Anda di halaman 1dari 101

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Mesin Skripsi Sarjana

2018

Kajian Pengaruh AUs Pahat Terhadap


Kekasaran Permukaan pada
Pembubutan Keras Baja Aisi 4340
Menggunakan Pahat Karbida PVD Berlapis

Purba, Ricky Maycel Heskia


Universitas Sumatera Utara

https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/9824
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KAJIAN PENGARUH AUS PAHAT TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN PADA PEMBUBUTAN KERAS BAJA AISI 4340
MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi


Syarat Memperolah Gelar Sarjana Teknik

DISUSUN OLEH :
RICKY MAYCEL HESKIA PURBA
120401072

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN PENGARUH AUS PAHAT TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN PADA PEMBUBUTAN KERAS BAJA AISI 4340
MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

RICKY MAYCEL HESKIA PURBA


NIM. 120401072

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN PENGARUH AUS PAHAT TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN PADA PEMBUBUTAN KERAS BAJA AISI 4340
MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

RICKY MAYCEL HESKIA PURBA


120401072

Telah Diperiksa dan Disetujui Dari Hasil Seminar Skripsi


Periode ke932pada Tanggal28 Februari2018

Disetujui Oleh:

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN PENGARUH AUS PAHAT TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN PADA PEMBUBUTAN KERAS BAJA AISI 4340
MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

Ricky Maycel Hekia Purba


120401072

Diketahui Oleh :

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN PENGARUH AUS PAHAT TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN PADA PEMBUBUTAN KERAS BAJA AISI 4340
MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

Ricky Maycel Heskia Purba


120401072

Telah Diperiksa dan Disetujui Dari Hasil Seminar Skripsi


Periode ke 932pada Tanggal28 Februari2018

Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. ArmansyahGinting, M.Eng.


NIP. 1968 0807 1995 011001

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Industri manufaktur terus ditantang untuk mencapai kualitas dan produktivitas


dari suatu produk yang lebih tinggi agar tetap kompetitif. Maka dari itu tujuan dari
penelitian ini adalah mempelajari pengaruh aus pahat terhadap kekasaran
permukaan (Ra) ketika membubut bahan baja AISI 4340 menggunakan pahat
karbida berlapis AlTiN dengan metode pemesinan keras dan kering, menganalisis
parameter yang mempengaruhi kekasaran permukaan menggunakan perangkat
lunak statistik komersial, membandingkan hasil penelitian dalam konteks variavel
respon kekasaran permukaan dengan pahat karbida PVD berlapis TiCN, dan
menyusun rekomendasi pemelihan pahat PVD. Dalam penelitian ini mengunakan
metode faktorial (mn), dalam hal ini “n” adalah jumlah variabel bebas dan ”m”
adalah variasi magnitude dari kondisi low (L) dan high (H), untuk mengetahui
nilai kekasaran permukaan (Ra) menggunakan alat Stylus Plofilometer. Dari hasil
penelitian maka didapat hasil optimum untuk v = 80 mm/min, f = 0.1 mm/rev, a =
1.945 mm, Ra entry = 1.300 um, Ra end = 1.408 um, VB = 0.2, Desirability =
0.834.

Kata Kunci : Kekasaran permukaan, Pahat PND AlTiN, Aus PAhat, Baja AISI
4340, Pembubutan Keras.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The manufacturing industry continues to be challenged to achieve the quality and


productivity of a higher product in order to stay competitive. Therefore, the
purpose of this study is to study the effect of chisel wear on surface roughness
(Ra) when turning AISI 4340 steel material using AlTiN-coated carbide chisel
with hard and dry machining method, analyzing parameters affecting surface
roughness using commercial statistical software, comparing results research in the
context of variavel surface roughness responses with TiCN PVD coated carbide
chisels, and compile a PVD chiseling recommendation. In this study using the
factorial method (mn), in this case "n" is the number of independent variables and
"m" is the magnitude variation of low (L) and high (H) conditions, to determine
the surface roughness value (Ra) using Stylus Plofilometer. From result of
research, we got optimum result for v = 80 mm / min, f = 0.1 mm / rev, a = 1.945
mm, Ra entry = 1,300 um, Ra end = 1.408 um, VB = 0.2, Desirability = 0.834

Keywords: surface roughness, chisel PVD AlTiN, Aus Pahat, AISI 4340 Steel,
Hard Turning.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul
“KAJIAN PENGARUH AUS PAHAT TERHADAP KEKASARAN

PERMUKAAN PADA PEMBUBUTAN KERAS BAJA AISI 4340


MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir
ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril
maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis inginmengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses
penulisan laporan tugas akhirini :
1. Dr. Ir. Muhammad Sabri, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin.
2. Terang Ukur Hidayat Solihin Ginting Manik, ST., MT.selaku
Sekretaris Departemen Teknik Mesin.
3. Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng. selaku Dosen Pembimbing
Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktunya dalam
membimbing penulisan laporan tugas akhir ini.
4. Ayah dan Ibu serta keluarga kami yang senantiasa memberikan
dukungan dan bantuan berupa moril maupun materil.
5. Kepada Rotua Hefri Forestry, Bayu C Bakkara, Lambok Samuel,
Rioaji, Joko C Simanjuntak, Dale Sibarani, Putra V Panjaitan, Firdaus
Manulang, Istaula Febryan, Bastian Pinem dan semua teman-teman
mahasiswa Departemen Teknik Mesin USU yang telah memberi
dukungan moril maupun materil
6. SMKN 1 Percut Sei Tuan yang telah memberikan kesempatan serta
dukungan kepada kami untuk belajar menggunakan mesin bubut CNC.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan sehingga laporan tugas akhir ini dapat
terselesaikan.

Universitas Sumatera Utara


Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir ini
terdapat kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan laporan tugas akhir ini sangat penulis harapkan.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat dimanfaatkan sebaik baiknya dalam
menumbuhkan suasana ilmiah dan kreatifitas dalam pengembangan teknologi
tepat guna di lingkungan Teknik Mesin USU khususnya dan di lingkungan
Universitas Sumatera Utara umumnya agar berguna bagi kemajuan bangsa dan
negara.

Medan, Januari 2018

Ricky Maycel Heskia Purba


,

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN ............................................................................... i


KARTU BIMBINGAN ASISTENSI .....................................................................iii
ABSTRAK ...............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.4. Batasan Masalah ....................................................................................... 4
1.5 Sistematika penulisan ................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Aus Pahat .................................................................................................. 6
2.2. Kekasaran Permukaan .............................................................................. 8
2.3. Material Pahat ...........................................................................................10
2.4. Pelapisan Mata Pahat secara PVD ............................................................. 15
2.5. Teori Pembubutan ..................................................................................... 20
2.6. Mesin CNC ............................................................................................... 20
2.6.1. Pengertian dari Numerical Control (NC)......................................... 21
2.6.2. Teknologi NC dan CNC .................................................................. 21

2.7. Pemesinan Keras ....................................................................................... 27


2.8. Pemesinan Kering ...................................................................................... 28
2.9. Bahan Baja ................................................................................................. 29
2.9.1. Baja AISI 4340 ................................................................................ 29
2.9.2. Proses Heat Treatmet ....................................................................... 30
2.10. Desain Eksperimen................................................................................... 32
2.10.1 Metode Faktorial............................................................................. 33

Universitas Sumatera Utara


BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Bahan ........................................................................................................35
3.2. Peralatan ...................................................................................................37
3.2.1. Mesin Bubut CNC ........................................................................... 37
3.2.2. Pahat Sisipan.................................................................................... 38
3.2.3. Pemegang Pahat ............................................................................... 40
3.2.4. Stylus Plofilometer ........................................................................... 41
3.2.5. Mikroskop Dino-Lite ....................................................................... 41
3.3. Metodologi Penelitian ...............................................................................43
3.3.1. Metode Eksperimen .........................................................................43
3.4 Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 45

BAB IV HASIL ANALISIS DAN DISKUSI


4.1. Data Hasil Eksperimen .............................................................................47
4.1.1. Grafik Waktu VS Kekasaran ........................................................... 65
4.2. Pengaruh Ra Terhadap Aus Pahat ............................................................. 69
4.2.1. Karakteristik Permukaan Termesin Hasil 8 Kondisi Pemotongan .. 70
4.3. Analisis Parameter yang Mempengaruhi Ra ............................................. 72
4.3.1. Nilai Numerik Ra pada VB akhir Entry Point ................................. 73
4.3.2. Nilai Numerik Ra pada VB akhir End Point ................................... 75
4.4. Kondisi Pemotongan Optimum yang Menghasilkan Ra Terbaik .............. 76
4.5. Perbandingan Peforma Pahat Kabida PVD Berlapis AlTiN dan PVD
Berlapis TiCN ............................................................................................ 77
4.5.1. Pemaparan Data Hasil Penelitian dengan PVD TiCN ..................... 78
4.5.2. Diskusi ............................................................................................. 78
4.5.3. Perbandingan Nilai Optimum Pahat Karbida PVD Berlapis
AlTiN dengan Pahat Karbida PVD berlapis TiCN ......................... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...............................................................................................81
5.2. Saran .........................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xiv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Keausan pahat ...................................................................................... 7


Gambar 2.2.Karekteristik permukaan ........................................................................ 9
Gambar 2.3. Bagian-bagian mesin bubut CNC.......................................................... 24
Gambar 2.4. Proses bubut rata, bubut permukaan dan bubut tirus ............................ 25
Gambar 2.5. Proses permesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut................. 25
Gambar 2.6. Diagram fasa Fe-C ................................................................................ 31
Gambar 2.7. Diagram CCT untuk baja AISI 4340..................................................... 32
Gambar 2.8. Desain faktorial bentuk matriks ............................................................ 33
Gambar 2.9 Ilustrasi desain pengolahan data 3 dimensional v,f,a metode faktorial
23 dalam kubus percobaan..................................................................... 34
Gambar 3.1. Baja AISI 4340 ..................................................................................... 37
Gambar 3.2. Gambar teknik bahan AISI 4340........................................................... 37
Gambar 3.3. Mesin bubut CNC ................................................................................. 38
Gambar 3.4. Pahat Karbida Kennametal .................................................................... 38
Gambar 3.5. Gambar teknik pahat PVD karbida ....................................................... 39
Gambar 3.6. Pemegang pahat..................................................................................... 40
Gambar 3.7. Stylus Profilometer ............................................................................... 41
Gambar 3.8. Mikroskop Dino Lite ............................................................................. 42
Gambar 3.9. Desain faktorial bentuk geometri .......................................................... 43
Gambar 3.10. Diagram alir metodologi penelitian..................................................... 45
Gambar 3.11. Diagram alir metodologi penelitian (sambungan)............................... 46
Gambar 4.1. Setup Eksperimen................................................................................. 48
Gambar 4.2. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHH pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HHH pada end point VB awal ............................................................ 49
Gambar 4.3. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHH pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HHH pada end point VB akhir ............................................................ 50
Gambar 4.4.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHL pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan

Universitas Sumatera Utara


HHL pada end point saat VB awal ...................................................... 51
Gambar 4.5.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHL pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HHL pada end point saat VB akhir ....................................................... 52
Gambar 4.6.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLH pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HLH pada end point saat VB awal ...................................................... 53
Gambar 4.7.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLH pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HLH pada end point saat VB akhir ....................................................... 54
Gambar 4.8.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLL pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HLL pada end point saat VB awal ....................................................... 55
Gambar 4.9.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLL pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
HLL pada end point saat VB akhir ....................................................... 56
Gambar 4.10.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHH pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LHH pada end point VB awal .............................................................. 57
Gambar 4.11.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHH pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LHH pada end point VB akhir .............................................................. 58
Gambar 4.12. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHL pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LHL pada end point saat VB awal ....................................................... 59
Gambar 4.13. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHL pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LHL pada end point saat VB akhir ...................................................... 60
Gambar 4.14. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLH pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LLH pada end point saat VB awal ....................................................... 61
Gambar 4.15. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLH pada entry

Universitas Sumatera Utara


point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LLH pada end point saat VB akhir ...................................................... 62
Gambar 4.16. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLL pada entry
point saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LLL pada end point saat VB awal ....................................................... 63
Gambar 4.17. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLL pada entry
point saat VB max, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan
LLL pada end point saat VB akhir ....................................................... 64
Gambar 4.18. Grafik TC VS Ra (VB awal) pada kondisi HIGH .............................. 65
Gambar 4.19. Grafik TC VS Ra (VB awal) pada kondisi LOW................................ 66
Gambar 4.20. Grafik TC VS Ra (VB akhir) pada kondisi HIGH .............................. 67
Gambar 4.21. Grafik TC VS Ra (VB akhir) pada kondisi LOW ............................... 67
Gambar 4.22. Grafik perbedaan Ra (VB awal) pada entry point dan end point ........ 70
Gambar 4.23. Grafik perbedaan Ra (VB akhir) pada entry point dan end point ....... 70
Gambar 4.24. Grafik perbedaan Ra saat VB awal dan VB akhir pada entry point
dan end point ....................................................................................... 71

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Baja AISI 4340 ....................................................... 29


Tabel 2.2. Sifat Mekanis Baja AISI 4340 ............................................................. 30
Tabel 3.1. Kompoasisi kimia baja AISI 4340 ....................................................... 35
Tabel 3.2. Sifat mekanik baja AISI 4340 .............................................................. 36
Tabel 3.3. Rentang data eksperimen ..................................................................... 42
Tabel 3.4. Susunan kondisi pemotongan berdasarkan software Desaign-Expert.. 44
Tabel 3.5. Kondisi pemotongan untuk eksperimen............................................... 44
Tabel 4.1. Data Hasil Eksperimen......................................................................... 47
Tabel 4.2. Data Hasil Penelitian............................................................................ 69
Tabel 4.3.Analysis of Varians (ANOVA) Ra pada entry point ............................. 74
Tabel 4.4.Analysis of Varians (ANOVA) Ra pada end point ............................... 75
Tabel 4.5. Limit batas nilai optimum Ra terhadap VB ......................................... 76
Tabel 4.6. Hasil optimum parameter pemotongan Ra terhadap VB ..................... 77
Tabel 4.7. Data hasil eksperimen Skein (2017) .................................................... 78
Tabel 4.8. Nilai optimum pahat karbida PVD berlapis TiCN ............................... 79
Tabel 4.9. Nilai optimum pahat karbida PVD berlapis AlTiN ............................. 80

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri manufaktur terus ditantang untuk mencapai produktivitas dan
kualitas dari suatu produk yang lebih tinggi agar tetap kompetitif.Bentuk yang
diinginkan, ukuran, dan material besi yang sudah selesai secara tradisional
dihasilkan melalui pembubutan yang dilakukan dengan bantuan alat pemotong
(pahat) yang bergerak melewati benda kerja dalam pemesinan (proses
pembubutan).Untuk memproduksi suatu komponen yang memiliki kualitas tinggi,
kualitas permukaan merupakan persyaratan yang paling penting untuk pelanggan.
Ashok Kuman Sahoo dkk menyimpulkan dalam penelitian mereka bahwa faktor
utama yang mempengaruhi kekasaran permukaan yaitu kecepatan potong (v),
kemudian laju pemakanan (f) dan kedalaman potong (a)

Dalam upaya memproduksi berbagai komponen mesin yang berkualitas


dengan teknik pemotongan/pembuangan material, parameter pemotongan haruslah
diatur sedemikian rupa. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Alper, dan
Asiltürk (2015), parameter pemotongan tersebut tergantung kepada material yang
dijadikan benda kerja dan geometri yang diinginkan, kekasaran permukaan
menjadi pengaruh penting dalam menentukan biaya permesinan yang berkaitan
dengan nose radius, rake angle, sudut bebas pahat, kecepatan potong, kecepatan
makan, ketebalan geram yang tercipta, material pahat yang digunakan, dan lain-
lain. Dalam operasi pemotongan logam, banyak penelitian terdahulu dan juga
banyak yang dilanjutkan untuk diteliti dan bertujuan untuk menurunkan biaya
produksi tanpa mengurangi kualitas produk.Dapat dilihat dalam berbagai
pekerjaan terhadap kekasaran permukaan dengan metode pembuangan geram
dimana kekasaran permukaan dipengaruhi oleh parameter pemotongan seperti
radius pojok pahat (nose radius), sudut bebas pahat, kecepatan potong, kecepatan
makan, kedalaman potong, rake angle.

