ALZHEIMER
A. Pengertian
Gangguan pada fungsi otak yang mempengaruhi memori, pemikiran,
orientasi, dan kemampuan intelektual lainnya yang bersifat progresif. Biasanya
gangguan ini terjadi pada orang dengan usia di atas 65 tahun. Alzheimer merupakan
kumpulan dari beberapa sindrom yang akhirnya dapat menyebabkan demensia
(Korolev, 2014).
2. Otak kecil
CEREBELLUM
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus
otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Cerebellum
terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan
menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Bagian-bagian
dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis
(Ganong, 2003).
BRAINSTEM
Batang otak berada di pangkal otak. Ini mengontrol fungsi tubuh dasar
seperti detak jantung dan pernapasan. Otak kecil di dekatnya mengendalikan
keseimbangan dan postur. Bernafas dan tetap tegak adalah hal-hal yang biasanya
kita lakukan secara otomatis (Alzheimer’s Society, 2019)
SISTEM LIMBIK
Sistem limbik ada jauh di dalam otak. Ini menghubungkan batang otak
dan belahan otak. Sistem limbik mencakup struktur dengan peran kunci dalam
ingatan (hippocampus) dan emosi (amigdala) (Alzheimer’s Society, 2019).
Bagian tubuh yang terganggu adalah lesi tanda pada Alzheimer adalah
plak neuritik dan neurofibrillary tangles (NFTs) yang terletak di area kortikal dan
struktur lobus temporal medial otak. Degenerasi neuron & sinapsis, dan atrofi
kortikal juga terjadi (DiPiro, et al., 2015).
Plak neuritik (plak amiloid atau pikun) adalah lesi ekstra seluler yang
ditemukan di korteks serebral dan pembuluh darah serebral akibat adanya
penggumpalan protein β-amiloid (Aβ) (DiPiro, et al,. 2015).
Neurofibrillary tangles (NFTs), filamen heliks berpasangan yang terdiri dari
protein tau hiperfosforilasi yang tidak normal, umumnya ditemukan dalam
sel-sel hipokampus dan korteks serebral (DiPiro, et al., 2015).
Pada onset lambat alzheimer, jumlah neuron kolinergik berkurang, dan ada
kehilangan reseptor nikotinik dalam hippocampus dan korteks (DiPiro, et al.,
2015).
Kelainan muncul pada jalur glutamat dari korteks dan struktur limbik, di
mana hilangnya neuron mengarah ke fokus pada model eksitotoksisitas,
yang akan berkontribusi pada pathol AD (DiPiro, et al., 2015).
Gejala kognitif:
Gangguan memori.
Gejala non-kognitif.
Gangguan tidur.
Gejala fungsional:
Sulit dalam mengurus diri sendiri (sulit dalam berpakaian, mandi, makan,
dll).
(PDSSI, 2015).
E. Patofisiologi
- Amyloid Cascade Hypothesis
1. Terjadi pembentukan plak yang mengandung protein amyloid β pada otak.
2. Protein amyloid β diproduksi oleh protein induknya yaitu APP (Amyloid
Precursor Protein).
3. Protein amyloid β adalah peptida pendek dimana merupakan produk samping
proteolitik abnormal dari APP.
4. Gen yang mengkode APP adalah kromosom 21.
(Medscape, 2019).
- Neurofibrillary Tangles
1. Protein tau berfungsi dalam menstabilkan mikrotubulus di sitoskeleton sel dan
diatur oleh fosfolirasi.
2. Pada pasien AD, hiperfosforilasi protein tau terakumulasi sebagai filamen heliks
berpasangan dan akan beragregrasi menjadi massa di dalam badan sel saraf yang
dikenal sebagai neurofibrillary tangles dan sebagai neuro distrofi (Swardfager, et
al., 2012).
- Inflammatory Mediators
1. Terjadinya desposisi amyloid pada otak berhubungan dengan inflamasi lokal dan
perubahan sistem imun dimana inflamasi yang terjadi relevan dengan
neurodegenerasi.
2. Respon inflamasi berkaitan dengan pelepasan sitokin, nitric oxide, dan radikal
yang lain).
(Dipiro, et al., 2015).
- The Cholinergik Hypothesis
1. Penurunan memori dan kemampuan kognitif pada AD dikarenakan hilangnya sel
kolinergik.
2. Sehingga fungsi kolinergik perlu ditingkatkan agar gejala dapat dikurangi.
F. Diagnosis Alzheimer
(Folstein, 1990).
(DiPiro, et al., 2013).
2. Pemeriksaan fisik–meliputi tes indra dan fungsi gerak tubuh, selain fungsi
jantung dan paru-paru, untuk membantu menunjukkan tidak ada penyakit lain.
3. Tes laboratorium – termasuk tes darah dan air kencing untuk menentukan
apakah ada penyakit yang mungkin menjadi penyebab gejala-gejala itu.
4. Tes neuropsikologi atau kognitif – digunakan untuk mengukur kemampuan
berfikir termasuk mengingat, memakai 10ahasa, memperhatikan, atau
memecahkan persoalan.
5. Pemotretan otak (brain imaging) – scan tertentu yang melihat struktur otak dan
digunakan untuk melihat apakah ada tumor otak atau gumpalan darah di otak
sebagai sebab dari gejala-gejala itu.
6. Pemeriksaan kejiwaan – mengidentifikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati,
misalnya depresi, dan untuk menangani gejala-gejala kejiwaan seperti rasa
kegelisahan atau delusion (fantasi) yang dapat terjadi bersamaan dengan
demensia.
(NDO, 2019).
G. Tujuan Pengobatan
Tujuan utama : Mengobati gejala, mempertahankan fungsi otak selama mungkin,
memperbaiki kemampuan berpikir (DiPiro et al, 2015).
Tujuan sekunder : mengobati gejala sisa psikiatri dan gangguan perilaku (DiPiro
et al, 2015).
H. Terapi Farmakologi
1. Antipsikotik
2. Anti depresan
3. Anti konvulsan
(DeDee, 2009).
J. Fitoterapi
1. Ginkgo biloba
Dosis ginkgo biloba untuk mengobati kerusakan memori adalah 40 mg (Rai, et al.,
1991). Sedangkan dosis untuk mengobati alzheimer adalah 240 mg (Zhang dan Xue,
2012). Dan dosis untuk mengobati demensia adalah 240 mg (Mazza, et al., 2006).
