Anda di halaman 1dari 14

Antitukak

Kelompok 5
Pendahuluan
1.1 LATAR BELAKANG

Lambung berfungsi sebagai penerima makanan dan minuman, menggiling, mencampur, kemudian
mengosongkan makanan menuju duodenum. Lambung akan langsung berkontak dengan segala jenis makanan,
minuman, dan obat-obatan sehingga sifatnya rentan teriritasi. Oleh karena itu, maka lambung akan dilindungi oleh
lapisan mukus. Lapisan mukus berfungsi melindunginya dari asam lambung yang dihasilkan. Akan tetapi, karena
adanya iritan seperti makanan pedas, obat NSAID, alkohol, dan lain sebagainya yang mempengaruhi lapisan
mukosa sehingga kemudian perlindungan lambung menurun dan asam lambung mengiritasi dan timbul tukak
peptik. Selain faktor iritan diatas, bakteri Helicobacter pylori juga menjadi penyebab utama tukak peptik dengan
tinggal di sel epitel dan merusak lapisan mukosa lambung (Tarigan, 2001).
Terapi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup pasien, yaitu
untuk mencegah terjadinya kekambuhan, komplikasi, dan bahkan kematian. Oleh karena penyakit ini cukup
menjadi penyakit yang umum terjadi maka efektivitas obat menjadi sangat penting. Tingkat keparahan dan
kekambuhan sangat dipengaruhi oleh efektivitas obat sehingga berdasarkan latar belakang diatas dan literatur yang
sesuai, maka penulis tertarik untuk menguji perbandingan efektivitas antitukak dari golongan yang berbeda.
1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa perbedaan efektivitas antitukak dari golongan berbeda yaitu golongan proton pump inhibitor, H2

antagonis, dan kombinasi kedua golongan tersebut?


2. Apakah kombinasi obat golongan proton pump inhibitor dan H2 antagonis dapat
meningkatkan efektivitas kerja obat?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Membandingkan efektivitas yang diberikan oleh antitukak dari golongan proton pump inhibitor, H2

antagonis, dan kombinasi kedua golongan.

2. Mengetahui mekanisme kerja dari obat golongan proton pump inhibitor dan H2 antagonis, serta

mekanisme kerja saat kedua golongan tersebut dikombinasi.


1.4 Kegunaan Penelitian

1. Memberikan informasi yang didasarkan pada hasil percobaan secara ilmiah

mengenai efektivitas golongan obat antitukak untuk pengobatan tukak peptik.

2. Dapat membantu menentukan obat antitukak yang tepat dengan efektivitas yang
paling baik
1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam bentuk eksperimental yang dilakukan dengan tahap sebagai berikut.

1. Penyiapan larutan ranitidin, omeprazol, akuades 1%, etanol, dan 5 ekor tikus betina putih.

2. Pengujian efektivitas antitukak dengan metode uji pengobatan tukak peptik dengan penginduksi

etanol terhadap 5 ekor tikus betina putih.

3. Pengambilan data berdasarkan hasil percobaan.

4. Pengolahan data dan interpretasi hasil.


1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas

Padjajaran pada hari Selasa pukul 10.00-13.00 di bulan September 2019 sampai Oktober 2019.
Landasan Teori
Tukak peptik atau peptic ulcer merupakan suatu penyakit yang terletak pada saluran gastrointestinal atas atau lebih
tepatnya pada duodenum atau lambung berupa luka yang biasa terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara factor
agresif , yaitu pepsin dan asam lambung dan factor defensive / factor pelindung berupa mukosa (pembentukan dan sekresi
mucus, aliran darah mukosa, sekresi bikarbonat) (Berardy dan Lynda, 2005).
Tukak peptik disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori, efek sampng dari obat – obatan antiinflamasi non steroid
(NSAID), merokok, stress, alcohol, serta terlalu pekanya mukosa lambung terhadap asam lambung dan gastrin (Priyanto,
2009).

Gejala klinis pada penderita tukak peptik yaitu rasa sakit pada perut bagian atas secara berulang, perut terasa penuh,
keram, rasa yang terbakar dan lain – lain (Guyton , 1994). Nyeri pada perut biasanya muncul 2 – 3 jam setelah makan atau
pada malam hari saat lambung kosong. Biasanya beberapa penderita tukak peptik dapat mengalami penurunan berat badan
(Wilson dan Lindseth, 2005). Pemberian obat tukak peptik disesuaikan dengan penyebabnya serta tingkat keparahan
penyakitnya. Berikut terdapat 3 jenis golongan obat yang biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit tukak peptik ini,
yaitu Antasida, Histamin H2 – reseptor antagonis, proton pump inhibitor.
Mekanisme kerja antasida ialah menetralisir asam lambung dan lebih efektif dibandingkan placebo dalam
menyembuhkan tukak peptik. Akan tetapi, antaida harus diminum dalam dosis yang relative besar 1 dan 3 jam
setelah makan dan sebelum tidur serta dapat menyebabkan efek samping , yaitu diare pada antasida yang
mengadung magnesium hidroksida (Hopskinsmedicine, 2013).