Universitas Sumatera Utara


Keausan pahat adalah suatu hal yang tidak dapat dicegah namun dapat
diminimalisir. Menurut Suresh, dkk. (2012), keausan pahat murni tergantung
kepada tipe/kelas/kualitas pahat, geometri pahat, komposisi dan kekerasan
material, serta kondisi pemotongan. Juga disimpulkan bahwa umumnya, gaya
adhesi, abrasi dan penyebarannya dipertimbangkan sebagai mekanisme utama
keausan pahat pada operasi permesinan keras. Meskipun seperti yang telah
diterangkan bahwa efek individual dari tiap mekanisme tersebut bergantung pada
material spesimen, kondisi pemotongan, dan geometri pahat.

Terdapat beberapa varian parameter yang digunakan untuk menghitung


kekasaran permukaan.Qehaja, et al. (2015), pada penelitian masa kini kekasaran
permukaan rata-rata (Ra) dipilih untuk karakterisasi permukaan termesin selama
operasi pembubutan, yang mana merupakan parameter permukaan termesin.

Dalam penelitian ini, aus pahat yang diduga banyak mempengaruhi


kekasaran permukaan aus tepi (flank wear). Melalui serangkaian eksperimen oleh
A. Ginting, et al. (2016) atas kondisi-kondisi pemotongan dan dari 8 kondisi
pemotongan yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa keausan tepi adalah
sebuah mode keausan yang dominan dari pahat PVD berlapis yang digunakan.
Tidak ditemukan keausan jenis lain yang terobservasi.

Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari hubungan/pengaruh aus pahat


terhadap kekasaran permukaan hasil proses permesinan. Dalam hal ini, proses
permesinan dilakukan pada kondisi permesinan keras (hard machining) dan
kering (green machining)dengan menggunakan pahat karbida PVD (Physical
Vapour Deposition) berlapis.

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah, yaitu :

1. Mempelajari pengaruh aus pahatterhadap kekasaran permukaan (Ra) ketika


membubut bahan baja AISI 4340 menggunakan pahat karbida PVD berlapis
AlTiN dengan metode permesinan keras dan kering.

Universitas Sumatera Utara


2. Menganalisis parameter yang mempengaruhi kekasaran permukaan (Ra)
hasil pembubutan keras dan kering baja AISI 430 menggunakan perangkat
lunak statistik komersial.
3. Menganalisisdata penelitian untuk mendapatkan kondisi pemotongan
optimal yang menghasilkan nilai kekasaran permukaan (Ra).
4. Membandingkan hasil penelitian dalam konteks variable respon kekasaran
permukaan (Ra) dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Skein
(2017), yang membubut keras baja AISI 4340 menggunakan pahat karbida
PVD berlapis TiCN.
5. Menyusun rekomendasi pemilihan pahat karbida PVD berlapis berdasarkan
hasil perbandingan performa pahat karbida PVD (AlTiN) dan PVD (TiCN)
dalam konteks variable respon kekasaran permukaan (Ra).

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan , wawasan

dan pengalaman tentang kekasaran permukaan (Ra) dan pembubutan

keras dan kering

2. Bagi akademik, penelitian ini bermanfaat sebagai referensi untuk

penelitian-penelitian selanjutnya tentang kekasaran permukaan (Ra) dan

pembubutan keras dan kering

1.4 Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang ada, maka dalam pembahasan ini

penulis merasa perlu untuk melakukan pembatasan masalah pada beberapa hal

yaitu sebagai berikut:

1. Material yang digunakan adalah baja AISI 4340 yang telah diberi

perlakuan panas (hardening) dengan kekerasan (45-50) HRC untuk

tujuan pembubutan keras.

Universitas Sumatera Utara


2. Operasi pemesinan menggunakan operasi pembubutan eksternal

menggunakan mesin bubut CNC (ComputerNumericalControl)

3. Operasi pembubutan (turning) dilakukan tanpa menggunakan cairan

pemotongan (drycutting).

4. Kajian fokus kepada parameter respon “aus pahat” dan “kekasaran

permukaan”

Universitas Sumatera Utara


1.5 Sistematika Penulisan
Penelitian ini nantinya akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan
sistematika penulisan sebagai berikut :

1. BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup pengujian.
2. BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai
pemotongan logam dan mesin bubut, mata pahat, dan persamaan-
persamaan yang akan digunakan.
3. BAB III : Metodologi Penelitian
Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian
bahan dan peralatan yang dipakai dan metode penelitian.

4. BAB IV : Hasil dan Analisa Pengujian


Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian
melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memaparkan
kedalam bentuk tabel dan grafik.
5. BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.
6. Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun
laporan.
7. Lampiran
Pada lampiran ini dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian
dalam bentuk tabel dan grafik.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aus Pahat

Kecepatan pertumbuhankeausan pada prinsipnyamenentukan laju saat


berakhirnya masa guna pahat.Pertumbuhan pada keausan tepi pada umumnya
dimulai dengan pertumbuhan yang relatif cepat sesaat setelah pahat digunakan,
kemudian diikuti pertumbuhan yang linier setaraf dengan bertambahnya waktu
pemotongan (jumlah waktu yang digunakan untuk proses memotong), dan
kemudian pertumbuhan yang cepat terjadi lagi. Taufiq Rochim(1993). Saat
dimana pertumbuhan keausan cepat mulai berulang lagi dianggap sebagai batas
umur pahat, dan hal ini umumnya terjadi pada harga keausan tepi (VB) yang
relatif sama untuk kecepatan potong yang berbeda.

Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami


kegagalan dari fungsinya yang normal karena berbagai sebab antara lain:
1. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat
2. Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong
pahat
3. Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk dan geometri pahat.

Keretakan dan terutama keausan disebabkan oleh berbagai faktor, oleh


sebab itu akan dibahas secara terpisah. Keausan dapat terjadi pada bidang geram
(𝐴𝐴𝛾𝛾 ) dan/atau pada bidang utama (𝐴𝐴𝛼𝛼 ) pahat. Karena bentuk dan letaknya yang
spesifik, keausan pada bidang geram disebut dengan keausan kawah (crater wear)
dan keausan pada bidang utama/mayor dinamakan sebagaikeausan tepi (flank
wear).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Keausan Pahat [Taufiq Rochim, 1993].

Keausan tepi dianggap sebagai kriteria keausan yang paling utama pada
proses permesinan dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akurasi
komponen termesin. Pengaruh parameter pemotongan terhadap keausan tepi dan
mekanismenya dalam permesinan keras pada percobaan yang berturut-turut telah
didiskusikan oleh A.K. Sahoo, B. Sahoo. (2013), juga telah dilakukan observasi
bahwa harga keausan tepi masih berkisar pada batas yang direkomendasikan yaitu
0.3 mm, yaknik ketika pemotongan dilakukan pada kedalaman potong 0.2 mm
dan 0.3 mm dibawah keseluruhan jangkauan harga dari kecepatan makan dan
kecepatan potong dari pahat berlapis AlTiN.

Harga keausan tepi meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan


potong, kecepatan makan, dan kedalaman potong.Keausan tepi pada dasarnya
dipengaruhi oleh tegangan kontak pada pahat dan akibat temperatur
pemotongan.Ketika gesekan bertambah cepat pada kecepatan potong yang lebih
tinggi, lebih banyak panas diproduksi yang mengakibatkan pelunakan sudut
potong dan keausan dari mata pahat semakin cepat dan mengurangi umur pahat.

Keausan tepi dapat diukur dengan mengunakan mikroskop, dimana bidang


mata potong 𝑃𝑃𝑠𝑠 diatur sehingga tegak lurus sumbu optik, dalam hal ini besarnya
keausan tepi dapat diketahui dengan mengukur panjang VB (mm), yaitu jarak
antara mata potong sebelum terjadi keausan (mata potong didekatnya dipakai
sebagai bidang refrensi) sampai kegaris rata-rata bekas keausan pada bidang
utama. Sementara itu keausan kawah hanya dapat diukur dengan mudah dengan

Universitas Sumatera Utara


memakai alat ukur kekasaran permukaan.Dalam hal ini jarum/sensor alat ukur
digeserkan pada bidang geram dengan sumbu penggeseran diatur sehingga sejajar
bidang geram. Dari gambar profil permukaan yang diperoleh dapat diukur
jarak/kedalaman yang paling besar yang menyatakan harga Keausan tepi.

Selama proses pemotongan berlangsung, keausan tepi VB dan juga


keausan kawah akan membesar (tumbuh) setaraf dengan bertambahnya waktu
pemotongan 𝑡𝑡𝑐𝑐 (min). Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan pahat
dapat disimpulkan bahwa penyebab keausan dan kerusakan pahat dapat
merupakan suatu factor yang dominan atau gabungan dari beberapa faktor yang
tertentu. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain : Proses abrasif, kimiawi,
adhesi, difusi, oksidasi, deformasi plastis, kelelahan dan keretakan (kerusakan
pahat)

Dalam studi klasik oleh F.W. Taylor pada pemesinan suatu baja dilakukan
diawal tahun 1890, hubungan perkiraan berikut untuk umur pahat, dikenal sebagai
persamaan umur pahat taylor, yaitu :
𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑛𝑛 = 𝐶𝐶
Dimana, V adalah kecepatan pemotongan, T adalah waktu (dalam menit)
yang dibutuhkan untuk mengembangkan keausan tepi (flank wear) tertentu, n
adalah eksponen yang tergantung pada alat dan bahan benda kerja serta kondisi
pemotongan, dan C adalah konstan.

2.2. Kekasaran permukaan

Salah satu parameter yang penting dalam kualifikasi terhadap permukaan


terpotong adalah kekasarannnya dan nilai-nilainya. Menurut Qehaja, et al. (2015),
kekasaran memiliki pengaruh utama yang signifikan terhadap permukaan yang
bersentuhan dan bergesekan. Hal ini menjadi salah satu alasan lagi bagi
ketertarikan peneliti sejak lama untuk memprediksikan nilai-nilai tersebut untuk
proses yang diberikan dengan kondisi pemotongan yang dispesifikasikan.

Kekasaran permukaan merupakan ketidakteraturan konfigurasi dan


penyimpangan karekteristik permukaan berupa guratan yang nantinya akan
terlihat pada profil permukaan benda kerja. Kekasaran permukaan disebabkan

Universitas Sumatera Utara


oleh beberapa faktor diantaranya : mekanisme parameter pemotongan, geometri
dan dimensi pahat, cacat pada material benda kerja dan kerusakan pada aliran
geram. Kualitas suatu produk yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kekasaran
permukaan benda kerja. Kekasaran permukaan dapat dinyatakan dengan
menganggap jarak puncak tertinggi terhadap lembah terdalam sebagai ukuran dari
kekasaran permukaan. Dapat juga dinyatakan jarak rata-rata profil ke garis tengah.

Pengukuran kekasaran permukaan ditandai dengan menggunakan beberapa


parameter yang berbeda. Beberapa parameter yang biasa digunakan untuk
menunjukkan topografi atau profil permukaan adalah Roughness average (Ra).

Roughness average (Ra)juga diketahui sebagai nilai kekasaran tengah


aritmatik (the arithmatic mean roughness value), AA (arithmatic average), CLA
(center line average).Ra banyak dikenal secara universal dan digunakan pada
parameter kekasaran (roughness) internasional.

Gambar 2.2.Karakteristik permukaan. [ASME B46.1-1995]


The American Society of Mechanical Engineers (ASME) dalam standar
keluaran B46.1-1995, “Surface Texture (Surface Roughness, Waviness, and
Lay)”, mendefinisikan beberapa konsep pengukuran permukaan dan terminologi
tentang surface texture, diantaranya yaitu :
- Tekstur permukaan (surface texture) : adalah suatu pola permukaan yang
menyimpang dari permukaan nominal.
- Real surface (permukaan sebenarnya dari suatu objek) : adalah kulit (lapisan)
yang mengelilingi dan memisahkannya dari medium yang melingkupi.

Universitas Sumatera Utara


Permukaan ini selalu berassimilasi dengan penyimpangan struktural yang
digolongkan sebagai error of form (kesalahan bentuk).
- Roughness (kekasaran) : terdiri dari ketidak teraturan yang sangat halus dari
tekstur permukaan, yang pada umumnya terjadi akibat tindakan dari proses
produksi itu.
- Roughness width (lebar kekasaran) : adalah jarak paralel pada permukaan
nominal diantara puncak ke puncak berikutnya atau dari lembah ke lembah
berikutnya dari pola utama kekasaran.
- Waviness : meliputi semua ketidakteraturan (irregularities) dimana
pengaturan jaraknya adalah lebih besar dari panjang sampel roughness.
- Waviness height : tinggi gelombang adalah jarak puncak ke puncak
berikutnya atau jarak lembah ke lembah berikutnya, yang dinilai dalam inchi
atau milimeter.
- Waviness width : lebar gelombang adalah jarak puncak ke puncak berikutnya
atau jarak lembah ke lembah berikutnya, yang dinilai dalam inchi atau
milimeter.
- Lay : adalah arah pola permukaan utama, yang secara normal ditentukan oleh
metode produksi.
- Flaw : adalah gangguan yang tak disengaja, tidak diduga, tak diinginkan pada
topografi khusus dari bagian suatu permukaan.
- Roughness sampling length : adalah panjang sampel dari kekasaran rata – rata
yang diukur.

2.3. Material pahat


Pembentukan geram pada proses permesinan berlangsung dengan cara
mempertemukan dua jenis material, untuk menjamin kelangsungan proses ini
maka jelas diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada material benda
kerja Taufiq Rochim(1993). Keunggulan tersebut dapat dicapai karena pahat
dibuat memperhatikan berbagai segi yaitu :
1. Kekerasan yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja tidak saja
pada temperature ruang melainkan juga pada temperature tinggi pada saat
proses pembentukan geram berlangsung.

Universitas Sumatera Utara


2. Keuletan yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi
sewaktu permesinan dengan interupsi maupun sewaktu pemotongan benda
kerja yang mengandung partikel/bagian yang keras (hard spot).
3. Ketahanan beban kejut termal diperlukan bila terjadi perubahan
temperature yang cukup besar secara berkala/periodik.
4. Sifat adhesi yang rendah untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap
pahat, mengurangi laju keausan, serta penurunan gaya pemotongan.
5. Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah dibutuhkan demi
untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.

Pada mulanya untuk memotong baja digunakan baja karbon yang tinggi
sebagai bahan perkakas potong dimana kecepatan potong pada waktu itu hanya
bisa mencapai sekitar 10m/menit.Berkat kemajuan teknologi, kecepata potong
ini dapat dinaikan sehingga mencapai sekitar 700 m/menit yaitu dengan
menggunakan CBN (Cubic Boron Nitride).Kecepatan potong yang tinggi
tersebut dicapai berkat kekerasan yang relatif tinggi meskipun temperatur
kerjanya cukup tinggi. Meskipun demikian bukan berarti hanya merekalah yang
saat ini dipakai sebagai bahan potong tetapi jenis yang lain pun masih tetap
dipilih yaitu pada saat diperlukan sifat keuletan tinggi.

Secara berurutan, material-material tersebut akan diurutkan dari yang


paling “lunak” tetapi “ulet” sampai yang paling “keras” tetapi “getas” yaitu :
(Taufiq Rochim 1993)

1. Baja karbon (High Carbon Steels; Carbon Tool Steels; CTS)


Baja karbon memiliki kandungan karbon relative tinggi (0,7%-1,4% C)
tanpa unsur lain dengan persentase unsur lain yang rendah (0,2% Mn, W,
Cr) dan dapat memiliki kekerasan permukaan yang cukup tinggi.
2. HSS (High Speed Steels; Tool Steels)
Pada tahun 1898 ditemukan jenis baja paduan tinggi dengan unsur
paduan krom (Cr) dan tungsten/wolfram (W), melalui proses penuangan
(molten metallurgy) kemudian diikuti pengerolan ataupun penempahan,
baja ini dibentuk menjadi batang atau silinder. Pada kondisi lunak
(annealed) bahan tersebut dapat diperoses secara permesinan menjadi

Universitas Sumatera Utara


berbagai bentuk pahat potong. Setelah proses laku panas dilaksanakan,
kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada kecepatan
potong yang tinggi (sampai 3 kali kecepatan potong pahat CTS yang
dikenal pada saat itu sekitar 10 m/menit, sehingga dinamakan dengan
“baja kecepatan tinggi” ; HSS, (High Speed Steel)
3. Paduan Cor Non Ferro (Cast Nonferous Alloys; Cast Carbides)
Paduan cor non ferro memiliki sifat-sifat diantara HSS dan Karbida
(Cemented Carbide) dan sering digunakan dalam hal khusus, diantara
pilihan dimana karbida terlalu rapuh dan HSS mempunyai hot hardness
dan wear resistance yang terlalu rendah. Jenis material ini dibentuk secara
tuang menjadi bentuk-bentuk yang tidak terlampau sulit misalnya tool bit
(sisipan) yang kemudian diasah menurut geometri yang dibutuhkan
4. Karbida (Cemented Carbides; Hardmetals)
Jenis karbida yang “disemen” (cemented carbides) ditemukan pada
tahun 1923 (KRUPP WIDIA) merupakan bahan pahat yang dibuat dengan
cara menyinter (sintering) serbuk karbida (Nitrida, Oksida) dengan bahan
pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan carburizingmasing-
masing bahan dasar (serbuk) Tungsten (Wolfram,W) Titanium (Ti),
Tantalum (Ta) dibuat menjadi karbida yang kemudian digiling (Ball Mill)
dan disaring. Salah satu atau campuran serbuk karbida tersebut dicampur
dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan
pelumas (lilin). Setelah itu dilakukan presintering (1000℃ pemanasan
mula untuk menguapkan bahan pelumas) dan kemudian sintering (1600℃)
sehingga bentuk keeping (sisipan) sebagai hasil proses cetak tekan (Cold,
atau HIP) akan menyusut menjadi sekitar 80% dari volume semula.

Hot hardness karbida yang disemen (diikat) ini akan menurun bila terjadi
pelunakan elemen pengikat. Semakin besar persentase pengikat Co maka
kekerasannya menurun dan sebaliknya keuletannya membaik.Modulus
elastisitasnya sangat tinggi demikian pula berat jenisnya (density, sekitar 2 kali
baja).Koefisien muainya setengah daripada baja dan konduktivitas panas HSS.
Ada 3 jenis utama pahat karbida sisipan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


1. Karbida tungsten (WC+Co) adalah jenis pahat karbida untuk memotong
besi tuang (cast iron cutting grade).
2. Karbida tuang paduan (WC-TiC+Co; WC-TaC-TiC+Co; WC-TaC+Co;
WC-TiC-TiN+Co; TiC+Ni, Mo)
3. Karbida lapis (coated cemented carbides) merupakan jenis pahat karbida
tungsten yang dilapis (satu atau beberapa lapisan) karbida, nitride atau
oksida lain yang lebih rapuh tetapi hothardnessnya tinggi.
• Karbida tungsten (WC+Co)

Merupakan jenis pahat yang paling sederhana dimana hanya


memiliki dua elemenyaitu karbida tungsten (WC) dan pengikat colbat
(Co), pahat ini merupakan jenis pahat yang cocok untuk permesinan
dimana mekanisme keausan pahat terutama yang disebabkan oleh proses
abrasi seperti pada permesinan bebagai jenis besi tuang. Apabila
digunakan pada benda kerja baja (geram kontinu) akan terjadi keausan
yang berlebihan.

• Karbida WC-TiC-Co

Pengaruh dari TiC adalah untuk mengurangi tendensi dari geram


agar melekat pada muka pahat (BUE, Built Up Edge) sdan untuk menaikan
daya tahan terhadap keausan kawah. Hot hardness dinaikkan, sebaliknya
tranverse repture strength, compressive strength dan impact strength
menurun dengan penambahan TiC. Dengan memperhalus butir WC dan
mengurangi pengikat Co dapat memperbaiki transverse rapture strength
sampai sekitar 30%.

• Karbida WC-TaC-TiC+Co

Penambahan TaCbertujuan untuk memperbaiki efek samping TiC


yang menurunkan transverse rupture strength. Hot hardeness dan
compressive strength dipertinggi, sehingga ujung pahat dapat tahan
terhadap deformasi plastic

Universitas Sumatera Utara


• Karbida WC-TaC+Co

Pengaruh TaC hampir serupa dengan pengaruh TiC, namun unsur


TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis ini lebih tahan terhadap
thermal shock sehingga cocok untuk penggunaan khusus seperti
pembuatan alur dalam pada penggunaan cairan pendingin (cutting fluid).

• Karbida berlapis

Pada tahun 1968coated cemented carbide pertama kali


diperkenalkan dan sampai sekarang terus berkembang dan banyak
dimanfaatkan dalam berbagai proses permesinan (di negara-negara maju).
Umumnya sebagai material dasar karbida tungsten (WC-Co) yang dilapisi
dengan bahan keramik (karbida, nitride, dan oksida yang keras tahan
temperature tinggi serta nonadhesif).Lapisan setebal 1-8 micron diperoleh
dari CVD (Chemical Vapour Deposition) atau PVD (Physical Vapour
Deposition).Pelapisan CVD menghasilkan ikatan yang lebih kuat daripada
PVD.CVD dilaksanakan dengan mengendapkan elemen atau paduan
elemen (keramik) yang terjadi akibat reaksi pada fase uap antara
elemen/paduan tersebut dengan gas pereaksi sehingga menempel dengan
kuat pada material yang dilapisi.Pelapisan ini dapat diulang untuk kedua
atau ketiga kalinya dengan menggunakan elemen pelapis yang berbeda.

5. Keramik (Ceramics)
Keramik adalah material paduan metalik dan non metalik.Proses
pembuatannya melalui powder processing. Keramik secara luas mencakup
karbida, nitrida, borida, oksida, silikon, dan karbon. Keramik mempunyai
sifat yang relatif rapuh.Beberapa contoh jenis keramik sebagai perkakas
potong adalah :1. Keramik oksida atau oksida aluminium (Al2O3) murni
atau ditambah 30% titanium (TiC) untuk menaikkan
kekuatannonadhesif.Disertai dengan penambahan serat halus (whisker)
dari SiC dimaksudkan untuk mengurangi kegetasan disertai dengan
penambahan zirkonia (ZrO2) untuk menaikan jumlah retak mikro yang

Universitas Sumatera Utara


tidak terorientasi guna menghamabat pertumbuhan retak yang cukup besar
dan memiliki sifat yang sangat keras dan tahan panas.

6. CBN (Cubic Boron Nitrides)


CBN termasuk dalam jenis keramik, diperkenalkan oleh GE (USA,
1957, Borazon). Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500℃)
sehingga serbut graphit putih nitride boron dengan struktur atom
heksagonal berubah menjadi struktur kubik.

7. Intan (Sintered Diamonds and Natural Diamonds)


Sintered Diamonds (GE, 1995) adalah proses sintering serbuk intan
tiruan dengan bahan pengikat Co (5%-10%). Dengan melakukan hot
hardness yang sangat tinggi dan tahan terhadap deformasi plastic. Sifat ini
dipengaruhi oleh besar butir intan serta presentase dan komposisi material
pengikat.

2.4. Pelapisan Mata Pahat secara PVD


PVD singkatan dari Physical Vapor Deposition, PVD sering disebut
sebagai Ion Plating (IP) atau Vacuum Plating. PVD adalah teknologi pelapisan
menggunakan cara fisika untuk memindahkan bahan lapisan ke substrat dalam
kondisi vakum. Teknologi PVD dapat dibagi menjadi tiga jenis: Vacuum Termal
Evaporation, Vacuum Sputtering, dan Vacuum Arc Evaporation.
Proses PVD terjadi pada kondisi vakum.Proses PVD meliputi :
1. Evaporasi
Pada tahap ini, sebuah target yangmengandung material yang
ingindiendapkan, dibombardir menjadi bagian-bagian kecil akibat sumber energi
yang tinggiseperti penembakan sinar elektron. Atom
2. Transportasi
Proses ini secara sederhana merupakanpergerakan atom-atom yang
menguap daritarget menuju substrat yang ingin dilapisidan secara umum bergerak
lurus.

Universitas Sumatera Utara


3. Reaksi
Pada beberapa kasus, pelapisan mengandunglogam Oksida, Nitrida,
Karbida dan materialsejenisnya. Atom dari logam akan bereaksidengan gas
tertentu selama proses perpindahanatom. Untuk permasalahan di atas, gas reaktif
yang mungkin adalah Oksigen, Nitrogen danMetana.
Pada beberapa kasus, pelapisan mengandunglogam Oksida, Nitrida,
Karbida dan materialsejenisnya. Atom dari logam akan bereaksidengan gas
tertentu selama proses perpindahanatom. Untuk permasalahan di atas, gas reaktif
yang mungkin adalah Oksigen, Nitrogen danMetana.
4. Deposisi
Merupakan proses terjadinya pelapisan padapermukaan substrat, Beberapa
reaksi terjadi antara logam targetdan gas reaktif mungkin juga terjadi
padapermukaan substrat yang terjadi serempakdengan proses deposisi.

• Prinsip Kerja Arc Evaporation.


Prinsip kerja lapisan Teknologi Arc Evaporation adalah pelapisan dalam
kondisi vakum menggunakan Arc Discharge dengan tegangan rendah dan arus
tinggi, Penguapan material menggunakan Gas discharge dan uap akan terionisasi,
kemudian men-deposisi penguapan material dan bereaksi ke substrat di bawah
percepatan medan listrik.
• Karakteristik PVD Coating.
Lapisan tipis yang dibentuk oleh teknologi PVD coating, memiliki
kekerasan tinggi, ketahanan penggunaan tinggi (koefisien gesekan rendah),
ketahanan korosi yang baik, stabilitas kimia, Tahan lama, dan Lapisan
meningkatkan penampilan produk.
• Teknologi Coating/Pelapisan.
Teknologi lapisan PVD adalah metode pengolahan permukaan/surface
finishing, yang benar-benar dapat membentuk lapisan nano.Hal ini dapat membuat
beberapa jenis Lapisan tipis/Film logam tunggal (misalnya Al, Ti, Zr, Cr, dll),
Nitrida (TiN misalnya, ZRN, CrN, TiAlN dll), karbida (misalnya TiC, TiCN dll)
oksida (misalnya TiO).

Universitas Sumatera Utara


• Ketebalan PVD Coating.
Ketebalan PVD Coatings dalam mikron.sangat tipis, sekitar 0.3μm ~ 5μm
untuk Functional dan ketebalan PVD coating dekoratif umumnya dalam kisaran
0.2μm ~ 1μm, sifat fisika (Physical properties) dan sifat kimia (Chemical
properties) dari permukaan substrat dapat ditingkatkan tanpa merubah dimensi
(Deformasi). Substrat tidak perlu difinihing/machining setelah di PVD Coating.
• Warna PVD Coating.
Warna dari lapisan PVD : Emas, Kuningan, Tembaga, coklat, Perunggu,
abu-abu, hitam, Biru, Violet, Hijau, Rainbow dll, permainan warna dapat di atur
dalam parameter proses pelapisan dan kita dapat mengontrol warna dari lapisan
PVD.
• Perbedaan PVD Coating dengan Electroplating.
Keduanya adalah sama-sama Surface Treatment yaitu dapat melapisi atau
men-deposit Material ke Material lain (Substrat). Perbedaannya adalah bahwa
Lapisan dari PVD coating lebih kuat dan lapisan PVD lebih sulit
pengerjaannya.Lapisan PVD juga memiliki ketahanan aus yang lebih baik,
ketahanan korosi yang lebih baik dan stabilitas kimia baik. Ketebalan Lapisan
PVD 0.2-10 micron, Selain itu, proses pelapisan PVD tidak akan menghasilkan
zat beracun atau kontaminasi.
• Penerapan / Applikasi Teknologi PVD Coating.
Pada saat ini, penerapan PVD Arc Evaporation dan Sputtering Technology
dibagi menjadi dua bagian: Coating Dekoratif dan Coating Fungsional (Tools
Coating). Tujuan dari Coating dekoratif adalah untuk meningkatkan dekorasi
penampilan dan warna, juga membuat substrat memiliki ketahanan aus yang lebih
baik, ketahanan korosi dan Tahan lama. Lapisan Dekoratif terutama diterapkan
pada produk-produk berikut : Perlengkapan pintu dan jendela, kunci, peralatan
dapur, kamar mandi, perlengkapan meja makan dll. Tujuan dari lapisan
Fungsional terutama untuk meningkatkan kekerasan permukaan dan ketahanan
aus produk, mengurangi koefisien gesekan permukaan dan memperpanjang masa
pakai produk. Lapisan Fungsional diterapkan pada berbagai jenis pisau dan
gunting, alat pemotong (misalnya Bubut , Miling, Roll, Bor, Cutting dll), alat-alat
perangkat keras (misalnya obeng, tang dll), dan berbagai jenis cetakan atau Dies.

Universitas Sumatera Utara


• Keunggulan Khusus PVD Arc Ion Plating/Arc Evaporation.
Dibandingkan dengan Termal Evaporation dan Vacuum sputtering.
Lapisan PVD Arc Ion Plating/Arc Evaporation memiliki keunggulan sebagai
berikut:Kekuasaan antara lapisan dan permukaan produk lebih kuat, lapisan
memiliki ketahanan aus yang lebih baik dan lebih lama.
− Pergantian properti ion lebih gampang, dapat melapisi bentuk produk
yang rumit.
− Tingkat deposisi lapisan lebih cepat, produktivitas yang lebih tinggi.
− Jenis-jenis pelapis yang lebih luas.
− Lapisan PVD memiliki stabilitas kimia yang lebih baik dan keamanan
(telah bersertifikat oleh FDA, dapat ditanamkan ke dalam tubuh manusia).