2. Salvia officinalis
Salvia officinalis bekerja dengan meningkatkan kognitif dan aktivitas otak. Apabila
aktivitas otak meningkat, maka laju perkembangan dimensia pun dapat dikendalikan.
Diberikan dalam dosis 3000 mg/hari selama 16 minggu (Loprest, 2016).
3. Huperzine A
Mekanisme huperzine A adalah alkaloid seskuiterpen alami yang berasal dari
huperzia serrata digunakan sebagai efek perlindungan syaraf. Bekerja sebagai inhibitor
asetilkolinesterase atau penghambat asetilkolinesterase yang mencegah hidrolisis
asetilkolin (Web MD, 2019).
Dosis oralnya adalah 50-200 mcg / 2 kali sehari untuk demensia vaskular, 30 mcg
/ 2 kali sehari untuk demensia presenil/pikun, dan 100 mcg / 2 kali sehari untuk daya ingat
remaja (Web MD, 2019).
4. Melissa officinalis
Melissa officinalis bekerja dengan mengurangi gejala nonkognitif seperti
antidepresan dan dapat meningkatkan performa memori serta meningkatkan ketenangan.
Diberikan dalam dosis 1,5 g/hari selama 16 minggu (Akhondzadeh et al., 2003).
Mekanisme lemon balm adalah dapat berguna dalam pencegahan dan pengobatan
penyakit Alzheimer karena kemampuannya yang dapat menghambat asetilkolinesterase
dan aktivitas antioksidan. Lemon Balm dapat meningkatkan mood untuk pasien Alzheimer
(Singhal, et al., 2012).
Dosis oralnya adalah 60 tetes ekstrak lemon balm standar per hari yang
telah digunakan selama 4 bulan. Dan dosis aromaterapi adalah lotion mengandung 10%
lemon balm dioles dan dipijat ke tangan dan lengan atas selama 1-2 menit dua kali sehari
selama 4 minggu (Web MD, 2019).
DAFTAR PUSTAKA
Adefunmilayo, E. T., Franco, B. L., Greice, M. L., Marilia, B., Damaris, S., Monica, V. S., dan Vania,
M. F. 2012. Anxiolytic and Antidepressant-Like Effects of Melissa officinalis (Lemon Balm)
Extract in Rats: Influence of Administration and Gender. Indian J Pharmacol. Vol. 44(2):
189-192.
Adelina, R. 2013. Kajian Tanaman Obat Indonesia yang Berpotensi sebagai Antidepresan. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. Vol. 3(1): 9-1
Akhondzadeh, S., Noroozian, M., Mohammadi, M., Ohadinia, S., Jamshidi, A. H., Khani, M. 2003.
Melissa officinalis extract in the treatment of patients with mild to moderate Alzheimer’s disease:
A double blind, randomised, placebo controlled trial. J Neurol Neurosurg Psychiatry. Vol. 74(7):
863.
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, USA:
Elsevier Saunders.
Korolev, I, O. 2014. Alzheimer’s Disease: A Clinical and Basic Science Review. Medical Student
Research Journal, Vol. 04.
Loprest, A. 2016. Salvia (Sage): A Review of its Potential Cognitive-Enhancing and Protective Effects.
Drugs R D. Vol. 17(1): 53–64.
Mazza, M., et al. 2006. Ginkgo Biloba and Donepezil : Comparison Treatment of Alzheimer Dementia
in a Randomized Placebo Controlled Double-blind Study. European Journal of Neurology, Vol.
13 (9) : 981-985.
Medscape. 2019. Alzheimer Disease. Diakses secara online di
https://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#a4 [diakses tanggal 12 Juni 2019].
National Dementia Organization. 2019. Diagnosing Dementia. Diakses secara online di
https://www.dementia.org.au/files/helpsheets/Helpsheet-AboutDementia02-
Diagnosing-Dementia_indonesian.pdf (Pada 12 Juni 2019).
Nisa, K, M., dan Rika L . 2016 . Dimensia Alzheimer. Majority . Vol 5(4) : 86-90.
Rai, G.S., Shovlin, C., dan Wesnes, K.A.1991. A Double Blind, Placebo Controlled Study of Ginkgo
Biloba Extract (‘Tanakan’) in Elderly Outpatients with Mild to Moderate Memory Impairment.
Current Medical Research and Opinion, Vol. 12 (6) : 350-355.
Singhal, Anil Kumar, Vijay Naithani dan Om Prakash Bangar. 2012. Medicinal plants with a potential to
treat Alzheimer and associated symptoms. International Journal of Nutrition,Pharmacology,
Neurological Diseases. Vol.2 (2) : 84-91
Swardfager, W., Lancot, K., Rothenburg, L., Wong, A., Capell, J., Herrmann, N. 2012. A
Meta-Anaylisis of Cytokines in Alzheimer Disease. Biol Psychiat. Vol. 68 (10): 930-941
Swerdlow, R.H. 2007. Pathogenesis of Alzheimer’s Disease. Available online at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2685260/ [di akses pada tanggal 12 Juni 2019].
Web MD. 2019. Huperizine A. Tersedia Secara Online di
https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-764/huperzine-a#. [Di Akses Pada
Tanggal 12 Juni 2019].
Web MD. 2019. Lemon Balm. Tersedia Secara Online di
https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-437/lemon-balm [Di Akses Pada Tanggal
12 Juni 2019].
Yang, G., Wang, Y., Sun, J., Zhang, K., Liu, J. 2016. Ginkgo Biloba for Mild Cognitive Impairment and
Alzheimer’s Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials.
Curr Top Med Chem. Vol. 16(5): 520-8.
Zhang, S.J., dan Xue, Z.Y. 2012. Effect of Western Medicine Therapy Assisted by Ginkgo biloba Tablet
on Vascular Cognitive Impairment of None Dementia. Asian Pacific Journal of Tropical
Medicine, Vol. 5 : 661-664.
PARKINSON
A. Definisi
Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif (degeneratif adalah penyakit
yang menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan atau organ tubuh) progresif yang
melibatkan neuron dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis
(berperan dalam mengendalikan postur tubuh dan koordinasi gerakan motorik) yang
memproduksi dan menyimpan neurotransmitter dopamin). Gejala parkinson diantaranya
gejala motorik dan yang gejala non- motorik (Standaert, et al., 2019).
B. Anatomi dan Fisiologi
Bagian tubuh yang rusak dalam penyakit parkinson ini adalah otak bagian
tengah (Mesencephalon-Midbrain) atau pada bagian substansi nigra. Dimana pada bagian
itu mengalami penurunan produksi dopamin karena banyak neuron mati yang
menyebabkan hilangnya pigmentasi. Selain itu karena penumpukan protein
alpha-synuclein yang mengakibatkan kematian sel (Gunawan dkk, 2017).
C. Patofisiologi
Parkison disebabkan oleh degradasi neuron dopamin pada bagian subtansi nigra
pars kompakta yang merupakan bagian dari basal ganglia (bagian otak yang berhubungan
dengan motorik atau pengatur gerakan). Dan adanya lewy body pada neuron disubstansi
nigra (agregat filamen sitoplasma neuron yang tersusun dari protein presinaptik
α-synuclein) (Dipiro, et al., 2015).
Pada parkinson terjadi abnormalitas pada basal ganglia sehingga pembentukan
dopamin menurun sehingga hubungna antara sel saraf dan otot lainya juga sedikit. Pada
beberapa kasus, parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari ensefalitis
karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan otak). Kasus lainnya terjadi
jika penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau racun memengaruhi atau menghalangi
kerja dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan untuk
mengobati paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf.
(Gunawan G, 2017)
E. Gejala parkinson
Gejala motorik
o Tremor.
o Rigiditas / kekakuan (bagian pangkal hingga ujung tungkai).
o Tidak dapat menggerakan bagian tubuh.
o Bradikinesia atau akinesia.
o Instabilitas postural.
o Dysarthria (gangguan berbicara).
o Dysphagia (gangguan menelan).
o Hypophonia (suara kecil).
o Micrographia (kegagalan kemampuan menulis).
o Festinating gait (kesulitan berlari dari berjalan.
o Kesulitan bangun dari posisi duduk.
(DiPiro, et al., 2015).
Gejala non mototik (Otonom dan Sensorik)
o Gangguan saluran urinari dan defekasi.
o Konstipasi.
o Diaforesis.
o Lelah.
o Gangguan olfaktorik (mata).
o Perubahan tekanan darah ortostatik.
o Nyeri.
o Paresthesia.
o Paroxysmal vascular flushing.
o Seborrhea.
o Disfungsi seksual.
o Sialorrhea.
(DiPiro, et al., 2015).
Gejala non mototik (Mental)
o Depresi.
o Mood disorder.
o Halusinasi/delusi (psikosis, umumnya disebabkan obat).
o Demensia.
o Sleep disorder (kantuk di siang hari, insomnia, sleep apnea, gangguan REM).
o Konstipasi.
o Ansietas.
o Apathy.
o Bradyphrenia (berpikir lambat).
o Linglung.
(DiPiro, et al., 2015).
G. Diagnosis
1. Skor HAM-D
Tes HAM-D merupakan skala berdasarkan klinis dengan indikasi utama untuk
mengukur keparahan dari gejala depresi.
Tujuan dari penilaian ini adalah untuk memantau perubahan pada gejala depresi
selama terapi dan dibandingkan efikasi dari intervensi yang berbeda.
Penilaian dilakukan oleh dokter yang telah dilatih atau profesional kesehatan
mental dengan dasar observasi selama wawancara dilakukan.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penilaian: 15 – 20 menit
merupakan wawancara semi-struktur.
(Serenity Programme, 2015).
2. Skor ADL
Tes ADL merupakan serangkaian tes yang bertujuan untuk mengukur parameter
fungsi dari fisik dan psikis seseorang terhadap beberapa aspeks eperti cara
berpakaian, cara berjalan, dan cara melakukan aktivitas-aktivitas di dalam
maupun di luar rumah. (Andersen, et al., 2004).
J. Fitoterapi
a. Teh hijau (camelia sinensis)
dikarenakan adanya komponen utama yang disebut katekin yang berfungsi sebagai
zat antioksidan. terjadinya parkinson. Antioksidan dipercaya mampu mencegah
perkembangan penyakit parkinson karena antioksidan mampu mencegah stress
oksidatif berlebihan yang biasa dialami oleh penderita parkinson. •Dengan meminum
teh hijau secara rutin maka kandungan antioksidan didalamnya akan membantu
meringankan bahkan mencegah perkembangan gejala-gejala pada penderita parkinson
•Konsumsi sebanyak 3 kali sehari. (John et,.al, 2008).
b. Kopi Arabika (Coffea arabica)
Menurut penelitian ditunjukan bhawa kafei pada kopi dapatdigunakan untuk
memperbaiki kondisi penderita parkinson •Bekerja dengan cara mengurangi tremor
dan mengatasi kekakuan otot serta mampu menghambat sinyal sinyal yang merusak
di otak. (Baum, 2012).
c. Ginko biloba
Berdasarkan penelitian mengenai ekstrak gingko biloba dimana pada penlitian
tersebut ekstrak menunjukan kerja pada sistem saraf dan penyembuhan terhadap
kerusakan dopamin neuron otak tengah dan pada kerusakan sistem gerak tubuh.
Selain itu merupakan antioksidan yang secara susbtansial meningkatkan kewaspadaan
dan meningkatkan memori otak. Dan menigkatkan sirkulasi darah pada otak.
Dikonsumsi 1 x sehari 1 (NINN, 2012).
d. Kunyit
Curcumin merupakan polifenol hidrofobik yang bersal dari rimpang tanaman kunyit
memiliki aktibitas farmakologi yang luas yang dimanfaatkan dalam penyembuhan
penyakit diantaranya aktivitas antioksidan, anti kanker dan anti parkinson •Curcumin
pada tanaman kunyit dapat membantu melawan penyakit parkinson dengan
mengurangi protein pemicu penyakit parkinson •Dikonsumsi 400-600mg 3 kali sehari.
(Arwansyah,.et.al, 2014).
