Anda di halaman 1dari 18

PARKINSON

1. Definisi
Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif (degeneratif adalah penyakit
yang menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan atau organ tubuh) progresif
yang melibatkan neuron dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia
basalis (berperan dalam mengendalikan postur tubuh dan koordinasi gerakan
motorik) yang memproduksi dan menyimpan neurotransmitter dopamin).
Gejala parkinson diantaranya gejala motorik dan yang gejala non- motorik
(Standaert et al., 2019).
2. Anatomi dan Fisiologi otak

Bagian tubuh yang rusak dalam penyakit parkinson ini adalah otak bagian
tengah (Mesencephalon-Midbrain) atau pada bagian substansi nigra. Dimana
pada bagian itu mengalami penurunan produksi dopamin karena banyak
neuron mati yang menyebabkan hilangnya pigmentasi. Selain itu karena
penumpukan protein alpha-synuclein yang mengakibatkan kematian sel
(Gunawan dkk, 2017).

3. Patofisiologi
Parkison disebabkan oleh degradasi neuron dopamin pada bagian subtansi
nigra pars kompakta yang merupakan bagian dari basal ganglia (bagian otak
yang berhubungan dengan motorik atau pengatur gerakan). Dan adanya lewy
body pada neuron disubstansi nigra (agregat filamen sitoplasma neuron yang
tersusun dari protein presinaptik α-synuclein) (Dipiro, 2015).
Pada parkinson terjadi abnormalitas pada basal ganglia sehingga pembentukan
dopamin menurun sehingga hubungna antara sel saraf dan otot lainya juga
sedikit. Pada beberapa kasus, parkinson merupakan komplikasi yang sangat
lanjut dari ensefalitis karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan
peradangan otak). Kasus lainnya terjadi jika penyakit degeneratif lainnya,
obat-obatan atau racun memengaruhi atau menghalangi kerja dopamin di
dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan untuk mengobati
paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf.
(Gunawan G, 2017)

 Jalur normal thalamocortical yaitu substansia nigra mengirim sinyal ke


striatum berupa neurotransmitter dopamine. striatum akan
menyampaikan pesan ke talamus melalui neuron yang kaya akan
GABA neurotransmitter (Dipiro, 2015).
 Neuron pada substansia nigra pars kompakta (basal ganglia) berkurang
sehingga jumlah dopamine yang dihasilkan ke striatum berkurang
(degenerasi jalur nigostriatal (garis putus-putus)
 Hilangnya inhibisi GPi dengan jalur langsung dan aktivasi GPi melalui
jalur tidak langsung yang mengakibatkan penurunan aktivitas thalamus
 akivitas thalamus berkurang mengakibatkan aktivitas korteks motorik
(pengatur gerakan) berkurang sehingga penderita parkinson bergerak
lambat (Dipiro, et al., 2015).
 Beberapa jalur neuron transmiter
1. Jalur nigrostrial : dari substantia nigra ke basal ganglia yang
mempengaruhi fungsi gerakan
2. Jalur mesolimbik : dari tagmental area menuju ke sistem limbik
memori, sikap, kesadaran, proses stimulus
3. Jalur mesocortical : dari tagmental area menuju ke frontal korteks
kognisi, fungsi sosial, komunikasi, dan respon terhadap stress
4. Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitari
pelepasan prolaktin

4. Faktor resiko parkinson


1. Usia
Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5% pada
usia 85 tahun (Silitonga, 2007)
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK 1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK 2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria
(Baehr and Michael, 2005)
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit Parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya
proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup (Baehr and Michael,
2005)
4. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
5. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan
lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predisposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada
hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi
Nocardia astroides.
6. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
7. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit hitam.
8. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
9. Stress dan Depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stres dihubungkan dengan penyakit parkinson karena
pada stres dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang
memacu stres oksidatif

