Anda di halaman 1dari 11

Faktor-faktor Risiko Potensial Varises Vena dengan Refluks Vena

Superfisial

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi berbagai faktor risiko potensial
etiologi varises dengan refluks vena superfisial. Empat puluh sembilan pasien yang
datang ke klinik bedah kardiovaskular untuk penatalaksanaan penyakit varises
sepanjang tahun 2009 hingga 2010 dilibatkan dalam penelitian ini. Rentang usia
kelompok pasien adalah 44,04 ± 15,05 tahun dan rasio perempuan/laki-laki (F/M)
adalah 30/19. Dua puluh enam relawan sehat berusia 40,94 ± 13,60 tahun dan dengan
rasio perempuan/laki-laki 15/11 menjadi subjek kontrol. Kami menyelidiki beberapa
parameter seperti indeks massa tubuh, usia, jumlah kelahiran >1, berdiri dalam waktu
yang lama (8 jam atau lebih tanpa istirahat), penyakit sistemik, riwayat keluarga,
temuan kondisi vena saat pemeriksaan Doppler, kadar homosistein, feritin, vitamin B12,
dan hemoglobin, laju sedimentasi, MCV, LDL serta faktor rheumatoid pada kelompok
pasien dan kelompok kontrol. Kami juga menyelidiki peran gen polimorfisme 677 C> T
dan 1298 A> C metilen tetrahidrofolat reduktase dan FV Leiden pada kedua kelompok.
Dalam penelitian skala kecil ini, tampaknya tidak terdapat hubungan antara varises dan
indeks massa tubuh, merokok, DM tipe 2, hipertensi, riwayat keluarga, dan jumlah
persalinan. Riwayat peningkatan durasi berdiri (> 8 jam) dan faktor rheumatoid positif
memiliki hubungan dengan varises yang disertai refluks vena superfisial.

1. Pendahuluan
Varises biasanya terjadi pada populasi umum namun meskipun telah dilakukan
sejumlah penelitian, etiologi penyakit vena masih belum diketahui dengan jelas.
Obesitas, usia, paritas, berdiri dalam waktu yang lama, dan riwayat keluarga merupakan
faktor risiko. Insiden varises pada populasi dewasa terbukti bervariasi pada berbagai
populasi (antara 10%-60%) dan meningkat seiring bertambahnya usia pada berbagai
penelitian [1-6]. Faktor utama dalam etiologi varises vena adalah pelebaran vena dan
insufisiensi katup yang dimulai oleh faktor-faktor yang tidak diketahui [1-3, 7, 8].
Sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa, selain faktor
lingkungan, mekanisme genetik dapat berperan dalam menentukan kerentanan terhadap
penyakit vaskular. Secara khusus, kelainan pada enzim yang mengendalikan
metabolisme homosisteine telah terbukti menyebabkan penyakit pembuluh darah
aterosklerotik [9].
Karena mekanisme genetik dapat berperan dalam menentukan kerentanan
terhadap penyakit vaskular, kami mempelajari beberapa mutasi pada pasien dengan
varises untuk mencari hubungan antara varises dan kadar homosistein, protein C,
protein S, FV, FVIII, D-dimer, kadar vitamin B12, kadar asam folat, MTHFR, FVR2,
fibrinogen B, FV Leiden, dan mutasi prothrombin selain faktor lain yang mungkin.
Penelitian ini direncanakan untuk menentukan berbagai faktor risiko dan untuk
menganalisis polimorfisme metotenetetrahidrofolat reduktase (MTHFR-677 dan
MTHFR-1298) dan mutasi FV Leiden pada pasien-pasien dengan varises primer.

2. Bahan dan Metode


Empat puluh sembilan pasien dilibatkan untuk penelitian ini. Pasien yang
dipertimbangkan untuk mengikuti penelitian adalah mereka yang berada di Ankara
Education and Research Hospital untuk mendapatkan tatalaksana penyakit vena. Semua
pasien menjawab kuesioner yang terstandardisasi. Data-data berikut dikumpulkan: usia,
tinggi badan, berat badan, merokok atau tidak, riwayat kesehatan pribadi dan keluarga
dengan fokus khusus pada varises dan jumlah persalinan >1 (hanya perempuan),
riwayat berdiri dalam jangka waktu yang lama dan penyakit lainnya. Persetujuan tertulis
didapatkan dari semua pasien dan relawan kelompok kontrol yang memenuhi kriteria.
Protokol penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Ankara Education and Research
Hospital.
Diagnosis varises vena primer dilakukan dengan kombinasi pemeriksaan klinis
dan dupleks. Semua pasien dalam penelitian ini memiliki pemeriksaan arteri normal.
Setiap pasien di kelompok kontrol dan pasien melakukan pemeriksaan dupleks. Kriteria
eksklusi untuk penelitian ini adalah deep vein thrombosis, post thrombophlebitic
syndrome, dan mengalami infeksi beberapa waktu terakhir.
Terdapat 45 pasien dengan refluks vena superfisial, 2 pasien dengan refluks vena
superficial dan perforator, dan 2 pasien dengan refluks vena superfisial dengan ulkus
vena. Tingkat refluks berkisar antara derajat 2 dan 4 pada kelompok pasien. Tidak ada
pasien dengan insufisiensi vena dalam pada kelompok studi. Efek dari derajat dan jenis
refluks terhadap hasil tidak diselidiki dalam penelitian ini. Kami tidak dapat
mengevaluasi lokasi refluks katup ada berbagai tingkatan, SFJ, paha bagian atas,
tungkai bagian tengah, tungkai bagian bawah, atau di bawah lutut, karena kepadatan
rawat jalan di Departemen Radiologi. Karena tidak cukupnya pasien di kelompok studi,
perbedaan polimorfisme gen atau parameter pro koagulan antara pasien C2 dan C3
versus kelompok kontrol tidak dianalisis.
Dua puluh enam subjek normal, sehat menjadi kelompok kontrol. Mereka tidak
memiliki gejala atau tanda penyakit arteri atau vena pada tungkai. Temuan pencitraan
vena dengan pemeriksaan Doppler subjek kontrol dalam batas normal. Mereka tidak
memiliki refluks vena dangkal atau dalam. Subjek kontrol tidak memiliki penyakit yang
diketahui dengan anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan, dan tes laboratorium rutin
yang cermat, seperti kadar homosisteine, ferritin, vitamin B12, hemoglobin, tingkat
sedimentasi, MCV, LDL dan faktor rheumatoid. Pasien dalam kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol serupa untuk variabel gender, indeks massa tubuh, kebiasaan
merokok, riwayat medis, riwayat kesehatan keluarga, dan usia. Kami memperoleh
informasi tentang durasi berdiri saat menggali riwayat kesehatan. Kami bertanya kepada
pasien satu persatu tentang berapa lama mereka berdiri sepanjang hari dan mencatat
durasi waktu dalam jam untuk setiap pasien secara terpisah.
Saat pemeriksaan fisik, subjek berdiri di undakan datar dengan kaki dalam tiga
posisi standar selama pemeriksaan kaki: menghadap ke arah pemeriksa dengan tumit
bertemu dan bagian depan kaki serta jari dalam keadaan terbuka, menjauh dari
pemeriksa dalam posisi yang sama, dan menjauh dari pemeriksa dengan kaki sejajar.
Mereka diminta untuk tetap berada dalam posisi berdiri minimal dua menit sebelum
pemeriksaan vena, untuk memungkinkan darah menempel di kaki. Setiap bekas luka
atau temuan penting pada kaki dicatat.
Gambaran real-time dari vena femoral komunis, femoral dalam, femoralis, dan
popliteal didapatkan sebelum dan setelah kompresi. USG Doppler warna dan pulsed-
wave juga dilakukan. Semua pasien dievaluasi dengan scanning dupleks berwarna di
ruang pemeriksaan yang hangat dan nyaman oleh dokter radiologi. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan perangkat USG vena GE Logic. Transduser linier 5-12
MHz digunakan untuk mengukur diameter vena saphena besar (GSV) dan vena saphena
kecil (SSV) dan untuk menyingkirkan trombosis vena akut atau kronis dalam posisi
terlentang. Dengan menggunakan pencitraan aliran warna dalam view longitudinal,
fungsi katup GSV dievaluasi pada SFJ, paha atas, paha tengah, kaki bawah, dan di
bawah lutut. Fungsi katup SSV dievaluasi pada tingkat fosa poplitea. Arah aliran dicatat
dengan kompresi dan pelepasan distal. Refluks dihitung berdasarkan waktu penutupan
katup, dengan tracing Doppler spectral diperoleh pada bidang longitudinal. Refluks
dinyatakan positif jika waktu penutupan katup lebih dari 0,5 detik. Pemeriksaan refluks
dilakukan saat pasien berdiri, dengan elevasi tubuh bagian atas lebih dari 45, atau pada
posisi reverse-Trendelenburg.

2.1 Metode. Penelitian dilakukan pada suhu kamar. Sampel darah diambil dari vena
antecubital dengan tusukan atraumatik. Sampel darah dikumpulkan ke dalam tabung
sitrat (untuk protein C, protein S, fibrinogen, dan homosisteine) dan disentrifugasi pada
4000 rpm (putaran per menit) selama 4 menit untuk mendapatkan fraksi plasma dan
serum. Sampel kemudian disimpan pada suhu 22 C sampai diuji. Sebelum diuji, sampel
dicairkan pada suhu kamar.

2.2. Protein C dan S. Pengujian dilakukan oleh laboratorium internasional yang


didukung oleh Beckman Coulter. Penentuan kuantitatif protein C fungsional tergantung
pada perpanjangan waktu tromboplastin parsial teraktivasi. Protein S ditentukan sesuai
dengan inhibisi faktor V teraktivasi. Rentang normal kadar protein C dan antigen S
dalam plasma adalah 70-130% dan 65-140%.

2.3. Homosisteine. Kadar total homosisteine serum ditentukan oleh immunoassay


chemiluminescence.

2.4. Faktor XIII, Faktor XV, dan Faktor VIII. Pengujian FXIII dilakukan dengan
menggunakan perangkat yang tersedia secara komersil berdasarkan petunjuk dari
pabriknya. Alat uji ini dirancang untuk mengukur aktivitas FXIII dan FXIIIa fungsional
yang benar dalam plasma dengan mengukur aktivitas transglutaminase. Dalam
pengujian ini, FXIIIa trombin yang diaktifkan dari plasma pasien berikatan dengan plat
berlapis substrat. Selanjutnya, horse radish peroxidase- (HRP-) FXIII terkonjugasi
saling berkaitan cross-linked) dengan FXIIIa yang tertangkap. HRP cross-linked
kemudian dideteksi dengan substrat kromogenik HRP pada 450 nm. Data dianalisis
untuk mengevaluasi hubungan antara aktivitas FXIII dan penanda DIC lainnya yang
meliputi jumlah trombosit, aktivitas fibrinogen, waktu protrombin (PT), waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APTT), dan produk degradasi fibrin (D-dimer). Hasil
PT, APTT, fibrinogen, dan D-dimer dihasilkan dengan analyzer pembekuan otomatis
(STAR).

2.5. Pemeriksaan Genetik. Untuk pemeriksaan genetik, diambil sampel darah sebanyak
10 mL 0,05 M EDTA-antikoagulan. DNA diekstraksi sesuai prosedur salting-out
standar. Untuk analisis DNA, alat yang tersedia secara komersil digunakan dan
prosedurnya dilakukan sesuai dengan petunjuk dari pabriknya. Status mutasi (normal,
heterozigot, atau homozigot) ditentukan untuk semua mutasi. Analisis faktor V Leiden
dan mutasi protrombin G20210A dilakukan. Untuk penentuan status mutasi mutasi
MTHFR C677T dan A1298C, kami menggunakan amplifikasi PCR dan analisis
polimorfisme restriksi panjang fragmen yang dilakukan sesuai dengan Kim et al., Frosst
et al. [9, 10], Frosst et al., Dan van der Put et al. [10, 11].

2.6. Analisis statistik. Karena kelompok kontrol kurang dari 30 pasien, semua parameter
dalam penelitian diasumsikan nonparametrik dan analisis statistik dipilih untuk tes
nonparametrik. Parameter nominal digambarkan menggunakan analisis frekuensi,
sedangkan parameter skala digambarkan dengan menggunakan mean dan standar
deviasi. Perbandingan antar kelompok diuji dengan tes Mann-Whitney U pada interval
kepercayaan 95% (CI; α = 0, 05 tingkat). Semua analisis dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 for Windows (SPSS Inc. Illinois).

3. Hasil
Distribusi jenis kelamin, usia, BMI, merokok, diabetes melitus, faktor rheumatoid,
hipertensi, riwayat keluarga, durasi berdiri dalam waktu lama, dan jumlah persalinan
lebih dari satu untuk kelompok pasien dan kelompok kontrol dikumpulkan sebagai
karakteristik dasar responden. Tabel 1 menunjukkan karakteristik dasar penelitian dan
kelompok kontrol.
Usia dari empat puluh sembilan subjek dengan varises pada kelompok studi
berkisar antara 15 hingga 85 tahun (rerata 44,04 ± 15,05 tahun) dan usia dari enam belas
subjek pada kelompok kontrol berkisar antara 22 hingga 68 tahun (rerata 40,94 ± 13,60
tahun). Tidak terdaat perbedaan yang signifikan secara statistik untuk usia antara kedua
kelompok. Rasio perempuan/laki-laki adalah 30/19 pada kelompok studi dan 15/11 pada
kelompok kontrol.

Nilai BMI kelompok studi lebih tinggi dibanding kelompok kontrol.


Perbedaannya tidak signifikan. Kelompok studi terdiri dari lebih banyak perokok yang
tidak signifikan secara statistik. Variabel diabetes melitus, hipertensi, riwayat varises
keluarga, dan jumlah persalinan >1 pada kelompok studi lebih banyak dibanding
kelompok kontrol. Perbedaan variabel tersebut antara kedua kelompok tidak signifikan
secara statistik (P> 0, 05) kecuali untuk durasi berdiri dalam waktu lama (P <0, 001)
dan faktor rheumatoid positif yang signifikan secara statistik (P <0, 05). Klasifikasi
CEAP pasien ditunjukkan pada Tabel 2. Ada kemungkinan tingkat keparahan kelas C
yang meningkat dapat menghasilkan perbedaan parameter hematologis atau biokimia
yang lebih besar. Karena klasifikasi kelompok pasien dalam penelitian ini terutama
antara kelas 2 (C2) dan kelas 3 (C3), perbedaan tersebut tidak dicatat dalam penelitian
ini dengan meningkatnya kelas C. Berdasarkan Tabel 2, kelas CEAP kelompok studi
berubah antara kelas 2 (C2) dan kelas 5 (C5). Perbandingan parameter hematologi dan
biokimia antara kelompok studi dan kelompok kontrol ditunjukkan pada Tabel 3.