K. Monitoring
o Tentukan obat, waktu pemberian obat, hubungankan dengan makanan, dan saat
dosis terakhir. Ajarkan pada pasien bahwa carbidopa / L-dopa diserap terbaik pada
perut kosong.
o Menilai kesan umum pasien dari fungsi motorik dan mengatasi setiap masalah
spesifik yang mungkin dimiliki pasien.
o Menanyakan secara khusus tentang dosis ke efek obat, penggunaan obat , respon
yang tidak memadai untuk dosis tunggal obat-obatan, kekakuan, gerakan yang
tidak normal secara paksa, kram atau kejang, halusinasi (khususnya halusinasi
visual), dan mual, muntah, atau pusing. Menawarkan saran untuk membantu
meringankan efek tersebut.
o Menanyakan tentang gejala-gejala sebelumnya pada keluarga, dan mengatasi
masalah apapun yang mungkin perlu perhatian khusus seperti gangguan tidur,
depresi, ciri-ciri psikotik, dan diskinesia (gerakan yang tidak normal) yang mungkin
tidak disadari bagi pasien.
o Amati pasien dan menentukan apakah ada gerakan diskinesia dan pasien tidak
menyadarinya dan rekomendasikan intervensi yang tepat.
o Pastikan bahwa pasien dan / atau keluarga memahami regimen obat yang
direkomendasikan.
(Dipiro, et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan
Andersen, Christian K. 2004. Ability To Perform ADL Is The Main Factor Affecting Quality Of
Life In Patients With Dementia. Available online at
https://hqlo.biomedcentral.com/articles/10.1186/1477-7525-2-52 [Diakses 31 Mei 2019].
Arwansyah,et.l, 2014. simulasi docking senyawa Curcumin dan analoginya sebagai inhibitor
reseptor androgen pada kanker prostat. Bogor : IPB
Baehr, M. F., Michael. 2005. Duu’s Topical Diagnosis in Neurology 4th ed. United States of
America: Thieme
Baum,C.,Robert.,et.al. 2012. The montreal Cognitive Assesment (MoCA). Diakses pada 12
Mei 2019 Available at
http://strokengine.ca/asses/module_moca_Indepth-en.html#section2 [Diakses 31 Mei
2019].
Dipiro.JT., et al., 2015. Pharmacoterapy Handbook 8th edition. New York : Mc Graw Hill
Gunawan, G., Mochamad, D., Shahdevi, N.K.2017. Parkinson and Stem Cell Therapy. MNJ. Vol
3(1):39-46.
John C, Morgan,M.D. 2008. Parkinson Disease and all movement disorder. Medical Collage of
Georgia 63(6)
Katzung, B.G., Masters, S. B., dan Trevor, A. J. 2013. Basic & Clinical Pharmacology 12th
Edition. United States : McGraw-Hill Companies, Inc.
NINN. 2012. Parkinsosn Disease and observation of gingkobiloba ekstract. National Insitute of
neurology and Neurosurgery
Rabin, Sara. 2006. Nonpharmacologic Treatment of Parkinson’s Disease.
http://movementdisorderscenter.org/files/2013/06/6
Nonpharmacologic-Treatment-of-PD-2-CORRECTEDD.pdf. [diakses tanggal 31 Mei
2019]
Setiabudi, Rianto. 2012. Pengajar Antimikroba. Dalam: Ganiswarna, Sulistia G, editor.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Serenity programme. 2015. Hamilton Depression Rating Scale. Tersedia online di
www.serene.me.uk. [diakses tanggal 31 Mei 2019]
Silitonga, R. 2007. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit
Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr Kariadi. Semarang: Universitas Diponegoro
Standaert, D. G., Marie, H. S., Cathi, A. T., Joan, dan Ross, C. 2019. Parkinson’s Disease.
Diakses secara online di apdaparkinson.org (Pada 31 Mei 2019).
SKIZOFRENIA
A. Definisi
Skizofrenia merupakan penyakit gangguan mental yang parah dan kronis sehingga
dapat mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir, bertingkah laku, maupun berperasaan
(merasakan terhadap suatu hal). Pasien yang menderita skizofrenia mengalami kehilangan
kontak dengan kenyataan yang ada dan gejalanya dapat sampai membuat pasien mengalami
kelumpuhan (The National Institute of Mental Health Information Resource Center, 2016).
B. Anatomi Fisiologi
Pada kondisi normal, kondisi otak dapat dilihat pada gambar berikut:
C. Patofisiologi
Pada penderita schizophrenia beberapa kondisi anomali pada anatomi tubuhnya,
seperti ventrikel agak lebih besar dari normal; penurunan volume otak di daerah temporal
medial; dan ada perubahan pada daerah hipokampus. Terdapat pula kelainan anatomi dalam
jaringan neokortikal dan daerah limbik serta saluran substansi putih, dimana 2 jaringan
saluran substansi putih pada penderita schizophrenia berkurang. Penderita juga mengalami
penurunan volume lobus prefrontal dan temporal kiri dan kanan (Medscape, 2019).
Penderita juga mengalami anomali pada sistem neurotransmitter, lalu mengakibatkan
terjadinya beberapa gejala dan dampak, diantaranya:
1. Gejala positif
Akibat dari gangguan fungsi neurotransmiter, utamanya pada produksi dopamin yang
berlebih atau terhambatnya proses reuptake dopamin (aktivitas hiperdopaminergik).
Dopamin berperan dalam kognitif, mood, perhatian dan proses belajar. Sehingga dapat
menyebabkan gangguan pada pola pikir, pergerakan, delusi, halusinasi dan paranoid
(American Psychiatric Association, 2000).
2. Gejala Negatif
Dapat terjadi karena kurangnya aktivitas dopamin (hipodopaminergik). Tetapi juga
dapat disebabkan oleh gangguan neurotransmitter gamma aminobutyric acid (GABA),
serotonin dan asetilkolin. Dimana GABA adalah inhibitor neurotransmitter utama pada
sistem saraf dan berperan dalam produksi endorfin. Pada kondisi normal GABA
memberikan efek relaksasi, tetapi dalam keadaan abnormal pada produksi atau
distribusinya dapat menyebabkan gejala negatif yaitu berkurangnya fungsi emosi,
berkurangnya kemampuan berbicara, hilangnya minat / ketertarikan (American
Psychiatric Association, 2000).
3. Glutamatergik dsyfunction
“glutamate excito-toxicity” dimana kadar glutamat berlebihan dapat menyebabkan
degenerasi dan disfungsi neuronal (Anurogo et al, 2014). Selain itu, defisiensi glutamat
juga dapat memproduksi gejala yang mirip dengan hiperaktifitas dopaminergic (Dipiro et
al, 2015).
4. Serotonin Abnormalities
Penurunan aktivitas serotonin berkaitan dengan peningkatan aktivitas dopamin.
