Nama Penulis :
Muhamad Ali Shodiqi (14/369546/TP/11138)
An Naafi Yuliati Lathifah (14/365849/TP/11042)
Pendahuluan
Jumlah penduduk yang bertambah serta pola konsumsi masyarakat yang
meningkat telah mendorong konsumsi daging nasional dari tahun ke tahun.
Berdasarkan SUSENAS (2014), rata-rata tingkat konsumsi daging sapi
masyarakat Indonesia adalah 2,08 kg per kapita per tahun. Angka ini termasuk
sedikit karena daya beli masyarakat yang masih rendah. Walaupun begitu angka
ini terus mengalami peningkatan dimana persen rerata peningkatan yaitu 10,28 %
sejak tahun 1993-2014. Kedepan, angka ini akan lebih cepat meningkat
dikarenakan Pemerintah telah mencanangkan swasembada daging sapi melalui
Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019. Selain itu, konsumsi daging
kedepan juga akan meningkat dimana menurut McKinsey Global Institute,
konsumen dengan daya beli tinggi di Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan
akan tumbuh pesat mencapai 135 juta jiwa.
Dewasa ini, sistem rantai pasok konvensional pada daging sapi
mempunyai beberapa masalah dan tantangan kedepan. Sistem rantai pasok daging
sapi diketahui menghabiskan energi yang cukup besar. Energi tersebut digunakan
untuk melakukan penangan khusus daging sapi yang mempunyai karakteristik
mudah rusak baik karena fisik, mekanis, kimiawi dan biologi. Rantai pasokan
daging sapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Dampak
itu terdapat pada setiap tingkat produksi seperti degradasi sumber daya alam
akibat pemberian pakan ternak, penggunaan lahan pada produksi primer,
konsumsi bahan bakar fosil, penggunaan air dan emisi gas rumah kaca (Rivera,
2014). Secara global, rantai pasokan daging sapi diperkirakan telah menghasilkan
emisi sekitar 35 persen dari emisi sektor peternakan (setara dengan 4,6 gigaton
CO2-eq) (Opio, 2013).
Pertumbuhan konsumsi daging Indonesia yang tinggi membawa pertanyaan
mengenai kesiapan pasokan energi dan penanganan dampak lingkungan untuk
sistem rantai pasok berkelanjutan. Ditengah krisis energi global, paradigma sistem
rantai pasok konvensional dengan menggunakan energi fosil dipastikan akan
membawa Indonesia ke dalam situasi kelangkaan energi dan lingkungan yang
buruk. Oleh karena itu diperlukan solusi untuk menjawab tantangan sistem rantai
pasok daging sapi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Konsep Green SCM Daging Sapi untuk Sustainable Development Goals
Sampai saat ini, Indonesia baru dapat memenuhi kebutuhan dagingnya
sebanyak 70%, sisanya 30% berasal dari impor. Menurut hasil penelitian yang
pernah dilakukan oleh Pustral UGM, daerah yang berpotensi sebagai supplier
daging sapi di Indonesia adalah NTB, NTT, dan Sulawesi Tengah dengan total
potensi ternak sapi yang dapat dikirim sebersar 103.300 ekor per tahun. Distribusi
komoditas daging biasanya dilakukan dalam bentuk sapi hidup dengan sistem
distribusi menggunakan angkutan darat dan angkutan laut yang didistribusikan ke
wilayah konsumsi—Jawa salah satunya. Namun, menurut hasil penelitian ini
sendiri, sistem distribusi dengan biaya logistik yang lebih efektif dan efisien
adalah dalam bentuk daging potongan atau karkas.
Dewasa ini, untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat,
perusahaan lebih berfokus untuk menciptakan nilai tambah tanpa
memperhitungkan aspek dampak lingkungan di dalamnya. Padahal energi yang
dibutuhkan dan emisi yang dihasilkan terhitung besar. Green SCM adalah solusi
untuk melengkapi aspek lingkungan dalam manajemen rantai pasok karena
mempertimbangkan secara signifikan aspek ekologis. Tabel berikut menunjukkan
konsep green supply chain yang menjadi jawaban atas persoalan pada
conventional supply chain management.
