Anda di halaman 1dari 5

Jelaskan juga bagaimana kiat manajemen bagi pemimpin yang sedang menaglami krisis

Manajemen Krisis

Pada situasi krisis dibutuhkan peran pemimpin dalam melakukan manajemen krisis. Manajemen
krisis bagi seorang pemimpin ibarat sebuah seni dalam mengubah kurva yang menurun menjadi
kembali menanjak. Bayazit (dalam Fener & Cevik, 2015) menjelaskan bahwa terdapat tiga
proses manajemen yang umumnya digunakan untuk mengatasi krisis pada sebuah organisasi,
yaitu: manajemen pra-krisis, manajemen krisis, dan manajemen pasca-krisis.

Dalam masa pra-krisis (1), manajemen perlu memahami indikator-indikator krisis. Manajemen
juga perlu mengubah kondisi krisis yang berpotensi datang, menjadi sebuah kesiapan dalam
mencari peluang. Selanjutnya dalam (2) masa krisis, manajemen perlu melakukan tindakan
pencegahan untuk menghindari krisis yang lebih besar. Selanjutnya ketika krisis berakhir, masa
(3) pasca krisis pun dimulai. Pada masa ini pemimpin akan menemukan solusi tepat yang
disesuaikan dengan perubahan, solusi yang membawa dimensi baru pada aktivitas dan strategi
mereka.

Kerangka Kerja Manajemen Krisis

Perubahan menuntut fleksibilitas organisasi dalam berkembang dan cara berpikir setiap
anggotanya untuk lebih kreatif. Mental anggota organisasi, pada saat krisis, akan cenderung
membutuhkan penyesuaian. Bahkan ada anggota yang menjadi pesimis saat menghadapi krisis.
Keadaan demikian dapat dimaklumi karena krisis selalu memberikan efek kejut bagi mereka
yang belum pernah mengalaminya. Ketidaksiapan, frustasi, dan hal-hal negatif lainnya secara
umum mewarnai lingkungan organisasi.

Langkah pertama yang butuh diambil oleh pemimpin adalah membangun komunikasi yang
penuh empati dan motivasi kepada anggotanya tanpa ada satupun yang terlewati. Penting untuk
pemimpin memberikan pesan-pesan yang menenangkan demi menjaga stabilitas mental setiap
anggotanya. Ketegaran yang ditunjukan oleh pemimpin adalah representasi tangguhnya
organisasi, sekaligus menjadi pemicu semangat bagi setiap anggota.

Langkah kedua, pemimpin dalam manajemen krisis butuh membangun nuansa yang menjadikan
setiap anggotanya terus berkembang. Situasi krisis merupakan waktu yang tepat untuk seluruh
anggota organisasi belajar secara holistik melihat fenomena yang dialami oleh organisasi dan
penerima manfaatnya. Langkah ketiga, menjalin kemitraan dengan mitra terkait. Tujuannya
adalah untuk menyelesaikan krisis bersama-sama.

Pemimpin harus memaksimalkan koneksi kemitraan yang dimiliki selama ini untuk meringankan
resiko yang ditanggung organisasi. Dengan demikian pemimpin akhirnya dapat memetakan
mitra-mitra yang bersedia untuk bersinergi dalam jangka panjang, karena telah teruji loyalitasnya
pada situasi yang tidak menguntungkan. Langkah keempat, pemimpin butuh merencanakan
strategi untuk menghadapi situasi selama krisis. Menjadi hal yang mutlak jika organisasi
mengalami kerugian selama krisis, maka sikap untuk meminimalisir resiko adalah sikap yang
cermat.

Setiap kerugian yang dialami organisasi harus dihitung dengan teliti. Sangat penting untuk
organisasi memikirkan batas kerugian yang dapat diterima. Pemimpin juga butuh merencanakan
strategi menyambut pasca-krisis dengan penuh semangat. Bagaimanapun optimisme harus
disambut dengan perencanaan yang matang, agar kondisi pasca-krisis menjadi momen bagi
organisasi untuk lebih kontributif.

