Anda di halaman 1dari 5

I.

Metode
6.1. Pembuatan Reagen
6.1.1. Larutan H2SO4 2N
Larutan H2SO4 96% sebanyak 2,78 ml dimasukan ke
dalam beaker glass dan di add aquades sampai 50 ml.
6.1.2. Dapar Amonia pH 10
Amonium klorida (NH4Cl) sebanyak 5,4 gr dilarutkan
dalam 70 ml larutan ammonium hidroksida (NaOH) 5M
kemudian diencerkan dengan aquades hingga 100 ml.
6.1.3. Larutan NH4OH 5 M
Larutan NH4OH 25% sebanyak 38,85 ml diadd aquades
hingga 105 ml.
6.1.4. Larutan ZnSO4.7H2O
ZnSO4 sebanyak 1,44 gram dilarutkan dalam 100 ml
aquades dalam labu ukur.
6.1.5. Larutan di-Na-EDTA 0,05 M
Di-Na-EDTA sebanyak 0,93 gram dilarutkan dalam
aquades 5 ml kemudian diadd aquades hingga 50 ml dalam
botol coklat.
6.2. Pembakuan Larutan
6.2.1. Pembakuan di-Na-EDTA
Larutan ZnSO4. 7H2O 0,05 M sebanyak 10 ml dimasukan
ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkan 1ml buffer
salmiak dan dicek pH larutan. Sebanyak 10 ml larutan
dimasukan ke dalam Erlenmeyer. EBT 1% ditambahkan
kemudian dititrasi dengan larutan di-Na-EDTA hingga terjadi
perubahan warna dari merah menjadi biru secara triplo.
6.3. Penentuan Kadar
Salep ZnO sebanyak 700 mg dimasukan dalam cawan
porselenkemudian dipanaskan di waterbath hingga meleleh dan
terbentuk massa residu berwarna kuning lalu didinginkan. Residu
dilarutkan dalam 10 ml H2SO4 2N. Larutan dipindahkan ke dalam erlen
meyer lalu diadd aquades sampai 50 ml. Buffer salmiak atau dapar
ammonia sebanyak 15 ml ditambahkan. Larutan sampel sebanyak 10
ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan EBT.
Dilakukan titrasi dengan Na2EDTA secara triplo.
I. Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui kadar ZnO dalam
sediaan salep. Kadar ZnO ini harus ditentukan agar sediaan yang telah
diproduksi memenuhi ketentuan dan dapat dipasarkan. Penentuan kadar
ZnO pada praktikum kali ini menggunakan metode kmpleksometri. Metode
kompleksometri ini didasarkan pada pembentukan senyawa kompleks
antara analit dan titran.
Berdasarkan literatur yaitu Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, ZnO
(Zinc Oxide) berbentuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan,
tidak berbau, tidak berasa, lambat laun menyerap karbondioksida dari
udara. ZnO praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam
mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida. Seng oksida
mengandung tidak kurang dari 99,0% ZnO, dihitung terhadap zat yang
tidak dipijarkan. Dalam Farmakope Indonesia V, kadar ZnO yang
seharusnya adalah dalam rentang 99% - 100,5%. Untuk sampel salep ZnO
yang digunakan, kadar zat ZnO yang diperkirakan berjumlah 20% dari total
sediaan.
Pada preparasi sampel, salep ZnO terlebih dahulu dipanaskan pada
cawan porselen menggunakan waterbath atau penangas air. Pemanasan ini
bertujuan untuk memisahkan basis. Basis yang digunakan dalam pembuatan
salep ZnO ini adalah white ointment dan paraffin cair yang mana white
ointment terbentuk dari campuran cera album dan vaselin. Saat pemanasan,
pada sediaan akan terbentuk 2 fase yaitu fase berwarna putih yang berada
pada dasar cawan dan fase berwarna kuning yang berada pada bagian atas
sediaan. Pemanasan berakhir saat benar-benar terbentuk 2 fase tersebut.
Pemanasan ini dapat memisahkan basis didasarkan pada perbedaan
titik lebur basis dan zat. Basis cera alba dan vaselin album memiliki titik
lebur yang berbeda, dimana titik lebur vaselin album berkisar pada suhu 36 o
– 50o C.dan titik lebur cera alba berkisar pada suhu 62o – 64o C.
Setelah 2 fase terbentuk, sediaan tersebut didiamkan terlebih dahulu.
Pendiaman ini akan sedikit mgnubah fase berwarna kuning mengeras ke
bagian tepi cawan porselen. Setelah didiamkan, maka asam sulfat sebanyak
10 mL ditambahkan. Penambahan asam sulfat ini untuk melarutkan logam
Zn karena kelarutan dari logam Zn ini yang larut dalam larutan asam encer.
Penambahan asam sulfat ini kemudian dipanaskan kembali agar fase basis
benar-benar terpisah dari fase bening. Cairan bening yang terbentuk inilah
yang kemudian diambil untuk dianalisis.Pada praktikum ini, titrasi
kompleksometri penentuan ZnO ini menggunakan indicator EBT. Indicator
EBT bekerja pada pH optimal 10. Larutan sampel setelah penambahan
asam sulfat masih bersifat asam dan memiliki pH dibawah 7 sedangkan pH
optimal indicator EBT untuk bekerja adalah pH 10. Untuk membentuk pH
10 maka larutan ditambahkan dapar amoniak atau dapar salmiak. Setelah
penambahan dirasa cukup maka larutan dicek menggunakan pH indikatr
universal. Kemudian larutan dilakukan titrasi dengan larutan Di-Na-EDTA
secara triplo.
Dalam praktikum kali ini, titrasi kompleksometri yang digunakan
adalah jenis titrasi langsung. Dimana ion logam pada ZnO langsung dititrasi
dan berikatan dengan logan pada larutan EDTA. Etilendiamin tetraasetat
(EDTA) berperan sebagai titran yang digunakan. EDTA akan membentuk
kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti
natrium dan kalium.
Berdasarkan strukturnya, EDTA memiliki 6 pasang elektron bebas
pada 4 atom O dan 2 atom N, yang dapat terikat pada ion logam.
Berdasarkan literature, Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih
dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina
polikarboksilat yang seringkali digunakan sebagai titran dalam titrasi
kompleksometri.
EDTA adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan
suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per
molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina
tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen–penyumbang dan
empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial
EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan
spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah
semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai