Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah krisis kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dan
berpengaruh pada kehidupan bangsa Indonesia. Maka dari itu pendidikan
karakter kepemimpinan harus diterapkan sedini mungkin kepada para penerus
bangsa agar kelak mereka dapat tumbuh menjadi pemimpin-pemimpin yang
sesuai dengan apa yang selama ini diharapkan. (Fener & Cevik, 2015).
Karakter kepemimpinan yang lebih dahulu diajarkan kepada seseorang
mampu memimpin dirinya sendiri dari segala hal yang dianggap tidak baik,
mampu mengendalikan diri, mengatur jadwal, menghindari hal-hal negatif, dan
lain sebagainya. (Fener & Cevik, 2015).
Salah satu alat kepemimpinan yang efektif bagi seorang manajer perawat
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Suatu masalah dapat diartikan
sebagai situasi dimana si individu tidak memiliki respon yang siap di dalam
tindak tanduk perilakunya, suatu keadaan ketidakseimbangan psikologi, atau
suatu kesempatan yang diartikan secara tidak baik untuk perbaikan yang positif
dalam suatu situasi. Walaupun suatu masalah merupakan situasi yang provokatif
karena si individu tidak memiliki jawaban yang siap, solusi bagi masalah
tersebut, setelah dikenali, tidak mesti terdiri dari kecakapan, pengetahuan, atau
sikap yang baru, namus suatu kombinasi baru antara ide-ide yang ada dan
kemampuan. (Afrilia, dkk. 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Kepemimpinan situasi krisis ?
2. Bagaimanakah Keperawatan Problem Solving & Penyelesaian Masalah ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui Kepemimpinan situasi krisis
2. Mahasiswa mengetahui Keperawatan Problem Solving & Penyelesaian
Masalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan Situasi Krisis


Kepemimpinan dikatakan sebagai cara dari seseorang dalam memimpin
serta mengarahkan dan mengatur seluruh unsur yang ada di dalam kelompok
atau organisasi yang bertujuan untuk mencapai keinginan yang dapat diraih
sehingga menghasilkan kinerja pegawai atau anggota kelompok dapat maksimal.
Sehingga pemimpin dapat meningkatkan kinerja agar tercapainya hasil kerja
dalam mewujudkan tujuan organisasi. Maka dari itu dalam meningkatkan
keselamatan pasien dibutuhkan peran kepemimpinan. (Fener & Cevik, 2015).
Seorang pemimpin dituntut untuk memiliki karakteristik “kepemimpinan
yang efektif” yang dapat memimpin untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan
membawa organisasinya ke situasi yang lebih baik. mencapai hasil yang
diinginkan. Disamping itu seorang pemimpin harus mengedepankan
kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadinya dan selalu dapat
menguasai situasi bahkan dalam situasi yang terburuk sekalipun, serta mampu
mengatasi berbagai permasalahan lainnya. Sebaliknya seorang pemimpin apabila
dianggap tidak mampu menunjukkan karakteristik kepemimpinan yang efektif
maka organisasinya juga tidak akan dapat berjalan secara efektif dalam
mencapai tujuan yang diinginkan, dia akan dianggap sebagai pemimpin yang
tidak mampu mengendalikan institusi. (Fener & Cevik, 2015).
Krisis adalah keadaan yang mutlak terjadi karena hal-hal disruptif seperti
perubahan cepat di dalam organisasi, perubahan kondisi perekonomian,
permasalahan anggota organisasi, perubahan teknologi yang tidak terduga, serta
dampak keputusan politik yang menyebabkan guncangan stabilitas pada
organisasi. Organisasi manapun baik institusi pendidikan, kesehatan, maupun
bisnis pasti menghadapi masa-masa krisis, karena krisis lekat dengan tuntutan
perubahan sepanjang waktu. Krisis di satu sisi dapat diprediksi, namun di sisi
lain bisa juga datang secara tidak terduga. Krisis memberikan efek menyeluruh
tidak hanya kepada organisasi, melainkan juga kepada individu-individu, baik
yang terlibat di internal organisasi maupun di eksternal organisasi. Perlu disadari
oleh pemimpin bahwa perkembangan suatu organisasi tidak selamanya
eksponensial. Terkadang organisasi dituntut oleh situasi krisis seakan menjadi
seperti kurva yang menurun. Efek dari situasi krisis tersebut bisa merugikan
sistem organisasi, anggota organisasi, bahkan penerima manfaat dari organisasi.
(Fener & Cevik, 2015).
a. Manajemen Krisis