PVD Coatings telah terbukti sangat baik melapisi material Stainless steel,
Tools steel dan hampir semua material yang dilapisi Nickel-Chrome dapat di PVD
Coating. Beberapa bahan yang langsung dapat melapisi ke bahan substrat (paduan
Titanium dan Graphite).Untuk Pemeliharaan Anda dapat menggunakan kain
lembut dengan sedikit sabun dan air.Hindari semua produk untuk menghilangkan
karat, dan yang mengandung Hydrochloric, Hydrofluoric, dan / atau Phosphoric
acid atau Coustic Agents.
− Perlakuan terhadap substrat/material sebelum dikirim ke jasa PVD
Coating.
− Lindungi base material dari karat, dan benturan dalam perjalanan dengan
melapisi oli anti karat, bantalan dll sebelum dikirim ke jasa PVD Coating .
− Harap diberi tanda dibagian mana yang akan di coating dengan
menunjukan Gambar atau langsung diberi tanda di substrat/material yang
akan dicoating.
− PVD Coating melibatkan pemanasan dan Vacuum, Mohon beri tahu kami
jenis Base material apa yang akan di coating, supaya tidak terjadi
Deformasi, Tranmutasi atau annealing.
− Hindari proses electroplating, perlakuan kimia, Blackening, Oksidasi,
Nitriding, Nitro sulfurizing dll, karena dapat menyebabkan masalah pada
saat proses PVD Coating.

Universitas Sumatera Utara


− Substrat/Material yang akan di PVD coating dipastikan bersih dan tidak
ada Baud menempel atau sambungan yang mengakibatkan terjadinya
kerak kotoran yang ada di sela-sela baut atau sambungan.
− Untuk Fungsional pastikan Tools atau Dies sudah di lakukan Heat
Teatment (Harden) dan Polishing.
− Material dekoratif harus dilakukan Polishing atau finishing sesuai
keinginan anda (Mirror, Hairline/Brushed) sebelum di kirim ke jasa PVD
Coating.

Ada berbagai jenis material yang biasanya digunakan untuk membuat


pahat bubut. Material alat potong yang ideal harus memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
▪ Lebih keras 30% sampai 50% daripada material benda kerja yang dipotong.
▪ Memiliki ketahanan aus yang tinggi.
▪ Memiliki kekerasan panas (hot hardness) yang tinggi.
▪ Tahan terhadap kejutan termal
▪ Tahan terhadap tumbukan (impact).
▪ Tidak bereaksi secara kimia dengan material benda kerja dan cairan pendingin.
▪ Murah dan mudah dalam pembuatannya.
Jarang ada jenis material tunggal yang dapat memenuhi semua sifat-sifat
atau kualitas yang diinginkan untuk membuat alat potong yang ideal.Sebagai
contoh, alat potong keramik memiliki ketahanan panas yang tinggi, tetapi
ketahanan tumbukan dan ketahanan kejutnya rendah.
Jenis-jenis material yang umum digunakan untuk membuat pahat bubut antara lain
: baja karbon, baja kecepatan tinggi, paduan tuang, karbida, keramik, Cubic boron
nitride, dan intan.

Universitas Sumatera Utara


2.5. Teori Pembubutan

Pembubutan (turning) adalah proses permesinan yang menghasilkan


bagian-bagian mesin berbentuk silinder yang dikerjakan dengan mengunakan
mesin bubut (lathe). Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses
permesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja
yang berputar, dengan satu mata pahat bermata potong tunggal (single-point
cutting tool), dan dengan gerakan-gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda
kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja.

Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang diujung poros utama
(spindle), dengan mengatur lengan pengatur yang terdapat pada kepala diam,
poros utama (n) dapat dipilih.Harga putaran poros utama umumnya dibuat
bertingkat, dengan aturan yang telah distandartkan, misalnya 630, 710, 800, 900,
1000, 1120, 1250, 1400, 1600, 1800, dan 2000 rpm.

Untuk mesin bubut dengan putaran variable ataupun dengan sistem


transmisi variabel kecepatan putaran poros utama tidak lagi bertingkat melainkan
berkesinambungan (continue). Pahat dipasang pada dudukan pahat dan
kedalaman potong (a) diatur dengan mengeser peluncur silang melalui roda
pemutar menunjukan selisih harga diameter, dengan demikian kedalaman gerak
translasi bersama-sama dengan kereta dan gerak makannya diatur dengan lengan
pengatur pada rumah roda gigi.

2.6. Mesin CNC


Teknologi numerical control yang ada saat ini, dimunculkan pada
pertengahan abad 20, tepatnya pada tahun1952 U.S Air Force yang bernama John
Parsons dan Massachusetts Institute of Technology tidak diterapkan dalam
produksi manufaktur sampai awal 1960-an. Keadaannya datang dalam bentuk
CNC, sekitar tahun 1972 dan satu dekade berikutnya dengan pengenalan computer
mikro yang terjangkau. Sejarah dan pengembangan teknologi ini telah di
dokumentasi dan telah banyak di publikasi.

Universitas Sumatera Utara


Dalam manufaktur, terutama pada pengerjaan logam teknologi numerical
controlterjadi karena sebuah revolusi.Pada saat sebelum computer memiliki
perlengkapan yang standart dalam setiap perusahaan, teknologi numerical control
hanya ditemukan pada tempat-tempat khusus.Evolusi pada mikro elektronik dan
pengembangan computer tidak pernah berhenti berdampak pada teknologi
numerical control, yang membawa perubahan yang signifikan pada dunia
manufaktur umumnya dan pengerjaan logam khususnya.

2.6.1 Pengertian dari Numerical Control (NC)

Dalam berbagai publikasi dan artikel-artikel banyak penjelasan telah


digunakan selama bertahun-tahun, untuk mengartikan apa itu Numerical
Control (NC). Banyak pengertian dengan ide yang sama, konsep dasar yang
sama, hanya penggunaan kata yang berbeda. Sebagian dari semua definisi
yang ada dapat disimpulkan menjadi sebuah pengertian yang relatif
sederhana “ Numerical Control dapat didefinisikan sebagai operasi
pemesinan dengan cara instruksi khusus yang dikodekan untuk system
kontrol mesin”

Instruksi adalah kombinasi dari huruf-huruf abjad, angka, dan


symbol-simbol seperti decimal, persen, dan kurung.Semua instruksi ditulis
dalam urutan logis dan bentuk yang telah ditentukan.Kumpulan semua
intruksi yang dibutuhkan untuk mesin adalah sebuah bagian yang disebut
NC program, CNC program, atau part program.Program tersebut dapat
disimpan untuk digunakan di masa mendatang atau digunakan untuk
berulang kali untuk mendapatkan hasil pemesianan yang indentik pada saat
kapanpun.

2.6.2 Teknologi NC dan CNC

Dalam kepatuhan yang ketat pada istilah, ada sebuah perbedaan arti
dalam singkatan NC dan CNC.NC adalah singkatan dari Numerical Control
teknologi yang awal dan original, sedangkan CNC adalah singkatan dari
Computerized Numerical Controlteknologi yang baru.Dalam prakteknya
CNC lebih diminati.Untuk menerangkan kedua istilah, perhatian pada

Universitas Sumatera Utara


perbedaan utama antara system NC dan CNC. Kedua system melaksanakan
tugas yang sama, yaitu memanipulasi data untuk tujuan pemesinan. Dalam
kedua sistem, desain internal dari system control berisi instruksi logis data
proses, dan memiliki akhir yang sama.

System NC (yang berlawanan dengan system CNC) menggunakan


fungsi logis, system NC dibangun dalam permanen kabel dengan control
unit. Fungsi ini tidak dapat diganti oleh programmer ataupun operator
mesin.Karena kabel tetap dari logic control, system NC ini identik dengan
istilah “hardwire”.System dapat menerjemahkan sebuah program, tetapi
tidak dapat mengizinkan mengganti program, dengan menggunakan feature
control. Semua perubahan yang diperlukan harus dilakukan jauh dari
control, melainkan dilingkungan kantor. System NC juga memerlukan
penggunaan kaset untuk menginput dari informasi program.

System modern CNC tidak seperti system NC, pengunaan mikro


prosesor internal (seperti computer).Computer ini berisi memory register
storing yang beraneka ragam kebiasaan yang dapat memanipulasi fungsi
logical, yang berarti programmer ataupun operator mesin dapat merubah
program pada control mesin perkakas, dengan hasil yang seketika itu juga.

Flexsibilitas ini adalah keuntungan yang terbaik dari system CNC


dan barangkali menjadi kunci elemen dari penggunaan luas di teknologi
manufaktur yang modern.CNC program dan fungsi logical disimpan pada
special computer chips, seperti software instructionslebih baik dibandingkan
dengan penggunaan hardware connection, seperti kabel.Yang membedakan
dengan NC system, CNC system dikenal dengan istilah “softwired”.

Saat menggambarkan fakta tentang teknologi control numerik,


biasanya digunakan istilah NC dan CNC. Perlu diingat bahwa NC dapat
berarti juga CNC dalam pembicaraan, tetapi CNC tidak ditujukan pada
teknologi yang lampau. Huruf C singkatan dari computerized dan tidak
dapat diterapkan dalam system hardwired. Semua system control didunia
manufaktur saat ini adalah sstem CNC. (Peter Smid, 2003)

Universitas Sumatera Utara


Saat ini mesin CNC mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
program CAD. Mesin-mesin CNC dibangun untuk menjawab tantangan
didunia manufaktur modern. Dengan mesin CNC, ketelitian suatu produk
dapat dijamin hingga 1/100 mm lebih, pengerjaan produk masal dengan
hasil yang sama persis dan waktu permesinan yang cepat. NC/CNC terdiri
dari bagian utama yaitu :
a. Program
b. Control unit / processor
c. Motor listrik servo untuk menggerakan control pahat
d. Motor listrik untuk menggerakan/memutar pahat
e. Pahat
f. Dudukan atau pemegang

Prinsip kerja NC/CNC secara sederhana dapat diuraikan sebagai


berikut :

1. Programmer membuat program CNC sesuai produk yang akan


dibuat dengan cara pengetikan langsung pada mesin CNC maupun dibuat
pada computer dengan software pemrogaman CNC.
Program CNC tersebut lebih dikenal sebagai G-Code, seterusnya
dikirim dan dieksekusi oleh prosesor pada mesin CNC menghasilkan
pengaturan motor servo pada mesin untuk menggerakan perkakas yang
bergerak untuk melakukan proses permesinan hingga menghasilkan
produk sesuai program.(Wikipedia.org/wiki/CNC)

Universitas Sumatera Utara


CNC Unit Tool Turret

Chuck

Workpiece

Tail Stock

Gambar 2.3 Bagian-bagian mesin bubut CNC

Secara umum terdapat beberapa gerakan utama pada mesin bubut.


Yang pertama yaitu gerakan pemakanan dengan pahat sejajar terhadap
sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan
luar benda kerja atau biasa disebut dengan proses bubut rata. Lalu terdapat
pemakanan yang identik dengan proses bubut rata, tetapi arah gerakan
pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja atau gerak
pemakanannya menuju ke sumbu benda kerja, gerak pemakanan ini biasa
disebut proses bubut permukaan (surface turning). Dan yang terakhir adalah
proses bubut tirus (taper turning), proses bubut ini sebenarnya identik
dengan proses bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut
tertentu terhadap sumbu benda kerja (Widarto, dkk., 2008).

Sumber: Widarto, dkk. (2008)

Gambar 2.4 Proses Bubut Rata, Bubut Permukaan dan Bubut Tirus

Universitas Sumatera Utara


Dari proses-proses gerakan pembubutan diatas, secara umum mesin
bubut dapat melakukan beberapa proses permesinan, yaitu bubut dalam
(internal turning), proses pembuatan lubang dengan mata bor (drilling),
proses memperbesar lubang (boring), pembuatan ulir (thread cutting), dan
pembuatan alur (grooving/partingoff). Proses tersebut dilakukan di Mesin
Bubut dengan bantuan/tambahan peralatan lain agar proses pemesinan bisa
dilakukan (Gambar 2.5) (Widarto,dkk., 2008).

Sumber: Widarto, dkk. (2008)

Gambar 2.5 Proses Permesinan yang dapat dilakukan pada Mesin


Bubut (a) Pembubutan Pinggul (Chamfering), (b) Pembubutan Alur
(Parting-off), (c) Pembubutan Ulir (Threading) , (d) Pembuatan Lubang
(Boring), (e) Pembuatan Lubang (Drilling), (f) Pembuatan Kartel
(Knurling).

Berikut ini adalah penjelasan dari proses pembubutan lathe dari


Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 :

1. Bubut rata merupakan proses dasar dari pembubutan yaitu dengan


mengurangi diameter menjadi diameter yang diinginkan, ukuran diameter
mempunyai toleransi ukuran yang bermacam-macam, mulai dari oleransi
umum, toleransi khusus dan toleransi ISO.

Universitas Sumatera Utara


2. Bubut permukaan merupakan proses dasar pembubutan yaitu dengan
mengurangi sisi muka dari benda silindris atau disebut juga mengurangi
panjang benda kerja.
3. Bubut tirus adalah pembubutan dari suatu bagian poros yang ukuran
diameternya berangsur-angsur mengecil dari titik ke tiik pada panjang
poros, pembubutan tirus pada mesin bubut dapat dilakukan dengan pahat
khusus, atau dengan menyetel top slide pada ukuran sudut tertentu atau
debgan menggeser center dari tailstock maupun dengan perlengkapan
tirus.
4. Pembubutan pinggul (chamfering) adalah pembubutan benda pada bagian
poros untuk membuat chamfer, proses pembubutan dilakukan dengan
menggunakan pahat khusus, prosesnya sama dengan pembuatan tirus.
5. Pembubutan alur (grooving) bertujuan untuk membuat pembebas pada
penguliran atau juga untuk tempat pemasangan snap ring, pembuatan alur
dilakukan pada diameter luar dan dalam.
6. Pembubuan ulir (threading) merupakan proses yang identic dengan mesin
bubut, pada mesin bubut kita dapat membuat beraneka ragam ulir pada
bagian luar dan dalam, dalam hal khusus ulir dengan ukuran kecil
umumnya difinish dengan tap atau sney.
7. Pembuatan lubang (boring) adalah pembubutan bagian dalam poros untuk
memperbesar pembuatan lubang.
8. Pembuatan lubang (drilling) adalah pembuatan lubang pada mesin dengan
mata bor/twist drill.
9. Pembuatan kartel (knurling) adalah proses yang berfungsi sebagai
pegangan agar tidak licin, pada mesin bubut pengkartelan dilakukan
dengan roda kartel yang berukuran standar, proses ini tidak memotong
melainkan menekan/menusuk benda kerja sehingga berbentuk alur-alur
kartel, bentuk kartel pada umumnya lurus, miring, atau silang.