Kekurangan serotonin akan menyebabkan berbagai gejala perilaku.Pasien skizofrenia
yang mempunyai scan otak abnormal, mempunyai konsentrasi 5-HT yang tinggi pada
darah yang menyebabkan meningkatnya ukuran pembuluh darah (Dipiro et al, 2015).
Penderita skizofrenia juga akan mengalami penurunan kekebalan tubuh. Pasien
skizofrenia mengalami peningkatan kadar sitokin proinflamasi yang mengaktifkan jalur
kynurenine, dimana tryptophan dimetabolisme menjadi asam kynurenic dan quinolinic;
asam-asam ini mengatur aktivitas reseptor NMDA dan mungkin juga terlibat dalam
regulasi dopamin. Resistensi insulin dan gangguan metabolisme, yang umum terjadi pada
pasien skizofrenia, berkaitan dengan peradangan. Dengan demikian, peradangan
berkaitan dengan psikopatologi skizofrenia dan gangguan metabolisme yang terlihat pada
pasien dengan skizofrenia (Medscape, 2019).
D. Gejala
Terdapat beberapa jenis gejala pada penderita skizofrenia, diataranya:
1. Gejala Episodik Akut
Out of Touch (Tidak berhubungan dengan dunia luar).
Halusinasi.
Delusi (Memegang keyakinan yang salah).
Tindakan dipengaruhi pengaruh luar.
Proses berpikir terputus.
Ambivalensi (Pikiran kontradiktif).
Autisme (pemikiran yang ditarik dan diarahkan ke dalam).
Tidak kooperatif.
Sulit merawat diri sendiri.
Tidur dan nafsu makan terganggu.
(Dipiro, et al., 2015).
2. Gejala positif
Delusi atau waham (suatu keyakinan yang salah karena bertentangan dengan
kenyataan).
Halusinasi.
Muncul kebiasaan aneh.
Gaduh, gelisah, tidak dapat diam.
Merasa dirinya hebat dan serba bisa.
Selalu merasa curiga.
Menyimpan rasa permusuhan.
(Dipiro, et al., 2015).
3. Gejala negatif
Alam perasaan yang datar (wajah tidak berekspresi).
Menarik diri, sukar diajak bicara, pendiam, pasif dan apatis.
Kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.
Berpikiran stereotip (berpikiran berdasarkan persepsi).
Alogia (menurunnya kefasihan berpikir dan berbicara).
Avolition (hilangnya motivasi).
Anhedonia (menurunnya kemampuan untuk merasakan kesenangan).
Menurunnya kemampuan untuk fokus terhadap sesuatu.
(Dipiro, et al., 2015).
E. Terapi Farmakologi
Algoritma Farmakoterapi skezofrenia dapat dilihat pada bagan berikut:
F. Terapi Non-Farmakologi
Terdapat beberapa upaya non-farmakologi yang dapat dilakukan untuk membantu pasien
skizofrenia menghadapi penyakitnya, antara lain:
Social skills training : Terapi yang fokus untuk meningkatkan komunikasi dan interaksi
sosial.
Rehabilitation: Untuk peningkatan fungsi adaptif pasien dan memberikan dukungan
emosional kepada pasien.
Family education: Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan dukungan
kuat dapat melakukan lebih baik daripada yang tidak mendapatkan dukungan dari
keluarga dan teman.
Coordinated specialty care (CSC): Untuk penderita yang baru pertama kali mengalami
episode psikosis. Pada terapi ini dibuat tim yang menggabungkan pengobatan dan terapi
psikologis, mencakup layanan sosial dan ketenagakerjaan dan peran serta keluarga.
Assertive community treatment (ACT): Bantuan personal untuk membantu penderita
skizofrenia menghadapi tantangan hidup sehari-hari, seperti minum obat. Para profesional
ACT juga membantu mereka menangani masalah secara proaktif dan bekerja untuk
menghindari krisis.
Social recovery therapy: Perawatan ini membantu penderita menetapkan dan mencapai
tujuan serta membangun rasa optimisme dan keyakinan positif tentang diri mereka sendiri
dan orang lain.
(WebMD, 2019).
H. Fitoterapi
Terdapat beberapa tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan
skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Ginko Biloba
2. Ginseng
3. Daun Ashwaganda
4. Akar Kava
(WebMD, 2019).
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Press.
DeLisi, L.E., Szulc, K.U., Bertisch, H.C., Magda, M., and Kyle, B. 2006. Understanding
Structural Brain Changes in Schizophrenia. Dialogues Clin Neurosci. Vol. 8 (1) : 71 - 78.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Posey, L.M.,
2015,Pharmacotherapy, 6th Edition, Appleton ang Lange, New York.1-13.
DiPiro,J.T., Robert L.T., Gary C.Y.e, Gary R.M., Barbara G.W., L. Michael P. 2012.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 8th Edition. New York : McGraw-Hill
DiPiro,J.T., Robert L.T., Gary C.Y.e, Gary R.M., Barbara G.W., L. Michael P. 2017.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 10th Edition. New York : McGraw-Hill
DrugBank. 2019. Risperidone. Available at: https://www.drugbank.ca/drugs/DB00734
[Accessed 21 May 2019].
DrugBank. 2019. Ziprasidone. Available at: https://www.drugbank.ca/drugs/DB00246 [Diakses
pada 21 Mei 2019]
Food and Drug Association (FDA). 2019. ABILIFY (Aripiprazole). Available at:
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2005/021713s004,021436s007lbl.pd
f [Accessed 21 May 2019].
Gaebel, W., Becker, T., Janssen, B., Munk-Jogersen, P., Musalek, M., Rossler, W., et al., 2012.
EPA Guidance on The Quality of Mental Health Services, European Psychiatry 27:
87-113.
Medscape. 2019. Schizophrenia. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/288259-overview#a3. [Accessed 19 Mei 2019].
Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas). 2015. Aripiprazol. Tersedia di:
http://pionas.pom.go.id/monografi/aripiprazol [Diakses pada 21 Mei 2019].
Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas). 2015. Risperidon. Tersedia di:
http://pionas.pom.go.id/monografi/risperidon [Diakses pada 21 Mei 2019].
Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas). 2015. Ziprasidon. Tersedia di:
http://pionas.pom.go.id/monografi/ziprasidon [Diakses pada 21 Mei 2019]
Thompson K, Kulkarni J, Sergejew AA. Reliability and validity of a new Medication Adherence
Rating Scale (MARS) for the psychoses. Schizophr Res 2000;42:241–7.