Sedangkan H2 – reseptor antagonis bekerja dengan mengurangi produksi asam lambung dengan memblok
reseptor H2 pada sel parietal sehingga sel ini tidak terangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini
sifatnya reveribel. Contoh obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah cimetidine, ranitidin, famotidine dan
nizatidine. (Tarigan, 2001).

Sedangkan golongan proton pump inhibitor bekerja dengan menonaktifkan sel parietal hydrogen-kalium
ATPase yang terletak pada permukaan luminal yang nantinya akan terjadi pemecahan. ATPase merupakan pompa
proton dan juga jalur umum terakhir dalam sekresi ion hydrogen. Pemecahan hydrogen-kalium ATPase akan
menghasilkan energi yang digunakn untuk mengeluarkan asam lambung dan menghubungkan sel parietal dalam
lumen lambung (Tarigan, 2001). Contoh obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah pantoprazole,
omeprazol, rabeprazole dan lanzoprazol. Penggunaan golongan ini dilakukan ketika hipersekresi lambung resisten
terhadap terapi lain. Pengggunaan PPI ditunjukkan untuk mencegah tukak gastroduodenal yang disebabkan oleh
NSAID. Selain itu, berdasarkan penelitian juga golongan PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dalam
mengobati segala jenis penyakit tukak peptik (Hopskinsmedicine, 2013).
Alat dan Bahan

● Alat : gunting bedah, jarum, kapas, papan bedah, pinset, sarung


tangan lateks, sarung tangan tebal, sonde oral, timbangan, dan toples
kaca.
● Bahan : akuades, etanol 96%, eter, omeprazol, dan ranitidin.
Metode Penelitian

1. Pembuatan Larutan Uji

● Pembuatan larutan uji 1 dilakukan dengan menimbang ranitidin sebanyak 78 mg dan kemudian

dilarutkan dalam 50 ml akuades.

● Pembuatan larutan uji 2 dilakukan dengan menimbang omeprazol sebanyak 52 mg dan

kemudian dilarutkan dalam 250 ml akuades.


2. Prosedur Penelitian

Kelima kelompok hewan uji dipuasakan selama 12 jam sebelum penelitian.

Kelompok 1 : akuades sebagai kontrol negatif.

Kelompok 2 : etanol 96% sebanyak 1 ml /200 g BB tikus sebagai kontrol positif.

Kelompok 3 : etanol 96% sebanyak 1 ml /200 g BB tikus + ranitidin 5,4 mg / 200 g BB tikus.

Kelompok 4 : etanol 96% sebanyak 1 ml /200 g BB tikus + omeprazol 0,72 mg / 200 g BB tikus.

Kelompok 5 : etanol 96% sebanyak 1 ml /200 g BB tikus + ranitidin 5,4 mg / 200 g BB tikus + omeprazol 0,72
mg / 200 g BB tikus

Satu jam setelah pemberian, tikus dibius dengan kapas yang dibasahi eter kemudian dibedah untuk dilihat
keadaan lambungnya.

Parameter : jumlah tukak dan keparahan tukak.


Perhitungan
Daftar Pustaka
Abdul‐Hussein , M., Janice, F., dan Donald, C. 2015. Concomitant Administration of a Histamine2
Receptor Antagonist and Proton Pump Inhibitor Enhances Gastric Acid Suppression. The
Journal of Human Pharmacology and Drug Therapy. Vol. 35 (12).
Berardy, R., dan Lynda, S. 2005. Peptic Ulcer Disease. New York : McGraw-Hill.
Dufton, J. 2012. The Pathophisiology and Pharmaceutical Treatment of Gastric Ulcers. Council for
Pharmacy Education. Vol.12 : 747-771.
Fitrianingsih, S. P. 2011. Uji Aktivitas Madu sebagai Anti Tukak Lambung Terhadap Tikus Putih Galur
Wistar. Prosiding SNaPP. Vol. 2 (1).
Guyton, A.C., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hopkinsmedicine. 2013. Peptic Ulcer Disease Diakses secara online di
https://www.hopkinsmedicine.org/gastroenterology_hepatology/_pdfs/esophagus_stomach/
peptic_ulcer_disease.pdf
[Diakses pada tanggal 6 September 2019].
Masclee, G.M., et al. 2014. Risk of Upper Gastrointestinal Bleeding from Different Drug Combinations.
Gastroenterology. Vol. 147 : 784–792.
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Lembaga Studi dan Konsultasi. Jakarta :
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi.
Putri, D.P.W. 2010. Peptic Ulcer Disease. Diakses secara online di
http://eprints.ums.ac.id/ 8907/2/K100050222.pdf [ Diakses pada tanggal 5 September 2019].
Sanusi, I.A. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing.
Silbernagl, S. 2006. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :
EGC.
Siregar, C., dan Kumilosari, E. 2006. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC.
Tarigan, P. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Wilson, L.M., dan Lindseth, G.M. 2005. Pathophysiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volome
1. Edisi 6, Silvia Anderson dan Lorain Carty Wilson ( Editor), diterjemahkan oleh Peter
Anugrah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai