Anda di halaman 1dari 16

A.

ALZHEIMER
Pengertian

Gangguan pada fungsi otak yang mempengaruhi memori, pemikiran, orientasi, dan kemampuan
intelektual lainnya yang bersifat progresif. Biasanya gangguan ini terjadi pada orang dengan usia di
atas 65 tahun. Alzheimer merupakan kumpulan dari beberapa sindrom yang akhirnya dapat
menyebabkan demensia (Korolev, 2014).

Anatomi dan Fisiologi

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP
disebut sistem saraf tepi (SST) (Guyton dan Hall, 2006)

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling berhubungan
dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang
disebut neuron (Guyton dan Hall, 2006).

Secara umum, otak juga dibagi atas:


1. Otak besar:
a. Kortek serebri
b. Komponen-komponen bagian dalam: basal ganglia (kaudat, putamen, & globus palidus),
hipokampus, amigdala, &  septum.

2.  Otak kecil

3.  Batang otak: medula oblongata, pon, dan otak   tengah

CEREBRUM
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong,
2003). Korteks serebral  dilapisi oleh selaput meninges yang tersusun dari ratusan hingga ribuan sel
saraf yang saling berdempetan. Sebagian besar pemrosesan informasi sensorik dari lima indera
terjadi di korteks serebral. Korteks Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
 Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi (Ganong, 2003)
 Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi (Ganong, 2003)
 Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area
sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (Ganong, 2003)
 Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (Ganong, 2003)

 Lobus Limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama
hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom (Ganong, 2003)

 CEREBELLUM
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot.
Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Cerebellum terdiri dari tiga
bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian
lain dari sistem saraf pusat. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Ganong, 2003)
 BRAINSTEM
Batang otak berada di pangkal otak. Ini mengontrol fungsi tubuh dasar seperti detak
jantung dan pernapasan. Otak kecil di dekatnya mengendalikan keseimbangan dan postur.
Bernafas dan tetap tegak adalah hal-hal yang biasanya kita lakukan secara otomatis
(Alzheimer’s Society, 2019)
 SISTEM LIMBIK
Sistem limbik ada jauh di dalam otak. Ini menghubungkan batang otak dan belahan
otak. Sistem limbik mencakup struktur dengan peran kunci dalam ingatan (hippocampus)
dan emosi (amigdala) (Alzheimer’s Society, 2019)
Bagian tubuh yang terganggu
Lesi tanda pada Alzheimer adalah plak neuritik dan neurofibrillary tangles (NFTs) yang terletak di
area kortikal dan struktur lobus temporal medial otak. Degenerasi neuron & sinapsis, dan
atrofi kortikal juga terjadi.
 Plak neuritik (plak amiloid atau pikun) adalah lesi ekstra seluler yang ditemukan di
korteks serebral dan pembuluh darah serebral akibat adanya penggumpalan protein β-
amiloid (Aβ)
 Neurofibrillary tangles (NFTs), filamen heliks berpasangan yang terdiri dari protein tau
hiperfosforilasi yang tidak normal, umumnya ditemukan dalam sel-sel hipokampus dan
korteks serebral.
 Pada onset lambat alzheimer, jumlah neuron kolinergik berkurang, dan ada kehilangan
reseptor nikotinik dalam hippocampus dan korteks.
 Kelainan muncul pada jalur glutamat dari korteks dan struktur limbik, di mana
hilangnya neuron mengarah ke fokus pada model eksitotoksisitas, yang akan berkontribusi pada
pathol AD (DiPiro, et al, 2015).

Tanda dan Gejala Alzheimer

Gejala kognitif:
 Gangguan memori

 Disorientasi tempat dan waktu

 Aphasia (kesulitan dengan kata-kata baru dalam membaca, berbicara, dan menulis)

 Apraxia (kehilangan keterampilan yang biasanya dapat dilakukan)

 Sulit dalam melakukan pembelajaran dan sulit dalam mengingat tempat

 Sulit memecahkan masalah


Gejala non-kognitif
 Agitasi (suka menghasut)

 Depresi dan perubahan emosi

 Gangguan tidur

 Gejala psikis (delusi, halusinasi)

 Gangguan 8ocial8 (sulit berjalan)

 Menarik diri dari sosial


Gejala fungsional:
 Sulit dalam mengurus diri sendiri (sulit dalam berpakaian, mandi, makan, dll).
(PDSSI, 2015).
Etiologi dan faktor resiko

 Intoksikasi logam
 Gangguan fungsi imun
 Trauma
 Kelainan neuronal (seperti kematian daerah spesifik pada jaringan otak)

(Nisa dan Rika, 2016)

Patofisiologi
Amyloid Cascade Hypothesis

 Terjadi pembentukan plak yang mengandung protein amyloid β pada otak.


 Protein amyloid β diproduksi oleh protein induknya yaitu APP (Amyloid Precursor
Protein).
 Protein amyloid β adalah peptida pendek dimana merupakan produk samping proteolitik
abnormal dari APP.
 Gen yang mengkode APP adalah kromosom 21

(Medscape, 2019).

Neurofibrillary Tangles

 Protein tau berfungsi dalam menstabilkan mikrotubulus di sitoskeleton sel dan diatur oleh
fosfolirasi.
 Pada pasien AD, hiperfosforilasi protein tau terakumulasi sebagai filamen heliks
berpasangan dan akan beragregrasi menjadi massa di dalam badan sel saraf yang dikenal
sebagai neurofibrillary tangles dan sebagai neuro distrofi (Swardfager, et al, 2012).
 Inflammatory Mediators
 Terjadinya desposisi amyloid pada otak berhubungan dengan inflamasi lokal dan perubahan
sistem imun dimana inflamasi yang terjadi relevan dengan neurodegenerasi.
 Respon inflamasi berkaitan dengan pelepasan sitokin, nitric oxide, dan radikal yang lain.)
(Dipiro, et al. 2015)
 The Cholinergik Hypothesis
 Penurunan memori dan kemampuan kognitif pada AD dikarenakan hilangnya sel kolinergik
 Sehingga fungsi kolinergik perlu ditingkatkan agar gejala dapat dikurangi.

Other Neurotransmitter Abnormallities

Selain di system kolinergik, terjadi defisit di jalur neuronal lainnya, contoh:

 Neuron serotonergik dari nukleus raphe dan sel noradrenergik dari locus ceruleus hilang,
sementara aktivitas tipe B monoamine oksidase meningkat
 Monoamine oksidase tipe B ditemukan terutama di otak dan trombosit, dan berperan untuk
memetabolisme dopamine
 Ada juga kelainan di jalur glutamate dari korteks dan struktur limbik, yaitu hilangnya
neuron mengarah ke fokus pada model eksitotoksisitas sebagai faktor yang berkontribusi
pada patologi AD
 Glutamat dan neurotransmiter asam amino rangsang lainnya terlibat sebagai neurotoksin
potensial pada DA
 jika glutamat dibiarkan tetap di sinaps untuk waktu yang lama, ia dapat menghancurkan sel-
sel saraf (Dipiro, et al. 2015).
 Brain Vascular Disease and High Cholestrol
 Ada hubungan sebab akibat antara penyakit kardiovaskular dan faktor resiko AD
 Faktor risiko kardiovaskular yang juga merupakan faktor risiko demensia termasuk
hipertensi, peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah, kolesterol lipoprotein
densitas tinggi rendah, dan, khususnya diabetes
 penyakit pembuluh darah dapat mempercepat deposisi amiloid dan meningkatkan toksisitas
amiloid pada neuron
 Diabetes dapat meningkatkan risiko demensia melalui faktor-faktor yang berkaitan dengan
"sindrom metabolik" (dislipidemia dan hipertensi), efek metabolit glukosa berpotensi toksik
pada otak dan pembuluh darah
 Peningkatan kadar kolesterol dalam neuron otak dapat mengubah fungsi membran dan
menghasilkan kaskade yang mengarah ke pembentukan plak dan AD) (Dipiro, et al. 2015).
 Disfungsi Mitokondria
 Disfungsi mitokondria dapat mengurangi aktivitas kompleks piruvat dehidrogenase, alfa
ketoglutarat dehidrigenasi, dan sitokrom oksidase
 Pada spektrum analisis terhadap otak pasien alzheimer menunjukkan bahwa sitokrom
oksidase normal, tetapi enzim sitokrom oksidase mengalami perubahan struktur
 Faktor penyebab disfungsi mitokondria adalah stress oksidatif dan disfungsi proteasom
(Swerdlow, 2007).

Diagnosis Alzheimer

MMSE (Mini Mental State Examination) adalah pemeriksaan awal yang berguna untuk
mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektivitas pengobatan dan untuk menentukan
progresivitas penyakit (Kaplan dan Sadock, 2007). Interpretasi MMSE didasarkan pada skor
yang diperoleh pada saat pemeriksaan:
1. 27 – 30 : fungsi kognitif normal
2. 21 – 26 : gangguan fungsi kognitif ringan

3. 10 – 20 : gangguan fungsi kognitif sedang

4. <10 : gangguan fungsi kognitif berat

(Folstein, 1990).
Stage Alzheimer

(DiPiro et al., 2013).

Pemeriksaan lanjutan diantaranya:

1. Riwayat kesehatan–dokter akan bertanya mengenai persoalan di masa lalu dan sekarang,
keadaan kesehatan keluarga, obat-obat yang dipakai, dan persoalan dengan ingatan,
pemikiran atau kelakuan yang menimbulkan kekhawatiran.
2. Pemeriksaan fisik–meliputi tes indra dan fungsi gerak tubuh, selain fungsi jantung dan
paru-paru, untuk membantu menunjukkan tidak ada penyakit lain.
3. Tes laboratorium – termasuk tes darah dan air kencing untuk menentukan apakah ada
penyakit yang mungkin menjadi penyebab gejala-gejala itu.
4. Tes neuropsikologi atau kognitif – digunakan untuk mengukur kemampuan berfikir
termasuk mengingat, memakai 10ahasa, memperhatikan, atau memecahkan persoalan.
5. Pemotretan otak (brain imaging) – scan tertentu yang melihat struktur otak dan
digunakan untuk melihat apakah ada tumor otak atau gumpalan darah di otak sebagai
sebab dari gejala-gejala itu.
6. Pemeriksaan kejiwaan – mengidentifikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati, misalnya
depresi, dan untuk menangani gejala-gejala kejiwaan seperti rasa kegelisahan atau
delusion (fantasi) yang dapat terjadi bersamaan dengan demensia.
(NDO, 2019).

Tujuan Pengobatan

 Tujuan utama: Mengobati gejala, mempertahankan fungsi otak selama mungkin,


memperbaiki kemampuan berpikir.

 Tujuan sekunder: mengobati gejala sisa psikiatri dan gangguan perilaku. (DiPiro et al,
2015)

Terapi Farmakologi

Terapi untuk alzheimer ringan sampai sedang (mild to moderate) yaitu menggunakan
inhibitor kolinesterase, dan mempertahankan dosis yang diberikan. Sedangkan terapi untuk
alzheimer sedang hingga berat (moderate to severe) yaitu menggunakan memantine dan
mengontrol ke dosis yang diberikan pada pasien. Sebagai alternatif, pertimbangkan penggunaan
inhibitor memantine atau cholinesterase saja (DiPiro et al., 2013).
Untuk terapi kognitif digunakan:

1. Kolinesterase inhibitor

2. NMDA reseptor antagonist


(DiPiro et al., 2013).
(DiPiro et al., 2013).

Farmakoterapi gejala non kognitive dilakukan dengan tujuan menargetkan


gejala psikotik, perilaku yang tidak stabil atau perilaku yang mengganggu, dan
depresi.
Obat yang digunakan diantaranya

1. Antipsikotik

2. Anti depresan

3. Anti konvulsan

(DiPiro et al., 2013).


Terapi non farmakologi
 Menjaga kondisi di rumah
 Hindari pekerjaan yang dapat menyebabkan frustasi
 Ajak untuk melakukan aktivitas-aktivitas sederhana yang berpusat pada minat pasien
untuk mengurangi gejala perilaku.
 Communication Methods: Berinteraksi dengan pasien sesuai dengan dunianya dan
jangan menentang atau mengorekai pandangan pasien tentang kenyataan, gunakan
kata-kata dan visual untuk memberi ingatan lama atau baru-baru ini.
 Menjaga kesehatan secara keseluruhan (diet dan olahraga) (DeDee, 2009).