The National Institute of Mental Health Information Resource Center. 2016. Schizophrenia.
Available at https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia/index.shtml. [Accessed
20 May 2019].
ANXIETAS
A. Pengertian
Anxietas atau gangguan kecemasan merupakan keadaan emosional yang
menyebabkan ketegangan, rasa tidak aman karena persepsi bahwa ada bahaya yang
mengancam (DiPiro, et al., 2009).
C. Patofisiologi
Model Noradrenergik. Model ini menunjukkan bahwa sistem saraf otonom dari
pasien yang mengalamikecemasan adalah hipersensitif dan bereaksi berlebihan terhadap
berbagai rangsangan. Lokus seruleus mungkin memiliki peran dalam mengatur kecemasan,
dengan mengaktifkan pelepasan norepinefrin dan menstimulasi sistem saraf simpatetik dan
parasimpatik. Kronis overaktivitas noradrenergik menurunkanregulasi α2 -adrenoreseptor
pada pasien dengan generalized anxiety disorder (GAD) dan gangguan stres pasca trauma
(PTSD). Pasien dengan gangguan kecemasan sosial (SAD) tampaknya memiliki
adrenocortical hiperrespektif Menanggapi stres psikologis.
Gejala kecemasan mungkin terkait dengan kurangnya aktivitas sistem GABA atau
reseptor benzodiazepine sentral yang diregulasi. Pada pasien dengan GAD, benzodiazepine
yang mengikat pada lobus temporal kiri berkurang. Sensitivitas abnormal ke antagonisme
dari situs pengikatan benzodiazepine dan penurunan pengikatan terjadi di gangguan panik.
Dalam SAD umum mungkin ada reseptor GABAB sentral yang abnormal fungsi.
Abnormalitas penghambatan GABA dapat menyebabkan peningkatan respons terhadap stres
di PTSD.
Di GAD, ada peningkatan abnormal di sirkuit ketakutan otak dan peningkatan
aktivitas di korteks prefrontal. Pasien dengan gangguan panik memiliki kelainan struktur
otak tengah. Pasien dengan SAD memiliki aktivitas yang lebih besar di amigdala dan insula.
Dalam PTSD, amigdala memainkan peran dalam kegigihan memori traumatis (Wells, et al.,
2015).
E. Faktor resiko
- Trauma
- Stress karena memiliki penyakit
- Stress karena masalah yang berlaurt-larut
- Obat dan alkohol
- Personal
- Memiliki keluarga yang mengalami anxiety disorder
- Memiliki health mental disorder lain
F. Gejala
1. Gejala Somatik: gejala somatik adalah gejala yang timbul dari keadaan
fisik penderita (motorik dan otonomik)
- Gemetar
- Nyeri punggung dan nyeri kepala
- Ketegangan otot
- Napas pendek, hiperventilasi
- Mudah lelah, sering kaget
- Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi,
tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)
- Parestesia
- Sulit menelan
.
2. Gejala Psikologik: Gejala Psikologi adalah gejala yang timbul dikarenakan pola pikir atau
kejiwaan si penderita
- Rasa takut yang berlebihan
- Sulit konsentrasi
- Insomnia
- Libido menurun
- Rasa mual di perut
- Hipervigilance (siaga berlebih).
(Saddock, 2007).
G. Tingkat Keparahan
- Kecemasan ringan adalah cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan, tetapi individu masih
mampu memecahkan masalah → terlihat tenang percaya diri, waspada,
memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan, sadar akan
lingkungan, rilex atau sedikit gelisah.
- Kecemasan sedang adalah cemas yang memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting
atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun penyelesaian
masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung, ketegangan otot sedang, mulai
berkeringat, sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala.
- Kecemasan berat, mengurangi persepsi individu, cenderung untuk memusatkan
pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain.
Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan individu memerlukan
banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan
sulit berfikir , penyelesaian masalah buruk, takut, bingung, menarik diri, sangat
cemas, kontak mata buruk, berkeringat, bicara cepat, rahang menegang,
menggertakkan gigi, mondar mandir dan gemetar.
- Panik, ketakutan, teror, mengalami kehilangan kendali → tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian
→ peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang tidak
dapat rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat
bahkan kematian.
(Stuart, 2007).
H. Diagnosis
- Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
HARS merupakan salah satu kuesioner yang mengukur skala ansietas
yang masih digunakan sampai saat ini. Kuesioner terdiri atas 14 item.
Masing-masing item terdiri atas 0 (tidak terdapat) sampai 4 skor (terdapat).
0 = Tidak ada gejala atau keluhan
1 = Gejala ringan
2 = Gejala sedang
3 = Gejala berat
4 = Gejala berat sekali atau panik
Apabila jumlah skor <17 tingkat ansietas ringan, 18-24 tingkat ansietas
sedang, dan 25-30 tingkat stres berat (Nursalam, 2013).
- Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS)
T-MAS merupakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur skala
ansietas pada individu (Oxford Index, 2017). T-MAS terdiri atas 38
pernyataan yang terdiri atas kebiasaan dan emosi yang dialami.
Masing-masing item terdiri atas “ya” dan “tidak” (Psychology tools, 2017).
- Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas
dan stres. Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21 (hanya
di bedakan dari jumlah pertanyaan). Masing-masing gangguan (depresi,
ansietas, dan stres) terdapat 7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0
(tidak terjadi dalam seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu
seminggu terakhir)
(Psychology Foundation of Australia, 2014).
- Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Merupakan diagnosis dalam bentuk kuesioner. Kuesioner SAS terdiri
atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-masing pernyataan
terdapat 4 penilaian yang terdiri dari
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang-kadang
4 : sering
Klasifikasi tingkat ansietas berdasarkan skor yang diperoleh yaitu
20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan
81-100 (ansietas berat) (Sarifah, 2013).
I. Terapi Farmakologi
a. Antidepresan
Antidepresan berkhasiat untuk manajemen jangka panjang akut dari GAD.
