Kunci keberhasilan perusahaan adalah kesadaran bahwa apapun bisnis yang dikerjakan, bisnis
sejati adalah membangun para pemimpin. Pemilik perusahaan menyadari dan
manyatakan “People are our greatest asset - Sumber daya manusia adalah aset kita yang
terbesar”, namun untuk menciptakan manajer dan eksekutif yang profesional tidaklah mudah,
perlu dipilih, dilatih dan dikembangkan agar menjadi pemimpin yang berhasil dan mampu
mensukseskan setiap program bisnis perusahaan.
Berbagai perusahaan sekarang ini, seperti Amex, telah membuat program pengembangan
kepemimpinan yang serius dilengkapi dengan matriks, insentif, target-target, nilai dan kalender.
Pengembangan SDM ini bisa dilakukan secara terpadu dengan konsep dan prinsip ; Manajemen
SDM Berbasis Kompetensi, Manajemen SDM Berbasis Talenta, Pelatihan Berbasis
Kompetensi, Pusat Pelatihan dan Pengembangan Profesional Berkelanjutan, semua hal ini bisa
diperoleh melalui implementasi orgnisasi belajar dan manajemen.
Berdasarkan uraian di atas, coba anda jelaskan :
1)Beberapa pedoman yang diharapkan bisa menjadikan seorang pemimpin yang mampu
mengembangkan, menjaga dan mampu menghadapi berbagai tantangan
2) Pengembangan profesional berkelanjutan
3) strategi membangun subsistem belajar oleh Marquardt dan jelaskan pula mengenai tingkatan
belajar (level of learning)
JAWABAN
1. Berikut adalah beberapa pedoman kunci yang diharapkan bisa menjadikan seorang pemimpin
yang mampu mengembangkan, menjaga, dan mampu menghadapi berbagai tantangan, antara
lain:
a. Jadilah pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tidak berfokus pada dirinya
sendiri tetapi bertujuan mendatangkan berkat bagi yang dipimpinnya (lead to bless
leader).
Pemimpin ini berfokus pada dua tujuan yang saling melengkapi, yaitu perusahaan
menjadi sejahtera (fit dan prosper) dan karyawan menjadi bahagia (happy). Dari sisi
sumber daya manusia, ini adalah pendekatan yang baru dalam memandang karyawan.
Karyawan tidak lagi hanya dipandang sebagai human capital, tetapi sudah sebagai human
being. Kepemimpinan yang seperti ini berfokus pada pemenuhan manusia seutuhnya
untuk mencapai kemakmuran material dan bukan sebaliknya. Pemimpin lead to bless ini
jika dibedah terdiri dari hati (the heart) berperan sebagai karakternya, kepala (the head)
atau talenta sebagai fondasi kompetensinya, tangan kirinya yang berfungsi sebagai the
working hand, dan tangan kanannya yang berfungsi sebagai the loving hand.
Berdasarkan karakternya, ada pemimpin yang memiliki hati sebagai penjajah,
penyamun, pengawas, dan sebagai petani. Di sisi lain, ada juga pemimpin yang
mempunyai hati penggembala, pelayan, dan juga sebagai orang tua (parent). Dilihat dari
talentanya, Paulus (2009) membagi pemimpin menjadi tujuh, yaitu Sang Pemimpi (The
Dreamer), Sang Perancang (The Architect), Sang Pembangun (The Builder), Sang
Penajam (The Sharper), Sang Pemburu (The Reinverter), Sang Penuai (The Harvester),
dan Sang Pelaksana (The Operator). Dalam kondisi tertentu dibutuhkan pemimpin
dengan talenta tertentu, dan setiap tipe pemimpin akan lebih cocok dipasangkan dengan
pemimpin tipe tertentu.
The Hand of a Leader adalah tangan yang mempraktekkan talentanya tersebut. Ini
menunjukkan bagaimana seseorang berkiprah secara langsung untuk membuktikan
bahwa di bawah kepemimpinannya perusahaan dan karyawan akan menggapai sukses.
Tangan kiri (the working hand) mempunyai 10 fokus yang harus diperhatikan sebagai
seorang pemimpin bisnis. Fokus pertama dan terutama adalah pelanggan (customer).
Kemudian disusul oleh daftar C berikutnya, yaitu competitiveness, channel of
distribution, core competence, culture and character, collaboration, commercial,
community development, capital, dan control the destiny. Tangan inilah yang akan
memastikan perusahaan sejahtera (fit dan prosper).
Tangan kanan (the loving hand) akan memastikan karyawan bahagia. Tangan
yang penuh belas kasihan dari pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan luka
batin yang dialami karyawan ketika berhubungan dengan pemasok dan pelanggan.