Universitas Sumatera Utara


2.7. Permesinan Keras (Hard Machining)
Permesinan keras dilakukan terhadap material dengan kekerasan diantara
45-68 skala Rockwell menggunakan beberapa variasi dari pahat potong
sisipan.Bartarya, dan Choudhury. (2012), menerangkan bahwa meskipun proses
penghalusan diketahui untuk memproduksi permukaan hasil permesinan yang
baik di tingkat laju kecepatan makan yang relatif tinggi, proses pembubutan keras
dapat memproduksi hal tersebut sama baik ataupun dapat memproduksi
permukaan hasil permesinan lebih baik dengan laju material removal yang tinggi
secara signifikan. Meskipun proses ini dilakukan dengan kedalaman dan
kecepatan makan yang kecil, estimasi pengurangan waktu permesinan dapat 60%
lebih tinggi untuk mesin bubut konvensional. Penelitian menunjukkan bahwa
dengan penggunaan kombinasi dari radius pojok, kecepatan makan yang benar,
dan teknologi pahat sisipan yang baru, proses pembubutan keras dapat
memproduksi permukaan hasil permesinan yang lebih baik dibandingkan dengan
penghalusan (grinding).

Pembubutan keras memerlukan beberapa kriteria, yaitu :

− Pembubutan keras adalah fenomena permesinan kecepatan tinggi dengan


kecepatan yang biasanya berjalan normal sebesar 250 m/min, bahkan untuk
beberapa kasus bisa lebih besar daripada ini.
− Karena proses pembubutan menggunakan benda kerja yang memiliki
kekerasan diatas 45 HRc, maka gaya yang dihasilkan juga diperkirakan besar.
Maka dari itu, pahat keras dengan kemampuan aus yang kecil dibutuhkan.
Kebanyakan peneliti menggunakan jenis CBN (cubic boron nitride), PCBN
dan CBN berlapis.
− Permesinan keras sering kali dilakukan tanpa penggunaan cairan pendimgin
(coolant).
Untuk pemotongan yang kontinyu, temperatur ujung pahat yang tinggi
terjadi ketika pembubutan kering dilakukan dan melunakkan area yang akan
dipotong, dimana nilai kekerasan yang rendah akibat hal tersebut membuat
material dengan mudah dipotong. Ini menerangkan kenapa merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara


keuntungan untuk meningkatkan kecepatan potong ketika permesinan keras dan
kering.

2.8 Permesinan Kering


Saat ini, permesinan modern menemui kendala pada biaya yang tinggi
secara kontinyu dan ekspektasi tinggi terhadap kualitas produk
hasilnya.Permesinan kering menjadi lebih populer akibat kekhawatiran terhadap
adanya masalah kebersihan, keselamatan pekerja, serta kualitas dan biaya
produksi. Menurut Sivarajan, dan Padmanabhan (2014), dalam permesinan
tradisional, hubungan antara pahat potong dan benda kerja dalam proses
permesinan dihadapkan dengan timbulnya gesekan dan panas yang dihasilkan
oleh daerah pemotongan.
Cairan pemotongan (cutting fluids) dipakai untuk mengurangi gesekan,
mengurangi temperatur akibat pemotongan, serta mencegah timbulnya keausan
adhesif antara pahat dengan benda kerja dan juga membersihkan geram yang
terbentuk.Untuk waktu yang lama, dikarenakan keterbatasan dari material pahat,
penggunaan cairan pemotongan dan beberapa pelumas dikemukakan sebagai
bagian yang penting di industri pemotongan dan pembentukan logam.
Saat ini pilihan untuk dilakukannya proses permesinan kering
dikembangkan melalui teknologi pelapisan permukaan pada pahat potong yang
memiliki kekerasan dan ketahanan panas yang tinggi, pengurangan kecepatan
potong juga dipertimbangkan sebagai langkah dalam memenuhi kriteria umur
pahat dan nilai ekonomis dari proses permesinan yang dilakukan.
Untuk operasi permesinan kering yang efektif, salah satu hal perlu diperhatikan
adalah informasi mengenai material pahat dan benda kerja yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara


2.9 Bahan Baja
2.9.1 Baja AISI 4340
Baja AISI (American Iron and Steel Institute)4340 merupakan baja
paduan rendah yang tersedia di pasaran setelah mengalami proses
pengerolan hitam atau kondisi normalisasi. Baja tersebut memiliki kekuatan
tarik sebesar 930 – 1080 MPa, densitas 7,85 g/cm3 dan melting point
1427°C. Baja AISI 4340 memiliki karateristik mampu dilas, mampu
ketermesinan, kekuatan yang tangguh serta ketahanan impak.Aplikasi
penggunaan baja AISI 4340 digunakan pada pembuatan poros, pin, baut
pengunci, roda gigi dan semua jenis komponen umum yang digunakan
dalam teknik mesin.
Pada penelitian ini, baja AISI 4340 dibeli dari PT.SuminSurya
Mesindolestari yang sudah dikeraskan (Heat-Treatment) sampai kekerasan
45 – 50 Hardness Rockwell dengan sertifikat. Data komposisi kimia dari
baja AISI 4340 dapat terlihat pada tabel 2.1. Baja AISI 4340 memiliki sifat
kekerasan yang rendah terutama pada ukuran diameter sebesar 60mm. Data
sifat mekanis dari baja AISI 4340 dapat terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Baja AISI 4340


Elemen Kadar

Karbon, C 0,410 %
Silicon , Si 0,220 %

Cu 0,050 %

Mangan, Mn 0,650 %

Fosfor, P 0,015 %

Universitas Sumatera Utara


Sulfur, S 0,006 %
Nickel, Ni 1,790 %
Chromium, Cr 0,790 %
Molibdenum, Mo 0,220 %
V 0,020 %
Aluminium, Al 0,021 %

Sumber: Sertifikat uji bahan PT. SUMINSURYA MESINDOLEST


Tabel 2.2 Sifat Mekanis Baja AISI 4340
Sifat Mekanis Besaran

Kekuatan Tarik, Maks 935 MPa

Kekuatan Tarik, lulur 795 MPa

Elongasi pada saat patah (dalam 22.0%


ukuran 50mm)
Reduksi Area 55,0 %

Modulus Elastisitas 190GPa – 210GPa

Modulus Bulk 140GPa

Modulus Geser 80Gpa

Sumber: Sertifikat uji bahan PT. SUMINSURYA MESINDOLESTARI

2.9.2 Proses Heat Treatment


Heat Treatment (perlakuan panas) adalah salah satu proses untuk
mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik
tarance (tungku) pada temperature rekristalisasi selama periode waktu
tertentu kemudian didinginkan pada media seperti udara, air, oli, air garam
dane solar yang masing-masing menpunyai kerapatan massa yang berbeda-
beda.
Sifat-sifat logam yang teruama sifat mekanik yang sangat
dipengaruhi oleh struktur micrologam disamping komposisi kimianya,

Universitas Sumatera Utara


contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang
berbeda-beda struktur micronya. Dengan adanya pemanasan atau
pendinginan dengan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan
paduan memperlihatkan perubahan strukturnya.
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan
dan proses pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan
padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu.
Perubahan sifat yang dapat diperoleh dari perlakuan panas pada
logam adalah sifat mekanik seperti kekerasan, kekuatan, keuletan,
ketangguhan, dan sebagainya. Sifat lain yang juga dapat dirubah melalui
perlakuan panas adalah sifat teknologi, seperti sifat mampu bentuk dan
mampu las atau mampu mesin. Beberapa perlakuan panas yang umum
diaplikasikan pada baja adalah analing, normalisasi, quenching, dan
tempering.
Pada Baja AISI 4340 yang memiliki melting point 1427oC, dapat
dikeraskan dengan heat treatment dan cold working.Heat treatment baja
AISI 4340 pada suhu 830oC dengan media Quenching oli, forging pada suhu
427oC-1233oC dan annealing pada suhu 844oC dilanjutkan pendinginan pada
dapur (furnace). Berikut pada gambar 2.6 adalah diagram fasa Fe-C.

Gambar 2.6 Diagram fasa Fe-C

Universitas Sumatera Utara


Baja paduan AISI 4340 mengandung 1,8 %Ni, 0,5-0,8 %Cr dan 0,20
%Mo yang merupakan paduan seri 43xx. Kombinasi Ni dan Cr akan
menghasilkan baja dengan batas elastis tinggi hardenability yang tinggi
disertai dengan ketangguhan dan ketahanan lelah yang baik. Selanjutnya
penambahan 0,2 %Mo meningkatkan hardenability dan mengurangi resiko
penggetasan saat tempering. Diagram CCT untuk baja paduan 4340 seperti
pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Diagram CCT untuk baja AISI 4340

Kombinasi Ni-Cr-Mo menghambat transformasi dari austenit ke


perlit sehingga transformasi terjadi dalam waktu yang lama. Struktur mikro
yang terbentuk pada pendinginan udara dari suhu austenit akan
menghasilkan struktur mikro berupa bainit karena adanya keterlambatan
transformasi.

2.10 Desain Eksperimen (Design of Experiment)


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah mengacu kepada metode
eksperimental mengumpulkan data bedasarkan metode faktorial (2𝑘𝑘 ).Dalam hal
ini k adalah kondisi pemotongan (v, f, a) dan n adalah variasi harga dari kondisi
pemotongan. Metode yang digunakan kali ini adalah sebuah kombinasi dari

Universitas Sumatera Utara


proses eksperimental, analisis regresi dan kesimpulan statistik. Konsep dari
metode ini melibatkan sebuah variabel tetap dan beberapa variabel bebas.
Penggunaan alat ukur dan perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan
optimasi terhadap kondisi pemotongan yang diperoleh dari hasil eksperimen guna
mendapatkan nilai optimasi yang paling sesuai.Penggunaan mikroskop dino-lite
ditujukan untuk memperoleh data harga keausan pahat (mm), begitu juga dengan
stylus profilometer yang digunakan untuk memperoleh data kekasaran permukaan
pada benda kerja. Kemudian data-data yang telah dikumpulkan akan dilakukan
proses input dan pengolahan oleh perangkat lunak design expert dan kemudian
diperoleh kondisi pemotongan yang paling optimum terhadap variable Ra.
2.10.1 Metode Faktorial
Metode faktorial merupakan metode dengan menerapkan Analysis Of
Varians (ANOVA). Desain eksperimental ini mengizinkan perencanaan yang
cukup terukur sebagai respon dengan banyaknya jumlah pengujian yang
layak. Pada metode faktorial 23 diperlukan 3 level uji untuk setiap faktor
yang ditentukan. Metode faktorial 23 merupakan metode dengan perlakuan
kombinasi data yang paling efisien dengan tanpa adanya nilai tengah dan
pengulangan terhadap percobaan yang dilakukan. Oleh karenanya, metode
faktorial 23 dinilai sebagai metode yang paling cocok untuk perlakuan data
dengan variabel yang berdekatan antara level High dan Low dengan tanpa
adanya level Medium data.

Gambar 2.8. Desain faktorial bentuk matriks

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Ilustrasi Desain Pengolahan Data 3 Dimensional v, f, a Metode
Faktorial 23 Dalam Kubus Percobaan.

Sebuah model 3D dari metode faktorial 23 ditunjukkan dalam


gambar 3.10.model 3D tersebut menunjukkan 3 faktor yang terdiri dari v, f,
dan a. Masing – masing titik merepresentasikan run yang dilakukan dalam
mengumpulkan data hasil pemotongan.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Bahan

Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang
telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pemilihan baja AISI 4340
karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen
pemesinan, komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnya automotive dan
aircraftscrankshafts, rear axle shafts, connecting rod, propeller hub, gear, drive
shafts. Adapun karekteristik dari baja AISI 4340 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Komposisi kimia baja AISI 4340

Sumber :Material Test Certificate, PT SUMINSURYA MESINDOLESTARI

Element Content (%)

Carbon (C) 0,410

Mangan (Mn) 0,650

Silicon (Si) 0,220

Phosphorus (P) 0,015

Sulfur (S) 0,006

Chromiun (Cr) 0,790

Nickel (Ni) 1,790

Molybdenum (Mo) 0,220

Cuprum (Cu) 0,050

Universitas Sumatera Utara


Vanadium (V) 0,020

Aluminium (Al) 0,021

Tabel 3.2 Sifat mekanik baja AISI 4340

Sumber :Material Test Certificate, PT SUMINSURYA MESINDOLESTARI

Properties Metric

Tensile Strength 935N/mm2

Yield Strength 795 N/mm2

Reduction Area 55 %

Elongation 16 %

HRc (45-50)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.1 Bahan baja AISI 4340

Gambar 3.2 Gambar teknik bahan baja AISI 4340

3.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.2.1. Mesin Bubut CNC


Mesin Bubut CNC merupakan suatu alat yang digunakan dalam
penelitian ini dan berfungsi untuk membubut spesimen benda kerja.berikut
adalah spesifikasi mesin bubut CNC yang digunakan :
Merk : GSK CNC 928TEa
Model : NX-L300
Serial :FE-NC-LTH-157
Daya : 9.5 KVA
Voltase : 380 V
Frekuensi : 50 Hz

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.3 Mesin bubut CNC

3.2.2. Pahat Sisipan

Dalam penelitian ini digunakan pahat insert PVD karbida berlapis


dengan lapisan (AlTiN) dari brand Kennametal Amerika Serikat, untuk no
seriSNMG 120408 RP dengan kode KCU 25,adapun gambar pahat insert
PVD karbida berlapis ditujukan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.4 Pahat PVD Karbida Kennametal

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.5 Gambar Teknik pahat PVD karbida

(Sumber : catalogue Kennametal)

Keterangan : L10 = lebar pahat = 12,7 mm

Rε = radius pojok = 0,8 mm

SNMG120408RP memiliki arti sebagai berikut :

- S = Bentuk pahat segiempat


- N = Sudut 00
- M = Toleransi
- G = Desain pahat
- Lebar pahat 12 mm
- Tebal pahat 4 mm
- Radius pojok 0,8 mm
- RP = Roughing Positive

Sedangkan KCU 25 memiliki arti adalah sebagai berikut:

- K = Kennametal
- C = Insert Material, Carbide
- U = Universal Workpiece Material
- 25 = Relative Hardness

Universitas Sumatera Utara


3.2.3. Pemegang Pahat

Pemegang pahat (toolholder) berfungsi sebagai dudukan mata pahat


sisipan.Dengan pengaplikasiannya yaitu mata pahat diletakkan pada
dudukan laludiklem dengan menggunakan baut agar kuat dan kokoh pada
saat memotong logam.Toolholder yang digunakan memiliki seri MSDNN
2020 K12 dengan spesifikasi:

M = Pengunci ganda,
S = Bentuk sisipan segiempat,
D = Sudut potong pahat 45°,
N = Sudut pahat 0°,
N = Arah pahat netral,
Tebal Holder = (20x20) mm,
K (panjang holder) = 125 mm,
Ukuran pahat sisipan = 12 mm

Gambar 3.6 Pemegang pahat

Universitas Sumatera Utara


3.2.4. Stylus Plofilometer
Berfungsi sebagai pengukur kekasaran permukaan benda kerja yang
telah dilakukan Proses pembubutan.

Berikut spesifikasi untuk stylus profilometer, yaitu:

− Merk : Mitutoyo

− Tipe / Jenis : SJ-210 / Portabel

− Penyimpanan Data : Micro-SD

− Jarak Ukur : 0.55” (14,2 mm)

− Koneksi : USB

− Fitur : Layar LCD 2.4”, Go/NoGo Judgment, fitur

hemat daya auto sleep, analisa 39 parameter


kekasaran, serta unit kalibrasi.

Gambar 3.7Stylus profilometer

3.2.5. Mikroskop Dino-Lite

Mikroskop berfungsi untuk meneliti, mengukur dan memperbesar


penglihatan terhadap keausan pahat insert yang digunakan pada penelitian.
Berikut spesifikasi mikroskop Dino-Lite AM4515T8 :
Resolusi = 1.3 MP (1280x1024)
Perbesaran = 700 – 900 kali
Koneksi = USB 2.0

Universitas Sumatera Utara


Ukuran = 10,5 cm(H)x3,2 cm(D)
8 lampu LED putih
AutomaticMagnificationReading(AMR)

Gambar 3.8 Mikroskop Dino Lite

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Metode Eksperimen


Metode desain eksperimen yang digunakan pada penelitian ini
merupakan metode eksperimental dengan perancangan data berdasarkan
metode faktorial (mn).Dalam hal ini “n” adalah jumlah variabel bebas dan
“m” adalah variasi magnitude dari kondisi pemotongan yaitu Low (L), dan
High (H). Karena terdapat 3 variabel bebas yaitu: kecepatan potong (v), laju
pemakanan (f), dan kedalaman potong (a), maka metode faktorial tersebut
dapat ditulis 23 = 8, yaitu terdapat 8 kondisi pemotongan.
Metode ini digunakan untuk menguji sensitivitas pada pahat dengan
tujuan repetisi terendah untuk melihat variable yang berpengaruh terhadap
respon. Pada desain 23 ini menggunakan 3 faktor yang merupakan variabel

Universitas Sumatera Utara


bebas, yaitu: faktor A merupakan kecepatan potong v (m/min), faktor B
merupakan pemakanan f (mm/rev), dan faktor C merupakan kedalaman
potong A (mm).
Kedelapan kondisi tersebut menempati pojok dari kubus percobaan
dengan tiga sisinya setaraf dengan sumbu v, f, dan a terlihat pada Gambar
3.8.

Gambar 3.9. Desain faktorial bentuk geometri

Metode penelitian yang digunakan dalam eksperimen ini meliputi:


1. Terdapat 3 variable bebas dalam penelitian ini, yaitu kecepatan potong v
(m/min), gerak makan f (mm/rev), dan kedalaman pemakanan a (mm).
2. Pengumpulan data dilakukan pada tabel 3.3 dimana setiap variable bebas
memiliki 2 level yaitu Low dan High (L dan H) Dimana untuk mencari
nilai Low dan High dilakukan pengujian berdasarkan metode trial and
eror dengan rentang v (80 - 95) m/min, f (0,1 – 0,2) mm/rev, dan a (1 – 2)
mm.

Tabel 3.3 Rentang data eksperimen

Level Low High

v 80 95

Universitas Sumatera Utara


f 0,1 0,2

a 1 2

3. Setiap pengujian dilakukan sampai kriteria umur pahat tercapai. Dimana,


kriteria umur pahat ditentukan dari eksperimen 1 sampai 8 dengan nilai
keausan pahat (VB) ≤ 0,3
4. Setelah data pada tabel 3.3 diperoleh, maka akan digunakan metode
faktorial untuk memperoleh kondisi pemotongan optimum dengan respon
variabel suhu (T) dan aus pahat (Vb) berdasarkan kriteria yang
diinginkan, Optimasi dilakukan dengan menggunakan softwareDesign-
Expert10.

Tabel 3.4. Susunan kondisi pemotongan berdasarkan softwareDesign-Expert

No. Run v (m/min) f (mm/rev) a (mm)


1 H H H
2 H H L
3 H L H
4 H L L
5 L H H
6 L H L
7 L L H
8 L L L

Tabel 3.5. Tabel kondisi pemotongan untuk eksperimen

No. Run v (m/min) f (mm/rev) a (mm)


1 95 0,2 2
2 95 0,2 1
3 95 0,1 2
4 95 0,1 1
5 80 0,2 2
6 80 0,2 1
7 80 0,1 2
8 80 0,1 1

Universitas Sumatera Utara


3.4. Diagram alir penelitian
Diagram alir yang digunakan pada penelitian ini seperti pada gambar
berikut.

Mulai

• Survey

Studi literatur

Persiapan proses pembubutan:


• Pengadaan pahat
• Pengadaan benda kerja

Set-up mesin bubut CNC


NX-L300

Tidak

uji coba mesin dengan


kondisi pemotongan untuk
menentukan v, f, a

Ya

Proses pembubutan
Dilakukan dengan 8 kondisi
pemotongan hingga
mencapai VB 0,2-0,3

Gambar 3.10. Diagram alir metodologi penelitian

Universitas Sumatera Utara


A

Pengumpulan data penelitian:


• Waktu pembubutan (tc)
• Keausan pahat (VB)
• Kekasaran permukaan (Ra)
• Suhu pemotongan (T)

Mengamati, mengukur, dan


melakukan penetapan batas
keausan hingga VB 0.2-0.3 mm

Melakukan analysis of variance (ANOVA) terhadap data Ra dan


VB dengan menggunakan software Design Expert

Menghasilkan persamaan,
tabel, dan grafik

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.11. Diagram alir metodologi penelitian (sambungan)

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN DISKUSI

4.1 Data Hasil Eksperimen


Kondisi pemotongan yang merupakan variabel yang ditetapkan dalam
penelitian ini yaitu v, f, a yang digunakan untuk menentukan korelasi antara
keausan pahat dengan kekasaran permukaan (Ra). Penentuan harga kondisi
pemotongan/parameter masing–masing v, f, a dilakukan dengan menentukan nilai
batas bawah (low) dan batas atas (high) dengan berdasar pada standar ISO 3685,
maka didapat hasil kondisi permesinan sebagai berikut:

v f a VB Ra (VB awal) Tc (VB awal) Ra (VB akhir) Tc (VB akhir)


NO
(m/min) (mm/rev) (mm) NOTE (mm) (micron) (menit) (micron) (menit)
entry end entry end
1 95 0.2 2 HHH 0.3 2.982 2.742 0.48 2.152 2.481 5.9
2 95 0.2 1 HHL 0.2 2.261 2.450 1.07 1.825 1.771 7.6
3 95 0.1 2 HLH 0.2 2.132 2.245 1.63 1.986 1.872 9.4
4 95 0.1 1 HLL 0.2 2.136 2.282 1.88 1.502 1.713 13.27
5 80 0.2 2 LHH 0.2 2.668 2.135 1.57 2.124 2.161 12.8
6 80 0.2 1 LHL 0.219 2.292 2.422 1.87 1.652 1.835 16.32
7 80 0.1 2 LLH 0.2 2.125 2.801 2.2 1.052 1.286 14.02
8 80 0.1 1 LLL 0.3 2.376 2.470 2.97 2.123 2.171 18.32

Tabel 4.1 Data Hasil Eksperimen

Universitas Sumatera Utara


Pada saat permukaan termesin difoto dengan menggunakan mikroskop
dinolite dengan perbesaran antara 75 sampai 200 kali , terdapat garis – garis pada
benda kerja yang merupakan f (feed rate) seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Permukaan–permukaan termesin yang telah melalui serangkaian pass untuk
mendapatkan nilai kekasaran permukaan sesuai dengan batas nilai keausan pahat
yang ditentukan.

Entry Point
End Point
f

Gambar 4.1 Setup Eksperimen

Gambar yang dipilih merupakan hasil dari foto mikroskopis untuk


mendapatkan dan memperlihatkan alur pemakanan oleh pahat (keterangan pada
gambar 4.1), disini diperlihatkan foto–foto permukaan termesin dengan
penggunaan mikroskop dino (video AMR)pada VB awal dan VB akhir seperti
terlihat pada gambar 4.2 sampai dengan gambar 4.17.

Terlihat pada tabel bahwa Ra (untukVB awal dan akhir) ditemukan bahwa
nilai Ra yang paling besar adalah pada kondisi pemotongan 1 (v 95 m/min, f0.2
mm/rev, a 2 mm) dan diikuti kondisi pemotongan 5 (v 80 m/min, f 0.2 mm/rev, a
2 mm). Berikut gambar pengambilan nilai dan gambar alur kekasaran permukaan :

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,033 mm dengan nilai Ra 2,982 micron pada entry
point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,033 mm dengan nilai Ra 2,742 micron pada end
point
Gambar 4.2. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHH pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HHH pada end point
VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,3 mm dengan nilai Ra 2,152 micron pada entry
point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,3 mm dengan nilai Ra 2,481 micron pada end
point
Gambar 4.3. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHH pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HHH pada end point
VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,072 mm dengan nilai Ra 2,261 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,072 mm dengan nilai Ra 2,450 micron pada
end point
Gambar 4.4.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHL pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HHL pada end point
saat VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai kekasaran 1,825 pada entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai kekasaran 1,771 pada end point

Gambar 4.5.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HHL pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HHL pada end point
saat VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,078 mm dengan nilai Ra 2,132 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,078 mm dengan nilai Ra 2,245 micron pada end
point
Gambar 4.6 (a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLH pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HLH pada end point
saat VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai Ra 1,986 pada entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai Ra 1,872 pada end point
Gambar 4.7.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLH pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HLH pada end point
saat VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur permukaan pada VB 0,054 mm dengan nilai Ra 2,135 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,054 dengan nilai Ra 2,282 micron pada end
point
Gambar 4.8.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLL pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HLL pada end point
saat VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai Ra 1,502 pada entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,2 mm dengan nilai Ra 1,713 micron pada end
point

Gambar 4.9.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan HLL pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan HLL pada end point
saat VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,065 mm dengan nilai Ra 2,668 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,065 mm dengan nilai Ra 2,135 micron pada end
point
Gambar 4.10.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHH pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LHH pada end point
VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai Ra 2,124 micron pada entry
point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai Ra 2,161 micron pada end point

Gambar 4.11.(a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHH pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LHH pada end point
VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,043 mm dengan nilai Ra 2,292 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,043 mm dengan nilai Ra 2,422 micron pada
end point
Gambar 4.12. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHL pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LHL pada end point
saat VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,219 mm dengan nilai Ra 1,652 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,219 mm dengan nilai Ra 1,835 micron pada
end point
Gambar 4.13. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LHL pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LHL pada end point
saat VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,05 mm dengan nilai Ra 2,125 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,05 mm dengan nilai Ra 2,801 micron pada end
point
Gambar 4.14. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLH pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LLH pada end point
saat VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,2 dengan nilai Ra 1,052 micron pada entry
point

(b) Alur kekasaran padaVB 0,2 dengan nilai Ra 1,286 micron pada end point

Gambar 4.15. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLH pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LLH pada end point
saat VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,082 mm dengan nilai Ra 2,376 micron pada
entry point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,082 dengan nilai Ra 2,470 micron pada end
point

Gambar 4.16. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLL pada entry point
saat VB awal, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LLL pada end point
saat VB awal.

Universitas Sumatera Utara


(a) Alur kekasaran pada VB 0,3 dengan nilai Ra 2,123 micron pada entry
point

(b) Alur kekasaran pada VB 0,3 dengan nilai Ra 2,171 pada end point

Gambar 4.17. (a) permukaan termesin kondisi pemotongan LLL pada entry point
saat VB akhir, (b) permukaan termesin kondisi pemotongan LLL pada end point
saat VB akhir.

Universitas Sumatera Utara


Melalui gambar 4.6 sampai dengan 4.21 di atas dapat dilihat bahwa
terdapat beberapa perbedaan antar permukaan pada setiap run nya di titik entry
point maupun end point. Alur (pattern) yang terdapat pada permukaan termesin
tersebut terjadi akibat proses pemakanan oleh pahat dengan pergerakan yang
kontiniu terhadap benda kerja. Menurut R. Suresh, dkk, (2012), pola yang tercipta
merupakan akibat dari proses permesinan, yaitu termasuk akibat pemilihan
kondisi pemotongan, kondisi lingkungan.

4.1.1 Grafik Waktu Permesinan VS Kekasaran Permukaan Ra


Dari data tabel 4.1 diatas dapat dilihat batas atas kondisi permesinan yaitu
pada NOTE HHH dimana v = 95 m/min, f = 0,2 mm/rev, a = 2 mm dan batas
bawah nya pada NOTE LLL dimana v = 80 m/min, f = 0,1 mm/rev, a = 1 mm.
Untuk melihat kolerasi antara nilai kekasaran permukaan (Ra) dan lamanya waktu
permesinan (Tc) dapat dilihat dalam bentuk grafik, berikut gambar 4.1 sampai
dengan 4.4 grafik waktu permesinan vs kekasarab permukaan (Ra) pada kondisi
pemotongan high dan low.

TC VS Ra (VB awal)
3,5
Kekasaran (Micron)

3 Ra pada Entry Point

2,5 Ra pada End Point

2 Poly. (Ra pada Entry


Point)
1,5 Poly. (Ra pada End
0 0,5 1 1,5 2 Point)

Waktu Pemotongan (Menit)

Gambar 4.18 Grafik TC VS Ra (VB awal) pada kondisi HIGH

Universitas Sumatera Utara


TC VS Ra (VB awal)
4

Kekasaran (Micron) 3,5


Ra pada Entry Point
3
Ra pada End Point
2,5
Poly. (Ra pada Entry
2
Point)
1,5 Poly. (Ra pada End
0 1 2 3 4 Point)

Waktu Pemotongan (Menit)

Gambar 4.19 Grafik TC VS Ra (VB awal) pada kondisi LOW

Pada grafik 4.18 dapat dilihat nilai kekasaran (Ra) berbanding dengan
waktu permesinan pada Ra (VB awal) pada kongisi high dan pada grafik 4.19
dapat dilihat waktu permesinan pada Ra (VB awal) pada kondisi low. Dari kedua
grafik tersebut dapat kita lihat nilai Ra tertinggi pada kondisi high (pada VB awal)
yaitu pada saat kondisi pemotongan HHH (v = 95 f = 0,2 a = 2) dengan nilai
kekasaran (Ra) yaitu 2.982μm (pada entry point) dengan waktu permesinan 0,48 menit,
dan nilai kekasaran terendah pada kondisi high (pada VB awal) terjadi pada kondisi
pemotongan HLL (v = 95 f = 0,1 a = 1) dengan nilai (Ra) yaitu 2.136 μm (pada entry
point) dengan waktu permesinan 1,88 menit. Sedangkan nilai kekasaran tertinggi pada
kondisi low (pada VB awal)terjadi pada kondisi pemotongan LHH (v = 80 f = 0,2 a = 2)
dengan nilai kekasaran (Ra) yaitu 2.668 μm (pada entry point) dengan waktu permesinan
1.57 menit, dan nilai kekasaran (Ra) terendah pada kondisi low (pada VB awal)terjadi
pada kondisi pemotongan LLH (v = 80 f = 0,1 a = 2) dengan nilai kekasaran (Ra) yaitu
2.125μm (pada entry point).

