Anda di halaman 1dari 18

A.

Peran, Karakteristik, Konsep dan Definisi UMKM


1. Peran UMKM
Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) berperan penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Tidak
hanya di negara – negara yang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Di
negara maju UMKM sangat penting karena kelompok usaha tersebut menyerap paling
banyak tenaga kerja di bandingkan usaha besar, seperti halnya di negara berkembang.
Di banyak negara UMKM juga berkontribusi terhadap pembentukan atau pertumbuhan
produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar.
Negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, UMKM juga berperan
sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber  pendapatan
bagi kelompok miskin segabai distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan
serta pembangunan ekonomi pedesaan. Namun, dilihat dari sumbangannya terhadap
pembentukan PDB dan ekspor non-migas, khususnya produk-produk non-faktur dan
inovasi serta perkembangan teknologi, peran UMKM di negara berkembang masih
relatif rendah, hal ini menjadi perbedaan yang sangat mencolok dengan UMKM di
negara maju.
Di dalam literature diakui secara luas bahwa di negara berkembang, UMKM
sangat penting karena karakteristik-karakterik utama mereka yang berbeda dengan
usaha besar, yakni sebagai berikut:
a. Jumlah perusahaan sangat banyak (jauh melebihi jumlah usaha besar, terutama dari
kategori usaha mikro (UMI) dan usaha kecil (UKI)
b. Karena sangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertunbuhan
kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan
sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan  pendapatan, terutama bagi
masyarakat miskin
c. Usaha Mikro pada negara berkembang yang berlokasi di pedesaan pada umumnya
merupakan kegiatan produksi kelompok usaha yang bergerak di bidang pertanian.
d. UMKM memakai teknologi yang lebih “cocok” (jika dibandingkan dengan
teknologi canggih yang umum dipakai oleh perusahaan-perusahaan modern/usaha
besar) terhadap proporsi dari faktor-faktor produksi dan kondisi lokal yang ada di
negara berkembang yakni sumber daya alam (SDA) dan tenaga kerja

1
berpendidikan rendah yang berlimpah (walaupun jumlahnya bervariasi menurut
negara atau wilayah di dalam sebuah negara), tetapi modal serta Sumber Daya
Manusia (SDM) atau tenaga kerja berpendidikan yang sangat terbatas.
e. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat, bahkan banyak UMKM yang bisa bertahan
pada saat ekonomi di Indonesia dilanda krisis besar pada tahun 1997-1998.
f. Walaupun pada umumnya masyarakat pedesaan miskin, banyak bukti yang
menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bisa menabung dan mereka
mau mengambil resiko dengan melakukan investasi. Hal ini terbukti dimana pada
umumnya pengusaha UMKM membiayai sebagian besar dari operasi-operasi
bisnis mereka dengan tabungan pribadi, ditambah dengan bantuan atau pinjaman
dari saudara atau kerabat, atau dari pemberi kredit informal, pedagang atau
pengumpul, pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka dari konsumen-
konsumen.
g. Walaupun banyak barang yang diproduksi dari UMKM juga untuk masyarakat
kelas menengah dan atas, terbukti secara umum bahwa pasar utama bagi UMKM
adalah untuk barang-barang konsumsi sederhana dengan harga relatif murah seperti
pakaian jadi dengan desain sederhana, mebel dari kayu, bambu dan rotan serta
barang-barang lainnya dari kayu, alas kaki, dan alat-alat dapur dari alumunium dan
plastik
h. Sebagai bagian dari dinamikanya, banyak juga UMKM (khususnya Usaha
Kecil dan Usaha Mikro yang mampu meningkatkan produktifitasnya lewat
investasi dan perubahan teknologi) walaupun negara berbeda mungkin
punya pengalaman berbeda dalam hal ini, tergantung pada banyak faktor. Faktor
tersebut bisa termasuk tingkat pembangunan ekonomi pada umumnya dan
pembangunan sektor terkait pada khususnya.
i. Di dalam literature disebutkan bahwa salah satu keunggulan dari UMKM adalah
tingkat fleksibilitasnya yang tinggi.
Oleh karena itu, dengan menyadari betapa pentingnya UMKM (paling tidak
secara potensial seperti yang diuraikan diatas tersebut, tidak heran kenapa pemerintah
di hampir semua negara (termasuk Indonesia sudah sejak lama mempunyai berbagai
macam program, dengan skim-skim kredit bersubsidi sebagai komponen terpenting,
untuk mndukung perkembangan dan pertumbuhan dari UMKM tersebut)

2
2. Karakteristik dari UMKM
Usaha
No Aspek Usaha Mikro Usaha Kecil Menengah
Beberapa
Beroperasi secara
beroperasi di sektor
sektor informal; usaha Semua di sektor
formal; beberapa
1 Formalitas tidak terdaftar; formal; terdaftar
tidak terdaftar;
tidak/jarang bayar dan bayar pajak
sedikit yang bayar
pajak
pajak
Dijalankan oleh
pemilik; tidak
menerapkan Banyak yang
pembagian tenaga Dijalankan oleh mempekerjakan
Organisasi dan kerja informal (ILD), pemilik; tidak ada manajer
2
manajemen manajemen dan ILF, MOF dan profesional dan
struktur organisasi ACS menerapkan ILD,
formal (NOF), sistem MOF dan ACS
pembukuan formal
(ACS)
Semua memakai
Kebanyakan Beberapa
Sifat dari tenaga kerja di
menggunakan menggunakan
3 kesempatan gaji; semua
anggota-anggota yang tenaga kerja yang
kerja memiliki sistem
tidak dibayar digaji
perekrutan formal
Banyak yang
Derajat mekanisme
punya derajat
Pola atau sifat sangat rendah atau Beberapa memakai
mekanisme yang
4 dari proses umumnya manual; mesin-mesin
tinggi atau punya
produksi tingkat teknologi terbaru
akses terhadap
sangat rendah
teknologi tinggi
Banyak yang Semua menjual ke
Umumnya menjual ke menjual ke pasar pasar domestik
pasar lokal untuk domestik dan dan banyak yang
5 Orientasi Pasar
kelompok ekspor, melayani di ekspor dan
berpendapatan rendah kelas menengah melayani kelas
dan atas menengah atas
Banyak
berpendidikan baik Sebagian
Profilah Pendidikan rendah dan
dan dari RT non- berpendidikan
ekonomi dan dari rumah tangga
6 miskin; banyak baik dan dari RT
sosial dari miskin; motivasi
yang bermotifasi makmur; motifasi
pemilik usaha utama; survival
bisnis dan mencari utama profit
profit
Banyak yang
Sumber- Beberapa memakai
Kebanyakan pakai memakai bahan
sumber dari bahan baku impor
7 bahan baku lokal dan baku impor dan
bahan baku dan punya akses ke
uang sendiri punya akses ke
dan modal kredit formal
kredit formal
Kebanyakan tidak Banyak yang punya Sebagian besar
Hubungan- punya akses ke akses ke program- punya akses ke
8 hubungan program-program program program-program
eksternal pemerintah dan tidak pemerintah dan pemerintah dan
punya hubungan- punya hubungan- banyak yang

3
punya hubungan-
hubungan bisnis
hubungan bisnis
hubungan bisnis dengan Usaha
dengan Usaha
dengan Usaha Besar Besar (termasuk
Besar (termasuk
PMA)
PMA)
Rasio dari pria Rasio dari wanita
Rasio dari wanita
Wanita terhadap wanita terhadap pria
9 terhadap pria sebagai
pengusaha sebagai pengusaha sebagai pengusaha
usaha sangat tinggi
cukup sangat rendah

Berdasarkan data tersebut, sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia


mempunyai latar belakang ekonomi, yakni alasan utama melakukan kegiatan tersebut
adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan. Ini menunjukkan bahwa pengusaha
mikro berinisiatif mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
sehari-hari. Disamping itu, latar belakang menjadi pengusaha mikro adalah karena
faktor keturunan, yakni meneruskan usaha keluarga.
Karakteristik lainnya adalah dalam struktur umur pengusaha. Berdasarkan data
BPS, struktur umur pengusaha di UMKM menurut kelompok umur menunjukkan
bahwa lebih dari sepertiga (34,5 persen) pengusaha UMKM berusia diatas 45 tahun,
dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha UMKM yang berumur dibawah 25 tahun.
Komposisi tenaga kerja tidak dibayar memiliki kecenderungan berbanding
terbalik dengan skala usaha, yang artinya semakin besar skala usaha semakin kecil
komposisi tenaga kerja tanpa upah.
3. Konsep dan Definsi UMKM
Definisi dan konsep UMKM berbeda menurut negara. Oleh karena itu, memang
sulit membandingkan peran UMKM antar negara. Secara umum, sebuah Usaha Mikro
biasanya mempekerjakan kurang lebih lima orang pekerja tetap. Walaupun banyak
usaha dari kategori ini tidak mempekerjakan pekerja yang di gaji, yang sering disebut
self-employment. Sedangkan sebuah UKM seperti misalnya di Indonesia bisa
mempekerjakan berkisar antara kurang lebih 100 orang pekerja sedangkan di China
misalnya sebanyak 300 orang pekerja. Selain mengunakan jumlah pekerja, banyak
negara yang juga menggunakan nilai aset tetap (tidak termasuk gedung dan tanah) dan
omset dalam mendefinisikan UMKM. Bahkan di banyak  negara, definisi UMKM
berbeda antar sektor, misalnya di Thailand, India, dan China, atau bahkan berbeda
antar lembaga/departemen pemerintah, misalnya Indonesia dan Pakistan.
Di Indonesia, definisi UMKM di atur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab I (Ketentuan
4
Umum), pasal I dari UU tersebut, dinyatakan bahwa Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Usaha Kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung
maupun tidak langsung, dari Usaha Mikro atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut. Sedangkan Usaha Menengah
adalah usaha ekonomi produkti yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung, dari Usaha Mikro, Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memenuhi
kriteria Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
Selain menggunakan nilai moneter sebagai kriteria, sejumlah
lembaga pemerintah seperti Departemen Peridustrian dan Badan Pusat Statistik (BPS)
selama ini juga menggunakan jumlah pekerja sebagai ukuran untuk membedakan skala
usaha antara Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar.
B. Hukum yang Mengatur UMKM di Indonesia
Berikut ini adalah beberapa UU dan Peraturan tentang UKM di Indonesia yaitu:
1. UU No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP No 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan Untuk
Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar
Dengan Syarat Kemitraan
6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
C. Perkembangan UMKM dari Perspektif Teori
1. Pola Dari Perkembangan UMKM  

5
Dalam pembahasan sistem industi dan peran UMKM di dalam sistem tersebut,
serta pola perkembangan dari kelompok usaha itu di negara berkembang, perhatian
umumnya terfokus pada karya-karya yang terkenal, termasuk dari Hoselized (1959),
Staley dan Morse (1965), serta Anderson 1982. Pemikiran-pemikiran mereka
diklasifikasikan sebagai teori-teori “klasik” mengenai perkembangan UMKM.
Sedangkan, yang masuk dalam literature yang memunculkan paradigma baru atau
disebut  juga teori “modern” mengenai perkembangan UMKM adalah Berry dan
Mazumdar (1991) serta Levy (1991). Teori-teori secara eksplisit membahas
pentingnya jaringan-jaringan subcontracting dan keuntungan-keuntungan ekonomi
dari aglomerasi dan pengelompokan, atau umum disebut Cluster, bagi perkembangan
UMKM.
a. Teori-Teori Klasik
Literature mengenai UMKM di negara berkembang pada umumnya
membahas UMKM di industri manufaktur, dan perkembangan literature ini
diawali oleh munculnya artikel dari Staley dan Morse tahun 1965. Studi mereka
didasarkan pada pengalaman dari negara maju dan negara berkembang.
Selanjutnya mereka mengidentifikasi 3 kategori kondisi bagi keberadaan UMKM,
yakni lokasi, proses pengolahan, dan pasar atau tipe dari produk yang dihasilkan.
Operasi-operasi pengolahan yang terpisah, kerajinan, atau pekerjaan tangan yang
sangat membutuhkan presisi dan proses perakitan, pencampuran, dan penyelesaian
akhir yang sederhana adalah kondisi-kondisi paling penting dari proses
pengolahan bagi keberadaan UMKM. Sedangkan kondisi pasar yang cocok bagi
perkembangan UMKM adalah dalam bentuk produk diferensiasi dengan skala
ekonomi yang terendah dan melayani pasar-pasar kecil
Dari kondisi-kondisi tersebut, Staley dan Morse (1965) beragumen bahwa
khusus kegiatan-kegiatan pengolahan yang terpisah atau spesifik (misalnya
UMKM memproduksi komponen-komponen tertentu untuk usaha besar) dan
produk diferensiasi dengan skala ekonomi yang rendah adalah faktor-faktor yang
menjelaskan paling penting mengenai keberadan UMKM di negara berkembang.
1) Pangsa Tenaga Kerja
Parker (1979) dan Anderson (1982)  mengembangkan tipologi fase
pertumbuhan yang berbasis pada pengalaman dari negara maju untuk
menjelaskan perubahan struktur skala usaha di sektor industri menurut
wilayah dan waktu di negara berkembang. Menurut pendekatan ini, di dalam

6
proses pembangunan ekonomi, perubahan atau bisa juga disebut evolusi dari
komposisi kegiatan manufaktur, jika diklarisifikasikan menurut skala,
berlangsung melalui tiga fase yaitu:
a) Fase pertama, yakni tahap awal pembangunan industri (ekonomi masih
dicirikan sebagai ekonomi agraris), Usaha Mikro disebut juga industri
rumah tangga atau kegiatan pengrajin (tipe paling tradisional
dari perusahaan-perusahaan di industri manufaktur) paling dominan,
baik dalam jumlah unit usaha maupun dalam jumlah pekerja, dilihat
dari persentasenya dari jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur. Ini
adalah suatu fase dari industrialisasi, dimana terdapat sejumlah besar
Usaha Mikro (kebanyakan di pedesaan) berdampingan dengan sejumlah
kecil Usaha Besar (kebanyakan adalah perusahaan asing atau Badan
Usaha Milik Negara yang berlokasi di perkotaan atau kota-kota besar).
Dalam tahap ini, Usaha Mikro lebih terkonsentrasi di industri-industri
seperti pakaian jadi, pandai besi, alas kaki, kerajinan, bahan-bahan
bangunan sederhana, serta makanan dan minuman. Di negara
berkembang, kegiatan-kegitan produksi di subsektor-subsektor tersebut
relatif mudah dilakukan. Khususnya industri-industri pakaian jadi,
makanan dan minuman, serta kerajinan yang kebutuhan modal awal
sangat sedikit dan produsen/pengusaha tidak perlu memiliki pendidikan
formal yang tinggi dan tidak perlu ada tempat khusus untuk
kegiatan produksi. Mungkin untuk alasan ini, kegiatan produksi Usaha
Mikro di kelompok-kelompok industri tersebut lebih banyak dilakukan
oleh perempuan dan anak-anak sebagai suatu kegiatan paro waktu, dan
dilakukan di dalam rumah pemilik usaha/pengusaha. Pendapatan dari
kegiatan-kegiatan Usaha Mikro tersebut sangat penting, baik sebagai
sumber pendapatan utama atau satu-satunya maupun sebagai sumber
pendapatan tambahan keluarga. Di banyak negara, termasuk Indonesia,
kebanyakan Usaha Mikro adalah usaha sendiri tanpa pekerja (di dalam
literatur umum disebut self-employment atau unit usaha satu orang di
mana pemilik melakukan semua pekerjaan).
Dalam tahap ini, juga terdapat banyak kegiatan Usaha Mikro
yang erat kaitannya dengan produksi di sektor pertanian, baik dalam
bentuk keterkaitan produksi ke depan, yakni Usaha Mikro menyuplai