Berupa pengobatan pilihan untuk manajemen jangka panjang kecemasan kronis,
terutama di gejala depresi. Respons efek anti ansietas akan terlihat pada minggu
ke 2-4. Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI), venlafaxine XR, dan
duloxetine efektif dalam terapi akut (tingkat respons 60-68%) Antidepresan
trisiklik (TCA) umumnya menyebabkan sedasi, hipotensi ortostatik, efek
antikolinergik, dan penambahan berat badan, dan sangat beracun pada overdosis
(Dipiro,2015 ).
b. Benzodiazepine
Benzodiazepin adalah obat yang paling efektif dan sering digunakan untuk
pengobatan kecemasan akut. Sekitar 65-75% pasien dengan gangguan kecemasan
umum telah ditandai dengan respon sedang, dan sebagian besar perbaikan terjadi
pada 2 minggu pertama terapi. Obat ini lebih efektif untuk gejala somatik
dan otonom dari gangguan kecemasan umum, sedangkan antidepresan lebih efektif
untuk gejala psikis (misalnya ketakutan dan kekhawatiran) (Dipiro,2015 ).
c. Hydroxyzine
Hydroxyzine efektif pada 88% pasien dengan durasi selama 3 bulan
digunakan hanya saat dibutuhkan. Menyediakan kelegaan simtomatik
kecemasan dan ketegangan yang terkait dengan psikoneurosis; Pengobatan
tambahan pada keadaan penyakit organik di mana kecemasan termanifestasi
(Dipiro,2009)
K. Fitoterapi
- Kava (Piper Methyscticum)
Bagian tanaman yang digunakan adalah akar rimpang. Mekanisme
penyembuhannya dengan memblok voltage-gated sodium ion channels,
peningkatan ikatan ligand dengan γ-aminobutyric acid (GABA) reseptor
tipe A, berkurangnya pelepasan neurotransmitter karena blokade saluran ion
kalsium, mengurangi reuptake neuron noradrenaline (norepinephrine),
penghambatan reversibel monoamine oxidase B and penekanan sintesis
eicosanoid thromboxane A2 sebagai antagonis GABAA receptor (Singh,
2002).
- Citrus
Adanya bahan aktif berupa linalool yang merupakan salah satu minyak
atsiri yang berada dalam tumbuhan Citrus L aurentium. Linalool berfungsi
sebagai anxiolitic atau zat yang dapat menurunkan ansietas, aktifitas utamanya
adalah meningkatkan kekebalan tubuh serta melancarkan sirkulasi dan
meningkatkan respon eksitasi sel (Buckle, 2003)
- Passion Flower
Terdiri atas bunga yang dikeringkan dan buah atas pada tumbuhan
merambat yang tetap berwarna hijau. Tanaman ini telah diakui memiliki efek
pengobatan untuk terapi kegelisahan dan gangguan tidur, walaupun belum ada
studi klinis lebih lanjut. Dosis : dalam bentuk teh dibuat 4-8 obat mentah
dalam 150 ml, 3 kali sehari (Baek, et al., 2014)
- Gingko Biloba
Ginkgo Biloba memiliki sifat antioksidan dan obat penenang. Ekstrak
daun Ginkgo Biloba mengandung glikosida flavonoid dan terpenoid, yang bisa
meredakan kecemasan dan stres. Pasien dianjurkan berkonsultasi ke dokter
sebelum menggunakannya apabila sedang mengkonsumsi obat antidepresan
(Tuso, 2002).
- Valerian
Tanaman ini mengandung minyak atsiri, valepotriat, lignin, dan
alkaloid/asam amino pada bagian rimpang, akar, dan stolon kering. Valerian
memiliki aktivitas pada reseptor GABA A (menstimulasi sintesis dan
pelepasan GABA). Dosis yang digunakan 2-3 g bahan obat mentah (2-3 Kali
sebelum tidur) (Tuso, 2002).
L. Monitoring
Beberapa parameter pemantauan (sebagai tambahan dari
monitoring konsentrasi plasma) akan memberikan manfaat dalam menangani pasien.
Pasien harus di pantau terhadap efek samping, teratasinya gejala yang di alami
sebelumnya, dan adanya perubahan perilaku dan fungsi sosial.
- Monitoring berkala harus dilakukan sampai beberapa bulan setelah
penghentian antidepresan.
- Pasien yang mendapatkan venlafaksin dan antidepresan trisiklik
bersamaan dengan antihipertensi yang menghambat adrenergik harus dipantau
tekanan darahnya secara teratur.
- Pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus menjalankan
pemeriksaan EKG sebelum memulai terapi antidepresan trisiklik, dan
pemeriksaan EKG selanjutnya perlu di lakukan secara berkala.
- Pemantauan keinginan untuk bunuh diri setelah pemberian obat antidepresan,
terutama dalam beberapa minggu pertama pengobatan.
- Melakukan wawancara klinis, menggunakan instrumen penilaian psikometri ,
mengukur sifat dan tingkat keparahan gejala depresi dan gejala yang terkait.
- Jika diberikan obat antidepresan dengan nama dagang yang berbeda
dari sebelumnya, pasien harus di pantau secara ketat terhadap kekambuhan dan
kemunculan kembali penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian
Depresi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami gangguan pada
perasaannya yang menyebabkan perasaan sedih yang berulang dan hilangnya
minat terhadap kegiatan sehari-hari. Hal ini akan mempengaruhi perasaan, cara
pikir, serta perilaku dan dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan
fisik (Mayo Clinic, 2019).
B. Klasifikasi
1) Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor adalah perubahan dari nafsu
makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya
± 2 minggu (Kaplan, et al., 2010).
2) Gangguan dysthmic
Dysthmia yang bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama).
Gejala-gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu
selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan
gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masih bisa
berinteraksi ataupun menjalani aktivitas sehari-harinya (Kaplan, et al., 2010).
3) Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor hampir sama dengan gangguan depresi
mayor dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau
berlangsung lebih singkat (Kaplan, et al., 2010).
D. Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menjelaskan proses terjadinya depresi
Hipotesis Biogenik Amin
Penurunan kadar neurotransmitter norepinephrine, serotonin (5HT),
dan dopamine dapat menyebabkan depresi (DiPiro et.al, 2015).
Perubahan postsynaptic pada reseptor sensitivitas
Penurunan neurotransmitter norepinephrine atau 5-HT1A dapat
menyerang efek dari antidepresan (DiPiro et.al, 2015).
Hipotesis disregulasi
Teori ini menekankan pada kegagalan regulasi homeostatis dari sistem
neurotransmitter, hal ini menyebabkan depresi, daripada meningkatnya atau
menurunnya aktivitas neurotransmitter itu sendiri (DiPiro et.al, 2015).
Hipotesis hubungan neurotransmitter 5-HT/noreinephrine
Teori ini menduga bahwa aktivitas dari neurotransmitter 5-HT dan
norepinephrine saling berhubungan, dan sistem serotonergik dan adrenergik
keduanya terlibat dalam respon antidepressan (DiPiro et.al, 2015).
Peran dopamine
Beberapa studi menjelaskan bahwa meningkatnya aktivitas dopamine
pada jalur mesolimbik berperan pada aktivitas antidepresan. Karena itu,
apabila aktivitas dopamine pada jalur mesolimbik menurun dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya depresi mayor. Gangguan pada ekspresi
brain-derived neurotrophic factor (BDNF) pada hippocampus dapat
berhubungan dengan terjadinya depresi mayor (DiPiro et.al, 2015).
E. Gejala
1. Psikologis
Suasana hati yang tertekan atau mudah marah apabila depresi dialami
oleh anak-anak atau remaja.
Minat berkurang atau hilangnya kesenangan di hampir semua kegiatan
(anhedonia).
Pikiran berulang tentang kematian seperti ide bunuh diri yang berulang
tanpa rencana khusus, atau upaya bunuh diri atau rencana spesifik
untuk bunuh diri.
2. Fisik
Gangguan tidur (insomnia atau hypersomnia).
Perubahan berat badan yang signifikan atau gangguan nafsu makan:
Untuk anak-anak, ini bisa menjadi kegagalan untuk mencapai kenaikan
berat badan yang diharapkan.
Agitasi atau keterlambatan psikomotor.
Kelelahan secara kontinu.
3. Sosial
Cenderung menghindari kontak dengan teman dan kegiatan sosial.
(Medscape, 2019).
F. Terapi Farmakologi
a) Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Umumnya dipilih sebagai antidepresan lini pertama. Mekanisme SSRI
adalah dengan menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan
dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar serotonin di dalam otak
meningkat (Prayitno, 2008).
b) Serotonin Norephinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
Mekanisme kerja dari SNRI adalah memblok monoamine. SNRI lebih
selektif daripada antidepresan trisiklik dan tidak mengakibatkan efek yang
ditimbulkan antidepresan trisiklik (Prayitno, 2008).
c) MAO inhibitor
Obat golongan MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin
oksidase di neuron dan meningkatkan kandungan monoamine (Katzung et al.,
2014).
d) Antidepresan Trisiklik
Antidepresan trisiklik (TCA) adalah antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti
norepinerin (NE), Serotonin (5–HT) dan dopamin didalam otak, karena
menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang tidak selektif. Contoh
obat antara lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine,
Desipiramine, Nortriptyline (Prayitno, 2008).
e) Antidepresan Atipikal Antipsikotik
Mekanisme antidepresan atipikal antipsikotik adalah memblokir
reseptor dalam jalur dopamin otak, tetapi antipsikotik atypicals berbeda dari
antipsikotik tipikal karena cenderung dapat mengakibatkan gangguan
ekstrapiramidal pada pasien, yang meliputi penyakit gerakan parkinsonisme,
kekakuan tubuh dan tremor tak terkontrol (Prayitno, 2008).
(DiPiro, et al., 2011).
H. Fitoterapi
St Jhon’s Wort (Hypercum perforatum L)
Mengandung derivat antrakuinon (hiperisin, hiperforin,
pseudohiperisin), flavonoid, derivat florogusinol (hiperforin, adiperforin).
Hiperforin menghambat pengambilan sinoptosomal dari serotonin (5-HT),
noradrenalin, dopamin, glutamat dan GABA pada sistem saraf pusat.
Peningkatan kadar neurotransmitter timbal, setelah pengobatan kronik,
meningkatkan regulasi dari reseptor 5-HT1 dan 5HT2 dan menurunkan
regulasi dari reseptor adrenergik β1. perubahan reseptor tersebut dipercaya
bertanggungjawab untuk memberikan efek antidepresan pada St John’s Wort
(Adelina, 2013).
Lemon Balm (Melissa officinalis)
Daun dari Melissa officinalis yang mengandung minyak atsiri,
glikosida, turunan asam kafeat dan flavonoid. Minyak esensial yang
bertanggung jawab atas manfaat emosional dan neurologis (Adelina, 2013).
Kunyit (Curcuma domestica)
Kurkumin pada kunyit merupakan Monoamine Oxidase Inhibitor
(MAOI), baik MAO-A maupun MAO-B. Selain itu kurkumin juga mengatur
tingkat norepinefrin, dopamin, dan serotonin. Kurkumin juga berfungsi
sebagai antiinflamasi mempunyai peran penting dalam patofisiologi penyakit
depresi (Adelina, 2013).
I. Monitoring
Monitoring efektivitas terapi
Dilakukan monitoring terhadap gejala dan tanda klinis setelah pemberian obat
dengan melihat apakah ada perbaikan fungsi sosial dan okupasional, ada tidaknya
keinginan dan ide bunuh diri.
Monitoring reaksi obat yang tidak dikehendaki
Dilakukan monitoring terhadap efek samping yang dimiliki obat.
Monitoring ketaatan
Memastikan pasien mendapat dosis yang cukup dari obat.
(Ikawati, 2011).
J. Evaluasi
Pasien dipantau efek samping, perubahan gejala, dan adanya perubahan fungsi
sosial dan pekerjaan.
Pemantauan dilakukan secara teratur hingga beberapa bulan setelah terapi
antidepresan dihentikan.
Pasien yang mendapatkan venlafaksin atau antidepresan trisiklik bersamaan
dengan antihipertensi harus dipantau tekanan darahnya secara teratur.
Pasien usia lebih dari 40 tahun harus melakukan tes elektrokardiogram(EKG)
sebelum memulai terapi antidepresan trisiklik, dan pemeriksaan EKG dilakukan
secara berkala.
Pasien dipantau mengenai ide bunuh diri setelah pemberian terapi.
Selain dengan wawancara klinis, dapat menggunakan alat skala psikometrik
untuk memberikan hasil yang akurat mengenai tingkat keparahan dan gejala.
Jika diberikan obat dengan nama dagang berbeda dari sebelumnya, maka harus
dipantau secara ketat terhadap kekambuhan penyakit.
(Dipiro, et al., 2015).
Daftar Pustaka