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok
pada parameter hematologis dan biokimia, termasuk whole blood count, laju endap
darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, kadar protein C-reaktif, kadar
glukosa, profil kolesterol, kadar elektrolit, tes fungsi hati dan ginjal, homosisteine,
vitamin B12, asam folat, faktor V, faktor VIII, dan protein C dan kadar protein S. Tabel
4 menunjukkan perbandingan mutasi titik pada kelompok studi dan kelompok kontrol.
Ketika kita melihat perbandingan mutasi titik antara kelompok studi dan
kelompok kontrol, mutasi heterozigot lebih dominan pada kelompok studi, namun
perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Mutasi homozigot untuk semua
parameter terlihat jarang dan tersebar pada kelompok studi dan kontrol. Dapat dikatakan
bahwa mutasi heterozigot dominan pada kelompok penelitian dibandingkan kelompok
kontrol, namun perbedaannya tidak signifikan secara statistik.
4. Diskusi
Insiden varises vena pada populasi dewasa telah terbukti bervariasi di antara berbagai
populasi (antara 10%-60%) dan meningkat seiring bertambahnya usia dalam berbagai
penelitian [1-6]. Faktor utama etiologi varises vena adalah pelebaran vena dan
insufisiensi katup yang dimulai oleh faktor yang tidak diketahui [1-3, 7, 8].
Berdasarkan bukti eksperimental dan klinis yang dikumpulkan selama dekade
terakhir, tampaknya menunjukkan bahwa penyebab dilatasi vena varises terdapat pada
dinding vaskular [12, 13]. Teori "valvular", yang menunjukkan ketidakmampuan katup,
telah dikritik dalam sejumlah penelitian biokimia dan morfologi [14]. Terlepas dari
bukti adanya defek primer pada dinding pembuluh darah, patogenesis dilatasi vena tetap
tidak jelas.
Penelitian Javien menunjukkan bahwa varises lebih sering terjadi pada
perempuan, namun jenis kelamin perempuan tidak ditemukan sebagai faktor risiko yang
kuat. Di antara faktor risiko yang paling erat kaitannya dengan insufisiensi vena kronis
(CVI) adalah usia, riwayat varises keluarga [15], dan konstipasi. Hal ini sesuai dengan
temuan dari studi epidemiologi terbaru [16, 17]. Obesitas dan kurangnya aktivitas fisik
sangat terkait dengan CVI pada perempuan, lebih banyak dibanding pada laki-laki.
Jumlah kehamilan secara signifikan berbeda antara perempuan dengan dan tanpa CVI.
Sebuah hubungan sederhana ditemukan pada jenis kelamin perempuan, riwayat cedera
sebelumnya pada kaki (DVT), dan durasi berdiri untuk waktu yang lama, meskipun
parameter ini biasanya termasuk yang sebagian besar disepakati sebagai faktor risiko.
Peran posisi duduk dalam waktunlama tidak ditemukan dalam penelitian ini [16]. Kami
juga tidak mengevaluasi posisi duduk dalam waktu lama dalam penelitian kami.
Sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa, selain faktor
lingkungan, mekanisme genetik dapat berperan dalam menentukan kerentanan terhadap
penyakit vaskular. Secara khusus, kelainan pada enzim yang mengendalikan
metabolisme homosisteine telah terbukti menyebabkan penyakit vaskular [9].
Metilenetetrahidrofolat reduktase (MTHFR) memainkan peran penting dalam
siklus folat dan berkontribusi pada metabolisme asam amino homosistein. Substrat ini
mengkatalisis reduksi 5,10-metilenetetrahidrofolat menjadi 5-metiltetrahidrofolat,
sehingga menghasilkan bentuk aktif folat yang dibutuhkan untuk remetilasi
homosisteine menjadi metofilan. Beberapa mutasi pada gen MTHFR menyebabkan
penurunan aktivitas MTHFR. Jika terdapat mutasi genetik pada gen MTHFR, kadar
homosistein mungkin tidak diatur dengan benar. Mutasi genetik pada MTHFR adalah
faktor risiko inheren yang diketahui secara umum dapat meningkatkan kadar
homosistein. Mutasi yang paling sering dijumpai disebut mutasi MTHFR C677T, atau
mutasi MTHFR "thermolabile". Mutasi lainnya disebut MTHFR A1298C. Bahkan saat
terdapat 2 mutasi MTHFR (misalnya, 2 mutasi C677T, atau satu mutasi C677T dan
satu mutasi A1298C), tidak semua orang akan mengalami kadar homosistein yang
tinggi. Meskipun mutasi ini mengganggu regulasi homosistein, kadar folat yang adekuat
pada dasarnya akan "membatalkan" defek ini. Polimorfisme MTHFR, yang dikaitkan
dengan predisposisi peningkatan konsentrasi homosistein plasma, telah dilaporkan
menjadi faktor risiko genetik untuk penyakit vaskular oklusif, aterosklerosis karotid,
infark otak silent, dan oklusi arteri kecil dengan stroke iskemik, meskipun hubungan ini
tetap kontroversial [9]. Dalam penelitian kami, kami mempelajari apakah mutasi ini