7
berbagai input ke pertanian, maupun dalam bentuk keterkaitan produksi
ke belakang, yakni Usaha Mikro mengolah output dari pertanian,
misalnya industri-industri makanan dan minuman. Selain itu, keterkaitan
dalam kegiatan produksi antara Usaha Mikro dan pertanian juga secara
tidak langung lewat keterkaitan konsumsi, yakni Usaha Mikro
menyediakan kebutuhan-kebutuhan makanan dan non-makanan
bagi penduduk pedesaan yang pada umumnya adalah rumah tangga
petani.
b) Fase kedua, di wilayah-wilayah yang lebih berkembang
dengan pendapatan per kapita lebih tinggi, Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) mulai muncul dan tumbuh pesat serta secara perlahan menggeser
Usaha Mikro di sejumlah subsektor manufaktur. Ada sejumlah faktor
yang bisa menjelaskan ekspansi UKM pada fase kedua ini. Steel (1979),
misalnya menekankan salah satunya adalah pentingnya pasar (dia sebut
cash market yang artinya pasar dimana penjualan dan pembelian
dilakukan dengan uang) yang berkembang.
c) Fase ketiga, pada tahap “terakhir” pembangunan pabrik-pabrik  besar
(Usaha Besar) menjadi dominan, menggantikan Usaha Kecil Menengah
(dan juga Usaha Mikro yang masih ada) di sejumlah industri. Menurut
Anderson (1982) fase ini sebagian adalah produk dari fase kedua, sejak
pertumbuhan output dan kesempatan kerja di Usaha Besar dapat dibagi
menjadi perkembangan skala usaha dari yang sebelumnya UKM menjadi
Usaha Besar dan perluasan skala produksi dari Usaha Besar. Namun
demikian, ekspansi Usaha Besar dalam fase ini bisa juga disebabkan
karena munculnya Usaha Besar baru (yang perkembangannya sejak awal
tidak melalui struktur skala), yang tidak diperhitungkan secara eksplisit
dalam analisis yang dilakukan oleh Anderson.
d) Fase keempat, dalam fase ini pemakaian skala ekonomi dalam produksi,
manajemen, pemasaran dan distribusi (tergantung pada tipe produk dan
fleksibilitas dalam produksi) keunggulan tekhnologi, efisiensi
manajemen, koordinasi produkti, akses ke jasa-jasa
infrastruktur  pendukung serta keuangan eksternal yang lebih baik dan
pendanaan konkesi dengan insentif investasi, struktur tarif, dan subsidi
pemerintah, semuanya adalah penyebab atau merupakan insentif utama

8
bagi perusahaan-perusahaan untuk berkembang menjadi lebih besar.
Dalam kenyataannya, faktor-faktor ini sering kali lebih tersedia atau
menguntungkan Usaha Besar atau usaha modern daripada UMKM,
khususnya Usaha Mikro dimana hal ini dapat menjelaskan kenapa kinerja
Usaha Besar lebih baik daripada UMKM dalam fase industrialisasi yang
lebih maju.
2) Pangsa Output
Komposisi output dari UMKM di industri manufaktur juga bergeser dalam
proses pembangunan. Saat pendapatan per kapita meningkat, kegiatan UMKM
bergeser dari industri-industri “ringan” dengan pengolahan sederhana ke
industri-industri “berat” yang memproduksi barang-barang antara dan
kemudian barang-barang modal dengan proses yang lebih ruwet. Dengan kata
lain, semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin rendah pangsa UMKM di
industri ringan dan semakin tinggi pangsa dari kelompok usaha ini di industri
berat, terutama di industri mesin dan alat-alat transportasi, yang di ukur
dengan suatu persentase dari total kesempatan kerja di UMKM (Biggs dan
Oppenheim, 1986) Namun, tidak hanya antar subsektor manufaktur, tetapi di
dalam sebuah kelompok industri suatu pergeseran industri di dalam UMKM
juga terjadi dari membuat barang-barang “tradisional” (yakni jenis kegiatan
yang dilakukan umumnya oleh wanita dan anak-anak) ke produksi barang-
barang yang lebih canggih atau modern. Dengan kata lain, seiring berjalannya
pembangunan (atau meningkatnya pendapatan per kapita), pangsa UMKM
yang membuat barang-barang tradisional sebagai suatu persentase dari jumlah
kesempatan kerja atau perusahaan di industri-industri terkait berkurang
(Liedholm dan Parker, 1989).
3) Perbedaan Pola Pembangunan UMKM Menurut Wilayah Pedasaan dan
Perkotaan.
Di dalam suatu negara, perbedaan-perbedaan dalam pola transisi di dalam
kelompok UKM (yaitu perkembangan dari Usaha Mikro menjadi Usaha Kecil
dan dari Usaha Kecil menjadi Usaha Menengah) atau dari Usaha Menengah
menjadi Usaha Besar juga terjadi menurut lokasi, yakni antara pedesaan dan
perkotaan. Penyebab utamanya berkaitan dengan perbedaan-perbedaan dalam
pembangunan ekonomi, sosial, budaya/kebiasaan masyarakat, dalam
karakteristik UMKM antara pedesaan dan perkotaan. Dalam perbedaan

9
karakteristik, sejumlah studi menunjukkan bahwa Usaha Menengah, terutama
pengrajin-pengrajin tradisional, seperti pandai besi, pembuat anyaman,
pengukir, dan pengrajin lainnya, relatif lebih penting di pedesaan dan mereka
lebih banyak dari kategori unit usaha satu orang (tanpa pekerja). Sedangkan
UKM, khususnya Usaha Menengah cenderung mendominasi perkotaan.
Pekerja untuk periode jangka pendek, dan sekaligus sebagai tempat
pelatihan/magang dan pekerja yang digaji adalah komponen-komponen yang
relatif lebih penting dari total kesempatan kerja di UKM perkotaan.
Sedangkan Usaha Mikro di pedesaan lebih bergantung pada anggota keluarga
dari pemilik usaha/pengusaha sebagai pekerja. Selain itu, di daerah pedesaan
pangsa terbesar dari kesempatan kerja di industri manufaktur, terutama di
kelompok Usaha Mikro, dibandingkan dengan UKM berbasis perkotaan
sangat musiman. Kegiatan-kegiatan non-pertanian paro waktu
mencapai puncaknya pada saat tidak ada kegiatan di sektor pertanian (di luar
musim tanam dan panen).
Perbedaan karakteristik juga kelihatan dalam kewirausahaan.
Untuk ini, Liedholm (1973) berargumen bahwa di pedesaan
pengusaha- pengusaha mikro dan kecil memiliki perbedaan-perbedaan dalam
latar  belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang substansial
dibandingkaan rekan mereka di perkotaan. Pemilik perusahaan di pedesaan
(yang didominasi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil) pada
umumnya berpendidikan formal lebih rendah daripada rekan mereka di
perkotaan, dan mereka di pedesaan kebanyakan adalah petani atau dari
keluarga petani.
4) Pola Keseluruhan
Baik Hoselitz (1959) maupun Anderson (1982) memprediksi bahwa
keunggulan komparatif dari UMKM akan berkurang terus dan Usaha Besar
akan semakin mendominasi ekonomi dengan semakin majunya pembangunan.
Namun demikian, pengalaman dari banyak negara di Eropa yang
menunjukkan munculnya kembali UMKM sebagai unit-unit bisnis yang
kompetitif, serta semakin pentingnya UMKM di Jepang dan negara-negara
industri baru di Asia Timur dimana kelompok usaha tersebut sangat
terintegrasi dengan Usah Besar lewat jaringan-jaringan subcontracting dan
berkembangnya literatur mengenai berakhirnya era produksi massal dan tesis

10
mengenai FS, memberi kesan bahwa teori-teori “klasik” tersebut tidak berlaku
lagi, tidak hanya di negara maju, tetapi juga di banyak negara berkembang
yang sudah lebih maju, seperti Taiwan dan Korea Selatan.
Sebagai suatu rangkuman, teori-teori “klasik” mengenai evolusi
UMKM percaya bahwa dalam perjalanan pembangunan, porsi “ekonomi” dari
UMKM dalam pembentukkan atau pertumbuhan PDB, kesempatan kerja,
output sektoral, dan total perusahaan akan terus menurun. Sebaliknya, pangsa
Usaha Besar yang lebih modern tumbuh dengan laju yang semakin pesat dan
akhirnya kelompok usaha ini mendominasi ekonomi.
b. Teori-Teori Modern
Pada dekade 80-an, muncul tesis Flexible Specialization (FS) dan sejak
saat itu sudah banyak makalah-makalah seminar, penelitian, artikel di jurnal-
jurnal, dan buku yang di tulis mengenai isu baru ini. Munculnya tesis ini adalah
hasil dari suatu perdebatan panjang mengenai bagaimana
menginterpretasikan pola produksi global yang baru akibat tekanan-tekanan
globalisasi dan restrukturisasi industri. Perubahan pola produksi tersebut juga
membawa perubahan terhadap cara mengorganisasikan produksi dan tenaga kerja.
Beberapa peneliti berargumen bahwa produksi global sedang mengalami suatu
transformasi dari produk massal (Fordist) ke produksi dalam volume kecil. FS
dikenal sebagai salah satu pola baru yang menggantikan pola produksi Fordist
(Piore dan Sabel, 1984).
Ada empat bentuk organisasi yang umum dari FS yang diidentifikasi di
dalam buku Piore dan Sabel (1984) tersebut yaitu:
1) Fleksibel dan spesialisasi: perusahaan di dalam komunitas dapat
menyesuaikan dengan cepat teknik-teknik produksi mereka terhadap
perubahan-perubahan pasar, tetapi tetap berspesialisasi dalam memproduksi
satu tipe barang, misalnya pakaian jadi;
2) Masuk terbatas: perusahaan di dalam komunitas membentuk bagian dari suatu
komunitas yang tertutup dan perusahaan-perusahaan di luar komunitas tidak
bisa atau sulit masuk;
3) Tingkat inovasi kompetitif yang tinggi: ada tekanan terus-menerus
terhadap perusahaan-perusahaan di dalam komunitas untuk mempromosikan
inovasi untuk bisa tetap lebih unggul daripada pesaing-pesaing mereka;