Tangan kanan ini mempunyai peran sebagai Commander, Communicator, Conductor,
Converter, dan Comforter; serta mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
Comprehension, Correction, Connection, Celebration, dan Compensation.
b. Jadilah pemimpin yang mampu menilai orang lain, berkomunikasi, memotivasi,
dan menyesuaikan diri.
Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang baik sebagai
pemimpin di depan bawahan atau orang lain. Memberi contoh peran atau role modeling
pada orang lain akan merefleksikan siapa pemimpin itu sebenarnya. Contoh peran ini
harus orisinil dan tidak dibuat-buat. Keteladanan ini adalah landasan kuat untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan harapan. Melalui keteladanan
seorang pemimpin akan mampu menyampaikan budaya organisasi / institusi kepada
orang lain.
Pemimpin yang menghargai budaya organisasi akan dapat menghormati kebijakan
yang berlaku dan hal ini akan diikuti oleh pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga harus
mampu memperlihatkan kebiasaan bekerja dengan baik, profesional, dan mengandung
makna keamanan, kenyamanan, dan keselamatan kerja yang selalu dipertahankan. Untuk
menjadi pemimpin yang baik, ia harus menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk
mencapai tujuan. Sumber inspirasi ini ditunjukkan dari sikap kepemimpinan, cara
berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan bertindak yang tepat sebagai pemimpin
dari seorang pemimpin.
d. Biasakanlah berpikir kritis
Selalu berpikir harus dimiliki oleh setiap pemimpin sebab pemimpin sering
menggunakan imajinasi dan teknik penyelesaian masalah kreatif yang berasal dari
kemampuan berpikir kritis. Kemampuan kritis seorang pemimpin melandasi pelaksanaan
fungsi kepemimpinan yang juga meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali
ide-ide kreatif, memberikan ide cemerlang pada suatu pertemuan serta menciptakan
terobosan yang dapat meningkatkan produktivitas tanpa meningkatkan beban kerja
bawahan merupakan hasil upaya berpikir seorang pemimpin. Hal ini akan menghasilkan
sesuatu yang lebih optimal apabila pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang
handal dan kerja sama yang berdasarkan pada motivasi yang terpelihara dengan baik.
Untuk mencapai situasi ini sang pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi
banyak orang melalui beberapa cara seperti misalnya memberi petunjuk, instruksi, dan
delegasi.
Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ) menjadi salah satu elemen yang
harus dimiliki seseorang pebisnis di samping EQ dan IQ. Banyak pemimpin perusahaan
yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan karena memiliki
kecerdasan spiritual. Dalam konsepnya ini, Danah Zohar mengatakan bahwa salah satu
tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani atau servant
leadership.
Servant leadership adalah kepemimpinan yang berfokus pada melayani pihak lain.
Keberadaan seorang servant leader di sebuah perusahaan akan memberikan sesuatu yang
positif seperti budaya pelayanan yang prima dalam perusahaan.
Jika pemimpin bisa membuat para pelanggan dan karyawannya puas terhadap
organisasi atau perusahaannya maka itu bisa berarti sang pemimpin bisa membawa
perusahaan untuk menuju kesuksesan yang bisa berjalan secara berkesinambungan dalam
jangka panjang. Hal itu akan menciptakan perusahaan yang sehat baik dari segi finansial
maupun kepuasan para stakeholder. Semua ini karena kepemimpinan yang melayani, di
mana seorang pemimpin akan fokus pada pengembangan individunya. Seorang servant
leader akan menaruh perhatian dan mengembangkan karyawannya. Dampaknya,
karyawan akan percaya, menghargai pemimpinnya dan perusahaan akan mendapatkan
hati dari anak buah. membuat karyawan dengan sendirinya akan memberikan yang
terbaik, loyal dan berusaha keras untuk bisa menciptakan produk-produk baru yang
inovatif sesuai tuntutan konsumen. Bekerja secara efisien dan profesional serta
melakukan proses bisnis secara lebih cepat dari seharusnya. Dari sinilah akan tercipta
nilai tambah bagi pelanggan yang membeli produk dan jasa dari perusahaan. Jika
pelanggan sudah terus membeli, ini akan membuat perusahaan menjadi market leader di
bidangnya.
Menurut John C. Maxwell, pemimpin sejati idealnya memiliki tujuan hidup yang
jelas dan terutama mempunyai minat yang besar untuk memimpin umat manusia menuju
tujuan yang jelas tersebut. Hasil interview John C. Maxwell mengungkapkan bahwa dari
sekian banyak pemimpin perusahaan dan institusi di Amerika ternyata mereka yang telah
berhasil menjadi pemimpin di perusahaan besar ataupun pemimpin massa, adalah mereka
yang mempunyai suatu visi (tujuan hidup) yang jelas serta misi yang dipahaminya.
Maxwell juga menganalisis bahwa sering kali calon pemimpin yang kurang berhasil,
hanya memilih tujuan hidupnya semata untuk memilikinya, tetapi tidak benar-benar
menginginkannya, bahkan tidak punya gairah (desire) untuk mencapainya. Semua hanya
angan-angan, cita-cita setinggi langit, yang hanya dilihat dan dikagumi, tak pernah
berusaha untuk meraihnya. Inilah prinsip pertama dari Maxwell.
Prinsip kedua adalah Growth. Pertumbuhan adalah kata kunci yang penting dalam
proses kepemimpinan, karena memimpin sekelompok manusia bukanlah perkara
mekanis, matematis atau ilmu pasti, melainkan seni manajemen, yang dinamis, fleksibel,
berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. Sesuai dengan interaksi antara manusia yang
dipimpin dengan customer, kompetitor, pemerintah, dan alam.
Maxwell mengingatkan bahwa menjadi pemimpin sejati juga membantu pengikut
untuk menjadi pemimpin-pemimpin baru, pemimpin divisi, pemimpin bagian-bagian
yang lebih kecil, setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Menurut Maxwell,
memimpin akan berhasil dengan lebih cepat dan lebih efektif apabila sang pemimpin
utama juga memberdayakan banyak pemimpin baru, menempatkan pemimpin baru
tersebut sebagai kepala unit, divisi, bagian dsb. Sehingga mereka dapat memberdayakan
unit yang lebih kecil, menjadi rantai penghubung yang memperkuat perputaran pimpinan
utama, sehingga daya gerak dan daya tumbuhnya menjadi bertambah, berkembang
mencapai optimum capacity
Prinsip ketiga adalah Sowing Seed That Benefit Others (SOW). Jika kita melihat
Encarta Thesaurus Dictionary, maka SOW berarti place in the ground dan transplant atau
menanam/menabur.
Prinsip yang disarikan Maxwell dari perusahaan-perusahaan yang bisa bertahan
dan memenangkan hati para pelanggannya umumnya selalu mementingkan nilai dari jasa
atau produknya sehingga selalu memberikan manfaat yang semakin baik bagi
penggunanya bahkan bagi lingkungannya (environmental friendly).
h. Temukan kekuatan diri untuk menjadi seorang pemimpin bagi diri sendiri
3. Marquardt mengemukakan strategi untuk membangun subsistem belajar yang dinamis sebagai
berikut.
1. Mengembangkan program tindakan belajar melalui organisasi.
2. Meningkatkan kemampuan individu untuk belajar bagaimana belajar.
3. Mengembangkan disiplin dialog dalam organisasi.
4. Menciptakan rencana pengembangan karier untuk karyawan.
5. Membangun program pengembangan diri.
6. Membangun keterampilan belajar beregu.
7. Mendorong dan mempraktekkan berpikir sistem untuk mengantisipasi belajar.
8. Mendorong/memperluas pola pikir (mindset) dan belajar perbedaan.
9. Mengubah pola mental relatif untuk belajar.
Menurut Marquardt, membangun organisasi belajar harus memahami model sistem organisasi
belajar. Adapun model sistem belajar terdiri dari beberapa subsistem, yaitu Organisasi, Orang,
Pengetahuan, dan Teknologi. Setiap subsistem saling terkait dan saling mempengaruhi. Jika
sebuah subsistem terganggu atau absen maka subsistem lain akan terpengaruh secara signifikan.
Dalam organisasi belajar ada tiga tingkatan belajar atau level of learning yang terdiri dari:
1, Belajar Individual (Individual Learning)
Belajar individual adalah merujuk pada perubahan keahlian, pandangan, pengetahuan, sikap dan
nilai-nilai yang diperoleh seseorang proses belajar mandiri, belajar berbasis teknologi, dan
observasi, perubahan pandangan atau hasil dari pengamatan.
2. Belajar Kelompok (Group or Team Learning)
Belajar kelompok adalah peningkatan pengetahuan, keahlian dan kompetensi yang dicapai oleh
kelompok secara bersama pembelajaran ini memanfaatkan ketrampilan pengetahuan dan
pengalaman di masa lalu, sehingga tergantung ingatan atau rekaman organisasi, misalnya
kebijakan, strategi atau model implementasi masa lalu.