjadi desa wisata.Hal itu juga yang
dilakukan oleh Desa Ponggok. Namun, branding desa ponggok sebagai desa wisata
belum tercermin di semua profil sosial media dan logo yang digunakan juga belum
nampak di profil Instagram @ponggok_village. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan
hal tersebut dibutuhkan strategi perencanaan dan pengembangan Desa Ponggok sebagai
Desa Wisata Air. Diharapkan branding tersebut bisa menjaga citra Desa Ponggok yang
pada awalnya dikenal dengan wisata airnya, dan ketika orang berfikir tentang wisata air
di Kabupaten Klaten pertama kali yang terlintas adalah Desa Ponggok
Dari informasi dan data awal prapenilitian yang didapatkan peneliti dapat peneliti
simpulkan bahwa brand Desa Ponggok telah terorganisir karena tertuang dalam
dokumen RPJMDes dan dilaksanakan oleh semua pihak serta tertuang dalam simbol
dan even. Sebagai Desa Wisata air, Desa Ponggok juga sudah mulai disosialisasikan
kepada masyarakat untuk menjaga citranya sebagai desa yang terkenal dengan potensi
airnya. Berdasarakan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
bagaimana Desa Ponggok melakukan praktik branding untuk mengkomunikasikan dan
menginformasikan identitas desa dan citra yang dibentuk oleh Desa Ponggok.
B. Kebaharuan Penelitian
Peneliti berkeyakinan bahwa penelitian ini adalah penelitian baru yang benar-benar
hasil pemikiran dan observasi penelitis sendiri. Sumber lain yang ada dalam penelitian
ini yang berasal dari tulisan orang lain, peneliti kutip dengan menuliskan sumber secara
jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulitian ilmiah. Ide dari penelitian ini
muncul berkaitan dengan kegiatan penulis yang aktif di keanggotan BUM Desa di
wilayah penulis. Selain itu, Sudut pandang masalah dalam penelitian ini belum pernah
dilakukan oleh peneliti lainnya. Meskipun sudah banyak penulisan tentang village
branding namun masing-masing penelitian tentu memiliki fokus masing-masing.
Berikut beberapa penelitian yang bisa menjadi literasi bagi penulis terkait penelitian
village branding dimana penulis melihat persamaan objek penelitian serta analisisnya.
Objek dari penelitian lain dipilih yang menunjukkan suatu tempat yang melakukan
branding. Kesamaan analisis melihat penelitian terdahulu yang sama-sama membahas
tentang branding suatu desa atau tempat.
1. Artikel Jurnal “Place Making for Knowlage Generation and Innovation : Planning
and Branding Brisbane’s Knowledge Community Precincts” (Tan Yigitcanlar,
Mirko Guaralda, Manuela Taboada & Surabhi Pancholi) Journal of Urban
Technology, 2016.
Di era moderen seperti saat ini, perlu strategi yang matang untuk memasarkan
sebuah tempat agar mendapat sorotan dari banyak orang. Terlebih jika tempat tersebut
akan melakukan pengenalan tentang perubahan yang terjadi pada daerahnya. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan adala melalui branding. Perancanaan dan branding diklaim
bisa menjadi alat pemasaran yang efektif untuk menarik investasi masuk ke sebuah
tempat serta memberikan citra positif bagi masyarakat. Pada artikel jurnal ini, penulis
mencoba menyelidiki peran perencanaan dan branding di kawasan Brisbane’s
Knowledge Community dengan menilai keefektitivitasan perencanaan dan strategi
branding yang dilakukan. Kota Brisbane di Australia sebelumnya dikenal sebagai kota
industri. Namun seiring berjalannya zaman, keberadaan kaum milineal dan inovasi
mereka telah memberkan sentuhan baru. Munculnya kota besar di dunia sebagai kota
pendidikan juga menjadi semangat Brisbane untuk melakukan hal yang sama.