Tabel 1. Perbedaan Green SCM dengan Conventional SCM
Karakteristik Conventional SCM Green SCM
Tujuan dan Nilai-nilai Ekonomis Ekonomis dan ekologi
Optimasi Ekologi Dampak terhadap ekologi tinggi Pendekatan terpadu
Dampak terhadap ekologi
rendah
Kriteria Seleksi Pemasok Harga hubungan jangka pendek Aspek ekologi & harga
Hubungan jangka panjang
Biaya dan Harga Jual Biaya produksi murah, harga jual Biaya produksi murah, harga
murah jual terkadang mahal
Kecepatan &Fleksibilitas Tinggi Sedang
Sumber: www.supplychainindonesia.com
Siklus hidup produk merupakan basis dari pelaksanaan green supply chain.
Proses diupayakan menggunakan input yang ramah lingkungan dan mengubah
input tersebut menjadi output yang dapat digunakan kembali pada akhir hidupnya
sehingga menciptakan rantai pasok berkelanjutan (Penfield, 2017 dalam Purnomo,
2013). Menurut Srivastava (2007) dalam Diabat (2011), aktivitas dalam green
supply chain meliputi ‘green design’, ‘green operations’ atau ‘green
manufacturing’, ‘green distribution, logistics/marketing’, dan ‘reverse logistics’.
Artinya, Green SCM selalu berupaya melakukan pengintegrasian pemikiran
lingkungan dalam manajemen rantai pasok.
Anonim. 2013. Studi Logistik Jaringan Distribusi Daging Sapi dari/ke Jakarta
dan Sekitarnya. Yogyakarta: Pustral UGM.
Chin, Thoo Ai., Huam Hon Tat, and Zuraidah Sulaiman. 2015. Green Supply
Chain Management, Enviromental Collaboration and Sustainability
Performance. Procedia CIRP 26:695-699.
Diabat, Ali dan Kannan Govindan. 2011. An Analysis of The Drivers Affecting
The Implementation of Green Supply Chain Management. Journal of
Resources, conservation and recycling Vol 55:659-667.
EPA. 2000. The Lean and Green Supply Chain: A practical guide for materials
managers and supply chain managers to reduce costs and improve
environmental performance. United States Environmental Protection
Agency p. 12–3. Washington, DC.
Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-
2019. Jakarta
Oberman, Raoul, Dobbs, Richard, Budiman, Arief, Thompson, Fraser, Rosse,
Morten. 2012. The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia Potential.
McKinsey Global Institute
Opio, C., Gerber, P., Mottet, A., Falcucci, A., Tempio, G., MacLeod, M.,
Vellinga, T., Henderson, B. & Steinfeld, H. 2013. Greenhouse gas
emissions from ruminant supply chains – A global life cycle assessment.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome.
The designations
Penfield, P. 2007. Sustainability Can be Competitive Advantage. Whitman school
pf management.
Purnomo, Agus. 2013. Potensi Green Supply Chain Management untuk
Menurunkan Biaya Logistik Nasional. Diunduh dari
www.supplychainindonesia.com pada 10 November 2017.
Riebe, Martin. 2014. Mengurangi Methana di Peternakan Sapi. Diunduh dari
www.dw.com pada 10 November 2017.
Srivastava, KS. 2007. Green supply-chain management: a state-of-the-art
literature review. International Journal of Management Review Vol. 9 No.
1:53-80
UNDP. 2016. UNDP Support to The Implementation of Sustainable Development
Goal 7 Affordable and Clean Energy. New York
Zaroni. 2017. Reverse Logistics. Diunduh dari www.supplychainindonesia.com
pada 10 November 2017.
BIODATA PENULIS
Ketua kelompok
b. NIM : 14/369546/TP/11138
d. No. HP : 085649009062
Anggota kelompok
b. NIM : 14/365849/TP/11042
d. No. HP : 085281475158