5. Gejala parkinson
 Gejala motorik
o Tremor
o Rigiditas / kekakuan (bagian pangkal hingga ujung tungkai)
o Tidak dapat menggerakan bagian tubuh
o Bradikinesia atau akinesia
o Instabilitas postural
o Dysarthria (gangguan berbicara)
o Dysphagia (gangguan menelan)
o Hypophonia (suara kecil)
o Micrographia (kegagalan kemampuan menulis)
o Festinating gait (kesulitan berlari dari berjalan
o Kesulitan bangun dari posisi duduk
(DiPiro, et al., 2015).
 Gejala non mototik (Otonom dan Sensorik)
o Gangguan saluran urinari dan defekasi
o Konstipasi
o Diaforesis
o Lelah
o Gangguan olfaktorik (mata)
o Perubahan tekanan darah ortostatik
o Nyeri
o Paresthesia
o Paroxysmal vascular flushing
o Seborrhea
o Disfungsi seksual
o Sialorrhea (“ngiler”)
(DiPiro, et al., 2015).
 Gejala non mototik (Mental)
o Depresi
o Mood disorder
o Halusinasi/delusi (psikosis, umumnya disebabkan obat)
o Demensia
o Sleep disorder (kantuk di siang hari, insomnia, sleep apnea,
gangguan REM)
o Konstipasi
o Ansietas
o Apathy
o Bradyphrenia (berpikir lambat)
o Linglung
(DiPiro, et al., 2015).
6. Tingkat keparahan parkinson
 Stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak menimbulkan kecacatan,
biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul
dapat dikenali orang terdekat.
 Stadium 2 : terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu.
 Stadium 3 : gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
 Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
 Stadium 5 : stadium kakhetik, kecacatan total, tidak mampu
berdiri/berjalan, memerlukan perawatan intensif).
7. Diagnosis
1. Skor HAM-D
 Tes HAM-D merupakan skala berdasarkan klinis dengan indikasi
utama untuk mengukur keparahan dari gejala depresi.
 Tujuan dari penilaian ini adalah untuk memantau perubahan pada
gejala depresi selama terapi dan dibandingkan efikasi dari
intervensi yang berbeda.
 Penilaian dilakukan oleh dokter yang telah dilatih atau profesional
kesehatan mental dengan dasar observasi selama wawancara
dilakukan.
 Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penilaian: 15 – 20
menit merupakan wawancara semi-struktur
(Serenity Programme, 2015).
2. Skor ADL
 Tes ADL merupakan serangkaian tes yang bertujuan untuk
mengukur parameter fungsi dari fisik dan psikis seseorang terhadap
beberapa aspeks eperti cara berpakaian, cara berjalan, dan cara
melakukan aktivitas-aktivitas di dalam maupun di luar rumah.
(Andersen, et al, 2004).

8. Treatment (terapi farmakologi)


1. Algoritma
(Dipiro, et al., 2015).
(Dipiro, et al., 2015).

2. Antikolinergik
 Obat antikolinergik dapat mengatasi tremor dan distonil secara efektif
pada beberapa pasien.
 Dapat digunakan secara tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat
antiparkinson yang lain.
 Efek sampingnya meliputi mulut kering, penglihatan kabur, sembelit,
dan retensi urin. Reaksi yang lebih serius meliputi mudah lupa ,sedasi,
depresi, dan kecemasan (Dipiro, et al., 2015).
3. Amantadin
 Cara kerjanya dalam terapi parkinsonisme dapat mempotensiasi
fungsi dopaminergik dengan mempengaruhi sintesis, pelepasan,
atau reuptake dopamine. Telah dilaporkan juga memiliki efek
antagonis adenosine pada reseptor adenosin A2A, yang merupakan
reseptor yang dapat menghambat fungsi reseptor D2 (Katzung, et
al., 2013).
 Efektif untuk gejala ringan terutama tremor Amantadin diduga
meningkatkan aktivitas dopaminergik serta menghambat aktivitas
kolinergik di korpus striatum
 Amantadine sering memberikan manfaat sederhana untuk tremor,
rigiditas, dan bradikinesia. Ini juga dapat mengurangi diskinesia.
 Efek samping termasuk sedasi, mulut kering, halusinasi, pusing,
dan kebingungan. Livedoreticularis (bercak kulit yang menyebar di
ekstremitas atas atau bawah) adalah efek samping yang umum
tetapi reversibel.
 Dosis harus dikurangi pada pasien dengan disfungsi ginjal (100 mg
/ hari dengan klirens kreatinin 30–50 mL / menit [0,50–0,84 mL /
s], 100 mg setiap hari untuk klirens kreatinin 15–29 mL / menit
[ 0,25-0,49 mL / s], dan 200 mg setiap 7 hari untuk pembersihan
kreatinin kurang dari 15 mL / menit [0,25 mL / s]) dan mereka
yang menjalani hemodialisis.

