Laporan Kasus PKL 3
Laporan Kasus PKL 3
Laporan Kasus PKL 3
Disusun Oleh:
BIDHA SAFIRA
P1337430217020
TAHUN 2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) 3 mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik
NIM : P1337430217020
Kelas : 3D
dengan judul Laporan Kasus “MSCT Scan Sinus Paranasal dengan klinis
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan
Penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “MSCT Scan
Prijonegoro Sragen. Penulisan laporan kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas
Dalam penulisan laporan kasus tersebut penulis menemui beberapa kendala, untuk
1. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Semarang,
2. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi,
3. Ibu Dartini, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Studi D-IV Teknik Radiologi
Semarang,
4. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
5. dr. Prasetyo Budi, MSc, Sp.Rad selaku Kepala Instalasi Radiologi RSSP Sragen
6. Tri Puji Hastuti, S.Tr Kes (RAD) selaku pembimbing praktek yang telah
RSSP Sragen
7. Bapak Tarman, Ibu Parni, Mas Pipin, Mbak Retno, Bapak Kirto, Mas Anjar, Mas
Prananda, Mas Anok, Mas Epit yang telah memberikan bimbingan serta ilmu yang
Sragen
3
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap laporan
kasus ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa dan dijadikan studi bersama.
Penulis
4
DAFTAR ISI
5
BAB I
PENDAHULUAN
televisi sehingga mampu menmpilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia dalam
bentuk irisan atau slice. Prinsip kerja CT-Scan menggunakan sinar-x sebagai sumber
radiasi. Sinar-x berasal dari tabung yang terletak berhadapan dengan sejumlah
detektor, dimana keduanya bergerak secara sinkron memutari pasien sebagai objek
dinding sinus, air-fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu
atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-
kasus kronik) yang tidak dapat dinilai dari foto polos biasa. (Amstrong, 1989)
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai
teknik pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal dengan kasus MSCT Scan Sinus
sebagai berikut:
6
2. Apakah teknik pemeriksaan MSCT Scan Sinus Paranasal dengan klinis
diagnosa?
menegakkan diagnosa
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan laporan kasus ini antara lain:
1. Bagi Penulis
2. Bagi Pembaca
7
Dapat memberikan dorongan dalam meningkatkan pelayanan diagnostik,
4. Bagi Akademi
Sebagai bahan masukan bagi penulisan laporan kasus dengan kasus yang
sama.
BAB I : PENDAHULUAN
BAB IV : PENUTUP
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus paranasal merupakan rongga yang berisi udara yang dilapisi oleh
membran mukosa yang berada disekitar rongga hidung. Rongga udara yang mengisi
sinus paranasal biasanya disebut dengan accessory nasal sinus. ( Bontrager, 2001)
Sinus paranasal dibagi menjadi 4 kelompok menurut letak tulang, yaitu sinus
frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus maksilaris
termasuk bagian dari tulang wajah sedangkan frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis
terbatas. Sinus frontalis dan sinus sphenoidalis mulai tampak pada gambaran
Radiografi pada umur 6 – 7 tahun. Sinus ethmoidalis adalah sinus yang mengalami
bagian sinus akan dipelajari, dimulai dari sinus yang paling besar, yaitu sinus
maksilaris.
9
Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar. Dulu istilah yang
masing sinus maksilaris memiliki bentuk yang menyerupai suatu pyramid bila
dilihat dari anterior, bila dilihat secara lateral sinus maksilaris lebih nampak
seperti kubus.
bawah dari sinus maksilaris superposisi dengan bagian bawah tulang nasal.
Bila dilihat pada bagian bawah sinus maksilaris adalah terlihat beberapa coni
dan berhubungan juga dengan rongga hidung, yang mana dibagi menjadi dua
ruangan yang sama atau disebut dengan fossa. Pada kasus sinus maksilaris
Sinus frontalis pada umumnya dipisahkan oleh septum yang menyimpang dari
satu sisi dengan sisi yang lainnya, dan menghasilkan satu rongga tunggal.