terkait dengan jenis penyakit vaskular lain dalam bentuk varises karena pengamatan
komplikasi vaskular pada pasien dengan homosistinuria menimbulkan hipotesis bahwa
peningkatan homosistein plasma ringan hingga sedang mungkin terkait dengan
perubahan pada dinding vaskular [18]. Apakah hiperhomosistinuria ringan berhubungan
dengan perkembangan varises masih belum diketahui. Karena mekanisme genetika
dapat berperan dalam menentukan kerentanan terhadap penyakit vaskular, kami
mempelajari beberapa mutasi pada pasien dengan varises vena untuk mencari hubungan
antara varises dan kadar homosistein, protein C, protein S, FV, FVIII, D-dimer , kadar
vitamin B12, kadar asam folat, MTHFR, FVR2, B fibrinojen, serta mutasi FV Leiden
dan prothrombin.
Pada penelitian kami, kami tidak mengamati kadar homosisteine yang tinggi
pada pasien kelompok studi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian
kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik
antara pasien dan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik awal mereka kecuali
untuk variabel durasi berdiri dan faktor rheumatoid positif. Usia, BMI, jenis kelamin,
HT, riwayat keluarga, dan persalinan lebih dari satu anak tidak berbeda antar kelompok.
Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa riwayat keluarga memiliki dampak
terhadap varises [15], kami tidak menemukannya dalam penelitian ini. Alasannya
mungkin kurangnya sampling atau variabel eksogen lainnya. Tingkat mutasi berbeda
antar kelompok. Selain itu, terlihat bahwa mutasi heterozigot dominan pada pasien laki-
laki dan perempuan dalam kelompok pasien, namun perbedaannya tidak signifikan.
Sebuah studi yang dilakukan pada 1684 subjek di sekitar Turki menunjukkan bahwa
frekuensi C677T di Turki adalah 42,9%; C677C 47,4%; dan T677T 9,6%. Frekuensi
A1298C di Turki adalah 43,7%; A1298A 46,3%; dan C1298C 10,0%. Frekuensi allel
alel T dari MTHFR 677 dan alel C dari MTHFR 1298 masing-masing adalah 33,34%
dan 33,16%. Frekuensi heterozigositas C677T/A1298C paling tinggi di Turki (21,6%),
dibandingkan dengan Kanada (15%), Amerika Serikat (17%), dan Belanda (20%). Hal
ini dapat menyebabkan dominasi heterozigositas dalam penelitian kami [19].
Kelainan genetik spesifik untuk faktor V, prothrombin, dan metabolisme
homosistein terbukti meningkatkan risiko infark miokard dan stroke iskemik, terutama
di kalangan pasien dan wanita yang lebih muda dalam sebuah penelitian [20]. Tidak
seperti hasil kami, Sverdlova AM menunjukkan hubungan antara genotipe MTHFR dan
risiko pengembangan varises di tungkai bawah. Mereka menemukan prevalensi subjek
yang secara signifikan lebih tinggi dengan setidaknya satu alel CTH7T MTHFR di
antara mereka yang memiliki varises dibanding subjek kelompok kontrol (OR = 1,74; P
<0, 005) [21]. Hal ini juga sejalan dengan studi Wilmanns dan rekan-rekannya [22].
Kami tidak melihat hubungan yang signifikan dengan mutasi varises atau MTHFR. Ini
bisa jadi disebabkan undersampling studi kami. Penelitian dengan jumlah kasus dan
kontrol yang lebih tinggi dapat menunjukkan hubungan yang lebih signifikan di antara
mereka.
Terdapat beberapa keterbatasan lain pula dalam penelitian kami. Karena jumlah
kasus pada pasien dan kelompok kontrol kecil, kami tidak menggunakan efek tipe
(refluks dangkal dan dalam) dan derajat refluks untuk dinilai dalam penelitian ini.
Faktor ekonomi dan jenis penyakit rematik juga tidak dievaluasi dalam penelitian ini.
Kami hanya mempelajari faktor reumathoid positif yang ditemukan signifikan secara
statistik dibanding kelompok kontrol. Meskipun ada kecenderungan peningkatan
parameter biokimia tertentu dalam penelitian kami, pada akhirnya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan secara statistik pada penanda hematologi atau biokimia
antara kelompok subjek dan kelompok kontrol. Dalam penelitian kecil ini, tampaknya
tidak ada perbedaan genetik yang signifikan terkait dengan metabolisme folat atau
predisposisi prokariar atau faktor risiko medis termasuk nilai BMI, merokok, diabetes
mellitus, hipertensi, riwayat varises keluarga, dan kelahiran lebih dari satu anak.
Riwayat berdiri dalam waktu lama dan faktor rheumatoid positif ditemukan
berhubungan dengan varises. Studi lebih lanjut, mungkin dengan kohort yang lebih
besar, dapat menunjukkan signifikansi parameter yang ditemukan tidak signifikan
dalam penelitian kami. Studi lebih lanjut juga harus dilakukan untuk menemukan
hubungan antara penyakit rematik dan timbulnya varises vena.

Anda mungkin juga menyukai