Perencenaan dan Branding pun dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan yang baik, strategi branding,
pelaksanaan yang baik serta dukungan dari eksternal maupun internal sangat
mempengaruhi dalam mewujudkan Brisnbane menjadi kota pengetahuan. Dokumentasi
perencanaan untuk membuat kawasan Brisbane’s Knowledge Community secara
langsung mempengaruhi desain pembangunan kota Brisbane. Selain itu, perencanaan
yang strategis juga mempengaruhi visi yang hendak dicapai. Pada saat mempromosikan
kota melalui media cetak, pemilihan gambar juga ditentukan untuk memperkuat
branding. Dalam jurnal ini, penulis mengutip strategi place-branding dari Kotler yang
yang melihat strategi-place branding merupakan salah satu prinsip stategi pemasaran
dalam bisnis. Pembuatan kegiatan yang berorintasi pada pendidikan, berinvestasi pada
industri kreatif , dukungan dari kemitraan publik, swasta , dan akademi juga terlihat
dalam proses branding di dalam jurnal penelitian ini. Pembuatan perpustakaan di tingkat
wilayah terkecil setingkat kelurahan juga telah dilakukan. Meskipun belum sempurna,
penelitian ini menunjukkan bahwa perencaan dan branding telah memiliki peran dalam
proses pembentukan kawasan Brisbane’s Knowledge Community.
Dengan demikian jurnal ini bisa menjadi referensi bagi penulis untuk menganalisis
perencanaan dan branding Desa Ponggok sebagai desa wisata air. Hal ini menunjukkan
bahwa thesis ini baru dan tidak sama dengan artikel jurnal ini karena yang diteliti
berbeda. Jika dalam jurnal ini berfokus pada perencanaan dan branding Brisbane
sebagai kota pengetahuan maka thesis ini fokus pada perencanaan dan branding Desa
Ponggok. Sehingga penelitian ini dapat saling melengkapi dalam melihat permasalahan
perencanaan dan branding suatu tempat.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Suhartini ini bertujuan untuk mendiskripkan
atau menjelaskan strategi re-branding yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Trangsan
dalam mempromosikan Desa Wisata Rotan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
ada empat proses re-branding yaitu re-naming, re-design, launching dan evaluatioan.
Dalam proses launching brand baru, pemerintah Desa Trangsan dan Pokdarwis harus
melalui beberapa tahapan yaitu menentukan strategi branding, brand identity, brand
persnonality dan brand communication. Menggunakan konsep re-branding penelitian
ini melihat bahwasanya ada upaya baru pemasaran dari brand Desa Wisata Rotan
Trangsan. Penulis melihat bahwasanya penelitian ini bisa menjadi literasi untuk melihat
praktik branding di Desa Ponggok.
3. Artikel Jurnal “Between big city and authencic village”,(Paul Kendall) 2015 ,
Jurnal City, VOL. 19, NO. 5, 665–680.
Penelitian yang dilakukan Paul Kendal pada sebuah kota kecil di China dilatar
belakangi banyaknya penelitian yang fokus di kota besar, Paul Kendal melihat
bahwanya kota kecil bisa membahwa perspektif baru yang lebih luas. Penelitian yang
dilakukan di kota Kaili di Provinsi Guizhoi menunjukkan bahwa kota kecil tersebut
memiliki hubungan yang komplek dengan kota besar. Upaya Kaili dalam membangun
citra kota dianggap unik karena berdasarkan kebangkitan budaya pedesaan. Saat ini,
Pembagian tempat di China yaitu kota besar, kota kecil dan desa dirasa hanya sebatas
pembagian geografi. Promosi kota Kaili dengan branding kota budaya terus dilakukan
dengan kegiatan festival budaya dan pengenalan bahwa Kaili adalah tempat yang tepat
untuk melepas penat setelah bekerja di Kota Besar. Bahkan dari penelitian ini
memperlihatkan bahwa Kaili disebut sebagai kota 100 festival.Peran media dalam
proses branding Kaili juga tidak bisa dipisahkan. Pemilihan gambar yang cantik untuk
mencitrakan Kaili menggambarkan Kaili sebagai sebuah kota kecil yang telah dkenal
dengan rasa etnik yang kental. Meskipun masih banyak hal yang tidak sesuai dengan
upaya branding sebagai kota budaya seperti pembangunan gedung bertingkat dan
stasiun kota yang tidak tersentuh unsur budaya, namun upaya yang dilakukan Kaili
cukup berhasil. Peneliti yang melakukan penelitian langsung di lokasi mengungkapkan
bahwa ada banyak turis domestik dan asing yang datang ke Kaili, Festival yang selalu
ada dari desa ke desa menjadi daya tarik sendiri bagi kota Kaili. Penelitian yang
dilakukan oleh Paul Kendal memiliki kesamaan dengan Thesis ini yaitu sama-sama
melihat upaya suatu daerah (bukan kota besar) dalam upaya membranding dan
mempromosikan daerahnya. Namun begitu, artikel jurnal ini berbeda dengan thesis ini
karena objek yang diteliti berbeda yaitu kota kecil Kaili di China dan Desa Ponggok di
Indonesia. Maka dari itu, artikel jurnal ini bisa menambah literasi bagi penulis untuk
menyusun thesis ini.