11
4) Tingkat kerjasama yang tinggi: ada persaingan terbatas antar sesama
perusahaan didalam komunitas dalam hal gaji dan kondisi kerja, yang
merangsang kerja sama yang lebih besar antar mereka.
Rothwell dan Zegveld (1982) menguraikan beberapa alasan dari
kebijaksanaan umum yang dapat mendukung UMKM, diantaranya yang
terpenting adalah:
1) Distribusi dari kekuatan pasar lewat sebuah sistem dari UMKM membuat
suatu distribusi dari kekuatan pasar yang lebih baik di masyarakat secara
umum;
2) Suatu tingkat konsentrasi pasar yang tinggi mengakibatkan ekonomi
tidak efisien;
3) UMKM bisa berfungsi sebagai suatu peredam terhadap goncangan kesempatan
kerja, misalnya pada saat krisis ekonomi (1997-1998);
4) UMKM menghasilkan produk-produk yang lebih bervariasi yang bisa
memenuhi selera individu masyarakat.
Sedangkan dari perspektif inovasi atau perubahan teknologi beberapa
alasan kenapa UMKM sangat penting adalah:
1) Perubahan teknologi paling baik dipromosikan di dalam suatu sistem yang
menggunakan potensi dari relasi atau kerjasama yang saling menguntungkan
antara UMKM dan Usaha Besar;
2) Banyak bukti yang menunjukkan bahwa UMKM sangat aktif dalam kegiatan-
kegiatan inovasi;
3) Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa dalam bentuk inovasi yang
diukur dengan pengeluaran dolar untuk R & D, UMKM memiliki suatu kinerja
yang lebih tinggi daripada Usaha Besar.
2. Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Perubahan
Di dalam literatur mengenai UMKM di negara berkembang, diantara banyak
faktor tingkat pendapatan riil perkapita dan kepadatan penduduk sering disebut
sebagai dua faktor  penting yang mempengaruhi pola atau sifat alami dari
pembangunan dan perubahan UMKM. Kedua faktor ini mempengaruhi proses
transformasi UMKM lewat efek-efek langsung secara bersamaan terhadap sisi
permintaan (pasar output) dan sisi penawaran (pasar tenaga kerja) dari UMKM. Efek-
efek sisi permintaan dan sisi penawaran dari perubahan-perubahan kedua faktor

12
tersebut terefleksikan, masing-masing dalam perubahan permintaan pasar terhadap
produk buatan UMKM dan dalam perubahan penawaran tenaga kerja ke UMKM.
3. Faktor Pendapatan – Permintaan
a. Perubahan Permintaan
Pergeseran struktur di dalam permintaan akhir ini menyebabkan penurunan
permintaan pasar terhadap barang-barang inferior, yang kebanyakan dibuat oleh
Usaha Mikro, dan peningkatan permintaan pasar terhadap barang-barang dengan
elastisitas pendapatan tinggi, yang pada umumnya dihasilkan oleh Usaha Besar dan
sebagian kecil juga oleh Usaha Kecil atau Usaha Menengah. Dalam kasus
permintaan, semakin tinggi tingkat pembangunan atau industrialisasi maka
semakin banyak  permintaan industri terhadap produk-produk antara dan barang-
barang modal.
b. Pola permintaan terhadap produk-produk UMKM di pedesaan
Mengetahui bahwa sebagian besar dari UMKM di negara berkembang (terutama
negara-negara miskin) adalah Usaha Mikro dan berlokasi di pedesaan, efek
dari peningkatan pendapatan di pedesaan atau modernisasi perekonomian
pedesaan pada permintaan lokal terhadap produk-produk buatan Usaha Mikro
pedesaan menjadi suatu isu penting. Dalam pembangunan ekonomi di pedesaan
dengan masuknya pengaruh kultur dan pola konsumsi dari perkotaan akibat antara
lain perbaikan/pembangunan infrastruktur, fasilitas transportasi dan komunikasi
antara pedesaan dan perkotaan dan di pedesaan itu sendiri, dan biasanya diikuti
dengan peningkatan pendapatan per kapita dari masyarakat pedesaan, selera atau
preferensi dari banyak orang di pedesaan berubah yang menguntungkan barang-
barang dengan kualitas lebih baik yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan
modern di perkotaan atau dari luar negeri (impor). Akibatnya, permintaan lokal
terhadap produk-produk buatan pedesaan menurun.
Namun demikian, perbaikan infrastruktur dan fasilitas transportasi
di pedesaan bisa juga menciptakan pasar baru di perkotaan bagi barang-
barang buatan industri pedesaan, dan ini akan menjadi suatu pendorong
bagi pertumbuhan industri pedesaan. Karena infrastruktur dan transportasi yang
baik akan mempermudah produsen-produsen di pedesaan untuk menjual produk-
produk mereka ke luar desa, baik dengan bantuan pedagang-pedagang atau
melakukannya sendiri. Perusahaan-perusahaan di desa-desa dekat dengan pusat-
pusat bisnis/pasar di perkotaan akan memproduksi lebih banyak barang

13
untuk  pasar perkotaan dan akan memiliki pasar lebih luas dibandingkan rekan-
rekan mereka yang berlokasi di desa-desa yang terisolasi yang hanya melayani
masyarakat lokal dalam volume yang kecil.
Jadi, integrasi ekonomi pedesaan-perkotaan tidak harus selalu
berarti bahwa semua industri pedesaan akan mati karena persaingan dari industri-
industri perkotaan. Itu tergantung terutama pada bagaimana pengusaha-pengusaha
di pedesaan dapat cepat menyesuaikan diri terhadap suatu situasi yang sedang
berubah yang sebenarnya sedang menciptakan kesempatan-kesempatan pasar baru,
misalnya dengan mengubah atau melakukan diversifikasi produk, meningkatkan
kualitas, dan mengubah strategi pemasaran mereka.
Kesanggupan sebuah perusahaan untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan-perubahan pasar tidak hanya tergantung pada kemampuan
dari pemilik/manajer perusahaan, tetapi karakteristik-karakteristik umum dan sikap
yang lebih objekti dari perusahaan itu sendiri juga memainkan suatu peran sangat
penting. Menurut Chuta dan Liedholm (1979), berdasarkan pada observasi-
observasi mereka sendiri, industri-industri pedesaan yang layak ekonomi (yakni
yang mempunyai kesempatan-kesempatan lebih baik untuk tumbuh dalam jangka
panjang dengan proses pembangunan ekonomi pedesaan dan integrasi ekonomi
antara pedesaan dan perkotaan) merefleksikan empat pola umum sebagai berikut:
1) Memakai pekerja-pekerja berkualitas baik yang digaji, jadi tidak memakai
anggota-anggota keluarga seperti istri dan anak sebagai pekerja berkualitas
rendah yang tidak dibayar;
2) Perusahaan berlokasi di wilayah luas yang banyak penduduknya, jadi
tidak terisolasi;
3) Kegiatan produksi dilakukan di tempat kerja khusus atau pabrik, jadi
tidak  bersatu dengan rumah tinggal pengusaha atau pemilik usaha;
4) Membuat produk atau kegiatan usaha yang punya prospek  pasar/ekonomi yang
lebih baik, misalnya mebel, roti, pakaian jadi, dan bengkel atau reparasi mobil.

4. Faktor Pendapatan-Penawaran
Perubahan pendapatan riil per kapita juga berpengaruh terhadap pola dari perubahan
kesempatan kerja di UMKM lewat sisi penawarannya, yaitu lewat pasar tenaga kerja
dalam bentuk perpindahan tenaga kerja ke (atau keluar dari) UMKM ke Usaha Besar
atau dari UMKM di subsektor-subsektor manufaktur atau sektor-sektor lainnya.

14
Asosiasi antara tingkat pendapatan dan tingkat kesempatan kerja (atau relasi antara
keduanya dalam pertumbuhan) di UMKM lewat pasar tenaga kerja bisa positif atau
negatif. Asosiasinya positif jika pendapatan riil per pekerja misalnya, sektor
pertanian, relati tinggi atau meningkat yang merefleksikan tingkat produktifitas tenaga
kerja yang tinggi di pertanian, membuat penawaran tenaga kerja dan/atau wirausaha
dari pertanian ke sektor-sektor lain, misalnya UMKM di industri manufaktur juga
tinggi atau meningkat. Asosiasi negatif jika pendapatan riil per orang di pertanian
tinggi atau meningkat, yang menandakan relati lebih baiknya kesempatan kerja (dari
sisi pendapatan) di sektor tersebut membuat penawaran tenaga kerja dari pertanian ke
sektor-sektor lain rendah atau berkurang (pertumbuhan negatif dari penawaran tenaga
kerja). Jika di lihat dalam perbedaan antar wilayah, perkiraan teorinya adalah bahwa
di wilayah dengan pendapatan per kapita yang tinggi, lebih sedikit orang yang terlibat
dalam kegiatan UMKM dibandingkan wilayah dengan pendapatan-pendapatan per
kapita yang lebih rendah.
5. Faktor Populasi Permintaan
Tingkat permintaan pedesaan terhadap produk-produk lokal tidak hanya tergantung
pada tingkat pendapatan riil per kapita (dan faktor-faktor lain), tetapi juga pada
besarnya populasi.
6. Faktor Penawaran Populasi
Perubahan dalam jumlah atau kepadatan penduduk juga dipengaruhi pola
dari perubahan kesempatan kerja di UMKM, lewat efeknya terhadap supply tenaga
kerja ke perusahaan-perusahaan tersebut. White (1976) membuat suatu perbedaan
antara faktor-faktor permintaan dan penawaran dalam menjelaskan besarnya
kesempatan kerja non-pertanian di pedesaan. Menurutnya, kesempatan kerja ini di
tentukan oleh suatu interaksi yang komplek antar dua kelompok faktor-faktor
tersebut.
7. Faktor “Push” versus “Pull”
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa relasi antara perubahan pendapatan per kapita dan
perubahan porsi dari total kesempatan kerja yang bekerja di UMKM bisa negatif, saat
pertumbuhan pendapatan yang merefleksikan kesempatan kerja di sektor-sektor lain
lebih baik, yang mengakibatkan suatu pertubuhan negatif dari penawaran tenaga kerja
ke UMKM. Ini memberi kesan bahwa UMKM berfungsi sebagai penampung terakhir
bagi orang berkeluarga miskin. Kebanyakan orang melakukan UMKM, terutama
Usaha Mikro, di negara berkembang adalah dari kelpmpok miskin yang