Sikap Kepemimpinan dalam Krisis

Kesatuan antara apa yang direncanakan, disampaikan, dan dijalankan sebaiknya tercermin pada
diri pemimpin. Terlebih pada situasi krisis, anggota akan melihat pemimpinnya sebagai role
model. Bisa saja anggota tersebut belum memiliki pengalaman menghadapi krisis sebanyak yang
dihadapi oleh pemimpinnya. Maka dengan demikian, sangat wajar jika anggota menaruh
ekspektasi yang besar pada pemimpinnya. Namun pemimpin tetaplah manusia yang tidak luput
dari keliru. Sehingga ekspektasi anggota bisa saja tidak terpenuhi.

Di lain sisi, suatu sikap yang akan menjadikan pemimpin tetap berwibawa ketika melakukan
kesalahan adalah meminta maaf kepada siapa saja yang merasa dirugikan akibat kekeliruan
tindakannya. Meminta maaf mungkin tidak cukup sehingga bisa saja membuat hilangnya
sebagian loyalitas, tapi tidak dengan integritas.
Memimpin turut menuntut kita untuk bersikap lebih altruis. Memikirkan orang lain lebih banyak
bila dibanding diri sendiri. Sebagaimana peribahasa Belanda mengajarkan “leiden is lijden” yang
artinya memimpin itu menderita. Memimpin bukan bertujuan untuk menjadikan anggota sebagai
katrol untuk meningkatkan keuntungan pribadi, tapi memimpin bertujuan untuk mengembangkan
potensi anggota yang dimilikinya dan menjadikan mereka lebih berharga bila dibanding
sebelumnya.

2. Coba jelaskan secara teoritis dengan konsep kepemimpinan transformasional dan conoth
disekitar anda dalam prakteknya.

Apa itu kepemimpinan transformasional?

Istilah “kepemimpinan transformasional” bukanlah sebuah hal baru; istilah ini diciptakan oleh
James MacGregor Burns pada tahun 1978, namun baru dikenal luas dalam beberapa tahun
terakhir. Kepemimpinan transformasional atau transformational leadership adalah sebuah gaya
kepemimpinan yang mengidentifikasi perubahan yang diperlukan, menyusun visi yang akan
membuka jalan bagi perubahan yang dibuat dan melaksanakan rencana yang diperlukan agar
perubahan tersebut terjadi. Sangat mudah untuk melihat mengapa gaya kepemimpinan ini
penting dalam dunia yang senantiasa berubah saat ini.

Karakter para pemimpin transformasional

Visioner

Pemimpin transformasional haruslah visioner, agar dapat memprediksi kondisi yang ideal bagi
perusahaan mereka sebelum merencanakan perubahan untuk mencapai visi tersebut. Untuk
mengembangkan suatu visi bagi perusahaan mereka, para pemimpin transformasional harus
memiliki pola pikir optimis tentang perkembangan industri, dan terus-menerus menganalisis
bagaimana perkembangan tersebut dapat berdampak pada industri dan perusahaan mereka.

 Menginspirasi

Perubahan dalam perusahaan tidak dapat diterapkan secara paksa, karena metode ini
membutuhkan adanya pengawasan konstan, yang berarti terbuangnya sumber daya dengan sia-
sia. Perubahan harus dilakukan dengan disertai perubahan pemikiran, pola pikir, dan perilaku
secara bertahap. Inilah alasan mengapa pemimpin transformasional harus dapat menjadi
inspirasi; memberikan teladan yang etis, empatis, tulus, optimis, serta berwibawa. Dengan
menunjukkan atribut positif tersebut, akan secara otomatis menginspirasi para pegawai yang
berada di sekitarnya dan memudahkan terlaksananya perubahan yang diperlukan

Kemampuan beradaptasi

Tujuan para pemimpin transformasional adalah untuk menciptakan perubahan yang positif. Oleh
sebab itu, mereka harus dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja yang dinamis. Mereka
mencari cara untuk meminimalisir risiko yang dihasilkan dari berbagai implementasi dan
perubahan baru, menjawab tantangan dari dinamika pasar yang baru, serta mencoba-coba
berbagai metode untuk melakukan tugas-tugas tertentu demi kemajuan perusahaan.

Berpikiran terbuka

Untuk dapat menerapkan perubahan, harus ada penerimaan nilai-nilai dan prosedur baru terlebih
dahulu. Para pimpinan dituntut untuk memiliki pemikiran terbuka terkait metode baru yang
diusulkan. Para pimpinan harus berusaha untuk tidak bersikap konservatif atau skeptis;
menunjukkan kemauan untuk mencoba merupakan suatu sinyal bagi para pegawai untuk
berpiki;4ran terbuka pula, sebuah kekuatan ‘halus’ yang mendorong adanya inovasi dan
perubahan dalam perusahaan.

Progresif

Sesuatu yang transformasional melibatkan adanya perubahan dan peningkatan, atau pada
dasarnya mengalami kemajuan. Oleh sebab itu, pemimpin yang memiliki tujuan transformasional
haruslah bersifat progresif; bersedia menerima gagasan dan praktik terbaik industri yang akan
meningkatkan standar perusahaan dalam berbagai aspek. Mereka tidak takut untuk menjajaki
area-area baru, selama dinilai akan menguntungkan di masa depan. Contoh kepemimpinan
transformasional di dalam organisasi perusahaan adalah ketika seorang manajer yang
memberikan ruang sebesar-besarnya untuk anggotanya agar mampu mengeluarkan kreasi
terbaiknya. Selain itu, manajer ini juga akan sering mendorong anggotanya untuk meningkatkan
semangat serta antusiasme anggota dalam bekerja serta membangun hubungan yang dekat secara
emosional.

Contoh kepemimpinan transformasional yang dimiliki pemimpin dunia salah satunya adalah
Mahatma Gandhi. Gandhi menggunakan pendekatan yang lembut dan humanis sehingga dia
dicintai oleh banyak sekali orang hingga saat ini.
Dalam kepemimpinan modern, Ignasius Jonan yang sempat memimpin PT Kereta Api Indonesia
juga merupakan contoh pemimpin transformasional. Kepemimpinannya berhasil
mentransformasi PT KAI dengan melakukan pembenahan di sisi internal yaitu dengan mengubah
mindset karyawan dari product oriented menjadi customer oriented.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Seseorang dengan gaya kepemimpinan seperti ini memiliki ciri-ciri:

Mengajak anggota untuk mengambil keputusan.

Mengutamakan diskusi dalam memunculkan ide.

Menganggap setara para anggota.

Tertarik pada gagasan orisinil anggota.

3. Gaya Kepemimpinan Suportif

Seseorang dengan gaya kepemimpinan seperti ini memiliki ciri-ciri:

Menyediakan kebutuhan anggota.

Terlibat bersama anggota untuk memecahkan masalah.

Menggunakan pendekatan personal dalam interaksi bersama anggota.

Mengutamakan hubungan dengan anggota dibandingkan pencapaian target.

https://finance.detik.com/solusiukm/d-6341516/mengenal-kepemimpinan-transformasional-dan-
contohnya#:~:text=Contoh%20kepemimpinan%20transformasional%20di%20dalam,agar
%20mampu%20mengeluarkan%20kreasi%20terbaiknya.

https://www.jobstreet.co.id/id/cms/employer/kepemimpinan-transformasional-definisi-kualitas-
dan-dampaknya-terhadap-hr/#:~:text=Kepemimpinan%20transformasional%20atau
%20transformational%20leadership,diperlukan%20agar%20perubahan%20tersebut%20terjadi.

https://www.quipper.com/id/blog/quipper-campus/campus-life/n-macam-macam-gaya-
kepemimpinan/#:~:text=Secara%20umum%2C%20terdapat%207%20macam,faire%2C
%20karismatik%2C%20dan%20otokratis.

Anda mungkin juga menyukai