10
bentuk. Biasanya pada laki-laki ukuranya lebih besar dari wanita. (Bontrager,
2001)
anterior, middle dan posterior collections, tetapi semua yang ada diatas tidak
dibawah sela tursika. Bodi dari tulang sphenoid terdiri dari sinus yang
berbentuk kubus dan dibagi oleh suatu sekat tipis untuk membentuk dua
hanya satu rongga karena sinus sphenoid sangat dekat dengan dasar cranium,
tersebut. Suatu contoh adalah demonstrasi dari suatu air fluid level di dalam
Frontal
sinus
Ethmoid
Sphenoid
sinuses
sinus
Maxilari
sinus
11
Gambar 2.1 Posisi Anterior Sinus Paranasal
paranasal yang ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah satunya termasuk
hidung tersumbat atau obstruksi atau kongesti disertai dengan nyeri wajah
a. Rhinosinusitis Akut
kurang dari 10 hari, Bakteri (minimal 3 gejala), ingus kental (salah satu
12
hidung), nyeri berat (kedua hidung), demam >38˚ C, peningkatan laju
setelah 5 hari.
b. Rhinosinusitis Kronik
dan gejala alergi (bersin, ingus encer, hidung gatal, mata gatal dan
berair).
televisi. Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-X yang terkolimasi dan adanya detektor.
algorithma. Setelah proses pengolahan selesai, maka data yang telah diperoleh berupa
data digital yang selanjutnya diubah menjadi data analog untuk ditampilkan ke layar
monitor. Gambar yang ditampilkan dalam layar monitor selanjutnya diubah menjadi
data analog untuk ditampilkan ke layar monitor. Gambar yang ditampilkan dalam
gambaran aksial yang telah didapatkan dapat direformat kembali sehingga didapatkan
gambaran coronal, sagital, oblik. diagonal bahkan bentuk 3 dimensi dari objek
13
2.3.1 Perkembangan CT-Scan (Rasad, 2000)
perkembangan yang cukup pesat. CT-Scan pada masa tersebut hanya dapat
tinggi yang terpasang pada tabung sinar-X di dalam gantry yang disertai
dengan pergerakan meja. Dengan metode ini, tabung sinar-X dapat berotasi
dikenal prinsip single slice. Perbedaan utama dari kedua prinsip ini terletak
pada jumlah jalur detektor yang berpengaruh pada lamanya pemeriksaan dan
a. Gantry
14
Di dalam CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja
tersebut dapat bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri dari beberapa
b. Tabung Sinar-X
untuk menahan panas dan output yang tinggi. Panas yang cukup tinggi
c.Kolimator
rumah tabung sinar-X yang disebut pre pasien kolimator dan kolimator
yang kedua diletakkan antara pasien dan detektor yang disebut per
d. Detektor
15
tersebut, foton berinteraksi dengan detektor dan memproduksi sinyal
dengan arus yang kecil yang disebut sinar output analog. Sinyal ini
ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini maka
detektor. Meja ini harus kuat dan kokoh mengingat fungsinya untuk
f. Sistem Konsul
Model yang terbaru sudah memiliki banyak kelebihan dan banyak fungsi.
1. Sistem Kontrol
16
lain-lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data
yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat.
1 2
(Bontrager, 2001)
17
Keterangan :
yang baik tergantung dari kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek
a.Slice Thickness
b. Range
yang digunakan adalah sama yaitu 5-10 mm mulai dari apeks paru sampai
18
diafragma. Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan ketebalan
c.Faktor Eksposi
eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu
eksposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada
50 cm. FoV yang kecil maka akan mereduksi ukuran pixel (picture
menjadi lebih teliti. Namun, jika ukuran FoV terlalu kecil maka area yang
e.Gantry tilt
19
untuk mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif seperti
mata.
f. Rekonstruksi Matriks
matriks yang digunakan berukuran 512 x 512 (5122) yaitu 512 baris dan
gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka
g. Rekonstruksi Algorithma
algorithma yang dipilih, maka semakin tinggi pula resolusi gambar yang
tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas
h. Window Width
monitor.
20
Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi
numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini
Air 0
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk
21
Sedangkan untuk kondisi udara nilai ini adalah air dengan yang dimiliki –
menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain
berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras Iodine.
i. Window Level
2.4.1 Pengertian
untuk mendapatkan gambaran irisan dari sinus paranasal baik secara aksial
atas sinus dan dapt menilai opasitas, penyebab, dan jenis kelainan dari sinus.
satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus dengan
c. Mukokel
(Amstrong, 1989)
e. Polip
23
2. Jika menggunakan media kontras, alasan penggunaannya harus
1. Pesawat CT-Scan
c. Teknik Pemeriksaan
1. Potongan Aksial
senyaman mungkin.