4. Artikel Jurnal ‘Resident Stories and digital storytelling for participatoty place
branding’,( Kasey Clawson Hudak), 2019, Place Branding and Public Diplomacy
Journal.
Penelitian yang dilakukan oleh Kasey Clown Hudak mencoba melihat peran
Digital Storytelling untuk membranding suatu tempat. Pengalaman seseorang saat
mengunjungi suatu tempat direkam dan disebarkan melalui berbagai media. Namun
proses ini dilakukan dengan pangawasan dan dukungan dari pemangku kepentingan.
Warga didorong untuk berbagi kesan dan pengalaman yang bermakna saat mengunjungi
suatu tempat. Penelitian ini menekankan bahwasanya pemangku kepentingan,
penduduk,pemilik bisnis, wisatawan dan badan pemerintahan memiliki tanggungjawab
yang sama dalam proses promosi branding suatu tempat. Hasil dari penelitian Kasey
Clown Hudak adalah Masyarakat dari tempat tersebut bisa menjadi duta yang
mendukung brand daerahnya. Proses digital story telling dibagi menjadi tiga yaitu
diskusi, mengubah cerita menjadi narasi, menjadikan narasi sebagai dukungan untuk
mengembangkan brand suatu tempat. Namun demikian pemangku kepentingan harus
memfasilitasi warga dalam proses digital story telling. Masyarakat dianggap sebagai
agen yang penting dalam mempromosikan brand mereka. Dalam praktiknya, digital
storytelling yang baik yaitu dengan melalui proses editing dan pengawasan serta
dukungan sehingga bisa menjadi upaya untuk proses promosi branding suatu tempat.
Studi dalam artikel jurnal ini sama dengan thesis ini yaitu fokus pada proses
mempromosikan branding suatu tempat. Namun fokus penelitiannya berbeda dimana
studi dalam artikel ini masih bersifat umum sedangkan thesis ini fokus pada promosi
branding Desa Ponggok. Maka dari itu, artikel jurnal ini bisa menambah literasi bagi
penulis untuk menyusun thesis ini.
Penelitian dalam artikel jurnal ini bertujuan untuk mengetahui strategi dan
hambatan Public Relatioan dalam membentuk Village Branding. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan sebagai peran Public Relation dalam
membentuk Village Branding adalah dengan memaksimalkan kerjasama dengan pihak
eksternal untuk membuat konten informasi dengan media baru, serta melibatkan
penduduk lokal dalam mengelola wisata Kungkuk. Strategi yang dilakukan yaitu wisata
Kungkuk juga memiliki hambatan dalam membentuk Village Branding adalah,
minimnya pemahaman/pemanfaatan media baru untuk wisata Kungkuk Kota Batu
dan minimnya pengelolaan (manajeman) wisata Kungkuk Kota Batu. Studi dalam
artikel jurnal ini sama dengan thesis ini yaitu fokus pada proses strategi branding suatu
tempat. Namun objek penelitiannya berbeda sehingga bisa saling melengkapi dalam
melihat village branding yang ada di Indonesia.
Lov[p[;g[ft[p-11111ds
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Desa Ponggok melakukan praktik branding untuk
mengkomunikasikan dan menginformasikan identitas dan citra Desa
Ponggok?
2. Bagaimana bentuk komunikasi citra yang terjadi di Desa Ponggok?
3. Bagaimana peran media baru dalam proses branding Desa Ponggok?
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Mengkaji praktik branding yang dilakukan oleh Pemerintah Desa
Ponggok untuk mengkomunikasikan dan menginformasikan identitas
dan citra Desa Ponggok
2. Mengkaji bentuk komunikasi citra yang terjadi di Desa Ponggok
3. Mengkaji peran media baru dalam proses branding Desa Ponggok
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian teoritis yang
dapat memberikan pemahaman dalam lingkup ilmu komunikasi
khususnya dalam bidang kajian village branding yang terjadi di Desa
Ponggok, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada
desa lain yang hendak membentuk desa wisata agar bisa mencontoh
dari kesukesan desa ponggok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Branding
a. Brand (Merek)
Brand atau dalam bahasa Indonesia sering disebut merek biasa di gambarkan
melalu logo,tanda, simbol atau Slogan. Kotler (2003) menjelaskan bahwa sebuah brand
adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi dari semua itu,
yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok
penjual dan untuk membedakan dari pesaingnya.
Sebuah brand yang dipilih untuk mengkomunikasikan citra dan identitas suatu
tempat sehingga selalu teringat oleh masyarakat diperlukan brand promise dan juga
brand Architecture.
Brand Promise adalah komitmen yang harus dipegang oleh pemerintah dan warga
di sebuah tempat yang ingin mengkomunikasikan brand tempatnya kepada masyrakat
ini. Komitmen ini tergambar dari pelayanan dan kebenaran keadaan sesuai apa yang di
promosikan serta konsistensi dari brand. Akhirnya masyarakat yang datang akan
memiliki pengalaman kunjungan seperti yang diharapkan. Aaker, (1997) menyatakan
bahwa brand promise adalah sesuatu yang akan dilakukan, sebuah ungkapan
kepastian, seta sebuah persepsi tentang keunggulan dan prestasi pada masa
mendatang.
Brand Architecture adalah penggunaan simbol, logo dan slogan, destination brand
name yang mampu mengena dan memberikan pengalaman emosional bagi pengunjung.
Menurut Aaker (1997) arsitektur dari brand mengartikan semua pesan untuk dapat
mengkomunikasikan sebuah janji dan inti dari sebuah destination brand.
b. Citra
Penilaian seseorang terhadap suatu tempat baik sudah berkunjung atau dalam
perencanaan kunjungan mendatangi dapat dipengaruhi oleh citra yang terbangun dari
tempat tersebut. Citra menurut Dowling dalam buku City Branding (Andre, 2020)
merupakan kumpulan dari arti seperangkat makna yang ada pada objek yang diketahui
dari penggambaran dan ingatan seseorang. Citra merupakan hasil dari interaksi
keyakinan, gagasan dan kesan seseorang pada suatu objek.
Pada penelitian ini citra sebuah desa bisa diartikanjuga dengan citra suaru
tempat. Kotler (1993) dalam buku City Branding (Andre, 2020) mengatakan bahwa
citra sebuah tempat sebetulnya terbentuk dari sekumpulan keyakinan, ide, impresi yang
didapatkan seseorang mengenai daerah tersebut. Sebuah desa bisa mengkomunikasikan
citranya melalui tiga strategi yaitu melalui slogan dan tema, simbol visual, serta event
dan sponsorship (Andre, 2020).
Slogan atau tema bisa dirancang untuk menggambarkan citra desa tersebut
selanjtnya slogan atau tema bisa diselaraskan dengan simbol visual yang digunakan
secara berkelanjutan untuk mendukung proses komunikasi citra desa. Selanjutnya even
dan soponshorsip digunakan untuk memperkuat proses ini.
Event menurut Shone dan Party dalam buku Manajemen Event (Any Noor :2009)
merupakan sebuah kegiatan di luar kegiatan rutin sebuah organisasi yang ada karena
fenomena tertentu dan bertujuan untuk memberi pencerahan, merayakan, menghibur
atau menantang pengalaman sekelompok orang.
c. Branding
Menurut Kotler (2006:3) dalam Jurnal Media Wisata volume 14 menyatakan bahwa
branding adalah kegiatan membawa sesuatu yang biasa dan meningkatkannya menjadi
lebih berharga dan bernilai. Branding merupakan suatu program yang memfokuskan
dan memproyeksikan nilai-nilai merek. Program ini meliputi penciptaan perbedaan
antar produk bagi pelanggan dalam proses pengambilan keputusan pembelian serta
pemberian nilai-nilai pada perusahaan. Namun saat ini upaya branding tidak hanya
dilakukan oleh perusahaan untuk memasarkan produknya namun juga suatu organisasi
untuk megkomunikasikan citranya. Menurut Neumeier (2003:54) Branding adalah suatu
pernyataan mengenai siapa ‘identitas’ apa yang dilakukan ‘produk/jasa yang
ditawarkan’ dan mengenai kenapa suatu mereka layak dipih ‘keistimewaannya’. Secara
umum, branding merupakan keseluruhan proses dalam memilih unsur, nilai hingga
janji apa yang dimiliki oleh suatu entitas (produk, jasa, perusahaan, dan
sebagainya) Swasty (2016:14).
Kegiatan Branding memiliki fungsi untuk menanamkan image atau citranya kepada
masyarakat luas, konsumen dan juga investor selain itu branding juga bisa sebagai
pembeda antara potensi suatu daerah dengan daerah lain serta sebagai promosi dan daya
tarik. Dalam upaya branding, diharapkan masyarakat senantiasa mengingat brand atau
merek dalam waktu yang lama (Swasty,2016: 98-99)
d. Village Branding
Menurut Dedy Rainer (2017) ada beberapa jenis branding salah satunya adalah
geograohic branding/ regional. geograohic branding/ regional merupakan jensi
branding yang bertujuan untuk memunculkan gambaran dari produk/jasa ketika nama
lokasi tersebut disebutkan seseorang. Menggambarkan ciri khas suatu wilaya atas
potensinya.
Sebagai Desa Wisata, slogan Desa Ponggok sebagai Desa Wisata Air juga bisa
dilihat sebagai upaya destination brand. Menurut Keller (2004) Destination brand akan
memperkaya sebuah rasa, identitas dan keunggulan dari sebuah tempat lokasi,
sehingga dalam pembuatan sebuah destination branding harus menunjukkan
konsistensi dan kejelasan. Pitana (2009:15) menjelaskan bahwa pelaku pariwisata
harus mampu menyediakan branding yang jelas dan terkelola dengan baik atas produk
pariwisatanya hal ini dikarenakan hasil dari dari branding in adalah benak konsumen
atau kepuasaan konsumen terhadap destinasi tersebut. Melalui aktifitas ini, pemerintah
desa selaku stakeholder mampu mempromosikan tempat, memberikan citra yang baik
dan memberikan gambaran yang real dari lokasinya. Cai (2020) pada buku City
Branding (Andre, 2020) mendefinisikan destination branding sebagai proses seleksi
elemen campuran yang konsistem untuk mengidentifikasi dan membedakan satu tempat
dengan yang lain melau proses pembangunan image yang positif.
Penetapan sebuah desa menjadi desa wisata menuntut pemerintah desa dan
masyarakat menerapkan konsep village branding sebagai kelanjutan yang lebih luas dari
destintion branding. Village branding merupakan serangkaian upaya untuk membuat
suatu desa menjadi lebih menarik, lebih kelihatan memiliki keunggulan yang berbeda
(distinctive), yang unik dan khas, dengan identitas yang kuat, sehingga bisa menampilan
pesonanya sendiri (Aam Bastaman, 2020).
2. Komunikasi
a. Pengertian Komunikasi
Harold Laswell dikutip oleh Onong (1990:10) dalam karyanya The Structure and
Function of Communication in Society menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses
menjawab pertanyaan who says what in which channel to whom with what effect.
Berdasarkan definisi ini maka unsur komunikasi dapat dibedakan menjadi lima, yaitu:
i. Komunikator (communicator, source, sender);
ii. Pesan (message);
iii. Media (channel, media);
iv. Komunikan (communicant, recipient, communicatee, reciever);
v. Efek (effect, impact, influence).
Susanto (2010, hal. 6-12) mengungkapkan bahwa bentuk komunikasi dapat dibagi
menjadi lima, yaitu sebagai berikut:
b. Media Online
Di era modern seperti saat ini, pelaku usaha sudah banyak yang memanfaatkan
media baru dalam proses memasarkan produk atau jasanya. Kehadiran media baru
merupakan hasil dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Pada
tahun 1969, US Department of Defense berhasil mengembangkan dan melakukan uji
coba jaringan internet. Semenjak itu perkembangan internet sangatlah pesat. Hal ini
juga yang mendukung hadirnya media baru.
Kehadiran media baru juga mendorong masyarakat kreatif untuk membuat platform
digital sebagai wadah berinteraksi dan mengenal satu sama lain dengan media social.
Media social seperti Instagram, Facebook dan Twitter merupakan jenis-jenis media baru
yang termasuk dalam kategori online media. Melalui media social tersebut, pelaku
usaha semakin mudah menawarkan produknya dan memperluas informasi terkait
produknya. Dalam buku The Second Media Age yang ditulis oleh Mark Poster pada
tahun 1990 disebukan bahwa teknologi interaktif dan komunikasi jaringan khususnya
dunia maya akan mengubah masyarakat. Saat ini, pandangan Mark Poster tersebut
sudah menampakkan kebenaranya, banyak orang sudah memanfaatkan media social
untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga. Tidak hanya komunikasi personal,
melalui media social masyarakat mencari dan mendapatkan informasi terkait suatu
destinasi wisata, produk berupa barang dan jasa.
Paul Levinson dalam buku yang berjudul New Media menyebutkan bahwa media
online tidak hanya terbatas pada media social. Ada beberapa platform digital yang
dikategorikan dalam media online yaitu:
1. Website atau situs online sebuah kumpulan halaman pada suatu domain
di internet yang dibuat dengan tujuan tertentu dan saling berhubungan
serta dapat diakses secara luas melalui halaman depan (home page)
menggunakan sebuah browser menggunakan URL website
(niagahoster.co.id,2017)
2. Media social seperti Facebook, Instagram, Twitter. Media social
merupakan sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan
dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling
berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
3. Youtube merupakan situs web yang memungkin penggunanya berbagi
informasi dalam bentuk video.
4. Google Bisnis adalah layanan berbasis internet untuk para pemilik
usaha dan dijalankan oleh Google. Ini merupakan media baru yang
memungkin pengelola usaha berinteraksi dengan pengunjung, dimasa
pengunjung bias memberikan rating dan ulasan terhadap usaha tersebut
dan bisa diakses oleh semua orang.
4. Kerangka Berpikir
Kerangka proses berfikir pada penelitian ini berawal dari munculnya Desa Ponggok
yang berhasil mendapatkan Pendapatan Asli Desa (PAD) hingga milyaran rupiah, dan
menjadi desa tujuan study banding untuk study desa. Namun pada tahun 2019, Desa
Ponggok mengalami penurunan dari jumlah wisata dan juga pendapatan. Pernyataan
dari Direktur BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok menyatakan bahwa salah satu
penyebab penurunan ini adalah munculnya kompetitor dengan potensi wisata yang
sama. Disisi lain, penulis melihat upaya praktik branding yang dilakukan oleh
Pemerintah Desa Ponggok untuk tetap mempertahankan citranya sebagai Desa Wisata
Air ditengah persaingan yang semakin ketat.
Kerangka proses berfikir penelitian ini bertujuan agar penelitian yang dilakukan
bisa mendukung terhadap praktik branding Desa Ponggok serta membantu peneliti
menjelaskan secara sistematis kegiatan penelitian yang dilakukan. Bentuk proses
berfikir pada penelitian ini tampak pada gambar di bawah ini :
Desa Wisata
Desa Ponggok
Praktik Branding
Sebagai Upaya
Mempertahankan Cita
Desa
- Komunikasi Cita
- Event
- Slogan
- Promosi Media Sosial
Masyarakat mengenal
ponggok sebagaiBAB
DesaIII
Wisata
Air
METODE PENELITIAN
Wawancara dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data lebih jauh terkait
dengan praktik branding di Desa Ponggok.
D. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data diperlukan untuk menjamin bahwa semua data yang diperoleh dan
diamati relevan dengan keadaan sebenarnya. Untuk menilai keabsahan data tersebut,
penulisakan menggunakan teknik triangulasi data, yaitu dengan mengadakan
perbandingan antara teori dan hasil di lapangan pada sumber data yang satu dengan
yang lainnya. Teknik triangulasi adalah teknik pengabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk melakukan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Berkaitan dengan hal tersebut, teknik triangulasi dapat
dibagi menjadi empat, yaitu triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori Subagyo
(2004:178). Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teknik triangulasi sumber
sumber, yaitu perbandingan atau pengecekan balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda, dengan cara Moleong (2011:178):
i. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara;
ii. Membandingkan apa yang dikatakan informan kepada umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi;
iii. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang dihimpun
atau berkaitan.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Nasution dalam Sugioyono (2011:89), analisis data telah dimulai sejak
penulis merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus hingga penulisan hasil laporan. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis yang diungkapkan oleh Miles dan
Hubberman (2011:91), yaitu sebagai berikut:
i. Reduksi Data (Data Reduction), proses merangkum, memilih hal hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, untuk kemudian dicari tema
dan polanya. Reduksi data pada penelitian bertujuan untuk
mempermudah pemahaman peneliti terhadap data yang telah
dikumpulakan dalam proses pengumpulan data.
ii. Penyajian Data (Data Display), merupakan proses yang mana datang
yang telah direduksi disajikan dalam secara ilmiah dalam bentuk kata-
kata, bagan, ataupun hubungan antarkategori. Penyajian data
dimaksudkan untuk mempermudah memahami apa yang terjadi,
merencanakan, kerja selanjutnya berdasarkan pada apa yang telah
dipahami.
iii.Penarikan Kesimpulan (Verification) adalah proses menjawab rumusan
masalah yang telah ditentukan di awal penelitian. Penarikan kesimpulan
dilakukan dengan melihat kembali pada reduksi data dan penyajian data
dan diungkapkan secara singkat namun tidak menyimpang dari hasil
penelitian secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Jarot dan Wahyu (2018). Pemetaan Posisi Daya Saing Desa Wisata di Kabupaten
Klaten. Klaten : Universitas Widya Dharma.
Kotler, Philip. 2006. Brand Manajemen. Jakarta: Buana Ilmu Populer.
Pemerintah Desa Ponggok (2017). Pengelolaan dan perencaan Bumdes Tirta Mandiri.
Klaten : Pemerinta Desa Ponggok.
Subagyo, J. (2004). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
M Andi Fikri dan Poppy Febriana “Branding Desa Kalanganyar sebagai Ekowisata
Bahari di Kabupaten Sidoarjo” OJS Umsida.
Nur Fajri Apriliyati, Amanah Rakhim Syahida (2019),“Strategi Public Relation Dalam
Membentuk Village Branding Wisata Kungkuk Kota Batu” JISIP, Vol 8 No 4
Paul Kendall (2015), “Between big city and authencic village” Jurnal City, VOL. 19,
NO. 5, 665–680.
Tan Yigitcanlar, Mirko Guaralda, Manuela Taboada & Surabhi Pancholi (2016) “Place
Making for Knowlage Generation and Innovation : Planning and Branding
Brisbane’s Knowledge Community Precincts” Journal of Urban Technology.
Referensi Internet
Detik.com, “Populer, Tapi Pendapatan Umbul Ponggok Klaten Tahun Ini Turun”
diakses https://travel.detik.com/travel-news/d-4840444/populer-tapi-pendapatan-
umbul-ponggok-klaten-tahun-ini-turun diakses 3 Desember 2020 14:41 WIB,
Surakarta