Pada situasi krisis dibutuhkan peran pemimpin dalam melakukan


manajemen krisis. Manajemen krisis bagi seorang pemimpin ibarat sebuah seni
dalam mengubah kurva yang menurun menjadi kembali menanjak. Bayazit
(dalam Fener & Cevik, 2015) menjelaskan bahwa terdapat tiga proses
manajemen yang umumnya digunakan untuk mengatasi krisis pada sebuah
organisasi, yaitu: manajemen pra-krisis, manajemen krisis, dan manajemen
pasca-krisis.

(1) Dalam masa pra-krisis manajemen perlu memahami indikator-indikator


krisis. Manajemen juga perlu mengubah kondisi krisis yang berpotensi datang,
menjadi sebuah kesiapan dalam mencari peluang.

(2) Manajemen masa krisis, manajemen perlu melakukan tindakan pencegahan


untuk menghindari krisis yang lebih besar.

(3) Manajemen pasca krisis pun dimulai. Pada masa ini pemimpin akan
menemukan solusi tepat yang disesuaikan dengan perubahan, solusi yang
membawa dimensi baru pada aktivitas dan strategi mereka. (Fener & Cevik,
2015).

b. Kerangka Kerja Manajemen Krisis

Perubahan menuntut fleksibilitas organisasi dalam berkembang dan cara


berpikir setiap anggotanya untuk lebih kreatif. Mental anggota organisasi, pada
saat krisis, akan cenderung membutuhkan penyesuaian. Bahkan ada anggota
yang menjadi pesimis saat menghadapi krisis. Keadaan demikian dapat
dimaklumi karena krisis selalu memberikan efek kejut bagi mereka yang belum
pernah mengalaminya. Ketidaksiapan, frustasi, dan hal-hal negatif lainnya
secara umum mewarnai lingkungan organisasi.
Langkah pertama yang butuh diambil oleh pemimpin adalah membangun
komunikasi yang penuh empati dan motivasi kepada anggotanya tanpa ada
satupun yang terlewati. Penting untuk pemimpin memberikan pesan-pesan yang
menenangkan demi menjaga stabilitas mental setiap anggotanya. Ketegaran
yang ditunjukan oleh pemimpin adalah representasi tangguhnya organisasi,
sekaligus menjadi pemicu semangat bagi setiap anggota.

Langkah kedua, pemimpin dalam manajemen krisis butuh membangun


nuansa yang menjadikan setiap anggotanya terus berkembang. Situasi krisis
merupakan waktu yang tepat untuk seluruh anggota organisasi belajar secara
holistik melihat fenomena yang dialami oleh organisasi dan penerima
manfaatnya.

Langkah ketiga, menjalin kemitraan dengan mitra terkait. Tujuannya adalah


untuk menyelesaikan krisis bersama-sama. Pemimpin harus memaksimalkan
koneksi kemitraan yang dimiliki selama ini untuk meringankan resiko yang
ditanggung organisasi. Dengan demikian pemimpin akhirnya dapat memetakan
mitra-mitra yang bersedia untuk bersinergi dalam jangka panjang, karena telah
teruji loyalitasnya pada situasi yang tidak menguntungkan. Langkah keempat,
pemimpin butuh merencanakan strategi untuk menghadapi situasi selama krisis.
Menjadi hal yang mutlak jika organisasi mengalami kerugian selama krisis,
maka sikap untuk meminimalisir resiko adalah sikap yang cermat. (Fener &
Cevik, 2015).

c. Sikap Kepemimpinan dalam Krisis

Kesatuan antara apa yang direncanakan, disampaikan, dan dijalankan


sebaiknya tercermin pada diri pemimpin. Terlebih pada situasi krisis, anggota
akan melihat pemimpinnya sebagai role model. Bisa saja anggota tersebut
belum memiliki pengalaman menghadapi krisis sebanyak yang dihadapi oleh
pemimpinnya. Maka dengan demikian, sangat wajar jika anggota menaruh
ekspektasi yang besar pada pemimpinnya. Namun pemimpin tetaplah manusia
yang tidak luput dari keliru. Sehingga ekspektasi anggota bisa saja tidak
terpenuhi. Di lain sisi, suatu sikap yang akan menjadikan pemimpin tetap
berwibawa ketika melakukan kesalahan adalah meminta maaf kepada siapa saja
yang merasa dirugikan akibat kekeliruan tindakannya. Meminta maaf mungkin
tidak cukup sehingga bisa saja membuat hilangnya sebagian loyalitas, tapi tidak
dengan integritas. Memimpin turut menuntut kita untuk bersikap lebih altruis.
Memikirkan orang lain lebih banyak bila dibanding diri sendiri. Sebagaimana
peribahasa Belanda mengajarkan “leiden is lijden” yang artinya memimpin itu
menderita. Memimpin bukan bertujuan untuk menjadikan anggota sebagai
katrol untuk meningkatkan keuntungan pribadi, tapi memimpin bertujuan untuk
mengembangkan potensi anggota yang dimilikinya dan menjadikan mereka
lebih berharga bila dibanding sebelumnya. (Fener & Cevik, 2015).

B. Keperawatan Problem Solving & Penyelesaian Masalah

Masalah adalah keadaan psikologis ketidaknyamanan yang dihasilkan


dari konfrontasi dengan stimulus situasional yang satu tidak memiliki respon
tersedia. Masalah dengan yang manajer perawat yang dilanda mungkin
berhubungan dengan kepegawaian kinerja, proses kerja, atau produk kerja.
(Afrilia, dkk. 2015).
Pemecahan Masalah adalah Proses penyelesaian masalah dimulai
mengumpulkan informasi yang terkait dengan gejala dan masalah yang dihadapi,
hingga kepada penyelesaian masalah yang mungkin dapat dilakukan. Orang
menggunakan pemecahan masalah ketika mereka melihat kesenjangan antara
negara yang ada (apa yang terjadi) dan keadaan yang diinginkan (apa yang harus
terjadi). bagaimana seseorang mempersepsi situasi mempengaruhi bagaimana
masalah diidentifikasi atau dipecahkan. Oleh karena itu, persepsi perlu diperjelas
sebelum pemecahan masalah dapat terjadi. (Afrilia, dkk. 2015).
1. Metode Pemecahan Masalah
Berbagai metode dapat digunakan untuk memecahkan masalah. orang
dengan pengalaman manajemen kecil cenderung menggunakan :
Metode Trial and Error, menerapkan satu solusi demi satu sampai
masalahnya selesai atau tampaknya membaik. manajer ini sering mengutip
kurangnya pengalaman dan waktu dan sumber daya untuk mencari solusi
alternatif.
Metode Eksperimen, jenis lain dari pemecahan masalah, lebih ketat
daripada trial and error. proyek percontohan atau uji coba terbatas adalah contoh
percobaan. eksperimen melibatkan pengujian teori (hipotesis) atau firasat untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, atau prediksi. sebuah proyek atau studi
dilakukan baik dalam pengaturan terkontrol (misalnya, di laboratorium) atau
pengaturan yang tidak terkendali (misalnya, dalam pengaturan alam seperti
klinik rawat jalan). Data dikumpulkan dan dianalisis dan hasil diinterpretasikan
untuk menentukan apakah solusi mencoba telah efektif. (Afrilia, dkk. 2015).
2. Proses Pemecahan Masalah
Banyak masalah perawat memerlukan tindakan segera. Perawat tidak punya
waktu untuk proses formal riset dan analisis yang ditentukan oleh metode
ilmiah. Oleh karena itu, belajar metode yang terorganisir untuk pemecahan
masalah sangat berharga. Salah satu metode praktis untuk pemecahan masalah
adalah untuk mengikuti proses tujuh langkah ini : (Afrilia, dkk. 2015).
a) Menetapkan Masalah
Bagian terpenting dan pemecahan masalah ini mendefinisikan
masalah. Bagaimana masalah yang dirasakan menentukan solusi atau
menidentifikasi perubahan yang dibutuhkan. Manajer perawat
mengidentifikasi masalah sebagai permulaan kebiasaan dari apa yang ia
rasakan menjadi keadaan yang diinginkan. Manajer perawat
bertanggungjawab tidak hanya untuk berurusan dengan situasi saat ini, tetapi
juga untuk berurusan dengan tinjauan situasi yang akan datang.
Definisi masalah harus pernyataan deskriptif uraian tersebut bukan
penghukuman atau kesimpulan. Jika satu pernyataan masalah dengan
penghakiman dimulai, solusi yang mungkin sama menghakimi, dan unsur-
unsur deskriptif yang kritis dapat diabaikan. Jika manajer perawat
mendefinisikan masalah diatas sebagai ketidakdewasaan dan kembali ke
membuat jadwal tanpa lebih lanjut fakta semua, masalah yang ringan bisa
berkembang menjadi krisis yang penuh sesak nafas. (Afrilia, dkk. 2015).