24
b) Posisi objek : kepala diletakkan tepat di terowongan gantry,
(Amstrong, 1989)
2. Potongan Coronal
wajah.
25
Gambar 2.5 Posisi Pasien Potongan Coronal
(Amstrong, 1989)
c) Scan Parameter
Slice thickness
aksial : 5 mm
Range
( Ballinger, 1995 )
Standar algoritma
kV : 130
26
mAs : 60 ( Seeram, 2001)
Keterangan :
SpS
Keterangan :
27
E (Ethmoid Bone), L (Lacrimal bone), sOF (superior orbital fissure), SpS
EtS
Keterangan :
FrS
Keterangan :
28
Gambar 2.10 Potongan coronal I
Keterangan :
EtS
MS
Keterangan :
29
Gambar 2.12 Potongan coronal III
Keterangan :
Keterangan :
(septum)
30
BAB III
maka penulis akan menyertakan hasil observasi tentang identitas pasien, riwayat
Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Alamat : Sragen
Unit : Poliklinik
terakhir. Pada tanggal 7 Oktober 2019, pasien berobat ke dokter THT. Atas
31
permintaan dokter dilakukan pemeriksaan CT-Scan. Sehingga pasien
coronal.
a. Persiapan Pasien
diantaranya :
Merk : Hitachi
32
Tipe : 65-4570
kV maks : 130 kV
mA maks : 400 mA
4. Selimut
c. Teknik Pemeriksaan
Potongan Coronal
a) Posisi pasien
b) Posisi objek
33
pasien dapat dihindari. Kepala diatur simetris terhadap lampu
c) Proses pemeriksaan
komputer.
d) Scan parameter
Jumlah image : 30
34
Range : sinus frontalis hingga sinus
sphenoidalis
kV : 120 auto
Window level : 40
FOV : 220
diinginkan, maka gambar siap dicetak dalam printer sony dengan film
berikut:
35
-Tampak torus tobarius dan fossa rosenmuller simetris
Kesan :
36
-Tak tampak limphadenopati cervicalis
3.2 Pembahasan
benda-benda penyebab artefak yang ada di daerah kepala. Lalu dilanjutkan dengan
Pemeriksaan dengan kasus ini, dibuat hanya dengan satu jenis potongan yaitu
pengaturan parameter CT-Scan Sinus Paranasal yaitu dengan range posterior sinus
37
sphenoidalis hingga sinus maksilaris, slice thickness sebesar 2.5 mm dan merotasikan
gantry hingga sejajar tulang-tulang wajah. Potongan coronal dibuat dengan tujuan
agar air-fluid level tampak lebih jelas sedangkan slice thickness sebesar 2.5 mm
dibuat agar semua potongan tiap-tiap sinus dapat tampak dan tidak terlewatkan.
Soehadi Prijonegoro tidak sesuai dengan teori. Karena pada teori dijelaskan bahwa
pemeriksaan sinus paranasal sebaiknya dibuat dengan 2 potongan yaitu axial dan
coronal, tetapi pada kasus kali ini hanya dibuat dengan satu potongan yaitu cukup
dengan potongan coronal. Tetapi meskipun hanya memakai potongan coronal, hasil
bacaan dokter sudah dapat menegakkan diagnosa. serta dalam tata laksana
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
protocol pemeriksaan nasal sinus 2.5/4i, yaitu dengan membuat irisan coronal setebal
2.5 mm. Hal ini dengan tujuan agar semua sinus beserta detail dan penyebab
4.2 Saran
kepada pasien secara lebih jelas, agar pasien dapat bekerjasama, sehingga akan
39
Daftar Pustaka
www.yankes.kemenkes.go.id/read-rhinosinusitis-5195.html
www.digilib.uns.ac.id/dokumen/download/50105/MjAxNzyz/Perbandingan-Kualitas-
Hidup-Antara-Pasien-Rhinosinusitis-Kronis-Tipe-Rhinogen-di-Rumah-Sakit-Se-Eks-
Karesidenan-Surakarta-3.pdf
40