Universitas Sumatera Utara


TC VS Ra (VB akhir)
3

Kekasaran (Micron) 2,5


Ra pada Entry Point
2
1,5 Ra pada End Point
1
Poly. (Ra pada Entry
0,5 Point)
0 Poly. (Ra pada End
0 5 10 15 Point)

Waktu Pemotongan (Menit)

Gambar 4.20 Grafik TC VS Ra (VB akhir) pada kondisi HIGH

TC VS Ra (VB akhir)
2,5

2
Kekasaran (Micron)

Ra pada Entry Point


1,5
Ra pada End Point
1
Poly. (Ra pada Entry
0,5
Point)
0 Poly. (Ra pada End
0 5 10 15 20 Point)

Waktu Pemotongan (Menit)

Gambar 4.21 Grafik TC VS Ra (VB akhir) pada kondisi LOW

Pada grafik 4.20 dapat dilihat nilai kekasaran (Ra) berbanding dengan
waktu permesinan pada Ra (VB akhir) pada kondisi high dan pada grafik 4.21
dapat dilihat waktu permesinan pada Ra (VB akhir) pada kondisi low. Dari kedua
grafik tersebut dapat kita lihat nilai kekasaran (Ra) tertinggi pada kondisi high
(pada VB akhir) yaitu pada saat kondisi pemotongan HHH (v = 95 f = 0,2 a = 2)
dengan nilai kekasaran (Ra) yaitu 2.481μm (pada end point) dengan waktu
permesinan 5,9 menit, dan nilai kekasaran terendah pada kondisi high (pada VB akhir)

Universitas Sumatera Utara


terjadi pada kondisi pemotongan HLL (v = 95 f = 0,1 a = 1) dengan nilai kekasaran (Ra)
yaitu 1.502 μm (pada entry point) dengan waktu permesinan 13.27 menit. Sedangkan
nilai kekasaran tertinggi pada kondisi low (pada VB akhir) terjadi pada kondisi
pemotongan LLL (v = 80 f = 0,1 a = 1) dengan nilai kekasaran (Ra) yaitu 2.171 μm
(pada end point) dan nilai kekasaran (Ra) terendah pada kondisi low (pada VB akhir)
terjadi pada kondisi pemotongan LLH (v = 80 f = 0,1 a = 2) dengan nilai kekasaran (Ra)
yaitu 1.052μm dengan waktu permesinan 14.02 menit.

Universitas Sumatera Utara


4.2 Pengaruh Ra Terhadap Aus Pahat
Pada penelitian ini dilakukan proses pembubutan dengan 8 kondisi
pemotongan, sehingga dihasilkan data hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian


v f a VB Ra (VB awal) Ra (VB akhir)
NO (m/min) (mm/rev) (mm) NOTE (mm) (micron) (micron)
entry end entry end
1 95 0,2 2 HHH 0,33 2.982 2.742 2.152 2.481
2 95 0,2 1 HHL 0,2 2.261 2.450 1.825 1.771
3 95 0,1 2 HLH 0,2 2.132 2.245 1.986 1.872
4 95 0,1 1 HLL 0,2 2.136 2.282 1.502 1.713
5 80 0,2 2 LHH 0,2 2.668 2.135 2.124 2.161
6 80 0,2 1 LHL 0,219 2.292 2.422 1.652 1.835
7 80 0,1 2 LLH 0,2 2.125 2.801 1.052 1.286
8 80 0,1 1 LLL 0,3 2.376 2.470 2.123 2.171

Dalam kaitannya terhadap industri manufaktur, kualitas permukaan


termesin hasil pengujian terhadap 8 kondisi pemotongan kali ini menggunakan
standar medium finish (Ra < 6 μm).Pada saat pengukuran VB awal pada kondisi –
kondisi pemotongan yang telah ditentukan, nilai kekasaran permukaan (Ra) dari
benda kerja lebih mengalami kenaikan yang signifikan pada entry point daripada
end point.Hal ini menurut Nexhat Qehaja, dkk. (2015), dikarenakan seiring
dengan penggunaan pahat yang digunakan pada proses permesinan, pengaruh
akan nilai kondisi pemotongan terhadap nilai dari nose radius akan
mempengaruhi kekasaran permukaan. Jadi dengan menggunakan pemakanan f dan
kecepatan potong v yang rendah akan menurunkan nilai kekasaran permukaan.

Universitas Sumatera Utara


4.2.1. Karakteristik Permukaan Termesin Hasil 8 Kondisi Pemotongan
Kualitas permukaan termesin hasil 8 kondisi pemotongan termasuk
medium finish. Pada saat pengukuran VB awal, kondisi pemotongan High (v = 95
m/min) memiliki nilai Ra lebih kecil pada entry point daripada end point, dan
sebaliknya pada kondisi Low (v = 80 m/min) seperti terlihat pada gambar 4.22.
Sedangkan pada saat pengukuran VB max, nilai Ra tidak beraturan dikarenakan
sesuai dengan nilai VB yang didapat seperti terlihat pada gambar 4.23.
Hasil dari kedua data diatas digabungkan dalam bentuk histogram agar
perbedaan nilai Ra tampak seperti pada gambar 4.24.

Perbedaan Ra (VB awal)


3
2,5
2
VB 1,5 Ra (VB awal) pada entry
point
1
0,5 Ra (VB awal) pada end
point
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Kondisi Pemotongan

Gambar 4.22. Grafik perbedaan Ra (VB awal) pada entry point dan end point

Perbedaan Ra (VB akhir)


3
2,5
2
VB 1,5 Ra (VB akhir) pada entry
1 point
0,5 Ra (VB akhir) pada end
point
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Kondisi Pemotongan

Gambar 4.23. Grafik perbedaan Ra (VB akhir) pada entry point dan end point

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan Ra (VB awal dan akhir)
3

2,5

Ra (VB awal ) pada entry point


VB 1,5
Ra (VB awal) pada end point
Ra (VB akhir) pada entry point
1 Ra (VB akhir) pada end point

0,5

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Kondisi Pemotongan

Gambar 4.24. Grafik perbedaan Ra saat VB awal dan VB akhir pada entry point dan end point

Universitas Sumatera Utara


Dapat dilihat pada gambar 4.22 dan 4.23 pengukuran kekasaran permukaan pada VB
awal dan VB akhir didapat bahwa kekasaran permukaan lebih dominan terjadi pada end point
yang disimpulkan terjadi akibat kenaikan nilai keausan pahat yang terjadi selama proses
pemotongan berlangsung. Kenaikan nilai kekasaran permukan juga terlihat lebih signifikan
pada tahap ini
Dari data grafik di atas dapat kita lihat pada kondisi pemotongan ke 5 terjadi lonjakan
Ra (VB awal pada entry point) dan pada kondisi pemotongan ke-7 juga tertjadi lonjakan ra
(VB awal pada end point). Hal ini disebabkan oleh BUE (Built Up Edges) yang terjadi karena
adanya chip yang menempel pada mata pahat, sehingga membuat mata pahat menjadi tumpul.
Pada kondisi ini benda kerja tidak lagi dipotong oleh ujung mata pahat tetapi dipotong oleh
gram (chip) yang menempel pada mata pahat.
Dapat disimpulkan bahwa seiring dengan penggunaan dan pengurangan umur pahat
terhadap pahat terpakai maka akan mengakibatkan timbulnya kekasaran permukaan (surface
roughness) pada permukaan termesin. Juga, menurut R. Suresh, dkk. (2012), kekasaran
permukaan memiliki sensitivitas terhadap perubahan variasi antara laju pemakanan fpada
nilai rendah, dan kecepatan potong v yang tinggi

4.3 Analisis Parameter yang Mempengaruhi Ra


Untuk mendapatkan nilai optimasi dari penelitian ini maka digunakan perangkat lunak
(software) Design Expert. Dengan menggunakan metode RSM (Response Surface
Methodology) dan metode yang diterapkan adalah metode faktorial 23 maka dari beberapa
parameter kondisi pemotongan (v, f, a, Ra, serta VB) yang telah didapat datanya melalui
proses eksperimental dilakukan proses pemasukan (input) data ke perangkat lunak untuk
dianalisis dan didapatkan formula serta nilai optimasi yang diinginkan. Pada proses ini, nilai
kekasaran permukaan (Ra) yang dilakukan proses input adalah nilai Ra pada saat VB akhir
(max) dengan tujuan mendapatkan model matematis pada saat pengaruh keausan pahat (VB)
sedang dalam tahap maksimum terhadap kekasaran permukaan (Ra).

4.3.1 Nilai numerik Ra pada VB akhir Entry Point

Model numerik yang telah didapat dari Analysis of Varians (ANOVA)


memperlihatkan model kekasaran permukaan pada entry point.Berikut adalah nilai

Universitas Sumatera Utara


kekasaran permukaan yang terjadi pada entry point yang telah dilakukan analisis oleh
perangkat lunak Design Expert terlihat pada tabel 4.2. Dapat dilihat pada tabel bahwa
model kekasaran permukaan yang terjadi dengan nilai F Value (nilai variasi
kombinasi/pengujian yang digabungkan dengan nilai dari variasi residual) setara
dengan = 10,67 .

Dengan catatan bahwa nilai p-value (Prob>F) (nilai kemungkinan/peluang


bagi data untuk melakukan kesalahan apabila diputuskan untuk menolak hipotesa
awal, yang dalam hal ini adalah data hasil eksperimen) Prob>F lebih kecil atau sama
dengan 0,05 (5%) yang merupakan ambang batas maksimal dimungkinkannya terjadi
galat/kesalahan jenis I (type one error). Untuk itu, jika terdapat ketiadaan variabel
yang signifkan pada suatu data, maka nilai yang paling mendekati p-value dinyatakan
sebagai variabel yang paling signifikan terhadap perubahan yang terjadi pada data
eksperimen. R-squared adalah variabilitas yang proporsional pada data yang
dijelaskan oleh model ANOVA. Std. Dev adalah akar pangkat 2 terhadap error nilai
rata-rata data, dan C.V adalah koefisien variasi yang menjelaskan tentang variabilitas
residual model data dalam bentuk persen dari nilai rata-rata variabel respon, serta
PRESS diartikan sebagai prediksi error dari sum of squares dan dimaksudkan sebagai
tolak ukur bagaimana model memprediksi respon-respon/parameter dalam eksperimen
yang baru. Semakin kecil nilai PRESS maka akan memprediksikan respon-respon
model yang semakin baik.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3Analysis of Varians (ANOVA) Ra pada entry point

Sum of Mean F p-value


Source Squares df Square Value Prob > F
Model 0.68 6 0.11 90.46 0.8761 significant
A-v 0.033 1 0.033 0.091 0.8131
B-f 0.15 1 0.15 0.41 0.6370
C-a 5.618E-003 1 5.618E-003 0.016 0.9210
AB 1.568E-003 1 1.568E-003 4.340E-003 0.9581
AC 0.25 1 0.25 0.69 0.5592
BC 0.24 1 0.24 0.66 0.5646
Residual 0.36 1 0.36
Cor Total 1.04 7
Std. Dev. 0.60 R-Squared 0.6522
Mean 1.80 Adj R-Squared -1.4347
C.V. % 33.35 Pred R-Squared -21.2605
PRESS 23.12 Adeq Precision 1.957
-2 Log Likelihood -2.08 BIC 12.48
AICc

Data yang terlihat pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat data yang
signifikan, oleh karena itu nilai terendah yang dapat diambil dan paling berpengaruh
terhadap kekasaran permukaan adalah variabel B–fdan A–vdibandingkan dengan
variabel C–a.

Berikut model matematik Ra pada entry point dalam coded factors dari regresi
oleh software design expert dijabarkan sebagai berikut:
Ra Entry = 1,80 + 0,064A + 0,14B + 0,027C – 0,014AB + 0,18AC + 0,17 BC

Berikut model matematik Ra pada entry point dalam actual factors dari regresi
oleh software design expert dijabarkan sebagai berikut:
Ra Entry = 7,80217 – 0,056333v – 4,40333f – 5,099a – 0,037333vf + 0,047va +
6,93fa

Universitas Sumatera Utara


4.3.2 Nilai numerik Ra pada VB akhir End Point

Data yang telah didapat dari Analysis of Varians (ANOVA) perangkat lunak
Design Expert memperlihatkan model kekasaran permukaan pada end point.Berikut
adalah nilai kekasaran permukaan yang terjadi pada end point yang telah dilakukan
analisis oleh perangkat lunak Design Expert terlihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Analysis of Varians (ANOVA) Ra pada End Point

Sum of Mean F p-value


Source Squares df Square Value Prob > F
Model 0.54 6 0.090 77.98 0.0865 significant
A-v 0.018 1 0.018 0.34 0.6645
B-f 0.18 1 0.18 3.34 0.3188
C-a 0.012 1 0.012 0.22 0.7205
AB 2.048E-003 1 2.048E-003 0.038 0.8780
AC 0.25 1 0.25 4.68 0.2756
BC 0.39 1 0.39 7.13 0.2282
Residual 0.054 1 0.054
Cor Total 0.91 7
Std. Dev. 0.23 R-Squared 0.9403
Mean 1.91 Adj R-Squared 0.5819
C.V. % 12.21 Pred R-Squared -2.8222
PRESS 3.48 Adeq Precision 5.475
-2 Log Likelihood -17.22 BIC -2.66
AICc

Hasil dari analisis varians (ANOVA) akan ditunjukkan pada tabel 4.4. yang
memperlihatkan model kekasaran permukaan (Ra) pada end point tersebut signifikan
dengan nilai F = 77.98 Dengan catatan bahwa nilai p-value (Prob>F) lebih besar
daripada 0,05 maka pemodelan tersebut signifikan. Pada tabel 4.4. terlihat bahwa
ketiga variabel tidak signifikan dikarenakannilai p-value (Prob>F) lebih dari 0,05, oleh
karena itu nilai yang paling kecil dari p-value (Prob>F) menjadi variabel yang paling
signifikan sehingga variabel B–f lebih berpengaruh terhadap pemodelan Ra pada entry
point daripada variabel A–v dan C–a.
Berikut model matematik Ra pada end point dalam coded factors dari regresi
oleh software design expert dijabarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Ra End Point = 1.91 + 0.048A + 0,15B + 0,039C + 0,016AB + 0,18 AC + 0,22 BC
Berikut model matematik Ra pada entry point dalam actual factors dari regresi
oleh software design expert dijabarkan sebagai berikut:
Ra End Point = 9,57250 – 0,0714v – 13,9333f – 5,409a + 0,042667vf + 0,0476va +
8,81fa

4.4 Kondisi Pemotongan Optimum yang Menghasilkan Ra Terbaik

Proses optimasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Design Expert yang
mana proses input data parameter pemotongan serta batas – batas nilai optimasi yang
ditetapkan. Optimasi yang dilakukan juga mengacu kepada hubungan antara Ra dengan VB
yang dilakukan dengan 2 bagian yaitu, pada optimasi terhadap Ra entry point dan end point
data, serta optimasi terhadap Ra dan VB yang dilakukan serempak. Terlihat pada tabel (goal,
lower limit, serta upper limit) telah dilakukan untuk optimasi terhadap nilai Ra entry point dan
end point, dengan acuan bahwa nilai tetapan untuk VB berada pada jangkauan nilai terendah
dan tertinggi keausan yang terjadi, dan nilai tetapan untuk Ra (entry dan end point) diatur
berada pada nilai minimal (terendah). Maka didapat hasil optimasi yang terlihat pada tabel

Tabel 4.5 Limit batas nilai optimum Ra terhadap VB

Lower Upper Lower Upper


Name Goal Limit Limit Weight Weight Importance
A:v is in range 80 95 1 1 3
B:f is in range 0.1 0.2 1 1 3
C:a is in range 1 2 1 1 3
Ra Entry minimize 1.052 2.152 1 1 3
Ra End minimize 1.286 2.481 1 1 3
VB is in range 0.2 0.33 1 1 3
Tabel 4.6 Hasil optimum parameter pemotongan Ra terhadap VB

Number v f a Ra Entry Ra End VB Desirability


1 80.000 0.100 1.945 1.300 1.408 0.200 0.997 Selected
2 80.074 0.100 1.946 1.302 1.409 0.200 0.996
3 80.000 0.100 1.942 1.303 1.411 0.200 0.996
4 80.000 0.101 1.945 1.304 1.412 0.200 0.996
5 80.163 0.100 1.946 1.305 1.412 0.200 0.996
6 80.000 0.101 1.946 1.306 1.415 0.200 0.996
7 80.000 0.102 1.947 1.311 1.420 0.200 0.996

Universitas Sumatera Utara


8 80.000 0.100 1.928 1.311 1.420 0.202 0.995
9 80.000 0.103 1.947 1.315 1.425 0.200 0.996
10 80.000 0.100 1.922 1.315 1.425 0.203 0.994
Pada tabel 4.6 didapatkan nilai optimasi yang dirangkum pada 10 nilai/harga paling

optimum. Dari data tersebut, didapat hasil optimasi yang dipilih sebagai nilai yang paling

optimum adalah v : 80 m/min, f : 0,1 mm/rev, a : 1,945 mm,Ra entry point : 1,300μm, Ra end

point : 1,408 μm, VB : 0,200, Desirability : 0,834.