b) Mengumpulkan Informasi
Pemecahan masalah dimulai dengan mengumpulkan fakta-fakta.
Pengumpulan informasi ini memulai pencarian fakta tambahan yang
memberikan petunjuk untuk ruang lingkup dan pemecahan masalah. Sebuah
hati-hati, sistematis, pencarian lengkap memfasilitasi pencapaian tujuan dan
mengevaluasi efek posible dari solusi. Informasi yang dikumpulkan mungkin
akan menjadi kombinasi fakta dan perasaan. Manajer harus memperoleh
deskripsi yang relevan, valid, akurat, dan rinci dari orang-orang atau sumber
yang sesuai dan menempatkan informasi secara tertulis.Langkah ini
mendorong orang untuk melaporkan fakta-fakta secara akurat. Namun
informasi yang dikumpulkan mungkin tidak akan pernah selesai. Beberapa
data akan sia-sia, beberapa tidak akurat, tetapi beberapa akan berguna untuk
mengembangkan ide-ide inovatif layak mengejar. (Afrilia, dkk. 2015).
c) Analisis informasi

Menganalisis informasi hanya jika semua itu telah disortir ke dalam


beberapa pengaturan tertib. Berikut ini disarankan :

a. Mengkategorikan informasi dalam rangka keandalan


b. Informasi Daftardari yang paling penting untuk paling tidak penting
c. Mengatur informasi keurutan waktu. Apa yang terjadi dulu?
Selanjutnya? apa yang datang sebelumnya?
d. Mengatur informasi dalam hal sebab dan akibat. Apakah A
menyebabkan B, atau sebaliknya?
e. Mengklasifikasikan informasi dalam kategori: faktor manusia, seperti
kepribadian, kematangan, pendidikan, usia, hubungan antara orang-
orang, dan masalah diluar organisasi; faktor teknis, seperti keterampilan
keperawatan atau jenis unit; Faktor temporal, seperti panjang
pelayanan, lembur, jenis shift, dan pergeseran ganda dan factor
kebijakan, seperti prosedur organisasi atau aturanyang berlaku
untukmasalah, masalah hukum, dan isu-isu etis.
f. Pertimbangkanberapa lamasituasitelah berlangsung.
Karena tidak ada jumlah informasi yang pernah lengkap atau cukup
komprehensif, keterampilan berpikir kritis yang penting bagi
kemampuan manajer untuk memeriksa asumsi, bukti, dan konflik nilai
potensial. (Afrilia, dkk. 2015).

d) Mengembangkan solusi
Sebagai manajer perawat atau kelompok menganalisis informasi,
banyak solusi yang mungkin akan menyarankan mereka. Ini harus ditulis
dan rencana dibuat untuk segera mulai mengembangkan yang terbaik dari
mereka. Hal ini tidak bijaksana untuk membatasi pertimbangan hanya
untuk solusi sederhana, karena hal itu dapat menghambat pemikiran kreatif
dan menyebabkan lebih konsentrasi pada detail. Mengembangkan solusi
alternatif memungkinkan untuk menggabungkan bagian terbaik dari
beberapa solusi dalam satu unggul. Juga, alternatif yang berharga dalam
hal solusi urutan pertama terbukti mustahil untuk melaksanakan.
Ketika menjelajahi veriety solusi, manajer perawat harus menjaga
sikap kritis terhadap cara masalah telah ditangani di masa lalu. Beberapa
masalah telah memiliki sejarah lama berdiri pada saat mereka mencapai
manajer perawat, dan attempes mungkin telah dibuat untuk menyelesaikan
mereka selama jangka waktu yang panjang. "Kami mencoba ini
sebelumnya dan itu tidak berhasil," sering dikatakan dan mungkin berlaku
atau lebih mungkin, mungkin tidak berlaku dalam situasi yang berubah.
Pengalaman masa lalu mungkin tidak selalu menyediakan jawaban,
tetapi dapat membantu proses berpikir kritis dan membantu
mempersiapkan untuk pemecahan masalah di masa depan. Manajer
perawat dan lain-lain dapat meninjau literatur, menghadiri seminar yang
relevan, dan ide-ide brainstrom. Kadang-kadang orang lain telah
memecahkan masalah yang sama dan metode-metode dapat diterapkan
untuk masalah sebanding. (Afrilia, dkk. 2015).
e) Membuat keputusan
Setelah meninjau daftar solusi potensial, manajer perawat harus
memilih salah satu yang paling layak dan satifactory dan memiliki
konsekuensi yang tidak diinginkan paling sedikit . Beberapa solusi harus
diberlakukan dengan cepat ; hal disiplin atau kompromi dalam
keselamatan pasien, misalnya membutuhkan intervensi langsung. Perawat
manager should memiliki di muka kewenangan untuk bertindak dalam
keadaan darurat dan mengetahui hukuman yang akan dikenakan untuk
berbagai pelanggaran.
Jika masalah adalah salah satu teknis dan solusinya membawa
perubahan dalam metode melakukan pekerjaan atau menggunakan
peralatan baru, mungkin ada perlawanan. Semua orang menjadi terganggu
oleh perubahan yang menyusun ulang pola kebiasaan di sana dan threanten
keamanan pribadi atau status banyak solusi gagal karena manajer tidak Lat
perubahan tadi proses perubahan yang harus dilakukan sebelum solusi
dapat diimplementasikan. Jika solusi melibatkan orang-orang yang akan
terpengaruh oleh itu, jika mungkin, atau setidaknya memberitahu mereka
tentang proses. (Afrilia, dkk. 2015).
f) Melaksanakan keputusan.
Setelah solusi telah Manajer mengimplementasikan keputusan
setelah memilih tindakan yang terbaik. Jika masalah baru yang tak terduga
muncul setelah implementasi, manajer harus mengevaluasi hambatan
tersebut secermat masalah lainnya. Manajer perawat harus hati-hati,
bagaimanapun, tidak meninggalkan solusi yang bisa diterapkan hanya
karena beberapa orang ab dll. Sebuah minoritas akan selalu. Jika langkah-
langkah sebelumnya dalam proses pemecahan masalah yang pernah
diikuti, solusi telah hati-hati dipikirkan, dan potensi masalah telah
ditangani, implementasi harus bergerak maju. Perawat harus ingat bahwa
tidak ada solusi yang sempurna dan bahwa terlepas dari manfaat, semua
perubahan adalah stres. (Afrilia, dkk. 2015).
g) Mengevaluasi solusi
Setelah solusi telah dilaksanakan, perawat harus meninjau rencana
dilembagakan dan membandingkan hasil aktual dan manfaat bagi orang-
orang dari solusi ideal . Orang-orang cenderung untuk jatuh kembali ke
pola lama kebiasaan, hanya memberikan lip service untuk berubah dan
melakukan perilaku lama yang sama . Para perawat harus bertanya , adalah
solusi diimplementasikan ? Jika demikian, adalah hasil yang lebih baik
atau lebih buruk dari yang diharapkan ? Jika mereka lebih baik , perubahan
apa yang telah memberikan kontribusi tinggi terhadap keberhasilan ?
Bagaimana kita dapat memastikan bahwa solusi terus digunakan dan
bekerja ? Seperti pemeriksaan berkala memberikan pemahaman yang
berharga manajer perawat dan pengalaman untuk digunakan dalam situasi
lain dan membuat proses pemecahan masalah di lapangan. Jika manajer
perawat mengevaluasi hasilnya untuk memastikan bahwa masalah
memang telah diselesaikan dan dibangun di atas pengalaman, pemecahan
masalah menjadi keterampilan ahli yang perawat dapat gunakan di seluruh
karir manajemen. Manajer perawat bertanggung jawab untuk :
1) Pelacakan dan mengidentifikasi berulang masalah kinerja negatif pada
unit
2) Menganalisis hasil yang merugikan untuk menentukan faktor-faktor
apa yang berkontribusi pada hasil,
3) Memberdayakan staf untuk meningkatkan proses kerja pada unit,
4) Memahami struktur organisasi dan membantu staf dalam bekerja
dengan departemen lain dalam organisasi, dan
5) Termasuk "pelajaran" agenda pada rapat staf, sesuai kebutuhan, untuk
meninjau dengan staf bagaimana masalah telah diselesaikan dalam
unit. (Afrilia, dkk. 2015).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Beragamnya bentuk krisis menuntut kesiapan pemimpin pada saat
kapanpun. Selama keadaan krisis seorang pemimpin harus dapat membiarkan
anggotanya mengekspresikan pendapat mereka secara bebas dan menghargai
reaksi mereka. Kondisi yang menurun pada organisasi karena dampak krisis
menjadi tantangan bagi pemimpin untuk mengubahnya kembali menanjak,
meski harus memakan waktu yang cukup lama. Kualitas seorang pemimpin bisa
teruji ketika masa-masa krisis. Cara pemimpin menyikapi kondisi krisis dapat
menjadi salah satu indikator penilaian kualitasnya. Jika pemimpin mampu
memaksimalkan peluang dari keterbatasan, maka yang demikian dapat disebut
sebagai pemimpin kreatif. Namun, jika pemimpin hanya mampu mendapatkan
peluang dari sumber daya yang tanpa batas, hal itu hanya dapat disebut sebagai
pemimpin beruntungan. Sangat jelas perbedaan antara pemimpin yang terbiasa
dalam kondisi serba terbatas dengan pemimpin yang hanya terbiasa dalam
kondisi serba tanpa batas. Mereka yang mampu memimpin pada kondisi terbatas
lebih menarik untuk ditunggu cerita suksesnya. (Fener & Cevik, 2015).
Masalah adalah keadaan psikologis ketidaknyamanan yang dihasilkan
dari konfrontasi dengan stimulus situasional yang satu tidak memiliki respon
tersedia. Masalah dengan yang manajer perawat yang dilanda mungkin
berhubungan dengan kepegawaian kinerja, proses kerja, atau produk kerja.
Pemecahan Masalah adalah Proses penyelesaian masalah dimulai
mengumpulkan informasi yang terkait dengan gejala dan masalah yang dihadapi,
hingga kepada penyelesaian masalah yang mungkin dapat dilakukan. (Afrilia,
dkk. 2015).
B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat terus mengingat dan
mengupdate pengetahuan seputaran keperawatan terkini agar mehasiswa bisa
mulai belajar mengenai kepemimpinan situasi krisis dan problem solving
khususnya dalam bidang keperawatan. Sehingga ketika sudah masuk ke dalam
dunia kerja dapat menerapkan hal-hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Afrilia Mentari, dkk. 2015. Management Keperawatan Problem Solving. Padalarang :

Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo

Borromeus

Fener, Tugba & Cevik, Tugce. (2015). Leadership in crisis management: Separation of
leadership and executive concepts. Procedia Economics and Finance, 26. 695-
701

Anda mungkin juga menyukai