(Dipiro, et al., 2015).


4. Levodopa dan karbidopa
 L-dopa merupakan obat paling efektif yang tersedia sebagai
prekusor dopamin yang dapat menembus sawar otak. Digunakan
ketika gejala sudah mengganggu kehidupan sosial, pekerjaan, atau
psikologis
 Mekanisme: Dalam sistem saraf pusat (SSP) dan perifer, l-dopa
diubah oleh l-amino acid decarboxylase (l-AAD) menjadi dopamin.
Di perifer, carbidopa dapat memblokir l-AAD, sehingga
meningkatkan penetrasi SSP dari l-dopa yang diberikan dan
mengurangi efek buruk dopamin (misalnya, mual, aritmia jantung,
hipotensi postural, dan mimpi yang jelas) Dosis : l-dopa 300 mg
hari (dalam dosis terbagi) sering dikombinasikan dengan carbidopa
(75 mg/hari) mencapai bantuan yang memadai.
 Dosis maksimal l-dopa yang maksimal adalah 800 hingga 1000 mg
/ hari. Tersedia dalam bentuk tablet carbidopa/l-dopa 25/250 mg
dan 10/100 mg. Tablet controlled-release tersedia dalam dosis
50/200 mg dan 25/100 mg
 Komplikasi : Risiko fluktuasi motorik atau diskinesia sekitar 10%
per tahun terapi l-dopa. Namun, komplikasi motorik dapat terjadi 5
hingga 6 bulan setelah memulai l-dopa, terutama ketika dosis
berlebihan digunakan pada awalnya

(Dipiro, et al., 2015).


5. Monoamin Oxidase Inhibitors
 Pada dosis terapi, selegilin dan rasagilin, selektif, inhibitor MAO-B
irreversible, kemungkinan tidak memicu "reaksi keju" (hipertensi,
sakit kepala) kecuali jika dikonsumsi dengan jumlah tyramine diet
yang berlebihan. Namun, menggabungkan inhibitor MAO-B
dengan meperidine dan analgesik opioid lainnya
dikontraindikasikan karena risiko kecil sindrom serotonin.
 Selegilin menghambat kerusakan dopamin dan dapat
memperpanjang durasi kerja l-dopa hingga 1 jam. Ini sering
memungkinkan pengurangan dosis l-dopa sebanyak satu setengah.
 Selegilin juga meningkatkan efek puncak l-dopa dan dapat
memperburuk diskinesia atau gejala kejiwaan yang sudah ada
sebelumnya, seperti delusi. Metabolit selegilin adalah l-
metamfetamin dan l-amfetamin. Tablet disintegrasi oral dapat
memberikan respons yang lebih baik dan efek samping yang lebih
sedikit daripada formulasi konvensional.
 Rasagilin juga meningkatkan efek l-dopa dan sedikit bermanfaat
sebagai monoterapi. Inisiasi dini dapat dikaitkan dengan hasil
jangka panjang yang lebih baik. Rasagiline dapat menyediakan 1
jam waktu "on" tambahan di siang hari. Ini dianggap sebagai agen
lini pertama (seperti halnya entacapone) untuk mengelola fluktuasi
motor l-dopa. Tidak ada bukti kuat bahwa selegilin atau rasagilin
memperlambat neurodegenerasi.

(Dipiro, et al., 2015).


6. Catechol-O-Methyltransfarase Inhibitors
 Tolcapone dan entacapone digunakan bersama dengan carbidopa /
l-dopa untuk mencegah konversi perifer dari l-dopa menjadi
dopamin (meningkatkan area di bawah kurva l-dopa sekitar 35%).
Dengan demikian, waktu "on" meningkat sekitar 1 hingga 2 jam,
dan persyaratan dosis l-dopa menurun. Hindari penggunaan
inhibitor MAO nonselektif bersamaan untuk mencegah
penghambatan jalur untuk metabolisme katekolamin normal.
 Penghambatan COMT lebih efektif daripada carbidopa / l-dopa
yang terlepas secara terkontrol dalam memberikan perluasan efek
yang konsisten.
 Penggunaan Tolcapone dibatasi oleh potensi toksisitas hati yang
fatal. Diperlukan pemantauan ketat terhadap fungsi hati. Cadangan
tolcapone untuk pasien dengan fluktuasi yang tidak responsif
terhadap terapi lain.
 Karena entacapone memiliki waktu paruh yang lebih pendek, 200
mg diberikan dengan masing-masing dosis carbidopa / l-dopa
hingga delapan kali sehari. Efek samping dopaminergik dapat
terjadi dan dikelola dengan mengurangi dosis carbidopa / l-dopa.
Perubahan warna urine oranye kecoklatan dapat terjadi (seperti
pada tolcapone), tetapi tidak dilaporkan adanya hepatotoksisitas
entacapone

(Dipiro, et al., 2015).


7. Agonis Dopamin
 Efek samping umum: Mual, Kebingungan, halusinasi, Sedasi, vivid
dream, edema dn pusing.
 Pramipexole dimulai dengan dosis 0,125 mg tiga kali sehari dan
meningkat setiap 5 sampai 7 hari. Dieksresi melalui ginjal dan pada
dosis awal disesuaikan dengan insufiensi ginjal.
 Rotigotine (transdermal) diadministrasikan sehari sekali dimulai 2
mg/hari dan meningkat sebesar 2 mg setiap minggu
 Ropinirol dimulai dengan dosis 0,25 mg tiga kali sehari dan
meningkat 0,25 tiga kali sehari setiap minggu sampai maksimal 24
mg / hari. Dimetabolisme oleh sitokrom P450 1A2
 Apomorphine dengan diinjeksikan. Umumnya dosis 0,06 mg/kg
dengan waktu mencapai respon 20 menit. Sebelum diinjeksikan,
harus premedikasi dengan trimetholbenzamide antiemetik.
Kontraindikasi dengan bloker serotonin 3 reseptor.

(Dipiro, et al., 2015).

9. Terapi Non Farmakologi


o Olahraga
o Diet
o Terapi fisik
o Terapi wicara
o Suplemen gizi (Rabin,2006)

10. Fitoterapi
a. Teh hijau (camelia sinensis)
dikarenakan adanya komponen utama yang disebut katekin yang berfungsi
sebagai zat antioksidan. terjadinya parkinson. Antioksidan dipercaya
mampu mencegah perkembangan penyakit parkinson karena antioksidan
mampu mencegah stress oksidatif berlebihan yang biasa dialami oleh
penderita parkinson. •Dengan meminum teh hijau secara rutin maka
kandungan antioksidan didalamnya akan membantu meringankan bahkan
mencegah perkembangan gejala-gejala pada penderita parkinson
•Konsumsi sebanyak 3 kali sehari. (John et,.al, 2008)
b. Kopi Arabika (Coffea arabica)
Menurut penelitian ditunjukan bhawa kafei pada kopi dapatdigunakan
untuk memperbaiki kondisi penderita parkinson •Bekerja dengan cara
mengurangi tremor dan mengatasi kekakuan otot serta mampu
menghambat sinyal sinyal yang merusak di otak. (Baum, 2012)
c. Ginko biloba
Berdasarkan penelitian mengenai ekstrak gingko biloba dimana pada
penlitian tersebut ekstrak menunjukan kerja pada sistem saraf dan
penyembuhan terhadap kerusakan dopamin neuron otak tengah dan pada
kerusakan sistem gerak tubuh. Selain itu merupakan antioksidan yang
secara susbtansial meningkatkan kewaspadaan dan meningkatkan memori
otak. Dan menigkatkan sirkulasi darah pada otak. Dikonsumsi 1 x sehari 1
(NINN, 2012)
d. Kunyit
Curcumin merupakan polifenol hidrofobik yang bersal dari rimpang
tanaman kunyit memiliki aktibitas farmakologi yang luas yang
dimanfaatkan dalam penyembuhan penyakit diantaranya aktivitas
antioksidan, anti kanker dan anti parkinson •Curcumin pada tanaman
kunyit dapat membantu melawan penyakit parkinson dengan mengurangi
protein pemicu penyakit parkinson •Dikonsumsi 400-600mg 3 kali sehari.
(Arwansyah,.et.al, 2014)
11. Monitoring
o Tentukan obat, waktu pemberian obat, hubungankan dengan makanan,
dan saat dosis terakhir. Ajarkan pada pasien bahwa carbidopa / L-dopa
diserap terbaik pada perut kosong.
o Menilai kesan umum pasien dari fungsi motorik dan mengatasi setiap
masalah spesifik yang mungkin dimiliki pasien.
o Menanyakan secara khusus tentang dosis ke efek obat, penggunaan
obat , respon yang tidak memadai untuk dosis tunggal obat-obatan,
kekakuan, gerakan yang tidak normal secara paksa, kram atau kejang,
halusinasi (khususnya halusinasi visual), dan mual, muntah, atau
pusing. Menawarkan saran untuk membantu meringankan efek
tersebut.
o Menanyakan tentang gejala-gejala sebelumnya pada keluarga , dan
mengatasi masalah apapun yang mungkin perlu perhatian khusus
seperti gangguan tidur, depresi, ciri-ciri psikotik, dan
diskinesia( gerakan yang tidak normal) yang mungkin tidak disadari
bagi pasien.
o Amati pasien dan menentukan apakah ada gerakan diskinesia dan
pasien tidak menyadarinya dan rekomendasikan intervensi yang tepat.
o Pastikan bahwa pasien dan / atau keluarga memahami regimen obat
yang direkomendasikan (Dipiro, et al., 2015).
Daftar Pustaka

Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan

Andersen, Christian K. 2004. Ability To Perform ADL Is The Main Factor Affecting
Quality Of Life In Patients With Dementia. Available online at
https://hqlo.biomedcentral.com/articles/10.1186/1477-7525-2-52 [Diakses 31
Mei 2019].

Arwansyah,et.l, 2014. simulasi docking senyawa Curcumin dan analoginya sebagai


inhibitor reseptor androgen pada kanker prostat. Bogor : IPB

Baehr, M. F., Michael. 2005. Duu’s Topical Diagnosis in Neurology 4th ed. United
States of America: Thieme

Baum,C.,Robert.,et.al. 2012. The montreal Cognitive Assesment (MoCA). Diakses


pada 12 Mei 2019 Available at
http://strokengine.ca/asses/module_moca_Indepth-en.html#section2 [Diakses 31
Mei 2019].

Dipiro.JT., et al., 2015. Pharmacoterapy Handbook 8th edition. New York : Mc Graw
Hill

Gunawan, G., Mochamad, D., Shahdevi, N.K.2017. Parkinson and Stem Cell
Therapy. MNJ. Vol 3(1):39-46.

John C, Morgan,M.D. 2008. Parkinson Disease and all movement disorder. Medical
Collage of Georgia 63(6)

Katzung, B.G., Masters, S. B., dan Trevor, A. J. 2013. Basic & Clinical
Pharmacology 12th Edition. United States : McGraw-Hill Companies, Inc.

NINN. 2012. Parkinsosn Disease and observation of gingkobiloba ekstract. National


Insitute of neurology and Neurosurgery

Rabin, Sara. 2006. Nonpharmacologic Treatment of Parkinson’s Disease.


http://movementdisorderscenter.org/files/2013/06/6 Nonpharmacologic-
Treatment-of-PD-2-CORRECTEDD.pdf. [diakses tanggal 31 Mei 2019]

Setiabudi, Rianto. 2012. Pengajar Antimikroba. Dalam: Ganiswarna, Sulistia G,


editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Serenity programme. 2015. Hamilton Depression Rating Scale. Tersedia online di


www.serene.me.uk. [diakses tanggal 31 Mei 2019]

Silitonga, R. 2007. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup


Penderita Penyakit Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr Kariadi. Semarang:
Universitas Diponegoro

Standaert, D. G., Marie, H. S., Cathi, A. T., Joan, dan Ross, C. 2019. Parkinson’s
Disease. Diakses secara online di apdaparkinson.org (Pada 31 Mei
2019).

Anda mungkin juga menyukai