15
berpendidikan rendah (bahkan banyak tidak menamati sekolah dasar) karena
pendidikan mereka rendah, mereka tidak ada harapan untuk bisa mendapatkan
pekerjaan, terutama di sektor dengan pendapatan yang baik. Jadi sebagai alternatif
satu-satunya untuk bisa  bertahan hidup, mereka terpaksa bekerja atau membuka
Usaha Mikro. Oleh karena itu, tidak heran apabila UMKM dan Usaha Mikro pada
khususnya sangat banyak di negara-negara miskin.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan atau tetap banyaknya
UMKM, dan khususnya Usaha Mikro di Indonesia bisa menandakan suatu
pembangunan yang  positif dalam arti banyak orang memang tertarik (pull) untuk
melakukannya sebagai alasan seperti ingin mandiri (tidak mau bekerja sebagai
pegawai), Ingin mengembangkan kemampuan diri sendiri, dan karena ada prospek
pasar yang lebih baik atau karena terpaksa (puss)
D. Penutup
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM merupakan sebuah istilah yang
mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri
sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah
kegiatan ekonomil rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas
merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah persaingan usaha
yang tidak sehat. Pertumbuhan UKM di Indonesia membawa dampak baik bagi
perkembangan ekonomil. Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah rasio kredit
bermasalah alias Non Performing Loan (NPL). Selain itu, UKM juga mampu
meningkatkan jumlah pendapatan negara. Selain bermanfaat bagi pertumbuhan
perekonomilan Indonesia, tanpa disadari UKM juga telah mampu mengurangi angka
pengangguran dimasyarakat, sekaligus juga meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Pengembangan UKM di Indonesia mengalami beberapa hambatan dalam
operasionalnya. Pengetahuan para produsen atau pemilik UKM di Indonesia mengenai
teknologi masih jauh dari cukup. Kebenyakan produsen di Indonesia masih menggunakan
peralatan yang sifatnya masih tradisional. Sehingga biaya produksi malah menjadi lebih
tinggi dibandingkan jika para produsen menggunakan mesin-mesin modern. Selain itu
Indonesia juga dihadapkan pada kualiatas SDM yang masih jauh dari standar yang ada.
Kendala yang banyak dialami adalah faktor dana. Banyak calon pengusaha yang
mengeluhkan mengenai keterbatasan dana. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut

16
ada beberapa solusi yang dapat dilakukan, yaitu dengan memberikan pembekalan serta
penyuluhan untuk mengatasi masalah SDM, sehingga kualitas SDM dapat meningkat.
Sedangkan untuk mengatasi masalah kekurangan dana pemerintah telah mengeluarkan
program bagi calon pemilik UMKM yang mengalami kesulitan dalam masalah
pembiayaan. Pemerintah memberikan bantuan berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang
disalurkan oleh beberapa bank di Indonesia yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Oleh
karena itu, pemerintah harus selalu memperhatikan keadaan UMKM di Indonesia. Supaya
kelangsungan perekonomian selalu terjaga, serta mengurangi angka kemiskinan
dan pengangguran.

DAFTAR PUSTAKA

Tambunan. Tulus. 2009. “UMKM di Indonesia”. Perpustakaan Nasional. Jakarta


Tambunan. Tulus. “Perekonomian Indonesia”.

17
http://iamsyahputra.wordpress.com/2011/10/20/peranan-umkm-terhadap-
pembangunan-ekonomi-indonesia/
http://id.shyoong.com/business-management/human-resources/2034751-peran-ukm-
dalam-perekonomian-indonesia/
http://www.scribd.com/doc/35101611/PERKEMBANGAN-UKM-BAGI-
PEREKONOMIAN-INDONESIA

18

Anda mungkin juga menyukai