Fitoterapi Alzheimer

1. Ginkgo biloba

Ginkgo biloba bekerja dengan meningkatan toleransi terhadap hipoksia,


menunjukkan efek anti-istemik, melindungi eritrosit dari hemolisis, serta
meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan aliran darah ke otak ini dapat
mencegah perkembangan dimensia ke tingkat yang lebih serius. Diberikan dalam
dosis 80-600mg/hari 2 kali sehari Selama 12 minggu (Yang et.al., 2016).
Mekanisme:
Ekstrak terstandarisasi daun Ginkgo biloba EGb761 dapat digunakan sebagai terapi
atau dalam mencegah alzheimer dan meningkatkan kognisi. EGb761 mempunyai zat aktif
flavonoid dan terpenoid yang bekerja sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan mencegah
agregasi amiloid beta (Dash SK, 2015).
Dosis :

 Kerusakan memori : 40 mg (Rai, et al., 1991).


 Alzheimer : 240 mg (Zhang dan Xue, 2012).
 Demensia : 240 mg (Mazza, et al., 2006).
2. Salvia officinalis

Salvia officinalis bekerja dengan meningkatkan kognitif dan aktivitas otak.


Apabila aktivitas otak meningkat, maka laju perkembangan dimensia pun dapat
dikendalikan. Diberikan dalam dosis 3000 mg/hari selama 16 minggu (Loprest,
2016).
3. HUPERZINE A
Mekanisme:
Huperzine A adalah alkaloid seskuiterpen alami Yg berasal dari huperzia serrata
sebagai efek perlindungan syaraf. Bekerja sebagai inhibitor asetilkolinesterase atau
penghambat asetilkolinesterase yang mencegah hidrolisis asetilkolin.

Dosis Oral:
 50-200 mcg / 2 kali sehari (Demensia vaskular)
 30 mcg / 2 kali sehari (Demensia presenil/pikun)
 100 mcg / 2 kali sehari (Daya ingat remaja) (Web MD, 2019).

4. Melissa officinalis
Melissa officinalis bekerja dengan mengurangi gejala nonkognitif seperti antidepresan
dan dapat meningkatkan performa memori serta meningkatkan ketenangan. Diberikan
dalam dosis 1,5 g/hari selama 16 minggu (Akhondzadeh et al., 2003)

Mekanisme:
Lemon Balm dapat berguna dalam pencegahan dan pengobatan penyakit Alzheimer
karena kemampuannya yang dapat menghambat asetilkolinesterase dan aktivitas antioksidan.
Lemon Balm dapat meningkatkan mood untuk pasien Alzheimer (Singhal et al, 2012).

Dosis Oral:
 60 tetes ekstrak lemon balm standar per hari yang telah  digunakan selama 4 bulan.
Dosis Aromaterapi:
 Lotion mengandung 10% lemon balm dioles dan dipijat ke tangan dan lengan atas
selama 1-2 menit dua kali sehari selama 4 minggu (Web MD, 2019).
Daftar Pustaka

Adefunmilayo, E. T., Franco, B. L., Greice, M. L., Marilia, B., Damaris, S., Monica, V. S., dan
Vania, M. F. 2012. Anxiolytic and Antidepressant-Like Effects of Melissa officinalis (Lemon
Balm) Extract in Rats: Influence of Administration and Gender. Indian J Pharmacol. Vol.
44(2): 189-192.

Adelina, R. 2013. Kajian Tanaman Obat Indonesia yang Berpotensi sebagai Antidepresan. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. Vol. 3(1): 9-1

Akhondzadeh, S., Noroozian, M., Mohammadi, M., Ohadinia, S., Jamshidi, A. H., Khani, M. 2003.
Melissa officinalis extract in the treatment of patients with mild to moderate Alzheimer’s
disease: A double blind, randomised, placebo controlled trial. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. Vol. 74(7): 863.

Alzheimer’s Society. 2019. Parts of The Brain. Available at https://www.alzheimers.org.uk/about-


dementia/symptoms-and-diagnosis/how-dementia-progresses/parts-brain#content-start
[Diakses pada12 Juni 2019]
Dash SK. 2015. Ginkgo Biloba in Alzheimer’s Disease. Austin Journal of Clinical Neurology, Vol. 2
(3) : 1028.
Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., DiPiro, C. V. 2015. Pharmacotherapy Handbook.
Edisi 9. United States:McGraw-Hill Education.
DiPiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., dan DiPiro, C. V. 2013. Pharmacotheraphy
Principles & Practice, 10th Edition. New York: McGraw-Hill.
DeeDee, H. 2009. Non-pharmacological Approach to the Alzheimer’s Disease Patient. Abailable at
http://www.capcog.org/documents/Aging/Ombudsman/ContinuingEdu/NonPharmApproach
AD.pdf [Diakses pada 12 Juni 2019]
Ganong, William F, 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari Widjajakusumah: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC. Hal.49

Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia,  PA,
USA: Elsevier Saunders.
Korolev, I, O. 2014. Alzheimer’s Disease: A Clinical and Basic Science Review. Medical Student
Research Journal, Vol. 04.
Loprest, A. 2016. Salvia (Sage): A Review of its Potential Cognitive-Enhancing and Protective
Effects. Drugs R D. Vol. 17(1): 53–64.
Mazza, M.,  et al. 2006. Ginkgo Biloba and Donepezil : Comparison Treatment of Alzheimer
Dementia in a Randomized Placebo   Controlled Double-blind Study. European Journal of
Neurology, Vol. 13 (9) : 981-985.
Medscape. 2019. Alzheimer Disease. Diakses secara online di
https://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#a4 [diakses tanggal 12 Juni
2019].
National Dementia Organization. 2019. Diagnosing Dementia. Diakses secara online di
https://www.dementia.org.au/files/helpsheets/Helpsheet-AboutDementia02- Diagnosing-
Dementia_indonesian.pdf (Pada 12 Juni 2019).

Nisa, K, M., dan Rika L . 2016 . Dimensia Alzheimer. Majority . Vol 5(4) : 86-90.
Rai, G.S., Shovlin, C., dan Wesnes, K.A.1991. A Double Blind, Placebo Controlled Study of Ginkgo
Biloba Extract (‘Tanakan’) in Elderly Outpatients with Mild to Moderate Memory
Impairment. Current Medical Research and Opinion, Vol. 12 (6) : 350-355.
Singhal, Anil Kumar, Vijay Naithani dan Om Prakash Bangar. 2012. Medicinal plants with a
potential to treat Alzheimer and associated symptoms. International Journal of
Nutrition,Pharmacology, Neurological Diseases. Vol.2 (2) : 84-91
Swardfager, W., Lancot, K., Rothenburg, L., Wong, A., Capell, J., Herrmann, N. 2012. A Meta-
Anaylisis of Cytokines in Alzheimer Disease. Biol Psychiat. Vol. 68 (10): 930-941
Swerdlow, R.H. 2007. Pathogenesis of Alzheimer’s Disease. Available online at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2685260/ [di akses pada tanggal 12 Juni
2019].
Web MD. 2019. Huperizine A. Tersedia Secara Online di
https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-764/huperzine-a#. [Di Akses Pada
Tanggal 12 Juni 2019].
Web MD. 2019. Lemon Balm. Tersedia Secara Online di
https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-437/lemon-balm  [Di Akses Pada
Tanggal 12 Juni 2019].

Yang, G., Wang, Y., Sun, J., Zhang, K., Liu, J. 2016. Ginkgo Biloba for Mild Cognitive Impairment
and Alzheimer’s Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized
Controlled Trials. Curr Top Med Chem. Vol. 16(5): 520-8.
Zhang, S.J., dan Xue, Z.Y. 2012. Effect of Western Medicine Therapy Assisted by Ginkgo biloba
Tablet on Vascular Cognitive Impairment of None Dementia. Asian Pacific Journal of
Tropical Medicine, Vol. 5 : 661-664.

Anda mungkin juga menyukai