4.5 Perbandingan Performa Pahat Karbida PVD Berlapis AlTiN dan PVD Berlapis
TiCN
Hasil performansi dari pahat karbida PVD berlapis AlTiN ini akan dibandingkan
dengan pahat PVD berlapis TiCN yang sudah diuji sebelumnya oleh Skein (2017). Dalam hal
ini kedua pahat merupakan produk dari Kennametal asal USA, dan merupaka pahat karbida
PVD (Physical Vapour Deposition) namun berbeda dalam hal bahan pelapis.
4.5.1 Pemaparan Data Hasil Penelitian dengan PVD Berlapis TiCN
Tabel 4.7 Data Hasil Eksperimen Skein (2017)
v f a VB Ra (VB awal) Ra (VB akhir)
NO (m/min) (mm/rev) (mm) NOTE (mm) (micron) (micron)
entry End entry end
1 75 0,15 1,5 HHH 0,33 1,119 1,307 1,409 1,941
2 75 0,15 1 HHL 0,225 1,262 2,357 1,363 1,196
3 75 0,1 1,5 HLH 0,237 1,379 1,653 2,605 2,761
4 75 0,1 1 HLL 0,223 1,22 1,328 1,337 1,201
5 65 0,15 1,5 LHH 0,3 2,607 1,491 1,673 1,698
6 65 0,15 1 LHL 0,222 1,657 1,478 2,317 2,514
7 65 0,1 1,5 LLH 0,244 1,398 1,146 1,866 1,436
8 65 0,1 1 LLL 0,307 2,314 2,456 1,968 1,729

Tabel diatas merupakan hasil yang didapatkan dari peformansi pahat karbida berlapis
TiCN oleh Skein (2017). Dimana kondisi pemotongan pada kondisi high dilakukan dengan
karakteristik pemotongan yaitu (v = 75 f = 0,15 a = 1,5) dan pada kondisi pemotongan low
dilakukan dengan karakteritik pemotongan yaitu (v = 65 f = 0,1 a = 1)

Universitas Sumatera Utara


4.5.2 Diskusi

Pada penelitian ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Skein
(2017).dimana pengukuran kekasaran permukaan pada VB akhir didapat bahwa kekasaran
permukaan lebih dominan terjadi pada end point yang disimpulkan terjadi akibat kenaikan
nilai keausan pahat yang terjadi selama proses pemotongan berlangsung. Kenaikan nilai
kekasaran permukan juga terlihat lebih signifikan pada tahap ini (Ra ; VB akhir). Namun pada
penelitian yang dilakukan Skein (2017)) nilai kekasaran permukaan tertinggi yang didapat
pada kondisi pemotongan LHH sedangkan pada penelitian ini nilai kekasaran permukaan
tertinggi didapat pada kondisi pemotongan HHH.
Menurut Suresh, et all. (2012) bahwa dalam rangka untuk meminimalisir kekasaran
permukaan, memerlukan adanya kecepatan potong yang tinggi, kecepatan makan yang
rendah, kedalaman potong yang rendah dan waktu permesinan yang pendek digunakan
mengingat minimalisasikan keausan pahat memerlukan kecepatan makan yang rendah dan
kecepatan potong yang juga rendah, sama halnya pada penelitian ini dimana pada kondisi
pemotongan kecepatan potong yang tinggi, kecepatan makan yang rendah dan kedalaman
potong yang rendah (HLL) menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang terendah.

Universitas Sumatera Utara


4.5.3 Perbandingan Nilai Optimum Pahat Karbida PVD Berlapis AlTiN dengan Pahat
Karbida PVD berlapis TiCN

Berikut akan dibandingkan antara Pahat karbida PVD berlapis AlTiN dan pahat
karbida PVD berlapis TiCN dalam hal nilai optimum. Berikut nilai optimum pahat karbida
PVD berlapis TiCN yang didapat dari hasil penelitian Skein (2017)

Tabel 4.8 Nilai Optimum pahat karbida PVD berlapis TiCN


No v f a Ra entry Ra end VB Desirability
1 74,958 0,132 1,001 1,334 1,193 0,223 1,000 Selected
2 74,974 0,144 1,011 1,306 1,193 0,222 1,000
3 74,930 0,133 1,000 1,334 1,194 0,223 1,000
4 74,989 0,143 1,013 1,309 1,195 0,223 1,000
5 74,882 0,136 1,000 1,330 1,195 0,222 1,000
6 74,959 0,148 1,013 1,297 1,193 0,222 1,000
7 74,983 0,132 1,002 1,333 1,194 0,223 1,000

8 74,990 0,134 1,003 1,327 1,190 0,222 1,000


9 74,980 0,149 1,019 1,293 1,195 0,223 1,000
10 74,996 0,138 1,006 1,317 1,190 0,222 1,000

Berikut nilai optimum pahat karbida PVD berlapis AlTiN yang didapat dari hasil
penelitian yang telah dilakukan
Tabel 4.9 Nilai optimum pahat karbida PVD berlapis AlTiN

Number v f a Ra Entry Ra End VB Desirability


1 80.000 0.100 1.945 1.300 1.408 0.200 0.997 Selected
2 80.074 0.100 1.946 1.302 1.409 0.200 0.996
3 80.000 0.100 1.942 1.303 1.411 0.200 0.996
4 80.000 0.101 1.945 1.304 1.412 0.200 0.996
5 80.163 0.100 1.946 1.305 1.412 0.200 0.996
6 80.000 0.101 1.946 1.306 1.415 0.200 0.996
7 80.000 0.102 1.947 1.311 1.420 0.200 0.996
8 80.000 0.100 1.928 1.311 1.420 0.202 0.995
9 80.000 0.103 1.947 1.315 1.425 0.200 0.996
10 80.000 0.100 1.922 1.315 1.425 0.203 0.994

Universitas Sumatera Utara


Dari table 4.8 dan 4.9 diatas dapat dilihat nilai optimum pahat karbida PVD berlapis
TiCN dan pahat karbida berlapis AlTiN. Dari sepuluh data nilai optimum masing-masing
pahat dapat kita bandingkan nilai optimum terbaik yang diperoleh. Dimana nilai optimum
terbaik untuk pahat karbida PVD berlapis TiCN yaitu (v = 74,958, f = 0,132, a = 1,001) dan
menghasilkan nilai Ra entry = 1,334 μm , Ra end = 1,193 μm dan VB = 0,223. Dan nilai
optimum terbaik untuk pahat karbida PVD berlapis AlTiN yaitu (v = 80, f = 0,1 , a = 1,945)
dan menghasilkan nilai Ra entry = 1,300μm, Ra end = 1,408μm dan VB = 0,2.

Dari nilai optimum kedua mata pahat tersebut dapat disimpulkan bahwah Pahat
karbida PVD berlapis TiCN lebih baik dari pahat karbida PVD berlapis AlTiN dalam hal
hasil produksi, hal ini dapat kita lihat dari nilai kekasaran (Ra) yang diperoleh dengan
analisa desaign - expert dimana nilai kekasaran (Ra) yang dihasilkan oleh pahat karbida
PVD TiCN lebih baik dari pada nilai kekasaran (Ra) yang dihasilkan oleh pahat karbida
PVD berlapis AlTiN. Namun kedua pahat masih memenuhi standar medium finish (Ra < 6
μm).Namun dalam hal performansi pahat karbida PVD berlapis AlTiN lebih baik jika dibandingkan
dengan pahat karbida PVD berlapis TiCN.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Melalui serangkaian hasil eksperimental penelitian, analisa melalui software, serta


melalui diskusi mengenai hubungan keausan pahat terhadap kekasaran permukaan, maka
didapat kesimpulan, yaitu:

1. Semua data Ra hasil eksperimen merupakan data yang memenuhi syarat dengan
spesifikasi medium finish; (Ra ≤ 6.3 μm) sesuai dengan standar ISO 1302:2002. Dengan
nilai Ra pada entry point = 2,152 μm dan pada end point = 2,481 pada note HHH sebagai
batas atas. Dan pada note LLL sebagai batas bawah diperoleh nilai Ra pada entry point =
2,123 μm dan pada end point = 2,171 μm.
Pada beberapa permukaan termesin hasil pembubutan, ditemukan adanya pattern
irregularities (ketidakteraturan alur) akibat kondisi pemotongan dan juga ditemukan
adanya BUE (Built Up Edge) pada pahat. Ketidakseragaman pola pada benda kerja akibat
keausan pahat yang selain diakibatkan oleh proses abrasif juga terjadi akibat adanya
proses adhesif pada pahat atau lebih dikenal dengan BUE (Built Up Edge).
2. Kekasaran permukaan (Ra) dipengaruhi oleh parameter kondisi pemotongan yaitu gerak
makan f, yang dinilai sebagai parameter yang paling berpengaruh, disusul oleh kecepatan
potong v, dan terakhir adalah kedalaman potong a yang tidak terlalu memberikan
pengaruh terhadap nilai Sehingga dapat disimpulkan bahwah diperlukan kombinasi laju
pemakanan f yang rendah, dan kecepatan potong v yang tinggi untuk meminimalkan nilai
kekasaran permukaan.
3. Menghasilkan model matematik Ra yang di regresi oleh Software Design Expert yaitu:
Ra Entry = 7,80217 – 0,056333v – 4,40333f – 5,099a – 0,037333vf + 0,047va + 6,93fa
Ra End Point = 9,57250 – 0,0714v – 13,9333f – 5,409a + 0,042667vf + 0,0476va +
8,81fa

Universitas Sumatera Utara


4. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya oleh Skein (2017), jika dilihat dari nilai
optimum kedua mata pahat tersebut, dapat disimpulkan bahwah Pahat karbida PVD
berlapis TiCN lebih baik dari pahat karbida PVD berlapis AlTiN dalam hal hasil produksi,
hal ini dapat kita lihat dari nilai kekasaran (Ra) yang diperoleh dengan analisa desaign -
expert dimana nilai kekasaran (Ra) yang dihasilkan oleh pahat karbida PVD TiCN lebih
baik dari pada nilai kekasaran (Ra) yang dihasilkan oleh pahat karbida PVD berlapis
AlTiN. Namun kedua pahat masih memenuhi standar medium finish (Ra < 6 μm). Namun
dalam hal performansi pahat karbida PVD berlapis AlTiN lebih baik jika dibandingkan
dengan pahat karbida PVD berlapis TiCN.
5. Semua kondisi pemotongan pada penelitian ini dapat diterima, tetapi kondisi yang paling
baik didapatkan dari hasil optimasi oleh Software Design Expert yaitu: v = 80 m/min, f =
0,1 mm/rev, dan a = 1,945 mm.

5.2 SARAN
Adapun saran dari penulis untuk mendukung terciptanya kualitas yang baik untuk
penelitian terkait yang akan dilakukan selanjutnya yaitu:

1. Selalu mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja ketika dalam proses penelitian
(menyediakan kotak P3K dan alat keselamatan kerja selama proses penelitian
berlangsung).
2. Diharapkan agar selalu mengecek kondisi benda kerja yang sudah terpasang pada mesin
CNC terlebih dahulu sebelum memulai penelitian. Pastikan benda kerja dalam keadaan
center
3. Diharapkan pada saat melakukan foto permukaan benda kerja hendaknya digunakan
mikroskop dengan resdolusi yang lebih baik dan juga dengan menggunakan skala
pengaturan pembesaran gambar yang lebih baik
4. Diharapkan agar pada penelitian selanjutnya, semua pengukuran dilakukan diatas meja
ukur
5. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat segera memotong geram (chip) yang terlalu panjang
dengan menggunakan tang potong, untuk menghindari geram tersebut menggulung pada
benda kerja dan mengakibatkan kerusakan pada pahat yang sedang digunakan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

AZoM. (2012, 13 september). AISI 4340 Alloy Steel (UNS G43400). 28 Maret 2017, dari
http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6772

Fahlevi, M Reza. (2017) Hubungan Aus Pahat Dengan Kekasaran Permukaan. Teknik Mesin
USU

Skein, Robert. (2017) KAJIAN HUBUNGAN KONDISI PEMOTONGAN TERHADAP


KEKASARAN PERMUKAAN BAJA AISI 4340 HASIL PEMBUBUTAN KERAS DAN KERING
DENGAN MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA
PVD BERLAPIS. Teknik Mesin USU

Gaurav Bartarya, S.K. Choudhury. (2012). State of the art in hard turning. Int. Journal of
Machine Tools and Manufacture, 53 : 1-14.

Ginting, A. dan Masyithah, Zuhrina. (2011). Kajian Ketermesinan Baja Perkakas Bahan
Produk Transportasi Dan Pertahanan Pada Pemesinan Laju Tinggi,Keras Dan Kering.
Teknik Mesin USU.

Ibrahim. Gusri Akhyar. (2012) Prestasi Pahat Karbida Berlapis TiN/AL2O3/TiCN Pada Saat
Pembubutan Baja Perkakas AISI D2No. 2

Kalpakjian,S. Steven R. Schmid. 2009. Manufacturing Engineering and Technology :


5thEdition. New Jersey : Prentice Hall

Montgomery, Dauglas C. 2009. Design And Analysis Of Ex[periments 8th Edition. New
Jersey : Wiley & Sons.

Nexhat Qehaja, et al. (2015). Effect of machining parameters and machining time on surface
roughness in dry turning process. Procedia Engineering,100 : 135-140.

PT. SUMINSURYA MESINDOLESTARI (Sertifikat Uji Bahan)

R. Suresh, et al. (2012), Machinability investigations on hardened AISI 4340 steel using
coated carbide insert. Int. Journal of Refractory Metals and Hard Materials, 33 : 75-86

Rochim, Taufiq. 1993. Proses Permesinan. Bandung : Penerbit ITB

Universitas Sumatera Utara


The American Society of Mechanical Engineers (1995), Surface texture (Surface Raughness,
Waviness, and Lay). ASME, B46.1-1995

Wikipedia.(2016, 4 juni).Numerical Control. 27 Maret 2017, dari


http://en.wikipedia.org/wiki/Numerical_control

Wordpress.(2011) Scanning Electron Mikroscope (SEM). 1 Agustus 2017, dari


https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanning-electron-microscope-sem-dan-
optical-emission-spectroscope-oes/

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai