Anda di halaman 1dari 4

1.

Pada situasi krisis yang dibutuhkan peran pemimpin dalam melakukan manajemen
krisis. Manajemen krisis bagi seorang pemimpin seperti sebuah seni dalam mengubah
kurva yang menjadi kembali menanjak.

Langkah pertama yang dibutuhkan oleh pemimpin adalah membangun komunikasi yang
penuh empati dan motivasi kepada anggotanya tanpa ada yang terlewati. Penting untuk
memberikan pesan-pesan yang memastikan demi menjaga mental setiap
anggotanya. Ketegaran yang ditunjuk oleh pemimpin adalah representasi tangguhnya
organisasi, sekaligus menjadi pemicu semangat bagi setiap anggota.
Langkah kedua, pemimpin dalam manajemen krisis membutuhkan nuansa yang menjadikan
setiap anggotanya terus berkembang. Situasi krisis merupakan waktu yang tepat untuk
seluruh anggota organisasi belajar secara holistik melihat fenomena yang dialami oleh
organisasi dan penerima manfaat. Langkah ketiga, menjalin kemitraan dengan mitra
terkait. tujuannya adalah untuk menyelesaikan krisis bersama-sama.
Pemimpin harus memaksimalkan koneksi kemitraan yang dimiliki selama ini untuk
meringankan resiko yang ditanggung organisasi. Dengan demikian, pemimpin dapat berharap
mitra-mitra yang menawarkan untuk bersinergi dalam jangka panjang, karena telah teruji
loyalitasnya pada situasi yang tidak menguntungkan. Langkah keempat, pemimpin butuh
merencanakan strategi untuk menghadapi situasi selama krisis. Menjadi hal yang mutlak jika
mengalami kerugian selama krisis, maka sikap untuk meminimalkan risiko adalah sikap yang
cermat.

Kiat Manajemen bagi pemimpin yang mengalami krisis

- Menjadi Visioner

Di dalam dunia kerja, bukan hanya tantangan yang akan kita hadapi, namun

juga beberapa keuntungan lainnya yang dapat diraih setelah menghadapi semua ujian

tersebut. Penting bagi kita untuk menjadi seorang yang visioner agar kita dapat

memvisualisasikan masa depan karier atau bisnis kita.

- Memimpin dengan Rasa Empati.

Beberapa krisis yang terjadi perlu dikelola dengan perasaan empati yang

tinggi. Apabila kita menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang ada tanpa rasa
empati, maka semuanya akan semakin kacau. Permintaan maaf yang sederhana dan

tulus selalu menjadi solusi yang terbaik bagi banyak permasalahan. Hal ini dilakukan

karena kita mengerti perasaan dan kekecewaan mereka atas kesalahan kita yang tidak

disengaja. Selain itu, ini juga dapat membantu menghentikan informasi-informasi

negatif yang bisa saja dipublikasikan oleh media sosial atau media berita lainnya.

- Jangan Selalu Menghindari Risiko.

Kebanyakan para perusahaan dan bisnis yang sedang mengalami krisis atau

membuat suatu kesalahan, mereka memiliki divisi hubungan masyarakat (humas)

yang sangat defensif untuk membela dan menutup-nutupi kesalahan yang telah

diperbuat oleh perusahaan mereka. Mereka menutupinya dengan sangat baik. Bahkan,

tidak sedikit perusahaan yang mencoba ‘menutup mulut’ dari para klien agar tidak

membeberkan permasalahan yang ada kepada awak media. Jadi, cara menghadapi

manajemen krisis yang ketiga adalah bertanggung jawab atas segala yang kita lakukan, bukan
terus-menerus menghindari risiko yang berdatangan, itulah cara

mengelola manajemen krisis seperti para pemimpin yang hebat.

- Mengambil Tindakan dengan Cepat dan Tepat.


- Tetap tenang.

2. Model kepemimpinan yang efektif dan telah diterapkan di berbagai organisasi


internasional yang mengelola hubungan antara pemimpin dan pengikutnya dengan
menekankan pada beberapa factor antara lain perhatian (attention), komunikasi
(communication), kepercayaan (trust), rasa hormat (respect) dan resiko (risk).

Kepemimpinan transformasional, pengikut menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya
pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, san
menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut
merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi
untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya. Efek-efek transformasional
dicapai dengan menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang
diindividualisasi serta stimulasi intelektual. Pada umumnya, para pemimpin transformasional
memformulasikan sebuah visi, mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya,
melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan nilai-nilai
baru.

Kepemimpinan transformasional berbeda dengan isi konsep kepemimpinan


menstransformasinya Burns. Menurut Burns, formulasi kepemimpinan mentransformasi
sebagai berikut.

1. Antara pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama yang mencerminkan nilai-nilai,
motivasi, keinginan, kebutugan, aspirasi, dan harapan mereka. Pemimpin memperhatikan
tujuan tersebut dan bertindak atas nama dirinya sendiri dan atas nama para pengikutnya.

2. Walaupun pemimpin dan pengikut mempunyai tujuab bersama, akan tetapi tingkat
motivasi dan potensi mereka untuk mencapai tujuan tersebut berbeda.

3. Kepemimpinan mentransformasi berusaha mengembangkan sistem dengan mengemukakan


visi yang mendorong berkembangnya masyarakat baru. Visi ini menghubungkan nilai-nilai
pemimpin dan pengikut kemudia menyatukannya.

4. Kepemimpinan mentransformasi mengajarkan para pengikut bagaimana menjadi


pemimpin dengan melaksanakan peran aktif dalam perubahan. Ikut sertanya pengikut dalam
perubahan secara aktif membuat pengikut menjadi pemimpin.

5. Tingkat yang tertinggi dari kepemimpinan mentransformasi menurut Burns adalah


terciptanya dan terlaksananya nilai-nilai akhir yang meliputi keadilan, kebebasan,
kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan dalam masyarakat.

3. Teori Gaya Kepemimpinan

Stoner (1996:165), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

(leadership style) adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh

pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Stoner

membagi dua gaya kepemimpinan yaitu:

(1) Gaya yang berorientasi pada tugas, mengawasi pegawai secara ketat
untuk memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan.

(2) Gaya yang berorientasi pada pegawai, lebih menekankan pada

memotivasi ketimbang pengendalian bawahan. Gaya ini menjalin

hubungan bersahabat, saling percaya, dan saling menghargai dengan

pegawai yang sering kali diizinkan untuk berpartisapasi dalam

membuat keputusan yang mempengaruhi mereka.

https://swa.co.id/swa/my-article/seni-memimpin-dalam-krisis

https://www.studilmu.com/blogs/details/5-cara-manajemen-krisis-ala-pemimpin-hebat

https://pemimpin.id

https://media.neliti.com

Anda mungkin juga menyukai